10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika 1. Belajar Manusia merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Siswono (2008: 2)

  menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan dia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya.

  Menurut M oller, Huet, & Harvey (2009: 6), “Learning is fundamentally

  abaout change-change in attitudes, behavior, belief, capabilities, mental models, skill, or a combination of these . Pernyataan tersebut bermakna

  belajar pada dasarnya merupakan perubahan dalam sikap, prilaku, keyakinan, kemampuan, model mental, keterampilan, atau kombinasi semua. Belajar merupakan usaha yang di lakukan tiap individu untuk mencari tahu hal yang belum diketahuinya sehingga memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman sampai akhir hayatnya.

  Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

  Ambrose et al (2010: 3) bahwa: “Learning is a process that leads to

  

change, wich occurs as a result of experience and increases the potensial for

improved performance and future learning . Pernyataan tersebut bermakna

  belajar adalah proses untuk mendorong perubahan, yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan peningkatan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran masa depan.

  Selanjutnya menurut Darsono (2000: 32) menyatakan bahwa suatu kegiatan yang melibatkan individu secara keseluruhan, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Watkins, Carnell, & Lodge (2007: 72) menyatakan bahwa:

  

Learning is a constructive process that occurs best when the learner is

actively engaged in creating her or his own knowledge and understanding

by connecting what is being learned with prior knowledge and experience .

  Pernyataan tersebut bermakna bahwa belajar merupakan proses konstruktif yang terjadi ketika siswa secara aktif terlibat dalam menciptakan sedang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.

  Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya yang di maksud belajar dalam penelitian ini adalah proses perubahan tingkah laku, sikap, kemampuan yang terjadi ketika siswa terlibat dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan menghubungkan pengalaman sebelumnya dengan serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Pembelajaran

  Pembelajaran ditinjau dari paham konstruktivisme menurut Sugihartono (2007: 114) merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip siswa berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi. Menurut Wena (2009: 52) tujuan akhir dari pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan Polya (1960: 4) yang mengatakan bahwa poin utama dalam pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan taktik dalam pemecahan masalah.

  Menurut Sagala (2009: 61) menyatakan bahwa pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Menurut Hammond & Brabsford (2015: 103) :

  “A major role of instruction is to build studentss .

  Pernyataan tersebut bermakna peran utama dari pembelajaran adalah untuk membangun gudang pengalaman siswa sehingga mereka dapat membangun kapasitas kognitif mereka. Gudang pengalaman disini maksudnya adalah pengalaman sebelumnya dari siswa sehingga siswa mendapatkan tugas maka dari pengalaman sebelumnya siswa dpat mengerjakannya.

  Hamalik (2006: 239) pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya suatu tujuan. Selanjutnya Nitko & Brookhart (2011: 18) menyebutkan bahwa aktifitas pembelajaran melibatkan tiga hal penting, yaitu: 1) Deciding what students are to learn. 2)

  Carrying out the actual instruction. 3) Evaluating the learning .

  Aktifitas pertama meliputi bagaimana cara guru memikirkan agar siswa paham dengan apa yang telah diajarkan. Aktifitas kedua, guru menyediakan kondisi dan aktifitas bagi siswa untuk belajar. Aktifitas ketiga yaitu mengevaluasi apakah pembelajaran yang berangsung menggunakan penilaian sumatif.

  Berbagai pengertian pembelajaran yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dalam penelitian ini pembelajaran merupakan pembentukan lingkungan belajar yang memfasilitasi siswa untuk membangun konsep dan prinsip berdasar kemampuannya sendiri dengan tujuan akhirnya yaitu kemampuan memecahkan masalah melalui proses komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan siswa.

   Matematika

  Alberta (2007: 11) mendefinisikan matematika sebagai suatu ilmu tentang pengenalan dan deskripsi pola bilangan dan non-bilangan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa:

  Mathematics is one way to describe interconnectedness in a holistic worldview. Mathematics is used to describe and explain relationships among numbers, sets, shapes, objects and concepts. The search for possible relationships involves collecting and analyzing data and describing relationships visually, symbolically, orally or in written form.

