EKSPLORASI DAN KONSERVASI SERANGGA PADAAGROEKOSISTEM RAWA
EK SPLO RASI
DAN K O NSERVASI
P A D A A G R O E K O S IS T E M
SERANG G A
RAW A
M . T h a m r in
B a l a i P e n e l i t i a n P e r t a n i a n L a h a n R a w a LKJIHGFEDCBA
R IN G K A S A N
HGFEDCBA
erangga merupakan bagian dari keanekaragaman
hayati yang harus dijaga
lain nilai ekologi,
endemik, konservasi, pendidikan, budaya, estetika, dan ekonomi. Penyebaran
serangga dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang coeok, sehingga
terjadi perbedaan keragamanjenis serangga. Perbedaan ini disebabkan adanya
perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat, sertajenis inangnya. Keberadaan
serangga dalam suatu ekosistem dapat menjadi indikator biodiversitas
dan kesehatan ekosistem itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman tentang
konservasi serangga diperlukan agar terhindar dari. kepunahan. Hasil
eksplorasi yang telah dilakukan di agroekosistem rawa ditemukan 187 spesies
serangga dan laba-Iaba yang teridiri dari 14 ordo dan 124 famili, diantaranya
62 jenis serangga musuh alami yang terdiri dari 12jenis parasitoid dan 50 jenis
predator. Parasitoid yang dominan adalah I s e h o j o p p a l u t e a t o r , X a n t h o p i m p l a
p u c ta ta , T e le n o m u s r o w a n i, T e tr a s tic h u s s c h o e n o b ii
dan T r i c h o g r a m m a sp.
Sedangkan predatomya adalah T e t r a g n a t h a m a n d i b u l a t a , T e t r a g n a t h a j a v a n a ,
kelestariannya. Serangga memiliki nilai penting antara
S lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
O r th e tr u m
s a b in a
s a b in a , N e u r o th e m is
flu e tu a n s ,
R h y o th e m is
p h y llis p h y llis ,
dan A g r i o c n e m i s f e m i n a f e m i n a . Pada agroekosistem
rawa terdapat tumbuhan purun tikus ( E l e o e h a r i s d u l e i s ) , perupuk ( P h r a g m i t e s
k a r k a ) , kelakai ( S t e n o c h l a e n a
p a lu s tr is ),
bundung ( S c i r p u s g r o s s u s ) dan
purun kudung ( L e p i r o n e a a r t i c u l a t a ) sebagai tempat berlindung bagi serangga
musuh alami (predator dan parasitoid), sekaligus sebagai attraktan bagi
hama penggerek batang padi. Oleh karena itu, tumbuhan liar tersebut harus
dikelola keberadaannya agar terjadinya penurunan tingkat keragaman hayati
dapat dihindari. Konservasi serangga sangat diperlukan agar terhindar dari
kepunahan atau penurunan keanekaragaman jenisnya. Konservasi serangga
yang dimaksud adalah menjaga keseimbangan populasinya agar tidak terjadi
eksplosif atau ledakan populasi hama. Dengan demikian, pengendalian
Ise h u ra
s e n e g a le n s is
1 9 8 JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RAW A
ham a terpadu tidak dapat diindahkan karena eara ini lebih menekankan
konservasi.
pada
A. PENDAHULUAN
Serangga yang berhasil diidentifikasi
bermanfaat
bagi manusia
diperkirakan berjurnlah 1.413.000 spesies. Pada umumnya serangga berhasil
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi karena
mampu reproduksi tinggi, memakan jenis makanan yang beragam, dan
menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror dan Long, 1998).
Reproduksi
serangga
dipengaruhi
oleh ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
k e p e r id ia n ,
fe k u n d ita s
(kesuburan) dan keeepatan siklus hidupnya. K e p e r i d i a n adalah besarnya
kemampuan serangga melahirkan
keturunan
baru. F e k u n d i t a s
adalah
kemampuan serangga betina memproduksi telur. Serangga berukuran keeil
pada umumnya mempunyai k e p e r i d i a n yang besar. Serangga yang memiliki
siklus hidup pendek memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan serangga yang memiliki siklus hidup lebih lama.
Serangga dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya memiliki
kemampuan untuk melindungi diri, misalnya bulu atau selubung pada ulat,
racun atau bau, atau alat penusuk. Selain itu serangga mempunyai mobilitas
tinggi antara lain terbang, lari, loneat, berenang atau menyelam untuk
menghindar bila terusik atau diserang musuhnya. Serangga dalam suatu
ekosistem dapat menjadi indikator biodiversitas dan kesehatan ekosistem
itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman tentang konservasi serangga sangat
penting agar terhindar dari kepunahan (Speight e t a l . 1 9 9 9 ) .
Tulisan
ini
betujuan
untuk
memberikan
informasi
tentang
keanekaragaman serangga dan konservasinya, khususnya pada ekosistem
rawa sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pemanfaatan
danpengendalian hama serangga.
B.BIODIVERSITI
SERANGGA
Jenis serangga pada agroekosistem
raw a
Jenis dan penyebaran serangga dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan
ekologiantara lain iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis makanannya
(Borror dan Long 1998). Teknik budidaya dan keragaman tumbuhan di
suatutempat juga dapat mempengaruhi tingkah laku, kepadatan populasi,
karakteristikhama dan musuh alaminya (Varley e t a l . 1 9 7 3 ) .
Agroekosistem rawa memiliki jenis tumbuhan, karakteristik tanah, air;
daniklim yang khas sehingga tidak semua serangga dapat beradaptasi dan HGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RA W A
199
berkembangbiak
dalam
di agroekosistem
terdiri
atas
serangga
musuh
14 ordo
(12 jenis
alami
dan
parasitoid
r o w a n i,
dan
m a n d ib u la ia
s a b in a ,
air (Gabriel
tersebut
ketika populasi
pada
apabila
(predator
saat
tetap
tinggi.
padi)
(E le o c h a r is
yang
tinggi,
dominan
merupakan
tempat
m a n d ib u la ta ,
Walaupun
hijau)
padi
tinggi
jenis
meningkat
(predator
pygm aeus
saat
dalam
populasi
S y n h a r m o n ia
populasinya
A n a tr ic h u s
cukup
fu c ip e s
maka
dan
liv id ip e n n is
sedangkan
di lahan
padi
stadia
serangga
juga
(P h r a g m ite s
berlindung
T ja v a n ic a ,
merupakan
putih ( S c i r p o p h a g a
banyak
tersebut
dan kembali
bagi
L ycosa
tempat
surut
anakan
yang ban yak
dapat
menetas
bertelur.
akibat ham a penggerek
gulma
menjadi
Dengan
bagi hama tersebut
67; Lampiran
(Thamrin
Is h ii Is h ii
itu gulma
penggerek
tersebut
batang
kelompok
purun
(Tabel
45).
tikus
kemudian
gulma
purun
e t a l . 2001).
dibandingkan
Rendahnya
O p h io n e a
Jumlah
larva,
demikian
bagi
a r tic u la ta )
T e tr a g n a th a
e t a l . 2013).
batang pada areal yang
tikus lebih rendah (1 ,5-2,5%)
terutama
4). Selain
telur
(S te n o c h la e n a
(L e p ro n e a
sp., P a e d e r u s f u r c i p e s ,
(Thamrin
pada
alami
purun tikus ZYX
adalah
kelakai
k a rk a ),
musuh
peletakan
in n o ta ta )
ditemukan
(25,0-55,0%).
rawa pasang
( S c i r p u s g r o s s u s ) dan purun kudung
dan T e l e n o m u s r o w a n i (Gambar
200
P aederus
ban yak gulma
66 menunjukkan
perupuk
d u lc is ),
bundung
tikus
berbunga.
dan wereng
popu1asinya
dan
pad a gulma
g u l m a lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
raw a s e b a g a i t e m p a t b e r l i n d u n g
p a lu s tr is ),
attraktan
sp., M i c r o v e l i a sp.,
di lahan rawa.
Gulma
telur
stadia
C y r to r h in u s
Gambar
spp.,
O p h io n e a
persawahan
coklat
mangsanya
a t a l . 1986).
padi
di sekitar
wereng
batang
1. P eranan
paling
sawah adalah M e s o v e l i a
d is c o lo r ,
ls c h u r a
yang ban yak ditemukan
2005).
M ic r a s p is
O r th e tr u m
p h y llis ,
dan Asikin
predator
diatas
dan
p h y llis
a t a l . 1986; Thamrin
a r c u a ta
ditemukan
T e tr a g n a th a
sp. sering ditemukan
ditemukan
(Gabriel
Tetragnatidae)
R h y o th e m is
dan
padi dan
sp sebagai
adalah
P a r a p a le a
vegetatif
penggerek
perairan
batang
spp., sedangkan
Predator
banyak
flu c tu a n s ,
sebagai
lu te a to r
T r ic h o g r a m m a
dominan
yang
62 jenis
berperan
penggerek
dan
(Arachnida:
ja v a n a
di atas permukaan
dan L i m n o g o n u s
stadia
larva
yang
yang
ls c h o jo p p a
dan A g r i o c n e m i s f e m i n a f e m i n a . Predator
s e n e g a le n s is
hidup
T
N e u r o th e m is
predator)
s c h o e n o b ii
predator
Hasil eksplorasi
dan laba-laba
2) dan diantaranya
ditemukan
parasitoid
T e tr a s tic h u s
2012).
serangga
(Lampiran
Banyak
sebagai
p u c ta ta
(Thamrin
187 spesies
dan 50 jenis
3).
t e lu r , Sedangkan
parasitoid HGFEDCBA
s a b in a
tersebut
124 famili
(Lampiran
X a n th o p im p la
T e le n o m u s
lingkungan
rawa menemukan
intensitas
imago
berdekatan
dengan
Kelompok
atau ngengat,
tikus berperan
Intensitas
padi
telur
sebagai
kerusakan
dengan
padi
areal purun
areal yang tidak ada purun
kerusakan
padi
pada
areal
yang
BIODIVERSITI RAWA
berdekatan dengan purun tikus disebabkan penggerek batang padi putih lebih
tertarik meletakkan telurnya pada tumbuhan tersebut dibandingkan dengan
tanaman padi, sehingga kerusakan padi sangat rendah. Data pengamatan
jumlah kelompok telur yang terperangkap pada tumbuhan purun tikus berkisar
6.775-7.793/ha dan pada padi 12-188/ha (Tabel 46,47,48 dan 49).
Hasil penelitian menunjukan bahwa populasi parasitoid ZYXWVUTSRQPONM
T row ani
tertinggi pada areal gulma purun tikus (Tabel 50). Sedangkan predator
pemakan serangga yang dominan pada areal gulma purun tikus adalah
A n a tr ic h u s p y g m a e u s ,
O p h io n e a
M e tio c h e
lo n g ip e n n is ,
i s h i i i s h i i , P a e d e r u s JIHGFEDCBA
fu s c ip e s , C o n o s e p h a l u s
v itta tic o llis ,
A g r io c n e m is fe m in a
fe m in a ,
O xyopes
dan L y c o s a p s e u d o a n n u l a t a
(Thamrin e t
a l . 2013). Diantara predator tersebut, laba-Iaba dan capung sangat penting di
pertanaman padi, karena kemampuan memangsanya cukup tinggi (Thamrin
2011).
ja v a n u s ,
T e tr a g n a th a
Tabel45.
m a n d ib u la ta
Jumlah kelompok telur penggerek batang padi putih perhektar di lahan
rawa pasang surut Kalsel (1995-2000)
Jenis.Gulma
dan Padi
Musim
3570 - 5646
33 - 147
47 - 100
33 - 80
13 - 67
93 -237
Purun tikus
Perupuk
Kelakai
Bundung
Purum Kudung
Padi
Sum ber:
T h a m r in
Tabel 46.
