BAB II TINJAUAN PUSTAKA - GALIH NURHERMAWAN BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Tubercolosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacteri Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer Arief, 2004 ). Tubercolosis Paru adalah penyakit menular langsung pada
parenkim paru yang disebabkan oleh kuman atau bakteri TB ( Mycobacteri Tuberculosis ) ( Achmad Fadlun, 2009 ).
Tubercolosis Paru adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang dapat memengaruhi semua jaringan tubuh, tetapi paling umum terlokalisasi di paru-paru ( Ethel Sloane, 2004 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan Tuberculasis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacteri
Tuberculosis yang biasa menyerang bagian tubuh paru- paru.
9 B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Hidung Hidung merupakan organ pertama yang dilalui oleh udara. Di dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir, yang berfungsi sebagai penyaring, penghangat, dan pengatur kelembaban udara yang akan masuk keparu-paru.
2. Saluran Pernapasan : a.
Faring Faring (tekak) merupakan persimpangan antara kerongkongan dan tenggorokan. Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) berfungsi sebagai pengatur jalan masuk ke kerongkongan dan tenggorokan.
b.
Laring Laring adalah pangkal tenggorokan, terdiri atas kepingan tulang rawan membentuk jakun dan terdapat celah menuju batang tenggorok
(trakea) disebut glotis, di dalamnya terdapat pita suara dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita suara sehingga timbul bunyi.
c.
Trakea ( Batang Tenggorok ) Berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar terdiri atas jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia . Terletak di leher bagian depan kerongkongan.
d.
Bronkhus Merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan kiri. Struktur bronkhus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus.
Kedudukan bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkhus kanan, sehingga bronkhus kanan lebih mudah terserang penyakit. e.
Bronkheolus Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan kanan berjumlah 3, percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.
f.
Alveolus Berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara, dindingnya tipis setebal selapis sel, lembab dan berlekatan dengan kapiler darah. Alveolus berfungsi sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m2 ( 50 x luas permukaan tubuh ) cukup untuk melakukan pertukaran gas ke seluruh tubuh.
3. Paru-paru Berjumlah sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan.
Paru-paru kanan (pulmo dexter) memiliki 3 lobus (gelambir), sedangkan paru-paru kiri (pulmo sinister) memiliki 2 lobus (gelambir). Di dalam paru-paru ini terdapat alveolus yang berjumlah ± 300 juta buah. Bagian luar paru-paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas, berlapis 2 dan berisi cairan pleura. Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi ( http: // najmah syarie. blogspot. com/ 2012/ 01/ anatomi- fisiologi- sistem- pernafasan. Html diakses tanggal 27 Juli 2012 jam 10.26 WIB).
C. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh inhalasi Mycobacterium Tuberculosis yang menyebabkan reaksi granuloma paru. Sebanyak 90 % infeksi laten bersifat laten dan pada penurunan status imunologik akan menjadi aktif ( Wiknjosastro, Hanafi. 2006 ).
D. PATOFISIOLOGI Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil droplet berasal dari orang yang terinfeksi ( Price A. Sylvia. 2006 ).
Infeksi awal tuberculosis berada di apeks paru-paru atau di dekat pleura lobus bawah, meskipun infeksi awal hanya berukuran mikrokopis dan tak akan tampak pada foto sinar X. Pertama seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis, basil ini berpindah dari udara ke alveoli, di sini basil tinggal dari mulai berkembang,basil ini juga berpindah melalui sitem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain ( gijal, tulang, kortek cerebral ) dan area paru ( Lemon & Burke, 2000 ).
Jika respon imun adekuat muncul, muncul jaringan parut disekitar tuberculosis dan basil berada di dalam kapsul, akhirnya lesi mengeras.
Ketika respon imun adekuat tidak mengalahkan penyakit basil tuberculosis yang dalam keadaan dormant mengalami perkembangan menyebabkan kerusakan lebih kuat pada jaringan paru. Pada tuberculosis progesif jaringan granuloma mengikis bronkus atau masuk kedalalm peredaran darah kemudian menyebar dari paru-paru keorgan lain. Sebelum lesi sembuh dapat aktif kembali ini disebut tuberculosis reaktif, dan dapat terjadi ketika sistem imun di tekan sebagai akibat usia, penyakit penggunaan kortikosteroid agent imunosupresif yang lain (Lemon & Burke, 2000 ). Klasifikasi Tuberculosis paru Menurut Sudoyono Aru W. ( 2006 ).
1. Pembagian secara patologis a.
Tuberculosis primer ( childhood tuberculosis ) b. Tuberculosis post primer ( adult tuberculosis ) 2. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberculosis paru ( Koch
Pulmonum ) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh ).
3. Pembagian secara radiologis ( luas lesi ) a.
Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus.
b.
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
c.
For advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
E. MANIFASTASI KLINIK Menurut Sudoyo Aru W. (2006) keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan
TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : 1.
Demam Biasanya panas badan dapat mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosisi yang masuk.
2. Batuk /batuk darah Gejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak nafas Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasi sudah meliputi setengah dari paru paru.
4. Nyeri Dada Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nefsu makan, badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Sudoyo Aru W. (2006) pemeriksaan yang dirasakan pasien tuberkulosis adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan pertama mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemis, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkosta.
Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lain. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi.
Bila tuberculosisi mengenai pleura, sering terbentuknya efusi pleura. Paru yang sakit akan terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi akan memberikan suara peka. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
2. Pemeriksaan Radiologi Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara praktis untuk menemukan lesi tuberkulosisi. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosisi dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
3. Pemeriksaan Laboratorium a.
Darah Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian. Karena hasilnya kadang- kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan ditemui jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hingung jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah makin meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit samakin tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
b.
