PENGARUH PEMBINAAN AKTIVITAS KEAGAMAAN TERHADAP KEBERAGAMAAN SISWA DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SD NEGERI TLUTUP TRANGKIL KABUPATEN PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 - STAIN Kudus Repository

BAB II LANDASAN TEORI A. Pembinaan Aktivitas Keagamaan

1. Pengertian Pembinaan Aktivitas Keagamaan

  1 Menurut Poerwadarminta, pembinaan artinya pembaruan.

  2 Sedangkan aktivitas artinya “kegiatan, kesibukan”. Adapun keagamaan

  terdiri dari kata dasar agama, yang mempunyai arti ”segenap kepercayaan kepada Tuhan serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban

  3

  yang bertalian dengan kepercayaan itu”. Agama dapat dipahami sebagai ketetapan Tuhan yang dapat diterima oleh akal sehat sebagai pandangan hidup, untuk kebahagiaan dunia akhirat.

  Harun Nasution dalam Ali Anwar Yusuf, mengatakan bahwa secara etimologis kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang tersusun dari kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terpadu, perkataan agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi yang diwariskan secara terus menerus dari satu generasi

  4 kepada generasi lainnya.

  Kata agama sendiri yang berarti ajaran; sistem yang mengatur tata 1 keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

  W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, Ed. III, Cet. 4, hlm 160. 2 3 Ibid., hlm. 20.

  Ibid., hlm. 10. serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan

  5

  manusia serta lingkungannya. Dengan demikian istilah keagamaan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.

  Sedangkan definisi agama dalam Islam, terdapat istilah din, yang mencakup pengertian keberhutangan, ketundukan, kekuatan yang mengadili dan kecenderungan alami. Istilah ini berhubungan erat dengan beberapa istilah yang memiliki akar kata sama, yaitu dana atau kondisi memiliki hutang. Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada Sang Pencipta, berupa keseluruhan eksistensi. Orang yang berhutang disebut da’in, memiliki kewajiban untuk membayar. Karena pembayaran hutang ini melibatkan seluruh manusia dengan beragam kondisi, maka diperlukan ketentuan (idanan), dan penilaian terhadap yang patuh dan yang ingkar (daynunah). Segala ketentuan di atas hanya dapat diaktualisasikan dalam suatu masyarakat yang teratur (madinah) dan memiliki pemimpin (dayyan). Dengan demikian agama tidak lain adalah keseluruhan proses pemberadaban manusia yang akan menghasilkan

  6 kebudayaan.

  Oleh karena itu, agama secara mendasar dan umum, dapat diartikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur

  5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 12. 6 Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Bulang Bintang, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.

  Berangkat dari uraian penjelasan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa pembinaan aktivitas keagamaan adalah upaya membangun sikap dan perilaku iman seseorang yang tercermin dari pembenaran dalam hati, pernyataan dengan lisan dan tanggapan atau reaksi individu terhadap ajaran agama (wujud dari perilaku iman) berupa pelaksanaan kewajiban- kewajiban agama, baik berupa shalat, puasa, akhlak terhadap sesama dan sebagainya.

  2. Bentuk-bentuk Pembinaan Aktivitas Keagamaan Pembinaan aktivitas keagamaan siswa yang dimaksudkan di sini adalah usaha yang direncanakan secara sistematis berupa bimbingan, pemberian informasi, pengawasan dan juga pengendalian untuk peningkatan kualitas para siswa, khususnya dalam hal keagamaan dalam menciptakan sikap mental dan pengembangan potensi yang positif sehingga terbentuk keberagamaan yang baik pada diri siswa.

  Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di sekolah dalam rangka pembinaan keberagamaan siswa dilaksanakan melalui dua kelompok pelaksana kegiatan keagamaan yaitu sekolah sebagai lembaga pendidikan yang utuh dengan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan budaya agama di komunitas sekolah dan Rohis (rohani Islam) sebagai jenis kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang husus menaungi kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

  Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan sekolah sebagai lembaga yang berkomitmen untuk mengembangkan budaya agama di sekolah yang wajib diikuti oleh seluruh warga sekolah dilaksanakan dalam bentuk: a. Membaca Al-Qur’an 5 sampai dengan 10 menit sebelum jam pelajaran pertama.

  b. Berdo’a secara Islami di awal dan akhir pelajaran.

  c. Melaksanakan shalat duhur berjama’ah

  d. Membiasakan berinfaq di hari Jum’at

  e. Pelaksanaan Perayaan Hari Besar Islam (PHBI)

  f. Mengadakan pesantren kilat di bulan Ramadhan g. Mengadakan kegiatan sosial keagamaan.

  h. Memasyarakatkan/membiasakan 3 S (senyum, salam, sapa) i. Mengadakan pengajian rutin j. Mengadakan kegiatan baca tulis/tilawah al-Qur’an.