Kemarau
Musim
Hujan
3780-6179
87 - 167
73 - 127
40 - 120
37 -70
100-296
e t a l. (2 0 0 2 )
Jumlah
kelompok
telur penggerek
batang padi putih/ha
di lahan rawa
pasang surut Kab. Barito Kuala, Kalsel
Tahun
Jenis Tumbuhan
Purun tikus
Perupuk
Bundung
Padi
Sum ber:
A s ik in
S IO D IV E R S IT I
d a n T h a m r in
HGFEDCBA
RAW A
2005
2006
2007
2008
2009
6.775
110
6.897
104
7.554
115
7.638
128
7.793
134
95
101
lOW
107
113
77
89
125
127
188
(2 0 /2 )
201
Tabel47.
Intensitas
kerusakan
lahan rawa pasang
padi yang disebabkan
surut Kab. Sarita
Kuala,
penggerek
batang
padi putih di
Kalsel
Intensitas kerusakan (%)/ha
Areal pengamatan
Sundep
Beluk
MK.1998
MH.98/99
MK.1998
MH.98/99
1,5-2,5
1,5-2,0
1,9-2,5
1,5-1,8
Arel pertanaman padi
(disekitar areal purun tikus)
Areal pertanaman padi
25-35
25-50
33-41
(tanpa purun tikus) ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sum ber:
Tabel48.
A s ik in
d a n T h a m r in
25-55
(2 0 1 2 )
Jumlah HGFEDCBA
k e lo m p o k telur dan
batang padi putih di lahan
intensitas
kerusakan
rawa pasang surut
padi akibat penggerek
Kab. Batola pada MT.JIHG
2 0 0 1 /2 0 0 2
Tata Letak Tanaman
Perangkap (Purun Tikus)
Jumlah Kelompok Telur/ha
Tan.perangkap
Padi
Intensitas Kerusakan (%)/ha
Sundep
Beluk
tepi sawah
4.587
55
1,5-2,0
2,5-3,0
Di tengah sawah
1.598
93
3,0-7,5
3,5-10,0
775
10,5-15,5
14,5-20,0
Di
Tanpa tan.perangkap
Sum ber
Tabel49.
: A s ik in
d a n T h a m r in
(2 0 1 2 )
Jumlah kelornpok
telur dan
batang padi putih di lahan
2 0 0 2 /2 0 0 3
Tata Letak Tanaman
Perangkap (Purun Tikus)
Oi Tepi sawah
Di Tengah sawah
Jumlah Kelompok Telur/ha
202
: A s ik in
d a n T h a m r in
padi akibat penggerek
Kab. Batola pada MT.
Intensitas Kcrusakan (%)/ha
_
Tan.perangkap
Padi
Sundep
Beluk
5.899
43
1,0-2,0
1,5-3,0
1.112
81
1,5-7,5
2,5-9,5
785
12,5-17,5
15,5-25,0
Tanpa tan.perangkap
Sum ber
intensitas
kerusakan
rawa Pasang surut
(2 0 1 2 )
B IO D /V E R S IT I
RAW A
Tabel 50.
Populasi parasitoid pada areal tumbuhan purun tikus di lahan rawa pasang
surut, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel
Spesies
No
Famili
Populasi
1.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Ichneumonidae HGFEDCBA+ +
Is c h n o jo p p a
lu te a to r
2.
X a n th o p im p la
3.
G oryphus
p u n c ta ta
sp.
Ichneumonidae
++
Ichneumonidae
+
4.
T r a th a la
Ichneumonidae
+
5.
C rem nops
sp.
Ichneumonidae
+
6.
T e le n o m u s
row ani
Scelionidae
+++
7.
T e tr a s tic h u s
Scelionidae
++
Trichogrammatidae
++
Eulophidae
+
Braconidae
+
sp.
s c h o e n o b ii
8.
T r ic h o g r a m m a
9.
E la s m u s
10.
A p a n te le s
K e te r a n g a n :
+++
S u m b e r : T h a m r in
sp.
sp.
=
sp.
tin g g i,
++
=
sedang,
+
=
rendah
e t a l. (1 9 9 9 )
S u m b e r: IR R I
Gambar 66.
X a n th o p im p la
sp . (A ),
s p . (D ), M e s o v e lia
T e tr a g n a th a
B /O D /V E R S IT I
RAW A
T e le n o m u s
sp. (E),
m a n d ib u la ta
row ani
P aederus
(B ), O r th e tr u m
fu c ip e s
(H ), O p h io n e a
sp.
(F ), C y r to r h in u s
n ig r o ta s e ia ta
(I)
(C ), A g r io c n e m is
liv id ip e n n is
(G ),
JIHGFEDCBA
203
Sum ber:
T h a m r in
LKJIHGFEDCBA
Gambar 67.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
E l e o c h a r i s d u l c i s (A), S t e n o c h l a e n a
p a lu s tr is
2. P engaruh
ik lim
te r h a d a p
perkem bangan
(B ), P h r a g m ite s
karka
(C )
seran gga
Menurut Schops e t a l . (1996), faktor abiotik yang mempengaruhi
reproduksi serangga antara lain suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan dan
angin. Pada umumnya suhu dan gelombang cahaya dapat mempengaruhi
aktivitas dan penyebaran geografis serangga. Kelembaban mempengaruhi
penguapan cairan tubuh dan preferensi serangga terhadap tempat hidup dan
tempat persembunyiannya,
hujan yang lebat dapat menyebabkan serangga
tanah terendam akibat adanya aliran air, dan angin dapat mempengaruhi
pemencaran serangga-serangga kecil. Unsur-unsur penting dari hujan yang
berhubungan dengan perkembangbiakan
serangga adalah jumlah volume
curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan. Sedangkan Messenger
(1959) mengemukakan bahwa angin dapat berpengaruh secara langsung
terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga danjuga berperan
besar dalam penyebaran serangga dari ratusan meter sampai ribuan kilometer.
Panjang
siang hari (photoperiod)
memiliki
pengaruh
terhadap
perkembangbiakan dan ekologi serangga yang hidup pada musim yang berbedabeda. Pengaruh suhu udara terhadap serangga antara lain mengendalikan
perkembangan,
kelangsungan hidup dan penyebarannya.
Pengaruh suhu
lingkungan terhadap serangga dapat dikelompokkan menjadi lima zona,
yaitu (1) zona suhu maksimum: daerah suhu dimana serangga tak lagi dapat
bertahan maupun menyesuaikan diri sehingga mati karena terlampau panas,
(2) zona suhu tinggi inaktif (estivasi): daerah suhu dimana serangga masih
dapat bertahan hidup tetapi tidak aktif atau bergerak dan tidak mati karena
proses fisiologis organ-organ tubuh masih bekerja, (3) zona suhu optimum atau
efektif, daerah suhu dimana serangga hidup secara normal dan segal a aktivitas
berlangsung secara lancar dan optimal sehingga perkembangan serangga
204JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
terjadi maksimal, (4) zona suhu rendah inaktif (hibemasi), daerah dimana
serangga masih dapat hidup tetapi tidak aktif atau bergerak karena proses
fisiologis organ-organ tubuhnya masih bekerja, dan (5) zona suhu minimum,
daerah dimana serangga tak dapat bertahan hidup atau menyesuaikan diri lagi
terhadap lingkungan sehingga mati kedinginan (Massenger, 1976).
Serangga sangat tertarik dengan cahaya dan menyesuaikan diri terhadap
kondisi cahaya dalam bentuk perilaku, fisiologis, anatomis, dan morfologis.
( L o c u s t a m i g r a t o r i a m a n i l e n s i s ) melakukan
Misalnya, belalang kembara ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
migrasi mengikuti arah cahaya matahari dan berkumpul padi malam hari
untuk makan, kawin dan meletakkan telur.
Kemampuan
serangga berbeda-beda
untuk bertahan hidup pada
kelembaban. Misalnya, trips ( T r i p s t a b a c i ) dapat bertahan hidup pad a
kelembaban HGFEDCBA
< 50%, kumbang bubuk kacang hijau betina bertelur relatif lebih
banyak pada kelembaban 25% dibangdingkan kelembaban 10%.
Aktvitas terbang serangga dibantu oleh kecepatan dan arah angin.
Aktivitas terbang terhenti apabila kecepatan angin > 15 km/jam. Umumnya
serangga terbang melawan arah angin pada kecepatan rendah, sebaliknya
mengikuti arah angin pada kecepatan tinggi. Ordo Hymenoptera, Diptera,
Coleoptera dan Orthoptera hanya terbang pada cuaca cerah tanpa angin
(Messenger 1970).
C.LKJIHGFEDCBA
K O NSERVASI SERANG G A
M USUH
ALAM I
Serangga adalah bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.
Serangga dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu (l) serangga merugikan
(misalnya hama tanaman) yang harus dikendalikan,
dan (2) serangga
menguntungkan (misalnya predator/parasitoid, polinator) yang dikonservasi.
Konservasi serangga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan populasinya
agar tidak terjadi eksplosif atau ledakan populasi hama. Dalam pengendalian
hama serangga terdapat konsep pengendalian hama terpadu (PHT) yang lebih
menekankan pada konservasi.
3 . P e m a n fa a ta n
M u su h
A la m i
Setiap jenis hama serangga dapat memiliki banyak musuh alami.
Misalnya, wereng coklat mempunyai 19-22 famili musuh alami yang berperan
sebagai predator. Predator-predator
tersebut bersifat polyfag sehingga
ketersediaannya di alam tetap terjaga walaupun pada saat populasi wereng
coklat rendah. Diantaranya P a r a d o s a p s e u d o a n u l a t a merupakan predator
yang paling efektif dalam menekan populasi wereng coklat.JIHGFEDCBA
B IO D /V E R S IT I
RAW A
205
Di lahan rawa pasang surut ditemukan kurang lebih 62 jenis musuh
alami yang terdiri dari ordo Arachnida, Orthoptera, Coloptera, Odonata,
Hemiptera dan Dermaptera, namun yang dominan adalah Arachnida (labalaba), Odonata (capung), dan Coleoptera (kepik/kumbang) (GabrielZYXWVUT
e t o l.
1986; Thamrin 2011). Jenis laba-Iaba L . P s e u d o a n u l a t a , O x y o p e s j a v a n u s
dan O x y o p e s l i n e a t i p e s mampu menghasilkan 200-400 keturunan dalam masa
3-5 bulan, sedangkan T e t r a g n a t h a s p dapat bertelur 100-200 butir selama
fe m in a fe m in a , l s c h n u r a
1-3 bulan. Selain laba-Iaba, capung terutama A . JIHGFEDCBA
s e n e g a l e n s i s dah 0. s a b i n a s a b i n a j u g a merupakan predator yang cukup tinggi
populasinya, namun data predator ini belum ban yak diketahui. Selain itu,HGFE
0.
i s h i i is h ii, P fu s c ip e s dan H . r u f o f a s c i a t u s termasuk predator dengan populasi
yang cukup tinggi namun muculnya pada saat tertentu. Predator lainnya adalah
kepik C y r t o r h i n u s sp. dan M i c r o v e l l i a sp. Predator C y r t o r h i n u s sp. ini banyak
dijumpai pad a keadaan populasi mangsa tinggi, khususnya malam hari,
sedangkan M i c r o v e l l i a sp. banyak dijumpai bergerombol di permukaan air.
Jenis mangsanya selain wereng coklat adalah wereng hijau, wereng punggung
putih dan larva penggerek batang yang baru menetas (Shepard e t a l . 1 9 8 7 ) .