  Maksud dari pernyataan di atas adalah matematika merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan hubungan-hubungan dalam dunia ini. Matematika digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara bilangan, himpunan, bentuk, objek, dan konsep. Termasuk juga penelusuran hubungan mengenai pengumpulan, analisis data dan mendeskripsikannya secara visual, simbolik, lisan ataupun dengan tulisan.

  Soedjadi (2007: 9) mendefiniskan matematika sebagai ilmu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.

  Memiliki objek kajian yang abstrak yang hanya ada dalam pikiran b.

  Bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma formal) c. Berpola pikir deduktif d.

  Konsisten dalam sistemnya e. Memiliki/menggunakan simbol yang “kosong” dari arti f. Memperhatikan semesta pembicaraan

  Selanjutnya Van de Walle, Karp, & Bay-William (2013: 13) mengemukakan bahwa:

  ―Mathematics is the science of concepts and processes that have a pattern of regularity and logical order . Matematika

  merupakan ilmu dari konsep dan proses yang memiliki pola umum dan susunan logika. Matematika tidak hanya sekedar penerapan keterampilan numerasi dasar semata, melainkan matematika juga merupakan kendaraan utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif bagi manusia (Muijs & Reynolds, 2008: 333).

  Berdasarkan beberapa definisi matematika yang telah diuraikan sebelumnya maka disimpulkan bahwa matematika merupakan sebuah ilmu yang tidak hanya mempelajari pola bilangan saja, melainkan sebuah ilmu yang mempelajari tentang pola-pola dan hubungan-hubungan dalam dunia ini dari yang bersifat konkret hingga abstrak yang dapat dideskripsikan secara simbolik, visual, lisan, ataupun tulisan yang dapat meningkatkan keterampilan kognitif dan berpikir logis seorang individu.

4. Pembelajaran Matematika

  Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Russeffendi, 1991: 261). Dalam pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yaitu guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Jadi pembelajaran tidak berpusat pada guru, siswa harus aktif sebagai pelaku utama (Wina 2006: 23).

  Menurut Russeffendi (1991: 261) matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika yang dalam bahasa latin mathematica berasal dari bahasa Yunani

  mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan

  erat dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathemain yang berarti belajar (Suherman, 2003 : 55).

  Lebih lanjut Menurut Suherman (2003: 57) belajar matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Menurut BSNP (2006: 146), mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah meliputi aspek-aspek: Logika, Aljabar, Geometri, Trigonometri, Kalkulus, Statistika dan Peluang.

  Berdasarkan definisi-definisi dan uraian-uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam penelitian ini pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan siswa dalam rangka pembentukan pola pikir, pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan dan lainnya tentang matematika yang dibimbing oleh guru dalam suasana edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

  MTs Assalafiyyah Mlangi adalah sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP dalam proses pembelajarannya. Dalam Kurikulum KTSP pada mata pelajaran matematika, terdapat beberapa Standar Kompetensi (SK) maupun Kompetensi Dasar (KD) yang harus tercapai (2006: 350).

  Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bangun Ruang Sisi Datar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, 5. Memahami sifat-sifat kubus, prisma dan limas serta bagian-bagiannya balok, prisma, limas, dan

  5.2 bagian-bagiannya, serta Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas menentukan ukurannya

  5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan Limas

B. Pendekatan Kontekstual

  Definisi teori pembelajaran kontekstual menurut CORD (1999: 1) adalah sebagai berikut:

  Contextual learning occurs only when students (learners) process new information or knowledge in such a way that it makes sense to them in their own frames of reference (their own inner worlds of memory, experience, and response). This approach to learning and teaching assumes that the mind naturally seeks meaning in context —that is, in relation to the person’s current environment —and that it does so by searching for relationships that make sense and appear useful.