  7 k. Pakaian sekolah muslim-muslimah pada bulan Ramadhan.

  Dilihat dari waktu pelaksanaannya, kegiatan keagamaan tersebut ada yang dilaksanakan secara rutin baik secara harian, mingguan maupun tahunan. Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan setiap hari antara lain membaca al-Qur’an selama 5 menit pada jam pelajaran pertama, bersalaman dengan guru sebelum masuk sekolah, sholat 7 Zhuhur berjamaah. c. Ciri-ciri Perilaku Keagamaan Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa seseorang yang mempunyai perilaku keagamaan atau keberagamaan yang baik akan selalu menunjukkan tingkah laku sebagaimana dituntunkan dalam ajaran Islam. Segala yang diperintahkan dalam ajaran Islam senantiasa dikerjakan dan segala yang dilarangnya senantiasa dijauhi, dan berusaha mendekatkan diri pada Allah.

  Ada beberapa ciri perilaku keagamaan yang baik yaitu : 1) Beriman dan bertakwa; 2) Gemar dan giat beribadah; 3) Berakhlak mulia; 4) Sehat jasmani, rohani dan aqli; 5) Giat menuntut ilmu; dan 6) Bercita-cita

  8

  bahagia dunia akherat” . Dari ciri-ciri tersebut akan diuraikan sebagai berikut : a. Beriman dan bertakwa

  Iman menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena iman akan mengantarkan seseorang untuk

  9

  meraih kebahagiaan dunia dan akherat. Manusia yang tidak mempunyai iman tidak akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat, sebagaimana diterangkan Allah dalam QS. Surat Yunus ayat 63-64 sebagai berikut :

8 Abu Tauhid MS, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990, hlm. 26.

                        

  Artinya : Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa . Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”.(QS. Surat

  10 Yunus ayat 63-64)

  b. Gemar dan giat beribadah Tujuan manusia diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Oleh sebab itu kalau manusia sudah beriman kepada Allah, harus menyembah atau menghambakan diri kepada-Nya,

  11

  sesuai dengan ajaran Islam . Hal ini seperti yang diterangkan dalam QS. Surat: Adz Dzariyaat ayat 56 :

        

  Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Surat Adz Dzariyaat

  12

  ayat 56)

  c. Berakhlak mulia Ajaran Islam banyak sekali mengandung tuntunan akhlak, yang 10 semuanya itu merupakan satu kesatuan yang mutlak dan tidak 11 Al-Qur’an Surah Yunus Ayat 63-64, Departemen Agama RI, hlm. 316.

  Abu Tauhid MS, Op. cit., hlm. 26. terpisahkan dari ajaran-ajaran lainnya. Akhlak yang mulia adalah sifat-

  13

  sifat utama yang terpuji. Akhlak dalam Islam dijadikan syarat kesempurnaan iman, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Surat Shaad ayat 46 :

       

  Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat”. (QS.

  14 Surat Shaad : 46)

  d. Sehat jasmani, rohani dan aqli Kesehatan jasmani dan rohani perlu dijaga, yang dalam ajaran

  Islam dimulai dari membersihkan diri dari kotoran yang melekat pada dirinya. Perintah membersihkan (mensucikan diri) dalam ajaran Islam

  15

  bertujuan untuk memenuhi ketentuan taubat kepada Allah . Seperti Firman-Nya dalam QS. Surat Al Baqarah ayat 222 :

                                 

  13 14 Abu Tauhid MS, Op. cit., hlm. 26.

  Al-Qur’an Surah Al Baqarah Ayat 222, Departemen Agama RI, hlm. 738.

  Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang- orang yang mensucikan diri”. (QS. Surat Al Baqarah ayat 222)

16 Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang

  suka mensucikan diri, senantiasa akan terpeliharanya kesehatan jasmani maupun rohani, untuk mencapai kesehatan yang maksimal. Dalam ajaran Islam telah menggariskan yaitu kewajiban menjalankan shalat lima waktu, jika seseorang itu mampu menjalankan dengan biak insya Allah akan terjamin kesehatan jasmani dan rohaninya.

  e. Giat menuntut ilmu Islam mengajarkan agar senantiasa menuntut ilmu dalam hidupnya di dunia ini untuk bekal kemudian hari. Nabi Muhammad

  Saw bersabda:

  ﻰـﻠﻋ ﺔـﻀﻳﺮﻓ ﻢـﻠﻌﻟا ﺐـﻠﻃ نﺎـﻓ ﲔـﺼﻟﺎﺑ ﻮـﻟو ﻢـﻠﻌﻟا اﻮﺒﻠﻃا ﺔـﻜﺋﻼﳌا نا ﻢﻠـﺴﻣ ﻞـﻛ ﺐﻠﻄﻳ ﺎﲟ ﺎﺿر ﻢﻠﻌﻟا ﺐﻟﺎﻄﻟ ﺎﻬﺘﺤﻨﺟا ﻊﻀﺗ ) ﺲﻧا ﻦﻋ ﱪﻟا ﺪﺒﻋ ﻦﺑا ﻩاور (

  Artinya : “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu adalah fardlu setiap muslim, sesungguhnya para Malaikat menaruh sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu”. (HR. Ibnu Abdil Barr dari Annas).

  17

16 Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 222, Departemen Agama RI, hlm. 54.

  17 f. Bercita-cita bahagia dunia dan akherat Kehidupan di dunia maupun di akherat harus senantiasa diperhatikan dan berjalan seimbang. Manusia cenderung memiliki dua sikap dalam menempuh jalan hidup yaitu hidup yang materialis artinya hanya mementingkan kehidupan duniawi dan mementingkan harta benda, mereka beranggapan bahwa dengan harta yang melimpah, akan

  18

  membahagiakan dirinya dan keluarganya. Yang kedua yaitu hidup yang spiritualis artinya seseorang yang menempuh jalan hidup dengan hanya mementingkan bekal di akerat saja, sedangkan kehidupan di dunia termasuk hidup rukun bermasyarakat diabaikan. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia hanya semu dan yang abadi di akherat yang hanya dapat ditempuh melalui menjauhkan diri dari ramainya dunia dan mementingkan akherat saja.

  Islam mengajarkan agar tidak menempuh seperti contoh jalan hidup seperti di disebutkan di atas, tetapi harus berjalan seimbang antara kebutuhan hidup di dunia untuk bekal selama hidup di dunia, dan mencari bekal di akherat untuk bekal mengarungi kehidupan akherat kelak. Allah berfirman dalam QS. Surat al Qashash ayat 77 :

                                

  Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

  19

  (QS. Surat Al Qashash: 77)

B. Keberagamaan Siswa

1. Pengertian Keberagamaan

  Keberagamaan berasal dari kata “agama” yang berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta tata kaidah yang berhubungan

  20

  dengan pergaulan manusia dan lingkungannya. Dan keberagamaan adalah perihal beragama. Keberagamaan dalam bahasa Inggris disebut religiosity dari akar kata religy yang berarti agama. Religiosity adalah merupakan bentuk dari religious yang berarti beragama atau beriman.

  Menurut Muslim A. Kadir, keberagamaan menunjuk pada ”respon terhadap wahyu yang diungkapkan dalam pemikiran, perbuatan dan

  21

  kehidupan kelompok.” Lebih lanjut, Quraisy Syihab mengemukakan bahwa keberagamaan adalah “upaya seseorang meneladani sifat-sifat

22 Tuhan yang dipercayainya”.

  19 20 Al-Qur’an Surah Al-Qashah Ayat 77, Departemen Agama RI, hlm. 623.

  Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 755. 21 Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 105-106. 22

  Muhaimin mengemukakan bahwa keberagamaan atau religiusitas menurut Islam adalah melaksanakan ajaran agama atau ber-Islam secara menyeluruh, karena itu setiap muslim baik dalam berpikir

  23

  maupun bertindak diperintahkan untuk ber-Islam. Dengan demikian, keberagamaan adalah sebagai segala perwujudan dari pada pengakuan seseorang terhadap suatu agama. Tetapi keberagamaan bukanlah semata- mata karena seseorang mengaku beragama, melainkan bagaimana agama yang dipeluk itu dapat memengaruhi seluruh hidup dan kehidupannya.

  Menurut Jalaluddin, sikap beragama (keberagamaan) merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama, sikap keberagamaan tersebut oleh adanya konsistensi antar kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif perasaan terhadap agama sebagai

  24 unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif.