Hasil penelitian di rumah kasa, diketahui bahwa kemampuan L .
p s e u d o a n n o la ta ,
P fu c e fe s
dan 0. i s h i i - i s h i i memangsa larva hama putih
palsu cukup tinggi, sedangkan A . fe m in a fe m in a dan 0. s a b i n a s a b i n a adalah
yang terendah (Gambar 68). Hasil pengamatan pada areal lahan rawa pasang
surut menunjukan bahwa parasitasi dari tiga jenis parasitoid ( T . s c h o e n o b i i ,
T . R o w a n i , dan T r i c h o g r a m m a
s p ) antara 15-58% (Gambar 69). Penyebab
tingginya parasitasi tersebut belum diketahui secara pasti, namun menurut
Soeharjan (1976) d a l a m Laba (1998) bahwa kemampuan memarasit T
s c h o e n o b ii,
T . r o w a n i dan T . j a p o n i c u m
bervariasi, tergantung pada tempat
dan lingkungannya. T . s c h o e n o b i i mempunyai peranan paling besar dalam
menurunkan populasi penggerek batang padi, sedangkan T . r o w a n i dan T
ja p o n ic u m
peranannya bergantian.
Salah satu usaha konservasi serangga adalah pembiakan musuh
alami. Misalnya,
pembiakan
parasitoid
T r ic h o g r a m m a to id e a
b a c tr a e b a c t r a e . Pembiakan massal parasitoid tersebut diawali dengan perbanyakan
massal inang pengganti dari parasiotid. Hasil penelitian menunjukan bahwa
T r ic h o g r a m m a to id e a
spp. dapat dibiakan pada beberapa inang pengganti
seperti E t i e l l a k u e h n i e l l a Zell dan S i t o t r o g a c e r e a l e l l a Olive serta media
telur C o r c y r a c e p h a l o n i c a (Brower 1983; Klomp dan Teerink 1978 D a l a m
Marwoto a t a l . 1997). Investasi 1.000.000 ekor parasitoid/ha pada tanaman
kedelai hanya dapat menimbulkan kerusakan polong kedelai rata-rata 59,40%,
sedangkan tanpa investasi parasitoid rata-rata kerusakan 70,60% (Supriyatin
dan Marwoto 1997 D a l a m Marwoto a t a l . 1 9 9 7 ) .
206
B IO D IV E R S IT I R A W A
90
80
,.....::,
~~
70
HGFEDCBA
• Lpseudoannolata
60
• Lmandibulata
c
50
• P.fucefes
S
40
.O.ishii-ishii
30
• A.femina femina
20
• O.sabina sabina
~
b/l
OIl
( l)
a
C
OIl
::l
0 :,
a
ro
a
• Micraspis
10
sp
ZYXWVUTSRQPON
( l)
-'G
0
3 hsl
S u m b e r : T h a m r in
Gambar 68.
4 hsi
5 hsl
61"i
waktu pengamatan
(hari setelah infestasi)
predator memangsa
hama putih palsu
(2 0 1 1 )
Kemampuan
60
.T. rowani
50
~40
e
.;;;
.~30
"
~20
10
o
2001
S u m b e r : T h a m r in
Gambar 69.
4 . K u ltu r
2002
2003
2004
2005
tahun
pengarnatan
terhadap
kelompok
2006
2007
2008
(2 0 1 1 )
Parasitisasi
parasitoid
Kabupaten
Barito Kuala, KalselLKJIHGFEDCBA
telur pengg~J.ek batang padi putih di
T e k n is
Ekosistern pertanian dengan pol a tanarn rnonokultur dan terusmeneruspada suatu areal rentan terhadap serangan harna. Hal ini disebabkan
ketersediaan rnakanan yang rnelirnpah dalarn waktu yang lebih panjang,
sehingga rnernungkinkan serangga dapat rnenyelesaikan siklus hidupnya
B IO D IV E R S IT I
JIHGFEDCBA
RAW A
207
sampai tiga generasi, terutama jenis-jenis serangga yang mempunyai siklus
hidup pendek seperti apid dan wereng.
Pergiliran tanaman, yaitu meniadakan satu jenis tan am an dalam
waktu tertentu merupakan upaya memutus siklus hidup hama serangga.
Dengan melakukan perubahan jenis tanaman dalam satu sistem rotasi akan
mengisolasi hama serangga tersebut dari sumber makanannya. Pola pergiliran
tanaman yang dapat dilakukan seperti setelah panen padi dilanjutkan dengan
menanam kedelai, jagung atau sayuran. Cara seperti ini dapat mengendalikan
wereng coklat dan nematode padiZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
( H e t e r o d e r a o r y z a e ) . Selain dapat menekan
perkembangan populasi hama tanaman, cara ini juga dapat mempercepat
perkembangbiakan serangga musuh alami seperti parasitoid dan predator.
Pergiliran tanaman padi dengan palawija (kedelai, kacang tanah atau
jagung) serta sayuran sudah banyak dilakukan di lahan rawa. Sedangkan di
lahan pasang surut yang selalu digenangi air, petani hanya dapat menanam
padi saja sehingga tidak dapat melakukan pergiliran tanaman seperti di tipologi
lain. Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah pergiliran varietas, karena
beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa perkembangan hama diantaranya
wereng coklat sangat cepat di daerah yang menanam padi secara terus-menerus
dengan varietas yang sarna, sedangkan di daerah yang melakukan pergiliran
varietas, perkembangannya lebih lambat (Sembel, 2011)
Sistem budidaya padi di lahan pasang surut yang dikenal dengan sistem
tan am pindah dapat mengurangi perkembangan hama serangga. Persiapan
tanam dilakukan dengan cara menebas gulma atau sisa panen (turiang),
kemudian dikumpulkan dan dikomposkan ( m e m u n t a l ) , disebarkan ( m e a m p a r )
ke seluruh areal pertanaman. Cara seperti ini dapat menggagalkan larva
menjadi imago penggerek batang padi. Beberapa teknis lainnya adalah (I)
persemaian bertahap yang dilakukan pada padi lokal dapat mengakibatkan
kematian larva penggerek batang instar satu dan dua, (2) pemotongan daun
pada saat tanam pindah, dan (3) penggunaan pupuk nitrogen yang rendah
mengurangi kecepatan perkembangan ham a serangga (Thamrin dan Asikin
2005).
5. P enggunaan
I n s e k tis id a
S in te tik
y a n g B i j a k s a n a lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQ
Penggunaan insektisida sintetik dapat dilakukan dengan pemilihan atau
pemakaiannya yang tepat dan benar. Pemakaian insektisida dibenarkan jika
komponen PHT lainnya belum tersedia atau tidak mampu menurunkan populasi
hama. Insektisida hendaknya tidak berdampak negatif terhadap parasitoid,
predator dan serangga penyerbuk. Insektisida butiran yang penggunaannya
ditaburkan di tanah, tidak mempunyai dampak negatifterhadap musuh alami,
karena tidak terjadi kontak langsung, sedangkan insektisida berbentuk cairan
208JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
yang disemprotkan
terhadap
pada
Pestisida
berspektrum
juga membinasakan
sasaran lainnya
seperti
(Oka
berpengaruh
negatif
kapas
(Nurindah
1995).
terhadap
dan Subiyakto,
laba-Iaba
Insektisida
dan lambat
C y r to r h in u s
terhadap
Aplikasi
insektisida
sebelum
serangga
dan peranan
Kedua
parasitoid
H.
alamiJIHGFEDCBA
sp., dan L y c o s a sp.
menyebabkan
quinalfos
lebih toksik
dan diazinon,
dengan
butiran
kubis
kontak
adalah
dan
parasitoid
dan
insektisida
dan
yang
secara
melalui
buluyang
perkembangan
D ia d e g m a
sangat
(Sastrosiswojo
satu
mematikan
insektisida
aktivitas,
s e m ic la u s u m
toksik
dan plufenprof
Penggunaan
mempengaruhi
rendah
Laba et a l . 1 9 9 8 ) .
parasitasi
dengan
lebih
sangat
uap insektisida
etofenprof
padi.
hama kubis P x y l o s t e l l a
yang
1988 D a l a m
mengurangi
dapat
C y r to r h in u s
quinalfos
karbofuran
pengaruh
bensulfan,
D ia d e g m a
tersebut
efek
tetapi
sp. (Sumantri
karena
penurunan
terhadap
sedangkan
mempunyai
telur penggerek
menurunkan
karbaril.
cairan,
parasitoid
parasitoid
mengendalikan
sp., P a e d e r u s
pada
a r m ig e r a
dan fenitrotion
dewasa
tanaman
pada
siflurin
Musuh
MIPe,
karbosulfan,
intensif
meningkat.
bangkai
dan
alami H e l i o t h i s
sp. Hal ini disebabkan
kelompok
endosulfan,
fentoat
formulasi
infestasi
parasitoid
bukan
pemakan
sedangkan
C y r to r h in u s
bulu penutup
hama sasaran
aktifdiazinon,
formulasi
langsung
musuh
sp., C h r y s o p a
dibandingkan
dibandingkan
terhadap
hari
negatif
dan organisme
serangga
populasinya
sp. Karbofuran
dengan
lebih toksik
dapat membunuh
hiperparasit,
prefenofos,
populasi
sp.,
L ycosa
sp. dibandingkan
diazinon
pengaruh
1993).
berbahan
C y r to r h in u s
populasi
mempunyai
penyerbuk,
lnsektisida
dan mengakibatkan
Insektisida
populasi
predator,
lebah, serangga
ialah C a m p h y l o m a
a r m ig e r a
umumnya
luas, di samping
parasitoid,
dan cacing
tanaman
tanaman
alami (Laba ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
e t a l. 1 9 9 8 ).
musuh
x y lo s te lla .
potensial
1992 D a l a m
untuk
Laba e t
a l. 1 9 9 8 ).
Untuk
ketentuan
Secara
mengurangi
tentang
umum
dan
penggunaan
beberapa
mencegah
insektisida
hal yang
perlu
dampak
negatif,
diharapkan
dapat dilaksanakan
mendapat
agar
sebaik-baiknya.
perhatian
dan penanganan
adalah:
1.
Penggunaan
kriteria
insektisida
dan alat aplikasi,
2.
terutama
6 tepat, yaitu tepatjenis,
Peredaran
dan
diijinkan
berarti
serta komoditas
penggunaan
tidak
ditingkat
petani
mutu, waktu,
dan organisme
insektisida
memperhatikan
yang
yang tidak
memenuhi
dosis dan konsentrasi,
cara
sasaran
tidak
keamanan
terdaftar
bagi
dan
manusia
atau
dan
lingkungan
3.
Sangat
terbatasnya
pengedar
insektisida
B IO D IV E R S IT I
insektisida
terutama
HGFEDCBA
RAW A
pengetahuan,
terutama
kemampuan,
penyalur
dan
dan
keterampilan
pengecer
serta
para
pengguna
petani.
209
Pencemaran
lingkungan
pertanian
umumnya
disebabkan
oleh
penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana. Beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa penggunaan pestisida yang melebihi dosis dan fekuensi
tinggi akan mengakibatkan terjadinya resurgensi dan resistensi serangga serta
tercemamya lingkungan. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya hal
tersebut maka dalam melakukan pengendalian harus memperhatikan tingkat
populasi danjenis serangga bukan sasaran terutama musuh alami.
Pencegahan dan penanggulangan munculnya resurjensi hama dapat
1 9 9 8 ):
dilakukan sebagaiberikut
(Sutrisno 1987 ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
D a l a m Laba e t a l . JIHGFEDCBA
1. Konservasi strain rentan. Terjadinya perkawinan antara strain resisten
dengan yang agak resisten atau resisten, memunculkan strain yang
resisten. Sebaliknya perkawinan yang rentan dengan yang agak resisten
atau resisten memunculkan strain yang rentan sehingga memungkinkan
terhambatnya perkembangan populasi resisten. Penggunaan insektisida
dengan sistem kalender tanpa memperhatikan
populasi hama harus
ditinggalkan. Dengan cara terse but strain rentan diharapkan masih
tersedia pada tempat yang tidak diaplikasi insektisida.