  Maksud dari uraian di atas adalah pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa mampu memproses informasi atau pengetahuan baru yang didapatkannya kemudian mengaitkan dan menemukan hubungan yang membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.

  Selanjutnya juga menambahkan bahwa, pembelajaran kontekstual merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu guru dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari suatu konsep tertentu dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan lingkungan dan kehidupan sehari-hari siswa sehingga mereka dapat menghubungkan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya dalam keseharian mereka.

  Johnson (2012: 65-66) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran kontekstual, sistem pembelajaran haruslah sesuai dengan delapan komponen yaitu

  

Making a meaningful conection, doing significant work, self-regulated learning,

collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching

high standards, using authentic assessments.

  Membuat k oneksi yang bermakna, melakukan pekerjaan yang signifikan,

  

pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara

individu, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian otentik. Menurut

  Sanjaya (2006: 254) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual diantaranya:

1. Mengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik (activing

  knowledge ) 2.

  Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge) 3. Memahami pengetahuan (understanding knowledge) 4. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) 5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut yaitu konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) (Rusman, 2012: 193-199). Ketujuh prinsip utama dalam pendekatan kontekstual di atas, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara (Supinah, 2008: 28-29): a.

  Menyampaikan tujuan, pokok-pokok materi pelajaran , dan melakukan apersepsi.

  b.

  Menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

  c.

  Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan yang merata.

  d.

  Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan permasalahan dan materi yang sedang dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka.

  e.

  Mengadakan refleksi terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

  f.

  Memberikan penguatan, tes, ataupun kesimpulan.

  Beradasarkan uraian sebelumnya, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu pembelajaran kemudian membimbing siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep materi yang dipelajari dengan menggunakan tujuh prinsip utama yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

C. Kemampuan Pemecahan Masalah 1.

  Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, menurut suherman, dkk bahwa suatu masalah biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikan tanpa menggunakan cara, dan prosedur yang rutin.

  Untuk menyelesaikan masalah seseorang harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakan dalam situasi baru.

  Karena itu masalah yang disajikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kemampuan dan kesiapannya serta proses penyelesaiannya tidak dapat dengan prosedur rutin. Cara melaksanakan kegiatan mengajar dalam penyelesaian masalah ini, siswa diberi pertanyaaan-pertanyaan dari yang mudah ke yang adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

  Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditekankan pada berfikir tentang cara menyelesaikan masalah dan memproses informasi matematika. Menurut Kennedy (Abdurrahman, 2012: 205) menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah yaitu: “memahami masalah, merancang pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah dan memeriksa kembali”.

  Menurut Polya dalam Herman Hudojo (2003: 87), menyelesaikan masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas tingkat tinggi. Krulik & Rudnik (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situati yang tidak dikenalnya.

  Jadi dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu daya atau kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya dalam rangka menemukan solusi dari suatu masalah.

2. Komponen-Komponen Kemampuan Pemecahan Masalah

  Menurut Glass & Holyoak (Jacob, 2010: 06) mengungkapkan empat a.

  Tujuan atau deskripsi yang merupakan suatu solusi terhadap masalah b. Deskripsi objek-objek yang relevan untuk mencapai suatu solusi sebagai sumber yang dapat digunakan dan setiap perpaduan atau pertantangan yang dapat tercakup c. Himpunan operasi atau tindakan yang diambil untuk membantu mencapai solusi.

  d.

  Himpunan pembatas yang tidak harus dilanggar dalam pemecahan masalah.

  Dengan demikian, komponen-komponen tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu penyelesaian masalah itu mencakup adanya informasi keterangan yang jelas untuk menyelesaikan masalah matematika, tujuan yang ingin dicapai, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, agar penyelesaian masalah berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah

  Menurut Siswono (2008: 35) faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu: a.

  Pengalaman Awal Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

  b.

  Latar Belakang Matematika Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang dalam memecahkan masalah.

  c.

  Keinginan dan Motivasi Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah. d.