  Oleh karena itu, keberagamaan dalam Islam tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ritual saja, akan tetapi dalam aktivitas lainnya.

  Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh. Setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak harus secara Islami. Dengan demikian, sikap keberagamaan adalah tingkah laku yang taat kepada agama atau perilaku yang mencerminkan ketaatan dalam

23 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 297.

  menjalankan ajaran agama yang didasarkan oleh pengetahuan dan perasaan terhadap agama dengan harapan mendapat ridla Allah SWT.

  Menurut Ahmad Zubaidi dalam Muhyani, kesadaran religius (beragama) adalah kepekaan dan penghayatan seseorang akan hubungannya yang dekat dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan sekitarnya yang diungkap secara lahiriah dalam bentuk pengamalan ajaran

  25 yang diyakininya.

  Religiusitas atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, keberagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual agama yang dianutnya, tetapi juga ketika melakukan aktivitas- aktivitas lainnya yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, masalah kesadaran religius seseorang akan meliputi berbagai macam sisi

  26 atau dimensi.

  Keberagamaan dalam Islam adalah wujud dari adanya perilaku iman. Sebagai perilaku iman, maka keberagamaan terdiri dari beberapa unsur. Menurut Imam al-Sunnah wa al-Jamah, Abu Hasan al-Asy’ari seperti yang dikutip Muslim A. Kadir menyatakan bahwa “iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qolbi), 25 pernyataan dengan lisan (tasdiq bi al-lisan) dan realisasinya dalam amal

  Muhyani, Pengaruh Pengasuhan Orang Tua dan Peran Guru di Sekolah Menurut

Persepsi Siswa Terhadap Kesadaran Religius dan Kesehatan Mental, Kemenag RI, Jakarta, 2012,

hlm. 55.

  27

  perbuatan konkret (amal bi al-arkan)”. Secara rinci akan peneliti jelaskan pada uraian berikut: a. Keyakinan di dalam hati Keyakinan dalam hati merupakan bagian dari iman yang utama.

  Orang yang mengucapkan iman dengan lidahnya dan mengamalkan dengan segenap perbuatan anggota badan, tetapi tidak disertai dengan pengakuan dalam hati, tidaklah disebut iman. Orang yang demikian

  28

  dalam pandangan al-Qur’an disebut orang munafiq. Allah berfirman:

                        

  Artinya: (8) Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (9). Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak

  29

  sadar. (Q.S. Al-Baqarah: 8-9) Dalam ayat tersebut jelas sekali, bahwa iman itu harus menyertakan hati atau pengakuan dalam batinnya, bahwa ia beriman.

  Pengakuan batin ini tentunya yang tahu hanya yang bersangkutan. Di 27 hadapan orang lain mereka tidak diketahui, karenanya mereka dapat 28 Muslim A. Kadir, Op. cit., hlm. 82.

  M. Ali Hasan, Materi Pokok Aqidah Akhlak, Dirjen Binbagais, Depag RI, Jakarta, 2007, hlm. 50. 29 menipu orang-orang beriman. Sedangkan Allah Yang Maha Tahu, mengetahui apa yang terdapat dalam hatinya. Dengan demikian hati memiliki peran yang sangat penting dalam keimanan seseorang.

  b. Pengucapan dengan lisan Unsur iman yang kedua adalah ucapan atau qawl bil lisan, yakni

  ”membenarkan dengan ucapannya terhadap apa-apa yang

  30

  diyakininya”. Bila keyakinan di dalam hati merupakan kerangka dalam membangun iman, maka tasdiq bi al-lisan sebagai lapisan kerangkanya, pengucapan dengan lisan sebagai pembuktian iman dalam hati kita. Allah berfirman:

                

  Artinya: Dia berkata: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).

  31

  (Q.S. Yunus: 90) Ayat di atas menunjukkan bahwa iman yang benar adalah iman yang disertai dengan pengakuan dan diikuti dengan amal perbuatan.

  Ungkapan pengakuan iman itu selanjutnya dinyatakan dalam ucapan dua kalimat syahadat. Dengan demikian, betapa pentingnya peran dan fungsi lisan sebagai salah satu unsur pokok ajaran Islam.

30 M. Ali Hasan, Op. cit., hlm. 53.

  c. Pembuktian dengan amal perbuatan Amal perbuatan ini adalah bukti nyata sebagai suatu konsekuensi dari apa yang telah diyakini dalam hati, dan diucapkan

  32 dengan lisan yang diwujudkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.