2.
Penanaman tidak serempak harus dihindari, agar tidak terjadi peningkatan
populasi strain yang resisten karena tan am yang tidak serempak
memungkinkan peningkatan frekuensi aplikasi insektisida.
3.
Insektisida pengganti yang efektif terhadap serangga resisten hendaknya
tersedia secara dini, jika komponen lain tidak dapat mengendalikan
perkembangan populasi
4.
Menggunakan
insektisida secara selektif dengan dosis yang tepat
sehingga daya bunuhnya rendah terhadap musuh alami dan organisme
bukan sasaran.
6.LKJIHGFEDCBA
P enggunaan
I n s e k tis id a
N a b a ti
Insektisida nabati secara urn urn diartikan sebagai insektisida yang
berasal dari tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme pengganggu.
Menurut Balfas (1994) dan Mudjiono e t a l . (1994) bahwa ekstrak bagian
· tanaman ada yang bersifat toksik terhadap hama, sedangkan Campbell dan
Sullivan (1933) dan Burkill (1935) menyatakan bahwa senyawa bioaktif
seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin dapat
berfungsi sebagai insektisida dan repelen. Penggunaan tumbuhan sebagai
bahan utama insektisida pada umumnya tidak mengakibatkan terjadinya
resistensi dan resurjensi bagi hama serangga danjuga tidak berdampak negatif
terhadap lingkungan ataupun kesehatan manusia.
Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili dapat digunakan
sebagai insektisida nabati (Prakash dan Rao 1977; Grainge dan Ahmed HGF
210
B IO D IV E R S IT I
RAW A
1987). Pada Lampiran 5 disajikan beberapa jenis tumbuhan yang diketahui
efektif digunakan sebagai insektisida nabati. Menurut Kardinan (1998),
bahwa prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia sangat baik dan
memungkinkan mengingat beberapa hal yang sangat mendukung yaitu
faktor keanekaragaman hayati Indonesia, keadaan sosial ekonomi petani,
kemudahan yang diberikan dalam penggunaan pestisida nabati, khususnya
untuk digunakan sendiri, serta perhatian dari semua kalangan, baik peneliti,
pengajar, penyuluh dan pihak lain yang terkait.LKJIHGFEDCBA
D . K E S IM P U L A N
Hasil ekplorasi pada agroekosistem
rawa ditemukan 187 spesies
serangga dan laba-Iaba yang terdiri atas 14 ordo dan 124 famili. Diantara spesies
tersebut terdapat 62 jenis serangga musuh alami, yaitu 12 jenis parasitoid
dan 50 jenis predator. Parasitoid yang dominan adalah ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
Is c h o jo p p a
lu te a to r ,
X a n th o p im p la
p u c ta ta ,
T e le n o m u s
r o w a n i, T e tr a s tic h u s
s c h o e n o b ii
dan
T r i c h o g r a m m a sp. Sedangkan predatornya adalah T e t r a g n a t h a m a n d i b u l a t a ,
T ja v a n a ,
O r th e tr u m
s a b in a
s a b in a ,
N e u r o th e m is
flu c tu a n s ,
R h y o th e m is
fe m in a fe m in a .
dan A g r i o c n e m i s JIHGFEDCBA
Pada agroekosistem rawa terdapat tumbuhan purun tikus, perupuk,
kelakai, bundung dan purun kudung sebagai tempat berlindung bagi serangga
musuh alami (predator dan parasitoid), sekaligus sebagai attraktan bagi hama
penggerek batang padi. Oleh karena itu tumbuhan liar tersebut harus dikelola
keberadaannya agar terjadinya penurunan tingkat keragaman hayati dapat
dihindari.
Konservasi serangga sangat diperlukan agar terhindar dari kepunahan
ataupenurunan keanekaragamanjenisnya.
Konservasi serangga yang dimaksud
adalah menjaga keseimbangan populasinya agar tidak terjadi eksplosif atau
ledakan populasi hama. Oleh karena itu pengendalian hama terpadu tidak
dapat diindahkan karena cara ini lebih menekankan pada konservasi.HGFEDCBA
p h y llis p h y llis ,
B IO D IV E R S IT I
Isc h u ra
RAW A
s e n e g a le n s is
211
DAFTAR
PUSTAK A
Asikin, S. dan M. Thamrin. 2012. Manfaat purun tikus ZYXWVUTSRQPONMLK
( E l e o c h a r i s d u lc is l
pada ekosistem sawah rawa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 31(1): 35-42.
Balfas, R. 1994. Pengaruh ekstrak air dan etanol bij i mimba terhadap mortalitas
dan pertumbuhan ulat pemakan daun handeuleum, D o l e s c h a l i a p o lib e te .
Presiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. p. 203-207.
Borror DJ and De Long D.M. 1998. An Introduction to the Study of Insect.
Sounders College Publishing.
Brower, J.H. 1983. Eggs of stored product Lepidoptera host for T r ic h o g r a m m a
e v e n e s c e n s (Hym: Trichogrammatidae).
Entomophaga. 28(4):355-362.
Burkill, J.H. 1935. A dictionary ofeconomic products of the Malay Peninculla.
Government of the Straits Settlement. Milbank. London S.W 340 hal.
Campbell, F.L., and W W Sullivan. 1933. The relative toxicity of nicotine,
methyl anabasine and lupinine for culicine mosquito larvae. leon.
Entomol. 26(3): 910-918.
Gabriel, B.P., M. Willis and S. Asikin. 1986. Parasites and predators of
insect pests of rice in swamplands of South and Central Kalimantan.
Banjarbaru Research Institute for Food Crops. 21 p.
Grainge, M and S. Ahmed. 1987. Handbook
Properties. New York: J. Wiley. 470 pp.
of Plants with Pest Control
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. (Revised by P.A.
Van der Laan). P.T. Ichtisar Baru - Van Hoeve. Jakarta. 701 p.
Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XVII (1): 1-8.
Laba, I.W. 1998. Prospek parasitoid telur sebagai pengendali alami penggerek
batang padi. Jurnal Penelitian dan Pengembagan Pertanian. XVII
(1):14-22.
Laba, I.W, D. Kilin dan D. Soetopo. 1998. Dampak penggunaan insektisida
dalam pengendalian
hama. Jurnal Penelitian dan Pengembagan
Pertanian. XVII (3):99-107 LKJIHGFEDCBA
212 JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
Marwoto, Supriyatin,
hama penggerek
dan T. Djuarso.
1997. Prospek
pengendalian
polong kedelaiZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(E tie lla
spp.) dengan parasitoid
T r ic h o g r a m m a to id e a
b a c tr a e -b a c tr a e .
Jumal
Peneltian
dan
Pengembangan Pertanian. XVI (3):71-76.
Messenger, P.S. 1959. Bioclimatic
Entomology. 4, 183-206.
studies
with
insects.
Annulal
Rev.
Messenger, P.S. 1970. Bioclamatic inputs to biological control and pest
management programs. I n Concepts of Pest Management (Edited by
R.L. Rabb and F.E. Guthrie). North Carolina State University Press.
Raleigh.
Messenger, P.S. 1976. Experimental approach to insect-climate relationship.
I n : Proceedings
of the Symposium on Climate & Rice. p. 347-366.
IRRI. Los Banos, Philippines.
Mudjiono, A., Suyanto dan W. Prihayana. 1994. Kemampuan insektisida
nabati, mikroba dan kimia sintetis terhadap u1at P l u t e l a x y l o s t e l l a .
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. p. 86-90.
Nurindah dan Subiyakto. 1993. Pengaruh penyemprotan insektisida terhadap
populasi musuh alami serangga hama kapas. D a l a m G. Kartono,
Subiyakto, Fitriningdyah, J. Hartono, dan B. Heliyanto (Eds). Buletin
Tembakau dan Serat. 2: 12-16.
Oka,L N. 1995. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. 255 hIm.
Prakash,A and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton:
Lewis Publishers.
Schops, K., P. Syrett
and R.M. Emberson. 1996. Summer diapause in
C h r y s o l i n a h y p e r i c i and C. Q u a d r i g e m i n a (Coleoptera: Chrysomelidae)
in relation to biological control of St John wort, H y p e r i c u m p e r f o r a t u m
(Clusiacae). Bulletin of Entomological Research. 86 (5) 526-8
Sembel, D.T. 2011. Dasar-dasar
Yogyakarta. 306p.
perlindungan
tanaman.
Penerbit
Andi
Shepard,B.M., A.T. Barion and J.A. Litsinger. 1987. Helpful Insects, Spider
and Pathogens. IRRI. 127p.HGFEDCBA
213
Speight M.R; Hunter M.D dan Watt A.D. 1999. Ecology oflnsects,
and Applications. Blackwell Science, Ltd. p. 169-179.
Consepts
Thamrin, M., M. Willis dan S. Asikin. 1999. Parasitoid dan Predator Penggerek
Batang Padi di Lahan Rawa Pasang Surut Kalimantan Selatan. p. 17518l.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
D a la m
Prasadja, I., M. Arifin, I.W. Trisawa, I.W. Laba,HGFEDCB
E .A .
Wikardi, D. Soetopo dan E.Karmawati (Ed) Peranan Entomologi
dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis.
Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.
Thamrin, M., N. Djahab and S. Asikin. 200l. Kemampuan hidup penggerek
batang padi putih pada purun tikus ( E l e o c h a r i s d u l c i s ) . D a l a m Prayudi,
B., M. Sabran., I. Noor., I. Ar-Riza., S. Partohardjono dan Hermanto
(Ed). 215-218. Pengelokalshoven
Tanaman Pangan Lahan rawa.
Puslitbang Tanaman Pangan.
Thamrin, M., S. Asikin dan B. Prayudi. 2002. Purun tikus jinakan sundep.
Trubus 349 - September 2002. XXXIII.
Thamrin, M., dan S. Asikin. 2005. Strategi pengendalian hama penggerek
batang padi tanpa insektisida sintetik di lahan pasang surut. D a l a m ArRiza, L, U. Kumia, I. Noor dan A. Jumberi (Ed). Inovasi Teknologi
Pengelokalshoven
Sumberdaya
Lahan Rawa dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan. p:251-260.
Thamrin, M. 2011. Keberadaan musuh alami pada areal padi dan gulma teki di
lahan pasang surut. Prosiding Seminar Nasional PEl Cabang Bandung.
p. 131-138
Thamrin, M. 2012. Model prediksi dan sebaran hama penyakit utama padi di
lahan rawa Kalimantan Selatan dan Tengah. Laporan Hasil Penelitian,
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. 140 hal.
Thamrin, M., S. Asikin dan M. Willis. 2013. Tumbuhan kirinyu C h r o m o l a e n a
o d o r a t a (L.) (asteraceae: asterales) sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan ulat grayak S p o d o p t e r a l i t u r a . Jumal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 32(3): 1-10.
Thamrin, M., S. Asikin, M.A. Susanti and M. Willis. 2013. Utilization of
"purun tikus" ( E l e o c h a r i s d u l c i s ) to control the white stem borer in
tidal swampland. I n E. Husen, D. Nursyamsi, M. Noor, A. Fahmi,
Irawan and I.G.P. Wigena (Eds). Proceeding International Workshop on
Sustainable Management of Lowland for Rice Production. p.265-274.
2 1 4 JIHGFEDCBA
B /O D IV E R S IT I
RAW A
Varley, G.C., G.R. Grad Well and M.P. Hassell. 1973. Insect Population
Ecology (an analytical approach). University of California Press,
Berkeley and Los Angeles.
Willis, M., B.P. Gabriel, S. Asikin, M. Thamrin, Mukhlis dan A. Budiman.
1986. Reference insect and spider collection for swampy agroecosystem
of Indonesia. Banjarbaru Research Institute for Food Crops. 48p.