  Struktur Masalah Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

  Siswono (2008: 36) juga menyebutkan bahwa dalam memecahkan masalah perlu keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki, yaitu: (1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran); (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum (seting terjadi); (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa (unfamiliar).

4. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

  Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut: Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan b.

  Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika d.

  Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal e. Menggunakan matematika secara bermakna.

  Menurut Sumarmo (2000: 8)menyatakan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagi berikut: 1)

  Mengidentifikasikan kecukupan data untuk pemecahan masalah 2)

  Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya 3)

  Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika 4)

  Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasill atau jawaban

5) Menerapkan matematika secara bermakna.

  Menurut Efendi, dkk (2007: 20) indikator yang menunjukan pemecahan masalah matematika adalah: a) Menunjukan pemahaman masalah.

  b) Merancang strategi pemecahan masalah.

  Melaksanakan stategi pemecahan masalah.

  d) Memeriksa kebenaran jawaban.

  Menurut BSNP (2006: 140) ada empat indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu (1)

  Memahami masalah; (2)

  Merancang model matematika; (3)

  Menyelesaikan masalah, dan (4) Menafsirkan solusinya.

  Indikator yang digunakan adalah menurut BSNP, pada proses pemecahan masalah pada penelitian ini meliputi 4 tahap yaitu (1) memahami masalah, (2) merancang model matematika, dan (3) menyelesaikan masalah, (4) menafsirka solusinya .

5. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

  Menurut Polya (1973: 6-14), terdapat empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu: a.

  Memahami Masalah (Understand the Problem) Pada langkah ini, siswa diharapkan dapat memahami permasalahan yang dihadapi. Kegiatan yang dilakukan siswa pada langkah ini, meliputi menuliskan bagian penting, hal yang tidak diketahui, data yang diketahui, dan syarat pada masalah. Selain itu, siswa juga menuliskannya dalam notasi matematika. Jika terdapat gambar terkait dengan masalah, siswa diharapkan dapat menggambarkannya.

  Merencanakan Penyelesaian Masalah (Devising a Plan) Tahap ini dilaksanakan setelah siswa memahami masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, siswa menyusun strategi atau rencana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dalam merencanakan masalah, dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang telah didapat siswa.

  c.

  Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana (Carrying Out the Plan) Pada tahap ini, siswa harus menyusun rincian yang sesuai dengan garis besar rencana yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Siswa harus menguji rincian tersebut satu persatu hingga tidak terdapat kesalahan. d.

  Memeriksa Kembali (Looking Back) Pada tahap ini, siswa memeriksa kembali keseluruhan penyelesaian untuk menghindari kesalahan pada fase penting dalam langkah penyelesaian. Siswa mempertimbangkan kembali dan menguji kembali hasil penyelesaian dan langkah-langkahnya. Setelah memeriksa hasil dan setiap langkah penyelesaian, siswa dapat meyakini bahwa hasil penyelesaian yang didapat merupakan penyelesaian yang benar.

  Pada penelitian ini, langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan memeriksa kembali, dimana dalam langkah memeriksa kembali terdapat langkah menafsirkan solusi yang diperoleh.

D. Perangkat Pembelajaran Matematika dan Penyajiannya 1.

  Pengertian Lembar Kerja Siswa Menurut Depdiknas (2007: 26), Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berisi petunjuk atau langkah kerja untuk menyelesaikan suatu tugas yang harus dikerjakan siswa. Prastowo (2011: 204), LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kerta yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Berdasarkan pengertian- pengertian tersebut, disimpulkan bahwa LKS adalah bahan ajar berupa lembaran kertas yang berisi petunjuk atau langkah kerja untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa untuk memudahkan siswa melakukan proses belajar.