  Unsur amal perbuatan dalam iman ini jelas pula terlihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang banyak mengaitkan iman dengan amal sholih, di antaranya:

              

  Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar- benar akan kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan kami beri mereka balasan yang lebih 33 baik dari apa yang mereka kerjakan.

  (Q.S. Al-Ankabut: 7)

  Unsur iman dalam perbuatan ini, selanjutnya akan membawa pada hubungan iman dengan budi yang baik dan amal yang berguna, seperti mengerjakan shalat dengan khusyu’, menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, membayar zakat dan lain- lain.

  Dengan demikian, keberagamaan adalah merupakan wujud dari perilaku iman yang tercermin dari pembenaran dalam hati, pernyataan dengan lisan dan tanggapan atau reaksi individu terhadap ajaran agama 32 (wujud dari perilaku iman) berupa pelaksanaan kewajiban-kewajiban M. Ali Hasan, Op. cit., hlm. 53. agama, baik berupa shalat, puasa, akhlak terhadap sesama dan sebagainya.

2. Dimensi-dimensi Keberagamaan

  Salah satu unsur dasar dalam Islam adalah adanya kesatuan antara dunia dan akhirat. Prinsip dasar ini kemudian dipertegas dengan rumusan Islam kaffah yang mengandung arti bahwa Islam di dalamnya meliputi seluruh kehidupan umat manusia. Ini berarti seluruh aspek kehidupan, apakah duniawi atau ukhrawi adalah medan keberagamaan dalam wujud memberi respon kepada wahyu Allah SWT dan bobot tampilan keberagamaan ini kemudian dipertajam dengan tampilan empiris

  34 pelaksanaannya oleh Rasulullah dalam praksis kehidupan manusia.

  Menurut Muslim A. Kadir, bahwa lingkup atau dimensi keberagamaan dalam Islam menjangkau seluruh segi kehidupan manusia.

  Ini berarti bahwa baik di dunia maupun akhirat adalah bagian integral dari lingkup tersebut. Suatu perbuatan disebut perilaku beragama bukan karena yang satu mengurusi dunia sedang lainnya akhirat, melainkan karena

  35 bentuk perbuatan tersebut merupakan wujud respon kepada Allah.

  Senada dengan hal itu, Ma’mun Mu’min menjelaskan bahwa lingkup keberagamaan dalam Islam mencakup seluruh segi kehidupan manusia,

  36 34 baik aspek sosial, ekonomi, budaya, seni, teknologi, dan sebagainya.

  Ma’mun Mu’min, Teknologi Beragama: Suatu Ikhtiar Implementasi Islam Praktis dalam Menyongsong Era Global, Media Ilmu Press, Kudus, 2008, hlm.109. 35 Muslim A. Kadir, Op. cit., hlm. 9.

  Menurut Glock dan Stark dalam Muhyani, ada lima dimensi religiusitas yang bila dilaksanakan akan memunculkan aktivitas keagamaan (keberagamaan), yaitu dimensi keyakinan (bilief), dimensi peribadatan atau praktek agama (practical), dimensi pengalaman dan penghayatan (the experiential dimensions/religious feeling), dimensi pengalaman dan konsekuensi (the consequential dimensions/religious

  37

  effect), dan dimensi pengetahuan agama (intellectual). Secara rinci kelima dimensi penulis jelaskan pada uraian berikut: a. Dimensi keyakinan (bilief)

  Dimensi keyakinan berisi seperangkat keyakinan yang terpusat pada keyakinan adanya Allah. Kepercayaan kepada Allah ini selanjutnya melahirkan seperangkat keyakinan yang berkaitan dengan alam gaib dan alam nyata. Bagaimana misalnya tentang konsep penciptaan alam, penciptaan manusia dan adanya roh dalam diri manusia. Bagitu pula tentang alam lain yang akan menjadi tempat kembalinya manusia kelak.

  Dimensi ini pula umumnya memberikan muatan-muatan yang bercorak

  38

  doktrinal. Jadi dimensi ini berkaitan dengan keyakinan (keimanan) akan adanya Tuhan.

  b. Dimensi peribadatan atau praktek agama (practical).

  Dimensi ini merupakan refleksi langsung dari dimensi pertama. Ketika agama menkonsepsikan adanya Allah yang menjadi pusat 37 penyembahan, disebut juga dimensi praktik agama atau peribadatan Muhyani, Op. cit., hlm. 65-67.