'- HGF
.. JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RAW A
215
DAN K O NSERVASI
P A D A A G R O E K O S IS T E M
SERANG G A
RAW A
M . T h a m r in
B a l a i P e n e l i t i a n P e r t a n i a n L a h a n R a w a LKJIHGFEDCBA
R IN G K A S A N
HGFEDCBA
erangga merupakan bagian dari keanekaragaman
hayati yang harus dijaga
lain nilai ekologi,
endemik, konservasi, pendidikan, budaya, estetika, dan ekonomi. Penyebaran
serangga dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang coeok, sehingga
terjadi perbedaan keragamanjenis serangga. Perbedaan ini disebabkan adanya
perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat, sertajenis inangnya. Keberadaan
serangga dalam suatu ekosistem dapat menjadi indikator biodiversitas
dan kesehatan ekosistem itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman tentang
konservasi serangga diperlukan agar terhindar dari. kepunahan. Hasil
eksplorasi yang telah dilakukan di agroekosistem rawa ditemukan 187 spesies
serangga dan laba-Iaba yang teridiri dari 14 ordo dan 124 famili, diantaranya
62 jenis serangga musuh alami yang terdiri dari 12jenis parasitoid dan 50 jenis
predator. Parasitoid yang dominan adalah I s e h o j o p p a l u t e a t o r , X a n t h o p i m p l a
p u c ta ta , T e le n o m u s r o w a n i, T e tr a s tic h u s s c h o e n o b ii
dan T r i c h o g r a m m a sp.
Sedangkan predatomya adalah T e t r a g n a t h a m a n d i b u l a t a , T e t r a g n a t h a j a v a n a ,
kelestariannya. Serangga memiliki nilai penting antara
S lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
O r th e tr u m
s a b in a
s a b in a , N e u r o th e m is
flu e tu a n s ,
R h y o th e m is
p h y llis p h y llis ,
dan A g r i o c n e m i s f e m i n a f e m i n a . Pada agroekosistem
rawa terdapat tumbuhan purun tikus ( E l e o e h a r i s d u l e i s ) , perupuk ( P h r a g m i t e s
k a r k a ) , kelakai ( S t e n o c h l a e n a
p a lu s tr is ),
bundung ( S c i r p u s g r o s s u s ) dan
purun kudung ( L e p i r o n e a a r t i c u l a t a ) sebagai tempat berlindung bagi serangga
musuh alami (predator dan parasitoid), sekaligus sebagai attraktan bagi
hama penggerek batang padi. Oleh karena itu, tumbuhan liar tersebut harus
dikelola keberadaannya agar terjadinya penurunan tingkat keragaman hayati
dapat dihindari. Konservasi serangga sangat diperlukan agar terhindar dari
kepunahan atau penurunan keanekaragaman jenisnya. Konservasi serangga
yang dimaksud adalah menjaga keseimbangan populasinya agar tidak terjadi
eksplosif atau ledakan populasi hama. Dengan demikian, pengendalian
Ise h u ra
s e n e g a le n s is
1 9 8 JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RAW A
ham a terpadu tidak dapat diindahkan karena eara ini lebih menekankan
konservasi.
pada
A. PENDAHULUAN
Serangga yang berhasil diidentifikasi
bermanfaat
bagi manusia
diperkirakan berjurnlah 1.413.000 spesies. Pada umumnya serangga berhasil
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi karena
mampu reproduksi tinggi, memakan jenis makanan yang beragam, dan
menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror dan Long, 1998).
Reproduksi
serangga
dipengaruhi
oleh ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
k e p e r id ia n ,
fe k u n d ita s
(kesuburan) dan keeepatan siklus hidupnya. K e p e r i d i a n adalah besarnya
kemampuan serangga melahirkan
keturunan
baru. F e k u n d i t a s
adalah
kemampuan serangga betina memproduksi telur. Serangga berukuran keeil
pada umumnya mempunyai k e p e r i d i a n yang besar. Serangga yang memiliki
siklus hidup pendek memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan serangga yang memiliki siklus hidup lebih lama.
Serangga dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya memiliki
kemampuan untuk melindungi diri, misalnya bulu atau selubung pada ulat,
racun atau bau, atau alat penusuk. Selain itu serangga mempunyai mobilitas
tinggi antara lain terbang, lari, loneat, berenang atau menyelam untuk
menghindar bila terusik atau diserang musuhnya. Serangga dalam suatu
ekosistem dapat menjadi indikator biodiversitas dan kesehatan ekosistem
itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman tentang konservasi serangga sangat
penting agar terhindar dari kepunahan (Speight e t a l . 1 9 9 9 ) .
Tulisan
ini
betujuan
untuk
memberikan
informasi
tentang
keanekaragaman serangga dan konservasinya, khususnya pada ekosistem
rawa sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pemanfaatan
danpengendalian hama serangga.
B.BIODIVERSITI
SERANGGA
Jenis serangga pada agroekosistem
raw a
Jenis dan penyebaran serangga dibatasi oleh faktor-faktor geologi dan
ekologiantara lain iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis makanannya
(Borror dan Long 1998). Teknik budidaya dan keragaman tumbuhan di
suatutempat juga dapat mempengaruhi tingkah laku, kepadatan populasi,
karakteristikhama dan musuh alaminya (Varley e t a l . 1 9 7 3 ) .
Agroekosistem rawa memiliki jenis tumbuhan, karakteristik tanah, air;
daniklim yang khas sehingga tidak semua serangga dapat beradaptasi dan HGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RA W A
199
berkembangbiak
dalam
di agroekosistem
terdiri
atas
serangga
musuh
14 ordo
(12 jenis
alami
dan
parasitoid
r o w a n i,
dan
m a n d ib u la ia
s a b in a ,
air (Gabriel
tersebut
ketika populasi
pada
apabila
(predator
saat
tetap
tinggi.
padi)
(E le o c h a r is
yang
tinggi,
dominan
merupakan
tempat
m a n d ib u la ta ,
Walaupun
hijau)
padi
tinggi
jenis
meningkat
(predator
pygm aeus
saat
dalam
populasi
S y n h a r m o n ia
populasinya
A n a tr ic h u s
cukup
fu c ip e s
maka
dan
liv id ip e n n is
sedangkan
di lahan
padi
stadia
serangga
juga
(P h r a g m ite s
berlindung
T ja v a n ic a ,
merupakan
putih ( S c i r p o p h a g a
banyak
tersebut
dan kembali
bagi
L ycosa
tempat
surut
anakan
yang ban yak
dapat
menetas
bertelur.
akibat ham a penggerek
gulma
menjadi
Dengan
bagi hama tersebut
67; Lampiran
(Thamrin
Is h ii Is h ii
itu gulma
penggerek
tersebut
batang
kelompok
purun
(Tabel
45).
tikus
kemudian
gulma
purun
e t a l . 2001).
dibandingkan
Rendahnya
O p h io n e a
Jumlah
larva,
demikian
bagi
a r tic u la ta )
T e tr a g n a th a
e t a l . 2013).
batang pada areal yang
tikus lebih rendah (1 ,5-2,5%)
terutama
4). Selain
telur
(S te n o c h la e n a
(L e p ro n e a
sp., P a e d e r u s f u r c i p e s ,
(Thamrin
pada
alami
purun tikus ZYX
adalah
kelakai
k a rk a ),
musuh
peletakan
in n o ta ta )
ditemukan
(25,0-55,0%).
rawa pasang
( S c i r p u s g r o s s u s ) dan purun kudung
dan T e l e n o m u s r o w a n i (Gambar
200
P aederus
ban yak gulma
66 menunjukkan
perupuk
d u lc is ),
bundung
tikus
berbunga.
dan wereng
popu1asinya
dan
pad a gulma
g u l m a lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
raw a s e b a g a i t e m p a t b e r l i n d u n g
p a lu s tr is ),
attraktan
sp., M i c r o v e l i a sp.,
di lahan rawa.
Gulma
telur
stadia
C y r to r h in u s
Gambar
spp.,
O p h io n e a
persawahan
coklat
mangsanya
a t a l . 1986).
padi
di sekitar
wereng
batang
1. P eranan
paling
sawah adalah M e s o v e l i a
d is c o lo r ,
ls c h u r a
yang ban yak ditemukan
2005).
M ic r a s p is
O r th e tr u m
p h y llis ,
dan Asikin
predator
diatas
dan
p h y llis
a t a l . 1986; Thamrin
a r c u a ta
ditemukan
T e tr a g n a th a
sp. sering ditemukan
ditemukan
(Gabriel
Tetragnatidae)
R h y o th e m is
dan
padi dan
sp sebagai
adalah
P a r a p a le a
vegetatif
penggerek
perairan
batang
spp., sedangkan
Predator
banyak
flu c tu a n s ,
sebagai
lu te a to r
T r ic h o g r a m m a
dominan
yang
62 jenis
berperan
penggerek
dan
(Arachnida:
ja v a n a
di atas permukaan
dan L i m n o g o n u s
stadia
larva
yang
yang
ls c h o jo p p a
dan A g r i o c n e m i s f e m i n a f e m i n a . Predator
s e n e g a le n s is
hidup
T
N e u r o th e m is
predator)
s c h o e n o b ii
predator
Hasil eksplorasi
dan laba-laba
2) dan diantaranya
ditemukan
parasitoid
T e tr a s tic h u s
2012).
serangga
(Lampiran
Banyak
sebagai
p u c ta ta
(Thamrin
187 spesies
dan 50 jenis
3).
t e lu r , Sedangkan
parasitoid HGFEDCBA
s a b in a
tersebut
124 famili
(Lampiran
X a n th o p im p la
T e le n o m u s
lingkungan
rawa menemukan
intensitas
imago
berdekatan
dengan
Kelompok
atau ngengat,
tikus berperan
Intensitas
padi
telur
sebagai
kerusakan
dengan
padi
areal purun
areal yang tidak ada purun
kerusakan
padi
pada
areal
yang
BIODIVERSITI RAWA
berdekatan dengan purun tikus disebabkan penggerek batang padi putih lebih
tertarik meletakkan telurnya pada tumbuhan tersebut dibandingkan dengan
tanaman padi, sehingga kerusakan padi sangat rendah. Data pengamatan
jumlah kelompok telur yang terperangkap pada tumbuhan purun tikus berkisar
6.775-7.793/ha dan pada padi 12-188/ha (Tabel 46,47,48 dan 49).
Hasil penelitian menunjukan bahwa populasi parasitoid ZYXWVUTSRQPONM
T row ani
tertinggi pada areal gulma purun tikus (Tabel 50). Sedangkan predator
pemakan serangga yang dominan pada areal gulma purun tikus adalah
A n a tr ic h u s p y g m a e u s ,
O p h io n e a
M e tio c h e
lo n g ip e n n is ,
i s h i i i s h i i , P a e d e r u s JIHGFEDCBA
fu s c ip e s , C o n o s e p h a l u s
v itta tic o llis ,
A g r io c n e m is fe m in a
fe m in a ,
O xyopes
dan L y c o s a p s e u d o a n n u l a t a
(Thamrin e t
a l . 2013). Diantara predator tersebut, laba-Iaba dan capung sangat penting di
pertanaman padi, karena kemampuan memangsanya cukup tinggi (Thamrin
2011).
ja v a n u s ,
T e tr a g n a th a
Tabel45.
m a n d ib u la ta
Jumlah kelompok telur penggerek batang padi putih perhektar di lahan
rawa pasang surut Kalsel (1995-2000)
Jenis.Gulma
dan Padi
Musim
3570 - 5646
33 - 147
47 - 100
33 - 80
13 - 67
93 -237
Purun tikus
Perupuk
Kelakai
Bundung
Purum Kudung
Padi
Sum ber:
T h a m r in
Tabel 46.