  Purwanto & Ida Melati S. (2004: 427-428) menyatakan bahwa LKS harus mengamanatkan kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan aplikasi atau penerapan dari isi materi. LKS yang baik juga mendorong pelajar untuk ingin belajar terus melalui bahan-bahan rujukan yang harus dan perlu dibaca lebih lanjut. Misalnya, mendorong peserta didik untuk membaca artikel surat kabar, internet atau buku yang lain. Selain itu, LKS harus dikembangkan dan ditulis dengan memperhatikan prinsip-prinsip bahwa: cakupan materinya cukup memadai, urutan materinya tersaji secara sistematis, dan isinya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

  Berdasarkan uraian sebelumnya, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisi petunjuk belajar atau pengetahuan dari materi yang sedang dipelajari. Materi dalam LKS disusun sedemikian rupa sehingga dengan mempelajari materi tersebut tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai. Materi pembelajaran itu disusun langkah demi langkah secara teratur dan sistematik sehingga siswa dapat mengikutinya dengan mudah. LKS juga disertai dengan pertanyaan/latihan dan biasanya melampirkan jawaban yang benar.

2. Syarat Lembar Kegiatan Siswa yang Baik

  Dalam Permendikbud No. 71 tahun 2013 yang mengatur tentang buku teks pelajaran dan buku panduan guru untuk pendidikan dasar dan menengah, menyebutkan bahwa suatu buku teks atau bahan ajar (termasuk LKS) dinyatakan baik dan layak digunakan apabila memenuhi empat aspek kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan grafika.

  Berikut uraian mengenai kriteria kelayakan buku teks atau bahan ajar (Muljono, 2007: 21):

  a. Kelayakan Isi Komponen kelayakan isi diuraikan menjadi beberapa subkomponen

  atau indikator berikut: 1) kesesuaian dengan SK dan KD mata pelajaran, 2) kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, dan 3) substansi keilmuan yang meliputi keakuratan dan kemutakhiran materi.

  b.

  Kelayakan Bahasa subkomponen atau indikator berikut: (a) keterbacaan, (b) kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan (c) logika berbahasa.

  c.

  Penyajian

  Komponen penyajian ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen

  atau indikator berikut: 1) teknik penyajian materi, 2) pendukung penyajian, dan 3) ketepatan penyajian dalam pembelajaran. d.

  Kegrafikan

  Komponen kegrafikan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen

  atau indikator berikut: 1) ukuran/format buku, 2) desain bagian sampul yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi, dan 3) desain bagian isi yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi.

  Selain itu, menurut Arsyad (2011: 88-89), LKS merupakan salah satu media teks berbasis cetakan yang menuntut beberapa elemen yang perlu diperhatikan pada saat menyusunnya agar menjadi suatu media yang berkualitas, beberapa elemen tersebut adalah sebagai berikut: 1)

  Konsistensi

  a) Konsistensi format dari halaman ke halaman diusahakan tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran huruf.

  b) Konsistensi penentuan jarak spasi antara judul dan baris pertama serta garis samping, antara judul dan teks utama supaya sama.

  Format

  a) Tampilan satu kolom akan lebih sesuai untuk paragraf yang panjang.

  Sebaliknya, jika paragraf yang digunakan pendek, lebih baik memakai tampilan dua kolom.

  b) Isi yang berbeda dipisahkan dan dilabel secara visual.

  c) Taktik dan strategi pengajaran yang berbeda dipisahkan dan dilabel secara visual.

  3) Organisasi

  a) Mengupayakan siswa/pembaca untuk mengetahui dimana posisinya dalam teks secara keseluruhan b) Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.

  c) Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.

  4) Daya Tarik

  Memperkenalkan setiap bab/bagian baru dengan cara yang berbeda. Ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk membaca.

  5) Ukuran Huruf

  a) Ukuran huruf harus sesuai dengan siswa, pesan, dan lingkungannya.

  b) Penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks harus dihindari agar tidak menyulitkan proses membaca.