  (ritual). Semua bentuk peribadatan itu tidak lain merupakan sarana untuk melestarikan hubungan manusia dengan Allah. Lestarinya hubungan ini akan berakibat pada terlembaganya agama itu secara

  39

  permanen. Jadi dimensi ini berkaitan dengan pelaksanaan ibadah seseorang sebagai manifestasi adanya keimanan seseorang.

  c. Dimensi pengalaman dan penghayatan (the experiential dimensions/religious feeling) Dimensi ini berhubungan dengan bentuk respon kehadiran Tuhan yang dirasakan oleh seseorang atau komunitas keagamaan. Respon kehadiran Tuhan dalam diri seseorang atau komunitas keagamaan tercermin pada adanya emosi keagamaan yang kuat. Terdapat rasa kekaguman, keterpesonaan dan hormat yang demikian melimpah. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami

  40 seseorang oleh suatu kelompok keagamaan.

39 Ibid., hlm. 66.

  d. Dimensi pengalaman dan konsekuensi (the consequential dimensions/religious effect) Dimensi ini berupa pelaksanaan secara konkrit dari tiga dimensi di atas. Pengamalan adalah bentuk nyata dari semua perbuatan manusia yang disandarkan kepada Tuhan. Hidup dalam pengertian ini merupakan pengabdian yang sepenuhnya diabdikan kepada Tuhan. Orientasi dari semua perilkau dalam hidup semata tertuju kepada Tuhan. Komitmen

  41 seorang pemeluk suatu agama akan nampak dari dimensi ini.

  e. Dimensi pengetahuan agama (intellectual) Dimensi ini mengacu pada indentifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal

  42

  dari agama. Dengan demikian, pengamalan adalah bentuk nyata dari semua perbuatan manusia yang disandarkan kepada Tuhan. Hidup dalam pengertian ini merupakan pengabdian yang sepenuhnya diabdikan kepada Tuhan. Orientasi dari semua perilaku dalam hidup semata tertuju kepada Tuhan. Komitmen seorang pemeluk suatu agama 41 akan nampak dari dimensi ini. 42 Ibid.

  Berdasarkan dari lima dimensi keberagamaan atau religiusitas di atas, dapat dikemukakan bahwa aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi, yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama dan dimensi pengamalan atau konsekuensi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

  Tumbuh kembangnya manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Kedua faktor inilah yang mempengaruhi manusia berinteraksi dari sejak lahir hingga akhir hayat. Dalyono mengatakan bahwa setiap individu yang lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan atau pemindahan cairan-cairan “germinal” dari pihak kedua orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik, psikologis, maupun

  43 lingkungan sosial.

  Dengan demikian dapat diartikan bahwa faktor yang memengaruhi kesadaran beragama ataupun kepribadian pada diri seseorang pada garis besarnya berasal dari dua faktor, yaitu : a. Faktor internal (pembawaan) Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yaitu segala sesuatu yang dibawanya sejak lahir di mana seseorang yang baru lahir tersebut memiliki kesucian (fitrah) dan bersih dari segala dosa serta fitrah untuk beragama. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 30 sebagai berikut:

  

             

          

  Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum: 30)

  Yang dimaksud fitrah Allah pada ayat di atas adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah melalui naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

  Jadi sejak lahir manusia membawa fitrah dan mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan karena banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Sedangkan kecenderungan beragama termasuk dalam kecenderungan menjadi baik.

  b. Faktor eksternal (lingkungan) 1) Lingkungan keluarga Keluarga adalah lembaga pendidikan yang paling utama.

  Keluarga sejahtera sangat besar pengaruhnya untuk pendidikan dalam lingkup kecil dan juga sangat menentukan dalam lingkup

  44

  besar yaitu pendidikan bangsa dan negara. Melihat kenyataan ini dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya.

  Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan agama kepada anak dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka.

  Dalam kehidupan manusia, lingkungan keluargalah yang menjadikan dasar pembentukan perilaku seseorang, juga memberikan andil yang sangat banyak dalam memberikan bimbingan dan pendidikan keagamaan. Sebab seseorang sebelum mengenal dunia luar, mereka terlebih dahulu menerima norma- 44 norma dan pengalaman-pengalaman dari anggota keluarganya,

  Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, terutama dari orang tuanya. Dan orang tualah yang berperan banyak dalam mendidik anak-anaknya, selain itu orang tua dalam keluarga sangat menentukan pribadi anak dalam berperilaku terutama kesadaran beragama.

  Sehubungan hal tersebut, Zakiah Daradjat menyatakan orang tua adalah “pembina pribadi yang utama dan pertama dalam kehidupan anak”. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk dan memengaruhi pribadi anak

  45 yang sedang tumbuh dan berkembang.

  Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa, orang tua memiliki pengaruh yang penting dalam pembentukan jiwa keagamaan anak. Melalui peran orang tua dan hubungan yang baik antara orang tua dan anak dalam proses pendidikan, maka kesadaran beragama dapat berkembang melalui peran keluarga dalam memengaruhi dan menanamkannya kepada anak. Di mana orang tualah yang bertanggung jawab dalam membentuk perilaku keberagamaan anak dalam kaitannya dengan kesadaran beragama.

  b) Lingkungan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (peserta didik) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis, (intelektual dan emosional), sosial,

  46 maupun moral-spiritual.

  Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama anak atau peserta didik, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan ini terkait mengembangkan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlaq yang mulia, serta

  47 sikap apresiatif terhadap ajaran atau hukum-hukum agama.

  Adapun faktor yang menunjang perkembangan beragama pada individu di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut: (1) Kepedulian kepala sekolah, guru dan staf sekolah lainnya terhadap pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, baik melalui contoh yang baik dalam bertutur kata, berperilaku dan berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama. (2) Tersedianya sarana ibadah yang memadai dan memfungsikannya secara optimal. (3) Penyelenggaraan ekstra kurikuler kerohanian bagi para peserta didik dan ceramah atau diskusi keagamaan secara

  48 rutin.

  Dengan demikian lingkungan sekolah adalah faktor yang potensial dalam rangka mendidik dan mengembangkan ajaran agama untuk peserta didik terutama melalui bidang studi agama Islam dan membiasakan suasana keagamaan melalui berbagai kegiatan keagamaan dan perilaku sehari-hari sehingga dapat meningkatkan 46 kesadaran beragama bagi mereka. 47 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Belajar Agama, Maestro, Bandung, 2001, hlm. 48. 48 Ibid., hlm. 48-49. c) Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat adalah interaksi sosial dan sosiokultural yang berpotensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak (terutama remaja). Dalam masyarakat, anak atau remaja melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sebaya itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlaq mulia), maka anak cenderung berakhlaq mulia. Namun sebaliknya, yaitu perilaku teman sepergaulannya buruk, maka anak akan cenderung berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi, apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang

  49 tuanya.

  Dengan demikian lingkungan masyarakat merupakan faktor yang penting dalam rangka mengembangkan kesadaran beragama khususnya pada masa remaja (pubertas), di mana hal ini dilakukan dengan teman sebaya. Namun peran orang tua dalam keluarga dan guru di sekolah amat dibutuhkan dalam mengawasi pergaulan tersebut, guna menghindari pergaulan yang melanggar ajaran agama.

  C. Hasil Belajar PAI

1. Pengertian Hasil Belajar PAI

  Istilah hasil belajar berasal dari dua kata yaitu ”hasil” dan ”belajar”. Menurut Poerwadarminta, hasil adalah ”sesuatu yang

  50 diadakan oleh usaha”. Sedangkan menurut I.L. Pasaribu dan S.

  Simanjutak dalam bukunya Proses Belajar Mengajar menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai setelah mengikuti pendidikan

  51

  atau latihan. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang dari sesuatu yang telah ia kerjakan. Secara akademis prestasi merupakan hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah yang bersifat kognitif dan biasanya melalui pengukuran dan penilaian.

  Adapun mengenai pengertian belajar, Howard L. Kingskey seperti yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa “Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training”atau“Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah

  

52

  melalui praktek atau latihan”. Dengan demikian, belajar merupakan proses untuk merubah tingkah laku seseorang yang belajar melalui latihan-latihan.

  Muhibbin Syah mendefiniskan belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses

  50 51 Poerwadarminta, Op. cit., hlm. 408.

I.L. Pasaribu dan S. Simanjutak, Proses Belajar Mengajar, Tarsito, Bandung, 2000, hlm.

  15.

  53

  kognitif. Jadi belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari pengalaman.

  Nana Sudjana mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bentuk-bentuk kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

  54

  pengalaman belajar. Pendapat yang sama dikemukakan oleh I Wayan Nurkancana yang mengemukakan prestasi hasil belajar adalah kecakapan baru yang diperoleh seorang individu yang mempengaruhi tingkah

  55 lakunya.

  Pendidikan Agama Islam sebagaimana mata pelajaran sebagaimana dijelaskan dalam buku Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Agama Islam yaitu upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber-sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, dan penggunaan pengalaman yang dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan

  56 53 persatuan bangsa. 54 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001, hlm. 64.

  Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 5-6. 55 56 I Wayan Nurkancana, Evaluasi Hasil Belajar, Usaha Nasional, Surabaya, 1990, hlm. 27.

  Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan

  57 martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

  Berdasarkan dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

  Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar PAI adalah hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa dari kegiatan belajar PAI berupa suatu kecakapan yang berupa ranah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan, yang diwujudkan dalam bentuk angka (nilai).

2. Ranah Hasil Belajar PAI

  Ranah hasil belajar PAI merupakan bentuk-bentuk kemampuan atau kecakapan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne seperti yang dikutip Agus Suprijono menyatakan bahwa bentuk hasil belajar terdiri dari 5 kategori, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris.

58 Berikut ini akan penulis jelaskan kelima bentuk prestasi belajar

  tersebut:

  a. Informasi verbal Kemampuan ini sangat erat berhubungan dengan kapabilitas seseorang untuk mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan ini timbul akibat adanya tanggapan dari rangsang yang ada. Akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada pengungkapan sesuatu dengan ucapan atau perkataan saja, yang meliputi nama benda, fakta dan data.

  59

  b. Keterampilan intelektual Keterampilan intelektual ini merupakan kemampuan yang bersifat khas yang berhubungan dengan kegiatan otak. Seorang individu yang memiliki keterampilan intelektual ini akan mampu untuk mempresentasikan konsep dan lambang menjadi uraian-uraian 58 Suprijono, Op. cit., hlm. 5-6. yang lebih terperinci dan mengelompokkan sesuai dengan kategori- kategori. Selain itu, keterampilan intelektual ini diperlukan dalam rangka pengembangan prinsip-prinsip keilmuwan yang dimiliki oleh

  60 seseorang.

  c. Strategi kognitif Bentuk hasil belajar ini merupakan kecakapan yang lebih menekankan pada penggunaan konsep-konsep yang sudah diperoleh dari belajar untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari terutama

  61

  untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian keterampilan ini lebih bersifat aplikatif. Seseorang yang memiliki strategi kognitif akan mampu menerapkan pengetahuan yang diperolehnya untuk mengatasi problem-problem yang ditemui dalam hidupnya, sehingga ia akan menemukan pemecahan masalah dari problema tersebut.

  d. Sikap Sikap adalah ”Kecenderungan untuk mereaksi atau merespon

  62

  dengan cara yang relatif tetap terhadap objek”. Dengan demikian sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai- nilai yang diperolehnya dari belajar. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Sikap ini akan mampu mengarahkan seorang individu untuk bertindak sesuai dengan norma-

  60 61 Ibid.

  Ibid. norma yang berlaku di masyarakat, sehingga ia akan mampu untuk

  63 beradaptasi dengan lingkungan masyarakat yang ada.

  e. Keterampilan motoris Keterampilan motoris merupakan hasil belajar yang memiliki tingkatan paling tinggi. Kemampuan ini lebih mengarah kepada skill seorang individu untuk melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

  64 Gerak ini secara sadar akan diterapkan dalam aktivitas sehari-hari.

Dokumen yang terkait

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MEMBENTUK SIKAP SOSIAL SISWA DI SMA NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2018/2019 - iainska repository

1 6 175

PENERAPAN VARIASI METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 01 BRINGIN BATEALIT JEPARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 19

PENERAPAN VARIASI METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 01 BRINGIN BATEALIT JEPARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 13

PENERAPAN VARIASI METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 01 BRINGIN BATEALIT JEPARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 36

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA DI SMP N 2 MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 7

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA DI SMP N 2 MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 35

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA DI SMP N 2 MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 23

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN PEMAHAMAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA DI SMP N 2 MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 35

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TERPROGRAM TIPE LINIER PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SD ISLAM MIFTAHUL FALAH MARGOYOSO PATI TAHUN AJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 9

PENGARUH PEMBINAAN AKTIVITAS KEAGAMAAN TERHADAP KEBERAGAMAAN SISWA DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SD NEGERI TLUTUP TRANGKIL KABUPATEN PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 - STAIN Kudus Repository

0 0 11