Kemarau
Musim
Hujan
3780-6179
87 - 167
73 - 127
40 - 120
37 -70
100-296
e t a l. (2 0 0 2 )
Jumlah
kelompok
telur penggerek
batang padi putih/ha
di lahan rawa
pasang surut Kab. Barito Kuala, Kalsel
Tahun
Jenis Tumbuhan
Purun tikus
Perupuk
Bundung
Padi
Sum ber:
A s ik in
S IO D IV E R S IT I
d a n T h a m r in
HGFEDCBA
RAW A
2005
2006
2007
2008
2009
6.775
110
6.897
104
7.554
115
7.638
128
7.793
134
95
101
lOW
107
113
77
89
125
127
188
(2 0 /2 )
201
Tabel47.
Intensitas
kerusakan
lahan rawa pasang
padi yang disebabkan
surut Kab. Sarita
Kuala,
penggerek
batang
padi putih di
Kalsel
Intensitas kerusakan (%)/ha
Areal pengamatan
Sundep
Beluk
MK.1998
MH.98/99
MK.1998
MH.98/99
1,5-2,5
1,5-2,0
1,9-2,5
1,5-1,8
Arel pertanaman padi
(disekitar areal purun tikus)
Areal pertanaman padi
25-35
25-50
33-41
(tanpa purun tikus) ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sum ber:
Tabel48.
A s ik in
d a n T h a m r in
25-55
(2 0 1 2 )
Jumlah HGFEDCBA
k e lo m p o k telur dan
batang padi putih di lahan
intensitas
kerusakan
rawa pasang surut
padi akibat penggerek
Kab. Batola pada MT.JIHG
2 0 0 1 /2 0 0 2
Tata Letak Tanaman
Perangkap (Purun Tikus)
Jumlah Kelompok Telur/ha
Tan.perangkap
Padi
Intensitas Kerusakan (%)/ha
Sundep
Beluk
tepi sawah
4.587
55
1,5-2,0
2,5-3,0
Di tengah sawah
1.598
93
3,0-7,5
3,5-10,0
775
10,5-15,5
14,5-20,0
Di
Tanpa tan.perangkap
Sum ber
Tabel49.
: A s ik in
d a n T h a m r in
(2 0 1 2 )
Jumlah kelornpok
telur dan
batang padi putih di lahan
2 0 0 2 /2 0 0 3
Tata Letak Tanaman
Perangkap (Purun Tikus)
Oi Tepi sawah
Di Tengah sawah
Jumlah Kelompok Telur/ha
202
: A s ik in
d a n T h a m r in
padi akibat penggerek
Kab. Batola pada MT.
Intensitas Kcrusakan (%)/ha
_
Tan.perangkap
Padi
Sundep
Beluk
5.899
43
1,0-2,0
1,5-3,0
1.112
81
1,5-7,5
2,5-9,5
785
12,5-17,5
15,5-25,0
Tanpa tan.perangkap
Sum ber
intensitas
kerusakan
rawa Pasang surut
(2 0 1 2 )
B IO D /V E R S IT I
RAW A
Tabel 50.
Populasi parasitoid pada areal tumbuhan purun tikus di lahan rawa pasang
surut, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel
Spesies
No
Famili
Populasi
1.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Ichneumonidae HGFEDCBA+ +
Is c h n o jo p p a
lu te a to r
2.
X a n th o p im p la
3.
G oryphus
p u n c ta ta
sp.
Ichneumonidae
++
Ichneumonidae
+
4.
T r a th a la
Ichneumonidae
+
5.
C rem nops
sp.
Ichneumonidae
+
6.
T e le n o m u s
row ani
Scelionidae
+++
7.
T e tr a s tic h u s
Scelionidae
++
Trichogrammatidae
++
Eulophidae
+
Braconidae
+
sp.
s c h o e n o b ii
8.
T r ic h o g r a m m a
9.
E la s m u s
10.
A p a n te le s
K e te r a n g a n :
+++
S u m b e r : T h a m r in
sp.
sp.
=
sp.
tin g g i,
++
=
sedang,
+
=
rendah
e t a l. (1 9 9 9 )
S u m b e r: IR R I
Gambar 66.
X a n th o p im p la
sp . (A ),
s p . (D ), M e s o v e lia
T e tr a g n a th a
B /O D /V E R S IT I
RAW A
T e le n o m u s
sp. (E),
m a n d ib u la ta
row ani
P aederus
(B ), O r th e tr u m
fu c ip e s
(H ), O p h io n e a
sp.
(F ), C y r to r h in u s
n ig r o ta s e ia ta
(I)
(C ), A g r io c n e m is
liv id ip e n n is
(G ),
JIHGFEDCBA
203
Sum ber:
T h a m r in
LKJIHGFEDCBA
Gambar 67.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
E l e o c h a r i s d u l c i s (A), S t e n o c h l a e n a
p a lu s tr is
2. P engaruh
ik lim
te r h a d a p
perkem bangan
(B ), P h r a g m ite s
karka
(C )
seran gga
Menurut Schops e t a l . (1996), faktor abiotik yang mempengaruhi
reproduksi serangga antara lain suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan dan
angin. Pada umumnya suhu dan gelombang cahaya dapat mempengaruhi
aktivitas dan penyebaran geografis serangga. Kelembaban mempengaruhi
penguapan cairan tubuh dan preferensi serangga terhadap tempat hidup dan
tempat persembunyiannya,
hujan yang lebat dapat menyebabkan serangga
tanah terendam akibat adanya aliran air, dan angin dapat mempengaruhi
pemencaran serangga-serangga kecil. Unsur-unsur penting dari hujan yang
berhubungan dengan perkembangbiakan
serangga adalah jumlah volume
curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan. Sedangkan Messenger
(1959) mengemukakan bahwa angin dapat berpengaruh secara langsung
terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga danjuga berperan
besar dalam penyebaran serangga dari ratusan meter sampai ribuan kilometer.
Panjang
siang hari (photoperiod)
memiliki
pengaruh
terhadap
perkembangbiakan dan ekologi serangga yang hidup pada musim yang berbedabeda. Pengaruh suhu udara terhadap serangga antara lain mengendalikan
perkembangan,
kelangsungan hidup dan penyebarannya.
Pengaruh suhu
lingkungan terhadap serangga dapat dikelompokkan menjadi lima zona,
yaitu (1) zona suhu maksimum: daerah suhu dimana serangga tak lagi dapat
bertahan maupun menyesuaikan diri sehingga mati karena terlampau panas,
(2) zona suhu tinggi inaktif (estivasi): daerah suhu dimana serangga masih
dapat bertahan hidup tetapi tidak aktif atau bergerak dan tidak mati karena
proses fisiologis organ-organ tubuh masih bekerja, (3) zona suhu optimum atau
efektif, daerah suhu dimana serangga hidup secara normal dan segal a aktivitas
berlangsung secara lancar dan optimal sehingga perkembangan serangga
204JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
terjadi maksimal, (4) zona suhu rendah inaktif (hibemasi), daerah dimana
serangga masih dapat hidup tetapi tidak aktif atau bergerak karena proses
fisiologis organ-organ tubuhnya masih bekerja, dan (5) zona suhu minimum,
daerah dimana serangga tak dapat bertahan hidup atau menyesuaikan diri lagi
terhadap lingkungan sehingga mati kedinginan (Massenger, 1976).
Serangga sangat tertarik dengan cahaya dan menyesuaikan diri terhadap
kondisi cahaya dalam bentuk perilaku, fisiologis, anatomis, dan morfologis.
( L o c u s t a m i g r a t o r i a m a n i l e n s i s ) melakukan
Misalnya, belalang kembara ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
migrasi mengikuti arah cahaya matahari dan berkumpul padi malam hari
untuk makan, kawin dan meletakkan telur.
Kemampuan
serangga berbeda-beda
untuk bertahan hidup pada
kelembaban. Misalnya, trips ( T r i p s t a b a c i ) dapat bertahan hidup pad a
kelembaban HGFEDCBA
< 50%, kumbang bubuk kacang hijau betina bertelur relatif lebih
banyak pada kelembaban 25% dibangdingkan kelembaban 10%.
Aktvitas terbang serangga dibantu oleh kecepatan dan arah angin.
Aktivitas terbang terhenti apabila kecepatan angin > 15 km/jam. Umumnya
serangga terbang melawan arah angin pada kecepatan rendah, sebaliknya
mengikuti arah angin pada kecepatan tinggi. Ordo Hymenoptera, Diptera,
Coleoptera dan Orthoptera hanya terbang pada cuaca cerah tanpa angin
(Messenger 1970).
C.LKJIHGFEDCBA
K O NSERVASI SERANG G A
M USUH
ALAM I
Serangga adalah bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.
Serangga dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu (l) serangga merugikan
(misalnya hama tanaman) yang harus dikendalikan,
dan (2) serangga
menguntungkan (misalnya predator/parasitoid, polinator) yang dikonservasi.
Konservasi serangga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan populasinya
agar tidak terjadi eksplosif atau ledakan populasi hama. Dalam pengendalian
hama serangga terdapat konsep pengendalian hama terpadu (PHT) yang lebih
menekankan pada konservasi.
3 . P e m a n fa a ta n
M u su h
A la m i
Setiap jenis hama serangga dapat memiliki banyak musuh alami.
Misalnya, wereng coklat mempunyai 19-22 famili musuh alami yang berperan
sebagai predator. Predator-predator
tersebut bersifat polyfag sehingga
ketersediaannya di alam tetap terjaga walaupun pada saat populasi wereng
coklat rendah. Diantaranya P a r a d o s a p s e u d o a n u l a t a merupakan predator
yang paling efektif dalam menekan populasi wereng coklat.JIHGFEDCBA
B IO D /V E R S IT I
RAW A
205
Di lahan rawa pasang surut ditemukan kurang lebih 62 jenis musuh
alami yang terdiri dari ordo Arachnida, Orthoptera, Coloptera, Odonata,
Hemiptera dan Dermaptera, namun yang dominan adalah Arachnida (labalaba), Odonata (capung), dan Coleoptera (kepik/kumbang) (GabrielZYXWVUT
e t o l.
1986; Thamrin 2011). Jenis laba-Iaba L . P s e u d o a n u l a t a , O x y o p e s j a v a n u s
dan O x y o p e s l i n e a t i p e s mampu menghasilkan 200-400 keturunan dalam masa
3-5 bulan, sedangkan T e t r a g n a t h a s p dapat bertelur 100-200 butir selama
fe m in a fe m in a , l s c h n u r a
1-3 bulan. Selain laba-Iaba, capung terutama A . JIHGFEDCBA
s e n e g a l e n s i s dah 0. s a b i n a s a b i n a j u g a merupakan predator yang cukup tinggi
populasinya, namun data predator ini belum ban yak diketahui. Selain itu,HGFE
0.
i s h i i is h ii, P fu s c ip e s dan H . r u f o f a s c i a t u s termasuk predator dengan populasi
yang cukup tinggi namun muculnya pada saat tertentu. Predator lainnya adalah
kepik C y r t o r h i n u s sp. dan M i c r o v e l l i a sp. Predator C y r t o r h i n u s sp. ini banyak
dijumpai pad a keadaan populasi mangsa tinggi, khususnya malam hari,
sedangkan M i c r o v e l l i a sp. banyak dijumpai bergerombol di permukaan air.
Jenis mangsanya selain wereng coklat adalah wereng hijau, wereng punggung
putih dan larva penggerek batang yang baru menetas (Shepard e t a l . 1 9 8 7 ) .