  6) Ruang Kosong

  Memberi kesempatan kepada siswa/pembaca untuk beristirahat pada titik-titik tertentu dengan menambahkan ruang kosong yang tak berisi teks atau gambar. Ruang kosong dapat berbentuk: (1) ruangan sekitar judul; (2) batas tepi (margin); (3) spasi antar kolom; (4) permulaan paragrap diidentifikasi; dan (5) penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf, b)

  Menyesuaikan spasi antar baris untuk meningkatkan tampilan dan tingkat keterbacaan. c) Menambahkan spasi antar paragraf untuk meningkatkan tingkat keterbacaan.

  Darmodjo & Jenry Kaligis (1991: 41-46) menyatakan syarat-syarat yang harus dimiliki dalam menyusun LKS sebagai berikut: (1)

  Syarat- syarat Didaktik Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal yaitu dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS yang baik lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep. LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik sebagai berikut: (a)

  Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran (b)

  Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep (c)

  Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sesuai dengan ciri KTSP Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa

  (e) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi. (2)

  Syarat Konstruksi Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh siswa. Syarat-syarat konstruksi tersebut yaitu :

  (a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak. (b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas. (c)

  Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

  (d) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. (e)

  Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.

  (f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.

  (g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. (h) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. (i)

  Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang cepat.

  (j) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi.

  Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. (3)

  Syarat Teknis Syarat ini menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan penampilannya dalam LKS. Syarat teknis penyusunan LKS adalah sebagai berikut: (a)

  Tulisan (i)

  Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi.

  (ii) Menggunakan huruf tebal yang lebih besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah.

  (iii) Menggunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu baris.

  (iv) Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa.

  (v) Mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.

  (b) Gambar

  Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS. (c)

  Penampilan Penampilan LKS yang menarik akan membuat siswa tertarik untuk

  Dalam penelitian ini, acuan yang digunakan dalam pengembangan LKS yang dinyatakan baik dan layak menurut Muljono apabila memenuhi empat aspek kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan grafika.

3. Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Siswa

  Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa Depdiknas (2008: 23-24) menyatakan langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan LKS sebagai berikut: a.

  Melakukan Analisis Kurikulum Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang akan dikembangkan dalam LKS.

  b.

  Menyusun Peta Kebutuhan LKS Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang akan ditulis.

  c.

  Menentukan Tema/Topik LKS Tema/topik LKS ditentukan atas dasar Kompetensi Dasar (KD) dan materimateri pokok yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai satu tema/topik LKS.

  d.

  Penulisan LKS Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)

  Perumusan KD dan indikator pencapaian kompetensi Perumusan KD dan indikator pencapaian kompetensi pada suatu LKS

  2) Menentukan Alat Penilaian Penilaian dilakukan berdasarkan pada penguasaan kompetensi.

  3) Penyusunan Materi

  Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, maupun jurnal hasil penelitian.

  4) Menentukan Struktur LKS

  Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut: i.

  Judul ii. Petunjuk belajar iii. Kompetensi yang akan dicapai iv. Informasi pendukung v. Latihan-latihan vi. Langkah-langkah kegiatan vii. Penilaian E.

   Kriteria Kualitas Perangkat Pembelajaran Dalam pengembangan produk pendidikan, kualitas dari produk pengembangan

memiliki peranan yang cukup penting dalam dunia pendidikan seperti yang

diungkapkan oleh Nieveen (1999: 126) yaitu “the wide array of educational products

play important roles in education‖. Lebih lanjut, kualitas produk pengembangan

pembelajaran harus memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif (Nieveen, 1999: 127-

128). Berikut disajikan aspek-aspek kualitas produk pengembangan menurut Nieveen

(1999: 127).

  

Tabel 2. Kriteria Validitas, Praktis, dan Efektif Menurut Nieveen

Quality Aspects

Validity Practically Efectiveness

  

Intended (ideal + formal) Consistensy between Consistensy between

State of the art Intended Perceived Intended Experiential

Internally Consistent Intended Operation Intended Attained

  Untuk mengetahui maksud dari representasi dari aspek tersebut dapat dilihat dari Tabel dibawah ini:

  Tabel 3. Reprensentasi Aspek Kualitas Menurut Nieveen

Ideal Menggambarkan asumsi, visi dan tujuan dari sebuah dokumen

  kurikulum

  

Formal Menggambarkan contoh konkrit dokumen kurikulum seperti

  buku siswa dan petunjuk guru. Kombinasi dari ideal dan formal disebut intended.