Sputum Salah satu bahan yang digunakan untuk mendiagnosa adalah dahak atau sputum. Dahak yang diperiksa paling sedikit 3-5 cc.
Jika jumlah kuman kurang dari 5000 dalam 1 cc dahak, maka itu tidak akan kelihatan di bawah mikroskop.
Dahak yang diambil ialah dahak yang kental kuning kehijauan sebanyak 3-5 cc, dengan waktu pengambilan sebagai berikut : i.
Dahak sewaktu, penderita datang berobat dengan keluhan apa saja ke poliklinik. ii.
Dahak pagi, yang diambil besok paginya begitu bangun tidur. iii.
Dahak sewaktu, yang diambil sewaktu penderita mengantar dahak pagi tersebut.
Pemeriksaan selama 3 hari berturut- turut. Untuk pemeriksaan BTA yang kedua ditambah juga Pemeriksaan Ro untuk mengetahui tuberculosis paru aktif. Therapi tbc : i. Obat selama 6 bulan. ii. Dilanjutkan menjadi 9 bulan. iii. Dilanjutkan 1 tahun.
Jika droup out ( DO) maka pengobatan diulang dari awal lagi minum obatnya dan cek BTA diulang dari awal.
4. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipake untuk membantu menegakkan diagnosis tuberculosis paru terutama pada anak-anak (Balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0.1 cc tuberculosis P.P.D.T.U ( intermediate strength). Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M.bovis, vaksinasi dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini
BCG
adalah reaksi tipe lambat. Pada penularan dengn kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium Tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibiotikseluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentuan antibodi humoral yang didalam perannya akan menekan antibodi seluler. G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan menurut Mansjoer ( 2000 ) Obat anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain : a.
Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bekterisid.
b.
Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
c.
Mengurangi atau menghilangkan gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologi.
Maka pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu : a.
Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah secara cepat.
b.
Fase lanjut, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional. OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.
Dosis obat antituberculosis Obat Dosis
Setiap hari Dua kali/minggu Tiga kali/minggu Isoniazid(INH) Rifampisin Pirazinamid Etabutamol^ streptomisin
5 mg/kg Maks. 300 mg 10 mg/kg Maks. 600 mg 15-30 mg/kg Maks. 2 g 15-30 mg/kg Maks. 2.5g 15 mg/kg Maks. 1g 5 mg/kg
Maks. 900 mg 10 mg/kg Maks. 600 mg 50-70 mg/kg Maks. 4 g 50 mg/kg 25-30 mg/kg Maks. 1.5 g 15 mg/kg
Maks. 900 mg 10 mg/kg Maks. 600 mg 50-70 mg/kg Maks. 3 g 25-30 mg/kg 25-30 mg/kg Maks. 1 g
^ Etambutol tidak dianjurkan untuk anak-anak usia < 6 tahun, karena ganngguan penglihatan sulit dipantau ( kecuali kuman Tbnya resisiten terhadap obat TB lain ).
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN PATWAYS Perokok( aktif/Pasif) tidak diimunisasi kurang gizi lingkungan kotor daya tahan tubuh lemah tertular dari dropet/percikan batuk / pasien penderita
M.K : resiko infeksi pasien TBC paru bakteri M.tuberculosa bersama udara dihancurkan oleh pertahanan tubuh ( antibody) tidak di hancurkan
TB tidak terjadi berkembang biak di dalam paru TBC TBC Primer TBC Post Primer
Terjadi peradangan produksi mukus/sekret meningkat nekrosis jaringan paru pengeluaran sekret pengapuran jaringan
M.K: bersihan jalan nafas tidak efektif M.K : gangguan pertukaran gas mual,muntah,anoreksia intake berkurang
M.K : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ( Sumber : Mansjoer. 2000, Carpernito. 2000 ).
I. FOKUS INTERVENSI 1.
Resiko tinggi infeksi b. d kurang pengetahuan utuk menghindari pemaparan patogen ( Doengeos, 2000).
Tujuan : Menurunkan resiko penyebaran penyakit Intervensi : a.
Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi.
b.
Identifikasi orang lain yang beresiko.
c.
Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah.
d.
Kaji tindakan kontrol infeksi sementara.
e.
Awasi suhu sesuai indikasi.
f.
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang.
g.
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
h.
Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum. i.
Dorong memilih makanan seimbang. j.
Kolaborasi pemberian antibiotik. k.
Laporkan ke departemen kesehatan lokal.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif b. d penumpukan secret, secret kental, upaya batuk buruk ( Carpeito. 2000).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas tetap efektif Intervensi : a.
Kaji fungsi pernafasan, kecepatan, irama, dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris.
b.
Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif.
c.
Beri posisi semi/ fowler.
d.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea.
e.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari.
f.
Kolaborasi pemberian oksigen dan obat – obatan sesuai dengan indikasi.
3. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas b. d Sekret kental, tebal ( Doengoes, 2000 ).
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan analisa gas darah (AGD) dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. Intervensi : a.
Kaji Dipsnea, Takhipnea, menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
b.
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit. c.
Anjurkan bernafas bibir selama ekshalasi.
d.
Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
e.
Kolaborasi oksigen.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d Anorexia ( Nanda, 2001).
Tujuan : Nafsu makan meningkat, kebutuhan metabolisme tercukupi. Intervensi : a.
Kaji makanan kesukaan klien.
b.
Dorong dan berikan periode istirahat sering.
c.
Dorong klien makan sedikit tapi sering.
d.
Berikan klien diit tinggi kalori tinggi protein.
e.
Selidiki anoreksia, mual dan muntah, catat kemungkinan hubungan dengan obat.
f.
Awasi ferkuensi, volume, dan konsistensi veses.