Hasil penelitian di rumah kasa, diketahui bahwa kemampuan L .
p s e u d o a n n o la ta ,
P fu c e fe s
dan 0. i s h i i - i s h i i memangsa larva hama putih
palsu cukup tinggi, sedangkan A . fe m in a fe m in a dan 0. s a b i n a s a b i n a adalah
yang terendah (Gambar 68). Hasil pengamatan pada areal lahan rawa pasang
surut menunjukan bahwa parasitasi dari tiga jenis parasitoid ( T . s c h o e n o b i i ,
T . R o w a n i , dan T r i c h o g r a m m a
s p ) antara 15-58% (Gambar 69). Penyebab
tingginya parasitasi tersebut belum diketahui secara pasti, namun menurut
Soeharjan (1976) d a l a m Laba (1998) bahwa kemampuan memarasit T
s c h o e n o b ii,
T . r o w a n i dan T . j a p o n i c u m
bervariasi, tergantung pada tempat
dan lingkungannya. T . s c h o e n o b i i mempunyai peranan paling besar dalam
menurunkan populasi penggerek batang padi, sedangkan T . r o w a n i dan T
ja p o n ic u m
peranannya bergantian.
Salah satu usaha konservasi serangga adalah pembiakan musuh
alami. Misalnya,
pembiakan
parasitoid
T r ic h o g r a m m a to id e a
b a c tr a e b a c t r a e . Pembiakan massal parasitoid tersebut diawali dengan perbanyakan
massal inang pengganti dari parasiotid. Hasil penelitian menunjukan bahwa
T r ic h o g r a m m a to id e a
spp. dapat dibiakan pada beberapa inang pengganti
seperti E t i e l l a k u e h n i e l l a Zell dan S i t o t r o g a c e r e a l e l l a Olive serta media
telur C o r c y r a c e p h a l o n i c a (Brower 1983; Klomp dan Teerink 1978 D a l a m
Marwoto a t a l . 1997). Investasi 1.000.000 ekor parasitoid/ha pada tanaman
kedelai hanya dapat menimbulkan kerusakan polong kedelai rata-rata 59,40%,
sedangkan tanpa investasi parasitoid rata-rata kerusakan 70,60% (Supriyatin
dan Marwoto 1997 D a l a m Marwoto a t a l . 1 9 9 7 ) .
206
B IO D IV E R S IT I R A W A
90
80
,.....::,
~~
70
HGFEDCBA
• Lpseudoannolata
60
• Lmandibulata
c
50
• P.fucefes
S
40
.O.ishii-ishii
30
• A.femina femina
20
• O.sabina sabina
~
b/l
OIl
( l)
a
C
OIl
::l
0 :,
a
ro
a
• Micraspis
10
sp
ZYXWVUTSRQPON
( l)
-'G
0
3 hsl
S u m b e r : T h a m r in
Gambar 68.
4 hsi
5 hsl
61"i
waktu pengamatan
(hari setelah infestasi)
predator memangsa
hama putih palsu
(2 0 1 1 )
Kemampuan
60
.T. rowani
50
~40
e
.;;;
.~30
"
~20
10
o
2001
S u m b e r : T h a m r in
Gambar 69.
4 . K u ltu r
2002
2003
2004
2005
tahun
pengarnatan
terhadap
kelompok
2006
2007
2008
(2 0 1 1 )
Parasitisasi
parasitoid
Kabupaten
Barito Kuala, KalselLKJIHGFEDCBA
telur pengg~J.ek batang padi putih di
T e k n is
Ekosistern pertanian dengan pol a tanarn rnonokultur dan terusmeneruspada suatu areal rentan terhadap serangan harna. Hal ini disebabkan
ketersediaan rnakanan yang rnelirnpah dalarn waktu yang lebih panjang,
sehingga rnernungkinkan serangga dapat rnenyelesaikan siklus hidupnya
B IO D IV E R S IT I
JIHGFEDCBA
RAW A
207
sampai tiga generasi, terutama jenis-jenis serangga yang mempunyai siklus
hidup pendek seperti apid dan wereng.
Pergiliran tanaman, yaitu meniadakan satu jenis tan am an dalam
waktu tertentu merupakan upaya memutus siklus hidup hama serangga.
Dengan melakukan perubahan jenis tanaman dalam satu sistem rotasi akan
mengisolasi hama serangga tersebut dari sumber makanannya. Pola pergiliran
tanaman yang dapat dilakukan seperti setelah panen padi dilanjutkan dengan
menanam kedelai, jagung atau sayuran. Cara seperti ini dapat mengendalikan
wereng coklat dan nematode padiZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
( H e t e r o d e r a o r y z a e ) . Selain dapat menekan
perkembangan populasi hama tanaman, cara ini juga dapat mempercepat
perkembangbiakan serangga musuh alami seperti parasitoid dan predator.
Pergiliran tanaman padi dengan palawija (kedelai, kacang tanah atau
jagung) serta sayuran sudah banyak dilakukan di lahan rawa. Sedangkan di
lahan pasang surut yang selalu digenangi air, petani hanya dapat menanam
padi saja sehingga tidak dapat melakukan pergiliran tanaman seperti di tipologi
lain. Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah pergiliran varietas, karena
beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa perkembangan hama diantaranya
wereng coklat sangat cepat di daerah yang menanam padi secara terus-menerus
dengan varietas yang sarna, sedangkan di daerah yang melakukan pergiliran
varietas, perkembangannya lebih lambat (Sembel, 2011)
Sistem budidaya padi di lahan pasang surut yang dikenal dengan sistem
tan am pindah dapat mengurangi perkembangan hama serangga. Persiapan
tanam dilakukan dengan cara menebas gulma atau sisa panen (turiang),
kemudian dikumpulkan dan dikomposkan ( m e m u n t a l ) , disebarkan ( m e a m p a r )
ke seluruh areal pertanaman. Cara seperti ini dapat menggagalkan larva
menjadi imago penggerek batang padi. Beberapa teknis lainnya adalah (I)
persemaian bertahap yang dilakukan pada padi lokal dapat mengakibatkan
kematian larva penggerek batang instar satu dan dua, (2) pemotongan daun
pada saat tanam pindah, dan (3) penggunaan pupuk nitrogen yang rendah
mengurangi kecepatan perkembangan ham a serangga (Thamrin dan Asikin
2005).
5. P enggunaan
I n s e k tis id a
S in te tik
y a n g B i j a k s a n a lkjihgfedcbaZYXWVUTSRQ
Penggunaan insektisida sintetik dapat dilakukan dengan pemilihan atau
pemakaiannya yang tepat dan benar. Pemakaian insektisida dibenarkan jika
komponen PHT lainnya belum tersedia atau tidak mampu menurunkan populasi
hama. Insektisida hendaknya tidak berdampak negatif terhadap parasitoid,
predator dan serangga penyerbuk. Insektisida butiran yang penggunaannya
ditaburkan di tanah, tidak mempunyai dampak negatifterhadap musuh alami,
karena tidak terjadi kontak langsung, sedangkan insektisida berbentuk cairan
208JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
yang disemprotkan
terhadap
pada
Pestisida
berspektrum
juga membinasakan
sasaran lainnya
seperti
(Oka
berpengaruh
negatif
kapas
(Nurindah
1995).
terhadap
dan Subiyakto,
laba-Iaba
Insektisida
dan lambat
C y r to r h in u s
terhadap
Aplikasi
insektisida
sebelum
serangga
dan peranan
Kedua
parasitoid
H.
alamiJIHGFEDCBA
sp., dan L y c o s a sp.
menyebabkan
quinalfos
lebih toksik
dan diazinon,
dengan
butiran
kubis
kontak
adalah
dan
parasitoid
dan
insektisida
dan
yang
secara
melalui
buluyang
perkembangan
D ia d e g m a
sangat
(Sastrosiswojo
satu
mematikan
insektisida
aktivitas,
s e m ic la u s u m
toksik
dan plufenprof
Penggunaan
mempengaruhi
rendah
Laba et a l . 1 9 9 8 ) .
parasitasi
dengan
lebih
sangat
uap insektisida
etofenprof
padi.
hama kubis P x y l o s t e l l a
yang
1988 D a l a m
mengurangi
dapat
C y r to r h in u s
quinalfos
karbofuran
pengaruh
bensulfan,
D ia d e g m a
tersebut
efek
tetapi
sp. (Sumantri
karena
penurunan
terhadap
sedangkan
mempunyai
telur penggerek
menurunkan
karbaril.
cairan,
parasitoid
parasitoid
mengendalikan
sp., P a e d e r u s
pada
a r m ig e r a
dan fenitrotion
dewasa
tanaman
pada
siflurin
Musuh
MIPe,
karbosulfan,
intensif
meningkat.
bangkai
dan
alami H e l i o t h i s
sp. Hal ini disebabkan
kelompok
endosulfan,
fentoat
formulasi
infestasi
parasitoid
bukan
pemakan
sedangkan
C y r to r h in u s
bulu penutup
hama sasaran
aktifdiazinon,
formulasi
langsung
musuh
sp., C h r y s o p a
dibandingkan
dibandingkan
terhadap
hari
negatif
dan organisme
serangga
populasinya
sp. Karbofuran
dengan
lebih toksik
dapat membunuh
hiperparasit,
prefenofos,
populasi
sp.,
L ycosa
sp. dibandingkan
diazinon
pengaruh
1993).
berbahan
C y r to r h in u s
populasi
mempunyai
penyerbuk,
lnsektisida
dan mengakibatkan
Insektisida
populasi
predator,
lebah, serangga
ialah C a m p h y l o m a
a r m ig e r a
umumnya
luas, di samping
parasitoid,
dan cacing
tanaman
tanaman
alami (Laba ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
e t a l. 1 9 9 8 ).
musuh
x y lo s te lla .
potensial
1992 D a l a m
untuk
Laba e t
a l. 1 9 9 8 ).
Untuk
ketentuan
Secara
mengurangi
tentang
umum
dan
penggunaan
beberapa
mencegah
insektisida
hal yang
perlu
dampak
negatif,
diharapkan
dapat dilaksanakan
mendapat
agar
sebaik-baiknya.
perhatian
dan penanganan
adalah:
1.
Penggunaan
kriteria
insektisida
dan alat aplikasi,
2.
terutama
6 tepat, yaitu tepatjenis,
Peredaran
dan
diijinkan
berarti
serta komoditas
penggunaan
tidak
ditingkat
petani
mutu, waktu,
dan organisme
insektisida
memperhatikan
yang
yang tidak
memenuhi
dosis dan konsentrasi,
cara
sasaran
tidak
keamanan
terdaftar
bagi
dan
manusia
atau
dan
lingkungan
3.
Sangat
terbatasnya
pengedar
insektisida
B IO D IV E R S IT I
insektisida
terutama
HGFEDCBA
RAW A
pengetahuan,
terutama
kemampuan,
penyalur
dan
dan
keterampilan
pengecer
serta
para
pengguna
petani.
209
Pencemaran
lingkungan
pertanian
umumnya
disebabkan
oleh
penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana. Beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa penggunaan pestisida yang melebihi dosis dan fekuensi
tinggi akan mengakibatkan terjadinya resurgensi dan resistensi serangga serta
tercemamya lingkungan. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya hal
tersebut maka dalam melakukan pengendalian harus memperhatikan tingkat
populasi danjenis serangga bukan sasaran terutama musuh alami.
Pencegahan dan penanggulangan munculnya resurjensi hama dapat
1 9 9 8 ):
dilakukan sebagaiberikut
(Sutrisno 1987 ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
D a l a m Laba e t a l . JIHGFEDCBA
1. Konservasi strain rentan. Terjadinya perkawinan antara strain resisten
dengan yang agak resisten atau resisten, memunculkan strain yang
resisten. Sebaliknya perkawinan yang rentan dengan yang agak resisten
atau resisten memunculkan strain yang rentan sehingga memungkinkan
terhambatnya perkembangan populasi resisten. Penggunaan insektisida
dengan sistem kalender tanpa memperhatikan
populasi hama harus
ditinggalkan. Dengan cara terse but strain rentan diharapkan masih
tersedia pada tempat yang tidak diaplikasi insektisida.
2.