  Perceived Interprestasi kurikulum oleh pengguna (khususnya guru) Operational Menggambarkan proses pembelajaran aktual (curriculum

  • –in action atau enacted curriculum ) Experiential Kurikulum menggambarkan pengalaman siswa Attained Menggambarkan hasil belajar siswa 1.

  Kevalidan (Validity) Nieveen (1999: 127) menyatakan bahwa “the component of material

  should be based on state of the art knowledge (content validity) and all component should be consistently linked to each other (construct validity)‖.

  Hal tersebut dapat dipahami bahwa kualitas produk dikatakan valid yaitu dengan melihat dari keterkaitannya, serta mempertimbangkan tujuan dari pengembangan produk tersebut. Dengan demikian kriteria kevalidan mencakup validitas isi yaitu kesesuaian komponen-komponen yang melandasi pembuatan produk, dan validitas konstruk yaitu keterkaitan seluruh komponen dalam pengembangan produk.

  Dalam penelitian ini, Lembar Kerja Siswa dengan pendekatan kontekstual dikatakan valid jika memenuhi kriteria berikut (a)

  Hasil penilaian ahli/praktisi menyatakan bahwa perangkat pembelajaran lembar kerja siswa didasarkan pada landasan teoritik yang kuat.

  (b) Hasil penilaian ahli/praktisi menyatakan bahwa komponen perangkat pembelajaran lembar kerja siswa secara konsisten saling berkaitan.

  2. Kepraktisan (Practicality) Nieveen (1999: 127) menyatakan bahwa “A second characteristic of high

  quality materials is that teachers (and other experts) consider the materials to be usable and that it is easy for teacher and students to use the materials in away that is larg ely compatible with the developers’intention‖. Hal tersebut

  dapat dimaknai bahwa kepraktisan produk pengembangan ditentukan dari pendapat guru yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan dapat digunakan dan produk mudah digunakan oleh guru dan siswa sesuai dengan maksud pengembang.

  Dengan demikian dalam penelitian ini, lembar kerja siswa yang dikembangkan dikatakan praktis jika memenuhi kriteria:

  a.

  Para ahli dan guru menyatakan perangkat pembelajaran lembar kerja siswa b.

  Secara nyata di lapangan, guru dan siswa sebagai pengguna menyatakan perangkat pembelajaran lembar kerja siswa yang dikembangkan dapat diterapkan.

  3. Keefektifan (Effectiveness) Nieveen (1999:127) menyatakan bahwa “A third characteristic of high

  quality materials is that students appreciate the learning program and that desired learning takes place. With such effective materials, consistency exists between the intended and experiential curriculum and the intended and the

  attained curriculum‖. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keefektifan

  produk pengembangan (dalam penelitian ini model pembelajaran) ditinjau dari konsistensi antara rancangan/tujuan dengan pengalaman dan hasil belajar yang dicapai siswa. Pengalaman siswa ditentukan melalui apresiasi siswa terhadap pembelajaran matematika, selajutnya hasil belajar siswa dapat ditentukan melalui hasil tes.

  Perangkat lembar kerja siswa dikatakan efektif jika memenuhi indikator: a. Apresiasi siswa terhadap pembelajaran matematika.

  b.

  Ketercapaian kompetensi oleh siswa secara klasikal atau individual.

F. Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan Pendekatan Kontekstual

  Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan pendekatan kontekstual adalah lembaran-lembaran yang berisi petunjuk belajar atau langkah-langkah kegiatan belajar bagi siswa untuk menemukan/memperoleh pengetahuan dari materi yang sedang dipelajari menggunakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga para siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. LKS dengan pendekatan kontekstual memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran yang dilakukan secara alamiah, sehingga siswa dapat mempraktekkan secara langsung apa yang dipelajarinya.