Penanaman tidak serempak harus dihindari, agar tidak terjadi peningkatan
populasi strain yang resisten karena tan am yang tidak serempak
memungkinkan peningkatan frekuensi aplikasi insektisida.
3.
Insektisida pengganti yang efektif terhadap serangga resisten hendaknya
tersedia secara dini, jika komponen lain tidak dapat mengendalikan
perkembangan populasi
4.
Menggunakan
insektisida secara selektif dengan dosis yang tepat
sehingga daya bunuhnya rendah terhadap musuh alami dan organisme
bukan sasaran.
6.LKJIHGFEDCBA
P enggunaan
I n s e k tis id a
N a b a ti
Insektisida nabati secara urn urn diartikan sebagai insektisida yang
berasal dari tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme pengganggu.
Menurut Balfas (1994) dan Mudjiono e t a l . (1994) bahwa ekstrak bagian
· tanaman ada yang bersifat toksik terhadap hama, sedangkan Campbell dan
Sullivan (1933) dan Burkill (1935) menyatakan bahwa senyawa bioaktif
seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin dapat
berfungsi sebagai insektisida dan repelen. Penggunaan tumbuhan sebagai
bahan utama insektisida pada umumnya tidak mengakibatkan terjadinya
resistensi dan resurjensi bagi hama serangga danjuga tidak berdampak negatif
terhadap lingkungan ataupun kesehatan manusia.
Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili dapat digunakan
sebagai insektisida nabati (Prakash dan Rao 1977; Grainge dan Ahmed HGF
210
B IO D IV E R S IT I
RAW A
1987). Pada Lampiran 5 disajikan beberapa jenis tumbuhan yang diketahui
efektif digunakan sebagai insektisida nabati. Menurut Kardinan (1998),
bahwa prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia sangat baik dan
memungkinkan mengingat beberapa hal yang sangat mendukung yaitu
faktor keanekaragaman hayati Indonesia, keadaan sosial ekonomi petani,
kemudahan yang diberikan dalam penggunaan pestisida nabati, khususnya
untuk digunakan sendiri, serta perhatian dari semua kalangan, baik peneliti,
pengajar, penyuluh dan pihak lain yang terkait.LKJIHGFEDCBA
D . K E S IM P U L A N
Hasil ekplorasi pada agroekosistem
rawa ditemukan 187 spesies
serangga dan laba-Iaba yang terdiri atas 14 ordo dan 124 famili. Diantara spesies
tersebut terdapat 62 jenis serangga musuh alami, yaitu 12 jenis parasitoid
dan 50 jenis predator. Parasitoid yang dominan adalah ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
Is c h o jo p p a
lu te a to r ,
X a n th o p im p la
p u c ta ta ,
T e le n o m u s
r o w a n i, T e tr a s tic h u s
s c h o e n o b ii
dan
T r i c h o g r a m m a sp. Sedangkan predatornya adalah T e t r a g n a t h a m a n d i b u l a t a ,
T ja v a n a ,
O r th e tr u m
s a b in a
s a b in a ,
N e u r o th e m is
flu c tu a n s ,
R h y o th e m is
fe m in a fe m in a .
dan A g r i o c n e m i s JIHGFEDCBA
Pada agroekosistem rawa terdapat tumbuhan purun tikus, perupuk,
kelakai, bundung dan purun kudung sebagai tempat berlindung bagi serangga
musuh alami (predator dan parasitoid), sekaligus sebagai attraktan bagi hama
penggerek batang padi. Oleh karena itu tumbuhan liar tersebut harus dikelola
keberadaannya agar terjadinya penurunan tingkat keragaman hayati dapat
dihindari.
Konservasi serangga sangat diperlukan agar terhindar dari kepunahan
ataupenurunan keanekaragamanjenisnya.
Konservasi serangga yang dimaksud
adalah menjaga keseimbangan populasinya agar tidak terjadi eksplosif atau
ledakan populasi hama. Oleh karena itu pengendalian hama terpadu tidak
dapat diindahkan karena cara ini lebih menekankan pada konservasi.HGFEDCBA
p h y llis p h y llis ,
B IO D IV E R S IT I
Isc h u ra
RAW A
s e n e g a le n s is
211
DAFTAR
PUSTAK A
Asikin, S. dan M. Thamrin. 2012. Manfaat purun tikus ZYXWVUTSRQPONMLK
( E l e o c h a r i s d u lc is l
pada ekosistem sawah rawa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 31(1): 35-42.
Balfas, R. 1994. Pengaruh ekstrak air dan etanol bij i mimba terhadap mortalitas
dan pertumbuhan ulat pemakan daun handeuleum, D o l e s c h a l i a p o lib e te .
Presiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. p. 203-207.
Borror DJ and De Long D.M. 1998. An Introduction to the Study of Insect.
Sounders College Publishing.
Brower, J.H. 1983. Eggs of stored product Lepidoptera host for T r ic h o g r a m m a
e v e n e s c e n s (Hym: Trichogrammatidae).
Entomophaga. 28(4):355-362.
Burkill, J.H. 1935. A dictionary ofeconomic products of the Malay Peninculla.
Government of the Straits Settlement. Milbank. London S.W 340 hal.
Campbell, F.L., and W W Sullivan. 1933. The relative toxicity of nicotine,
methyl anabasine and lupinine for culicine mosquito larvae. leon.
Entomol. 26(3): 910-918.
Gabriel, B.P., M. Willis and S. Asikin. 1986. Parasites and predators of
insect pests of rice in swamplands of South and Central Kalimantan.
Banjarbaru Research Institute for Food Crops. 21 p.
Grainge, M and S. Ahmed. 1987. Handbook
Properties. New York: J. Wiley. 470 pp.
of Plants with Pest Control
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. (Revised by P.A.
Van der Laan). P.T. Ichtisar Baru - Van Hoeve. Jakarta. 701 p.
Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XVII (1): 1-8.
Laba, I.W. 1998. Prospek parasitoid telur sebagai pengendali alami penggerek
batang padi. Jurnal Penelitian dan Pengembagan Pertanian. XVII
(1):14-22.
Laba, I.W, D. Kilin dan D. Soetopo. 1998. Dampak penggunaan insektisida
dalam pengendalian
hama. Jurnal Penelitian dan Pengembagan
Pertanian. XVII (3):99-107 LKJIHGFEDCBA
212 JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
HGFEDC
RAW A
Marwoto, Supriyatin,
hama penggerek
dan T. Djuarso.
1997. Prospek
pengendalian
polong kedelaiZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(E tie lla
spp.) dengan parasitoid
T r ic h o g r a m m a to id e a
b a c tr a e -b a c tr a e .
Jumal
Peneltian
dan
Pengembangan Pertanian. XVI (3):71-76.
Messenger, P.S. 1959. Bioclimatic
Entomology. 4, 183-206.
studies
with
insects.
Annulal
Rev.
Messenger, P.S. 1970. Bioclamatic inputs to biological control and pest
management programs. I n Concepts of Pest Management (Edited by
R.L. Rabb and F.E. Guthrie). North Carolina State University Press.
Raleigh.
Messenger, P.S. 1976. Experimental approach to insect-climate relationship.
I n : Proceedings
of the Symposium on Climate & Rice. p. 347-366.
IRRI. Los Banos, Philippines.
Mudjiono, A., Suyanto dan W. Prihayana. 1994. Kemampuan insektisida
nabati, mikroba dan kimia sintetis terhadap u1at P l u t e l a x y l o s t e l l a .
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. p. 86-90.
Nurindah dan Subiyakto. 1993. Pengaruh penyemprotan insektisida terhadap
populasi musuh alami serangga hama kapas. D a l a m G. Kartono,
Subiyakto, Fitriningdyah, J. Hartono, dan B. Heliyanto (Eds). Buletin
Tembakau dan Serat. 2: 12-16.
Oka,L N. 1995. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. 255 hIm.
Prakash,A and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton:
Lewis Publishers.
Schops, K., P. Syrett
and R.M. Emberson. 1996. Summer diapause in
C h r y s o l i n a h y p e r i c i and C. Q u a d r i g e m i n a (Coleoptera: Chrysomelidae)
in relation to biological control of St John wort, H y p e r i c u m p e r f o r a t u m
(Clusiacae). Bulletin of Entomological Research. 86 (5) 526-8
Sembel, D.T. 2011. Dasar-dasar
Yogyakarta. 306p.
perlindungan
tanaman.
Penerbit
Andi
Shepard,B.M., A.T. Barion and J.A. Litsinger. 1987. Helpful Insects, Spider
and Pathogens. IRRI. 127p.HGFEDCBA
213
Speight M.R; Hunter M.D dan Watt A.D. 1999. Ecology oflnsects,
and Applications. Blackwell Science, Ltd. p. 169-179.
Consepts
Thamrin, M., M. Willis dan S. Asikin. 1999. Parasitoid dan Predator Penggerek
Batang Padi di Lahan Rawa Pasang Surut Kalimantan Selatan. p. 17518l.ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
D a la m
Prasadja, I., M. Arifin, I.W. Trisawa, I.W. Laba,HGFEDCB
E .A .
Wikardi, D. Soetopo dan E.Karmawati (Ed) Peranan Entomologi
dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis.
Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.
Thamrin, M., N. Djahab and S. Asikin. 200l. Kemampuan hidup penggerek
batang padi putih pada purun tikus ( E l e o c h a r i s d u l c i s ) . D a l a m Prayudi,
B., M. Sabran., I. Noor., I. Ar-Riza., S. Partohardjono dan Hermanto
(Ed). 215-218. Pengelokalshoven
Tanaman Pangan Lahan rawa.
Puslitbang Tanaman Pangan.
Thamrin, M., S. Asikin dan B. Prayudi. 2002. Purun tikus jinakan sundep.
Trubus 349 - September 2002. XXXIII.
Thamrin, M., dan S. Asikin. 2005. Strategi pengendalian hama penggerek
batang padi tanpa insektisida sintetik di lahan pasang surut. D a l a m ArRiza, L, U. Kumia, I. Noor dan A. Jumberi (Ed). Inovasi Teknologi
Pengelokalshoven
Sumberdaya
Lahan Rawa dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan. p:251-260.
Thamrin, M. 2011. Keberadaan musuh alami pada areal padi dan gulma teki di
lahan pasang surut. Prosiding Seminar Nasional PEl Cabang Bandung.
p. 131-138
Thamrin, M. 2012. Model prediksi dan sebaran hama penyakit utama padi di
lahan rawa Kalimantan Selatan dan Tengah. Laporan Hasil Penelitian,
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. 140 hal.
Thamrin, M., S. Asikin dan M. Willis. 2013. Tumbuhan kirinyu C h r o m o l a e n a
o d o r a t a (L.) (asteraceae: asterales) sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan ulat grayak S p o d o p t e r a l i t u r a . Jumal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 32(3): 1-10.
Thamrin, M., S. Asikin, M.A. Susanti and M. Willis. 2013. Utilization of
"purun tikus" ( E l e o c h a r i s d u l c i s ) to control the white stem borer in
tidal swampland. I n E. Husen, D. Nursyamsi, M. Noor, A. Fahmi,
Irawan and I.G.P. Wigena (Eds). Proceeding International Workshop on
Sustainable Management of Lowland for Rice Production. p.265-274.
2 1 4 JIHGFEDCBA
B /O D IV E R S IT I
RAW A
Varley, G.C., G.R. Grad Well and M.P. Hassell. 1973. Insect Population
Ecology (an analytical approach). University of California Press,
Berkeley and Los Angeles.
Willis, M., B.P. Gabriel, S. Asikin, M. Thamrin, Mukhlis dan A. Budiman.
1986. Reference insect and spider collection for swampy agroecosystem
of Indonesia. Banjarbaru Research Institute for Food Crops. 48p.
'- HGF
.. JIHGFEDCBA
B IO D IV E R S IT I
RAW A
215