G. Model Pengembangan

  Menurut Borg & Gall (1989: 624), educational research and development is

  

a process used to develop and validate educational product. Atau dapat diartikan

  bahwa penelitian pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Hasil dari penelitian pengembangan tidak hanya pengembangan sebuah produk yang sudah ada melainkan juga untuk menemukan pengetahuan atau jawaban atas permasalahan praktis. Metode penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011: 297). Selanjutnya, Penelitian Pengembangan juga diartikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan (Sujadi, 2003: 164). yang dimaksud dalam penelitian pengembangan ini adalah suatu proses kajian sistematik untuk mengembangkan dan memvalidasi produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang dikembangkan/dihasilkan antara lain berupa bahan pelatihan untuk guru, materi ajar, media pembelajaran, soal-soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran. Ada beberapa model penelitian pengembangan dalam bidang pendidikan, antara lain diuraikan sebagai berikut:

1. Model Sugiyono

  Menurut Sugiyono (2011: 298), langkah-langkah penelitian dan pengembangan ada sepuluh langkah sebagai berikut: a.

  Potensi dan masalah, b. Pengumpulan data, c. Desain produk, d. Validasi desain, e. Revisi desain, f. Ujicoba produk, g.

  Revisi produk, h. Ujicoba pemakaian, i. Revisi produk, dan j. Produksi massal.

  Adapun gambar langkah-langkah penelitiannya seperti ditunjukkan pada

  

Gambar 1. Langkah-langkah penggunaan metode Research and

Development (R&D) menurut Sugiyono

2. Model Borg & Gall

  Menurut Borg dan Gall (1989: 783-795), pendekatan research and

  development (R & D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, sebagai

  berikut: a.

  Studi Pendahuluan (Research and Information Collecting) b. Perencanaan Penelitian (Planning) c. Pengembangan desain (Develop Preliminary of Product) d. Uji coba lapangan awal (Preliminary Field Testing) e. Merevisi hasil uji coba (Main Product Revision) f. Uji coba lapangan (Main Field Test) g.

  Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operational Product Revision) h. Uji pelaksanaan lapangan (Operational Field Testing) i. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision) j. Diseminasi dan implementasi gambar berikut.

  Gambar 2. Langkah-langkah penggunaan metode Research and Development (R&D) menurut Borg and Gall

3. Model Thiagarajan

  Model pengembangan pembelajaran Thiagarajan yang dikenal dengan model 4-D dilakukan melalui 4 tahap (Thiagarajan, 1974: 6), antara lain: a. pendefinisian (define), b. perancangan (design), c. pengembangan (develop), d. dan penyebaran (disseminate).

  Adapun gambar langkah-langkah penelitiannya seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

  Gambar 3. Langkah-langkah penggunaan metode Research and Development (R&D) model Thiagarajan

4. Model Dick & Carey Model pengembangan Dick & Carey terdiri dari 10 komponen.

  Komponen pengembangan menurut W. Dick & L. Carey (2001: 2-3) ini meliputi: a.

  Assess needs to identify goals atau mengidentifikasi tujuan pembelajaran b. Conduct instructional analysis atau menetapkan analisis pembelajaran c. Analyze learners and contexts atau analisis keterampilan dasar dan karakteristik siswa d.

  Write performance objectives atau merumuskan tujuan pembelajaran khusus e.

  Develop assessment instruments atau mengembangkan instrument penilaian f.

  Develop instructional strategy atau mengembangkan sebuah strategi pembelajaran Develop and select instructional material atau mengembangkan dan memilih materi pembelajaran h.

  Design and conduct formative evaluation of instruction atau merancang dan melakukan penilaian formatif pembelajaran i.

  Revise instruction atau merevisi pembelajaran j. Design and conduct summative evaluation atau merancang dan melakukan evaluasi sumatif

  Model pengembangan menurut Dick & Carey digambarkan sebagai berikut: