PENGARUH SPUTTERING TiAlN TERHADAP KEKERASAN PAHAT KARBIDA TUNGSTEN

  

PENGARUH SPUTTERING TiAlN

TERHADAP KEKERASAN PAHAT KARBIDA TUNGSTEN

Tugas Akhir

  Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana S.-1

  

Oleh :

JOKO WARSITO

NIM : 005214058

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

  

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

EFFECT OF TiAlN SPUTTERING

ON HARDNESS OF TUNGSTEN CARBIDE CHISEL

Final Project

  Presented as partial fulfillment of requirements To obtain the Sarjana Teknik Degree

  

By :

JOKO WARSITO

Student Number : 005214058

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

  

SAINS AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

   

   

 

  

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 30 September 2008 Joko Warsito Tanda tangan dan nama terang

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan segala kenikmatanNya kepada kita semua, sehingga tugas penyusunan Tugas Akhir yang merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Jjurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma ini dapat di tempuh.

  Laporan Tugas Akhir ini berisiskan tentang hasil penelitian kami tentang Pengaruh Sputtering TIAlN Terhadap Kekerasan Pahat Karbida Tungsten di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta. Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih Kepada :

  1. Romo Ir. Greg Heliarko S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A selaku Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian Tuga Akhir ini.

  2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang juga telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

  3. Bapak I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir ini yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

  4. Bapak Drs. BA. Tjipto Suyitno, MT, yang telah membimbing selama melakukan pengujian di BATAN.

  5. Bapak Karmadi yang telah membantu melakukan pengujian di BATAN.

  6. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bekal ilmu.

  7.

  8. Bapak-ibu dan adikku atas dorongan dan semuanya yang tidak dapat terhitung lagi.

  9. Dik Wiwin yang selalu memberi dukungan dan kasih saying.

  10. Semua temen-temen saya yang telah membantu, memberikan motivasi sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas ini.

  Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis, maka Tugas Akhir ini masih banyak membutuhkan penyempurnaan. Penulis sangan mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak sehingga lebih sempurna.

  Dan semoga dapat bermanfaat.

  Yogyakarta, September 2008 Penulis Joko Warsito NIM. 005214058

  DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasu Tugas Akhir Intisari

  BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

  1.1 Latar Belakang ……………………………………………

  1

  1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………

  2

  1.3 Batasan Masalah ……....……………………………………

  3

  1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………

  3

  1.5 Manfaat Hasil Penelitian …………………………………… 3

  BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………… …... 3

  2.1 Umum ……………………………………………………

  4 2.1.1 Metode Sputtering …………………………………...

  5 2.1.2 Kelebihan Metode Sputtering …………………...

  6 2.1.3 Proses Pembentukan Lapisan Tipis …………………...

  6

  2.2 Bahan-bahan ……………………………………………………

  11 2.2.1 Pahat Karbida …………………………………...

  11

  2.2.2 Titanium ……….…………………………………... 12

  2.2.4 Gas Argon …………………………………………... 13

  3.3 Skema Rangkaian Penelitian …………………………… 31

  39

  4.1.1 Pengujian Kekerasan Knoop ……………………

  39

  4.1 Hasil Percobaan ……………………………………………

  37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 39

  3.4.3 Pengujian Benda Uji ……………………………………

  33

  3.4.2 Pendeposisian Benda Uji ……………………………

  32

  3.4.1 Persiapan Benda Uji ……………………………………

  32

  3.4 Tata Urutan Kerja ……………………………………

  3.2.2 Peralatan Penelitian …………………………………… 28

  2.2.5 Gas Nitrogen …………………………………………... 14

  28

  3.2.1 Bahan Penelitian ……………………………………

  3.2 Bahan Dan Peralatan Penelitian ……….…………………… 28

  3.1 Waktu Dan Tempat ….………………………………………… 27

  25 BAB III DESKRIPSI PENELITIAN …………………………………… 27

  23 2.4.2 Metode Sputtering …………………………………...

  2.4 Analisa Hasil Penelitian …………………………………… 23 2.4.1 Metode Sputtering …………………………………...

  21

  20 2.3.4 Karakteristik Pertambahan Batas Butir …………...

  16 2.3.3 Difusi Atom …………………………………...

  15 2.3.2 Cacat Dalam Kristal …………………………………...

  2.3 Asal Kekuatan Logam …………………………………… 15 2.3.1 Ikatan Logam …………………………………...

  4.1.2 Foto Struktur Mikro …………………… 41

  4.2 Pembahasan ……………………………………………

  45

  4.2.1 Pengujian Kekerasan Knoop ……………………

  45

  4.2.2 Foto Struktur Mikro ……………………

  48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………….………………………… 78

  5.1 Kesimpulan ………..…………………………………………… 50

  5.2 Saran ……………….……………………………………………. 50 DAFTAR PUSTAKA

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga macam proses pertumbukkan lapisan tipis

  ( Wasa Dan Hakawa, 1992 ) …………………………………… 8

Gambar 2.2 Susunan lapisan tipis yang terbentuk akibat sputtering …………… 10Gambar 2.3 Ikatan logam ( Smallman. 1991 ) …………………………… 16Gambar 2.4 Cacat titik dalam kristal …………………………………………… 17Gambar 2.5 Dislokasi pada kristal …………………………………………… 18Gambar 2.6 Slip akibat pergerakan dislokasi sisi ( Smallman, 1991 ) …… 19Gambar 2.7 Slip akibat pergerakan dislokasi ulir ( Smallman, 1991 ) …… 19Gambar 2.8 Mekanisme difusi ……………………………………….…… 21Gambar 2.9 Pembentukan batas butir ( Van Vlack, 1991 ) ……………….…… 22Gambar 2.10 Penumbuk piramida intan ……………………………….…… 24

  Gambar 2.pemeriksaan contoh yang sudah dietsa ……………………….…… 26

Gambar 3.1 Diagram proses sputtering TiAlN pada pahat karbida ……………. 27Gambar 3.2 Prinsip kerja pompa rotari ……………………………………. 30Gambar 3.3 Sistem tegangan tinggi DC …………………………………….. 31Gambar 3.4 Skema sistem deposisi plasma …………………………………….. 32Gambar 4.1 Diagram kekerasan knoop dengan variasi suhu …………………….. 40Gambar 4.2 Diagram kekerasan knoop dengan variasi waktu .…………………… 40Gambar 4.3 Diagram kekerasan knoop dari bahan yang dipotong melintang ……. 41Gambar 4.4 Foto struktur mikro permukaan benda uji sebelum dilakukan proses sputtering …………………………………………………….. 42Gambar 4.5 Foto struktur mikro permukaan benda uji sebelum dilakukan proses sputtering …………………………………………………….. 42Gambar 4.6 Foto melintang struktur benda uji sebelum dispuutering …………… 43Gambar 4.7 Foto melintang struktur benda uji setelah dispuutering ..…………… 43

  

Intisari

  Pengujian sputtering TiAlN terhadap kekerasan pahat karbida bertujuan untuk mengetahui pengaruh sputtering terhadap kekerasan pahat karbida. Pada penelitian ini dilakukan deposisi lapisan keras TiAlN tehadap substrat pahat karbida dengan menggunakan Ti dan Al sebagai targetnya dan gas argon sebagai gas sputter, serta gas nitrogen untuk membentuk senyawa dengan Titanium dan Aluminium sehingga menjadi TiAlN dan melapisi permukaan pahat karbida. Proses sputtering dilakukan dengan dua variasi, yaitu variasi suhu (150ºC, 200ºC, 250ºC dan 300ºC) dengan waktu konstan 1 jam dan variasi waktu (½ jam, 1 jam, 1½ jam dan 2 jam) dengan suhu konstan 200ºC. Setelah proses sputtering, dilakukan pengujian kekerasan knoop dan pengamatan strukktur mikro.

  Dari pengujian kekerasan knoop diperoleh harga kekerasan pada suhu 150ºC

  2 2 kekerasannya 795,8 kgf/mm , pada suhu 200ºC kekerasannya 2279,2 kgf/mm .

  2 Kemudian suhu 250ºC kekerasannya 1111,1 kgf/mm . Pada suhu 300ºC kekerasannya

  2

  812,8 kgf/mm , sehingga suhu optimal untuk proses pelapisan tipis dengan teknik sputtering dengan waktu konstan 1 jam terdapat pada suhu 200ºC.Pada waktu ½ jam

  2 2 kekerasannya 1637,8 kgf/mm , pada waktu 1 jam kekerasannya 2279,2 kgf/mm .

  2

  kemudian pada waktu 1½ jam kekerasannya 990,5 kgf/mm dan pada waktu 2 jam

  2

  kekerasannya 908,5 kgf/mm . Sehingga waktu optimal untuk proses pelapisan tipis dengan teknik sputtering dengan suhu konstan 200ºC terdapat pada waktu 1 jam. Harga kekerasan bahan sebelum dilakukan proses sputtering adalah sebesar 1541,4

  2

  kgf/mm . Jika dibandingkan dengan kekerasan setelah disputtering . maka proses sputtering dapat meningkatkan kekerasan pahat karbida.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan teknologi yang terus berkembang, dituntut

  bahan-bahan logam yang mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul. Antara lain: lebih keras, lebih tahan lama, mempunyai sifat ekonomis yang tinggi dan lain-lain. Dan untuk memperoleh suatu sifat-sifat mekanis yang lebih unggul tersebut perlu dilakukan kembali sebuah perlakuan. Misalnya untuk memperoleh suatu bahan yang keras menjadi lebih keras. Seperti yang telah banyak dikenal, yaitu proses quenching, yaitu bahan dipanaskan sampai diatas suhu kritisnya dan setelah itu didinginkan dengan cepat. Seperti dicelupkan kedalam air atau minyak. Dari perlakuan tersebut ternyata menghasilkan bahan yang lebih keras tetapi getas. Dewasa ini ditemukan suatu metode yang baru dalam proses pengerasan permukaan. Salah satu diantaranya adalah pelapisan permukaan dengan metode pendeposisian lapisan tipis (thin film) dengan teknologi sputtering.

  Mengenai pendeposisian lapisan tipis oleh (Konuma, 1992) dapat digolongkan menjadi :

  1. Phisical Vapour Deposition (PVD)

  a. Sputter Deposition

  b. Ion Platting

  c. Activated Reactive Evaporation

  2. Chenical Vapour Deposition (CVD)

  a. Plasma Enhanced CVD

  b. Plasma Decomposition

  c. Plasma Polymerization

  3. Chemical Modification

  a. Ion Nitriding

  b. Ion Carburizing

  c. Plasma Nitriding

  d. Plasma Oxidation Dalam menghadapi perkembangan zaman, penelitian ini sangat diperlukan.

  Karena aplikasi teknologi lapisan tipis telah berkembang dan menjangkau berbagai bidang, seperti bidang mekanik, listrik magnit, kimia, elektronika maupun optic. Di bidang mekanik, dapat digunakan untuk meningkatkan sifat keausan mekanik suatu metal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan keausan dan ketahanan terhadap korosi.

  Dalam penelitian yang dilakukan ini, menggunakan metode sputtering dengan lapisan tipis TiAlN. Bahan yang akan disputtering adalah pahat bubut karbida tungsten.

1.2. Rumusan Masalah

  Berdarkan uraian yang telah diuraikan pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pahat karbida yang telah disputtering dengan TiAlN akan mempunyai kekerasan yang lebih baik dibandingkan dengan kekerasan pahat karbida sebelum dideposisi.

  1.3. Batasan Masalah

  Parameter proses pembuatan lapisan tipis dengan metode sputtering meliputi suhu, waktu, perbandingan gas, tegangan antar elektroda, tekanan gas dan jarak antar elektroda dan jarak antar elektroda. Dalam penelitian ini akan dibatasi pada variasi suhu, variasi waktu, sedangkan perbandingan gas, tekanan gas, tegangan antar elektroda dan jarak elektroda dan jarak antar elektroda dalam kondisi konstan.

  1.4. Tujuan Penelitian

  Dalam proses pendeposisian target titanium dan aluminium pada substrat pahat karbida berguna untuk:

  1. Meningkatkan kekerasan pahat karbida 2.

  Meningkatkan kemampuan pemotongan yang baik 3. Memperpanjang umur pahat karbida 1.5.

   Manfaat Hasil Penelitian 1.

  Hasil penelitian dari terbentuknya lapisan tipis TiAlN pada substrat pahat karbida diharapkan dapat meningkatkan kekerasan permukaan pahat karbida sehingga pahat memiliki kemampuan pemotongan lebih baik.

  2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian untuk pengembangan lebih lanjut.

  

B A B II

LANDASAN TEORI

2.1.

   Umum

  Deposisi lapisan tipis (menempelkan atau mencangkokkan atom asing di permukaan suatu bahan) dengan ketebalan beberapa mikron manfaatnya saat ini telah menjangkau pada berbagai bidang dan sedang banyak diteliti. Banyak cara yang dapat di tempuh untuk melakukan deposisi ini seperti, dengan metode penguapan, lucutan gas atau metode sputtering yang masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Metode penguapan membutuhkan peralatan yang cukup sederhana, tetapi atom asing yang datang ke permukaan bahan mempunyai daya rekat yang tidak terlalu kuat.

  Pada metode lucutan gas atau sputtering ion-ion dari suatu atom yang terbentuk dari suatu tabung lucutan mempunyai tenaga kinetik yang besar, sehingga ion-ion tersebut mampu masuk kepermukaan bahan lebih dalam. Dengan demikian, metode sputtering memungkinkan lapisan tipis yang keras mempunyai daya rekat yang lebih kuat.

  Pada penelitian ini telah dilakukan deposisi lapisan keras TiAlN substrat pahat Karbida dengan menggunakan Ti dan Al sebagai targetnya dan gas argon sebagai gas sputter, serta gas nitrogen untuk membentuk senyawa dengan Titanium dan Alumunium sehingga menjadi (TiAlN) dan melapisi permukaan pahat karbida.

2.1.1. Metode Sputtering.

  Partikel–partikel elektron ion berenergi tinggi yang ditembakkan pada bahan padat dapat menyebabkan atom–atom individu bahan tersebut akan memperoleh energi yang cukup untuk melepaskan diri dari permukaannya. Proses ini dinamakan sputtering. Atom–atom yang terhambur dari permukaan akibat sputtering ini dapat di gunakan dalam proses pendeposisian lapisan pada suatu substrat (Stuart, 1983).

  Dalam proses pendeposisian dengan metode sputtering target dibombardier dengan partikel–partikel berat (ion–ion positif) yang bergerak cepat dalam sistem vakum, sehingga atom–atom bahan target dapat tersputter memancar ke berbagai arah yang sebagaian diantaranya akan bergerak menuju substrat.

  Atom–atom yang tersputter dengan energi yang cukup tinggi tersebut selanjutnya menumbuk permukaan substrat dengan menekan atom–atom permukaan dan selanjutnya menempati posisi interstisi atau atom substitusi pada kisi kristal. Atom–atom yang tersputter tersebut akhirnya bergerak masuk kedalam bahan substrat menempati posisi interstisi atau mengisi kekosongan (substitusi pada batas–batas butir). Pergeseran atom–atom permukaan target akan lebih isotropik akibat tumbukan beruntun dan akhirnya atom–atom dapat lolos dari permukaan target (Wasa dan Hayakawa, 1992).

  Dalam pendeposisian (sputtering), energi dari atom–atom tersputter yang menumbuk permukaan substrat adalah cukup besar yaitu sekitar 2 sampai 30 eV (Othring, 1992), sehingga proses saling campur (inter - mixing) dan proses difusi atom – atom tersputter ke dalam bahan substrat cenderung berjalan dengan mudah.

2.1.2. Kelebihan Metode Sputtering.

  Kelebihan pembuatan lapisan tipis dengan metode sputtering adalah sebagai berikut : a.

  Berbagai jenis bahan seperti logam, paduan (alloy), dan isolator dapat digunakan bila dibandingkan dengan evaporasi.

  b.

  Mudah menghasilkan lapisan tipis dari bahan yang mempunyai titik leleh tinggi jika dibandingkan dengan metode evaporasi.

  c.

  Bahan target sputtering memiliki keawetan atau ketahanan fisik yang baik sehinnga lebih efisien (Stuart, 1983).

  d.

  Ketebalan lapisan tipis yang dihasilkan dapat dikontrol dengan waktu pendeposisian pada saat pembuatannya (Stuart, 1983).

2.1.3. Proses Pembentukan Lapisan Tipis.

  Dalam proses ini atom yang terpecik mempunyai energi cukup besar untuk menumbuk permukaan substrat, sehingga saling campur (intermixing) dan proses difusi antara atom-atom terpecik dan bahan substrat cenderung terjadi dengan mudah. Oleh karena itu gaya tarik-menarik antara lapisan tipis dan substrat yang diperoleh dengan pendeposisian sputtering lebih kuat dari pada dengan evaporasi.

  Dalam proses pendeposisian, bahan target dibombardir dengan partikel- partikel berat (ion-ion positif) yang bergerak cepat dalam suatu siatem vakum, yang sebagaian akan bergerak menuju substrat. Atom-atom yang terpecik dengan energi cukup tinggi tersebut selanjutnya menumbuk permukaan substrat dan menekan atom-atom permukaan menuju tempat interstisi pada kisi kristal. Atom- atom terpecik itu sendiri akan bergerak masuk ke dalam bahan substrat untuk menempati posisi interstisi atau mengisi kekosonganpada batas butir, dimana atom-atom yang telah terdeposit ini mempunyai energi ikat yang tinggi, sehingga sedikit sekali terjadi refleksi. Dalam kondidi demikian proses difusi atom-atom dalam lapisan tipis menjadi halus dan mempunyai tingkat kerapatan yang tinggi.

  Akibat adanya panas maka proses rekristalisasi berkembang selama proses pembentukan lapisan tipis sehingga akan berbentuk adanya polikristalin- polikristalin dengan orientasi yang acak.

Gambar 2.1. Tiga macam proses pertumbukkan lapisan tipis (Wasa dan Hayakawa, 1992).

  Proses pertumbuhan lapisan tipis meliputi proses stastitik nukleasi, difusi permukaan yang mengontrol pertumbuhan inti dimensi tiga, dan pembentukkan struktur jaringan yang selanjutnya mengisi seluruh permukan substrat untuk memberikan lapisan kontinyu. Proses pertumbuhan dapa dijelaskan sebagai

  Tiga tipe pertumbuhan lapisan tipis adalah sebagai berikut : a. Tipe pulau (island structure) disebut tipe Volmer Webwer.

  b.

  Tipe lapisan seragam (uniform film) disebut tipe frank Van Der Merme.

  c.

  Tipe campuran disebut tipe sranski-Krastonov.

  Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat berbagai parameter yang mempengaruhi, diantaranya adalah suhu substrat dan waktu pendeposisian.

  a.

  Suhu substrat Atom-atom suatu bahan tidak bergerak oleh karena pada kondisi seperti ini, atom-atom menduduki keadaan dengan energi terendah dan setiap atom menempati kedudukan dalam susunan geometri yang teratur, pada keadaan ini tidak terdapat getaran thermal dala atom. Bila suhu dinaikkan maka energinya akan menungkat sehingga menyebabkan atom-atom bergetar sehingga akan menyebabkan jarak antar atom yang lebih besar. Jarak antar atom yang lebih besar akan memungkinkan atom-atom yang memiliki energi tinggi akan berada diatas energi ikatannya, sehingga taom-atom akan bergerak menabrak ikatannya dan melompat ke posisi yang baru dan akan mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan cepat secara eksponental. Cuplikan yang bersuhu tinggi akan memungkinkan atom-atom asing menyisip lebih dalam diantara celah-celah atom atau menempati posisi kekosongan yang ada. Hal ini menyebabkan atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada bahan sehingga lapisan yang terbentuk akan memiliki daya lekat yang baik ( Van Vlack, 1991).

b. Waktu pendeposisian

  Lama pendeposisian akan berpengaruh pada ketebalan lapisan tipis yang dihasilkan. Semakin lama pendeposisian, maka semakin banyak atom-atom bahan target yang terdeposit menempati posisi interstisi pada batas butir, sehingga kerapatan bahan disekitar permukaan akan meningkat dan dapat menghasilkan lapisan tipis yang optimum. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh daerah interstisi atau kekosongan yang disediakan oleh substrat akibat naiknya temperature.

  Setelah terbentuk lapisan tipis, akan terjadi saling difusi antar atom-atom yang mengendalikan struktur dari lapisan tipis sehingga permukaan lapisan tipis menjadi halus selama proses kristalisasi berkembang sehingga akan terbentuk polikristal-polikristal dengan orientasi yang acak (Konuma, 1992). Polikristal yang terbentuk memiliki morfologi yang dapat dibagi dalam beberapa daerah lapisan.

Gambar 2.2. Susunan lapisan tipis yang terbentuk akibat sputtering. Pada zone I, struktur lapisan pada daerah tersebut disebabkan oleh migrasi atom-atom terpecik pada permukaan substrat yangf dipengaruhi oleh serapan atom-atom (absorbed atom). Struktur ini dibangun dari kristal-kristal yang lancip dengan bagian atas melengkung dan mengisi kekosongan pada batas butir.

  Pada zone T, dipandang sebagai daerah transisi tempat lapisan memperlihatkan strukturberserat dan kristal-kristal tumbuh tegak lurus terhadap permukaan bidang substrat. Karena kristal berkembang saling menutupi satu sama lain, rapat jenis lapisan pada jenis ini hamper sama dengan rapat jenis material induk. Permukaan lapisan ini relative halus dan mempunyai regangan yang kuat serta nilai kekerasannya yang sangat tinggi.

  Pada zone II, migrasi atom pada permukaan substrat menjadi aktif, struktur di bangun dari butir-butir kolom. Ukuran butir meningkat dengan meningkatnya T/Tm dimana T adalah suhu substrat dan Tm adalah titik leleh bahan target.

  Pada zone III, merupkan daerah tempat difusi atom-atom yang mengendalikan struktur akhir lapisan tipis.

2.2. Bahan-bahan 2.2.1. Pahat Karbida

  Pahat karbida merupakan salah satu jenis alat potong yang terbentuk dari Tungsten Carbide (wc) menggunakan metalurgi bubuk (Powder Metallurgy) dengan Cobalt (Co) sebagai bahan pengikat (binder). Alat potong ini dibuat cor dan bahan non-baja dengan kecepatan yang lebih tinggi yang tidak bisa dilakukan oleh alat potong dari bahan baja kecepatan tinggi.

  Pahat karbida dibagi menjadi 2 tipe dasar, yaitu pahat karbida untuk memotong bahan non baja yang terbentuk dari Wc-Co dan pahat karbida untuk memotong bahan baja yang merupakan kombinasi Tic dan TaC yang ditambahkan kedalam Wc-Co. Kedua tipe pahat karbida tersebut mempunyai sifat-sifat yang sama, yaitu :

  a. Daya tekan tinggi

  b. Kekerasan yang tinggi (90-95 HRA)

  c. Ketahanan terhadap panas yang baik

  d. Tahan lama

  e. Lebih getas Pahat karbida untuk memotong bahan non baja yang terbentuk dari Wc-Co dapat digunakan untuk memotong bahan-bahan yang berupa aluminium, kuningan, tembaga magnesium, titanium dan bahan non baja yang lain. Sedang pahat karbida untuk memotong bahan baja yang merupakan kombinasi TiC dan TaC yang ditambahkan kedalam Wc-Co dapat digunakan untuk memotong bahan yang berupa baja karbon rendah dan baja campuran lyang lain.

2.2.2. Titanium

  Titanium disini berfungsi sebagai target yang nantinya akan digunakan untuk melapisi logam aluminium. Titanium mula-mula dihasilkan dari biji yang mengandung titanium dan gas Cl

  2 dan direaksikan pada suhu tinggi menghasilkan spons, kemudian dicairkan dalam tanur busur listrik di dalam vakum atau dengan lingkungan gas mulia untuk membuat titanium ingot, selanjutnya ingot dipanasi pada temperature 800-1000°C dan dirol pada suhu 700-800°C dan dibuat menjadi bahan yang akan dikerjkan selanjutnya.

  Titanium mempunyai titik cair yang tinggi, yaitu 1668°C dengan titik transpormasi pada 882°C dari α Ti (hcp) ↔ β Ti (bcc), α ada pada temperatur

  3

  rendah, berat jenisnya adalah 4,54 gr/cm , kira-kira 60% dari baja. Titanium mempunai ketahanan korosi yang sangat baik, hamper sama dengan kethanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk lapisan pelindung yang halus pada permukaanya, yang mencegah berlanjutnya korosi keadaan. Kalau titanium dipanaskan diudara akan terjadi lapisan kulit TiO, Ti

2 O, sedang hydrogen yang terbentuk dari uap air di

  udara akan diserap oleh titanium. Selanjutnya N juga diserap oleh titanium sehingga menyebabkan titanium menjadi keras.

  2.2.3. Aluminium

  Pada percobaan ini jenis aluminium yang digunakan sebagai substrat bukan aluminium murni, melainkan aluminium paduan. Dengan komposisi unsur Cu sebesar 4%, unsur Mg sebesar 0,5% dan unsur Mn sebesar 0,5%

  2.2.3. Gas Argon

  Gas argon digunkan untuk mensputter atom-atom target. Prinsip kerja dari pendeposisian itu adalah adanya ion-ion target yang menumbuk ion-ion substrat.

  Untuk mengubah atom-atom tersebut menjadi ion-ion harus melalui proses menjadi ion-ion didalam ruangan vakum dan adanya gas mulia sebagai media pengubahnya serta adanya aliran tegangan sebagai pengaktifnya. Dan gas mulia yang digunakan diproses ini adalah argon.

  Gas argon yang digunakan adalah gas argon biasa bukan gas argon murni mengingat harganya yang sangat mahal. Walau hanya gas argon biasa, dimana kemurniannya hanya sekitar 98%, tetapi kemampuan puntuk proses ionisasinya tetap bagus, tetapi tidak sebagus yang murni.

  Pemilihan gas argon disamping sebagai gas mulia juga dikarenakan energi sputtering gas argon yang tinggi terhadap unsure titanium dan alumunium sehingga sangat efektif untuk melepaskan atom-atom titaniumdari permukaan target (Stuart, 1983).

2.2.5. Gas Nitrogen

  Gas nitrogen dan gas argon digunakan bersama-sama untuk membentuk senyawa dengan Ti menjadi TiN. Senyawa TiN ini nantinya yang akan mendeposisi permukaan pahat carbide. Penggunaan nitrogen ini karena lapisan TiN mempunyai sifat-sifat : koefisien gesek rendah, suhu peleburan tinggi dan kekerasan yang tinggi. Di samping itu, lapisan TiN juga mempunyai ketahanan korosi yang baik.

2.3. Asal Kekuatan Logam

  Asal kekuatan logam disini akan menjelaskan tentang bagaimana atom titanium nitrida dan atom alimunium nitrida bias berikatan (mempunyai ikatan yang kuat) dengan atom karbida.

2.3.1. Ikatan Logam

  Jenis ikatan yang terbentuk pada unsure-unsur logam menjadikan ciri khas suatu logam. Elektron pada kulit yang terluar suatu logam bergerak sebagai awan melalui ruang antar inti yang bermuatan positip bersama kulit elektron lainnya. Inti beserta kulit elektron dibagian dalam dianggab sebagai bola keras yang tersusun padat dengan pola teratur dan membentuk apa yang dinamakan susunan kristal seperti pada gambar 2.3.

  Susunan ion positif terikat menjadi satu oleh lawan elektron yang bermuatan negative membentuk kecenderungan khusus untuk menempati lokasi tertentu, ion dapat bergerak dalam kisi kristal tanpa mengganggu keteraturan pola. Selain awan elektron dapat digerakkan kearah tertentu oleh potensial listrik dan arus listrik.

  Konduktivitas listrik merupakan karakteristik khas logam. Pada kristal dengan ikatan ion atau ikatan kovalen, elektron terikat dan tidak bebas bergerak.

  Hanya bila potensial cukup tinggi (potensial tembus), elektron dapat bergerak lepas.

  Ada perbedaan sifat antara ikatan logam dengan ikatan-ikatan lainnya, yaitu terletak pada perilakunya bila dipengaruhi oleh gaya /beban luar. Gaya kecil tidak seberapa pengaruhnya terhadap ketiga jenis ikatan tersebut. Regangan atau perpanjangan terjadi lenyap bila gaya ditiadakan. Sifat ini disebut perpanjangan elastis. Bila gaya cukup besar, pada ikatan logam terjadi pergelinciran logam dan membentuk pola sejenis yang tetap bertahan meski gaya ini ditiadakan, peristiwa

Gambar 2.3. Ikatan logam (Smallman, 1991)

  Hal ini dimungkinkan karena semua ion memiliki sifat yang sama dan elektron tidak terikat pada atom tertentu. Sebaliknya atom dengan ikatan ion akan menentang gerak luncuran tersebut karena ion dan elektron terjadi ikatan yang kuat. Oleh karena itu, bahan dengan ikatan ion cenderung rapuh.

  Karena adanya kemampuan inti untuk saling meluncur, kristal dengan ikatan logam dapat dibentuk secara mekanik dan ikatan antar atomnya tetap kuat, sifat pini disebut dengan keuletan (ductility) atau kekenyalan, yang merupakan sifat karakteristik keadaan pada logam.

  2.4.2. Cacat Dalam Kristal Kristal ideal adalah kristal yang setiap atomnya memiki tempat keseimbangan tertentu pada kisi yang teratur. Namun demikian dalam kenyataanya sehari-hari, kristal tidak pernah sempurna. Struktur dasar kristal logam yang sebenarnya memang beraturan, akan tetapi distorsi kisi serta cacat tidak pernah diam melainkan bergetar disekitar kedudukan keseimbangannya dalam kisi, dengan frekuensi yang ditentukan oleh gaya antar atom dan dengan amplitudo yang akan bergantung pada temperatur kristal. Penyebab lain dari cacat kristal adalah kehadiran atom-atom asing, baik disengaja maupun tidak disengaja seperti pada unsur-unsur paduan yang disebut dengan ketidakmurnian (impurity), karena perbedaan jari-jari atomnya akan menyebabkan distorsi-distorsi local pada kisi pelarut yang bersangkutan.

Gambar 2.4. Cacat titik dalam kristal

  (a). Kekosongan (b). Interstisi (c). Ketidakmurnian (Smallman, 1991)

  Cacat kristal dapat dikatagorikan menjadi dua macan, yaitu : cacat titik dan cacat dislokasi. Gambar 2.4 menunjukkan adanya tiga jenis dasar cacat titik, antara lain : kekosongan, interstisi dan kehadiran atom asing atau disebut dengan ketidakmurnian.

  Kekosongan dan interstisi pada kristal diperlukan tenaga seperti 1 eV atau naiknya suhu. Kehadiran cacat titik pada kristal logam memungkinkan terjadi difusi atom didalamnya, yaitu adanya lompatan atom ketempat kosong yang berada didekatnya.

Gambar 2.5. Dislokasi pada kristal : (a) Dislokasi sisi, (b) Dislokasi ulir

  (Van Vlack, 1991) Cacat garis (dislokasi) sering dijumpai dalam kristal logam. Pada cacat ini substrat atom tidak berada pada kedudukan yang sebenarnya. Terdapat dua bentuk dislokasi, yaitu dislokasi sisi (Gambar 2.5a) dan dislokasi ulir (Gambar 2.5b). Dislokasi sisi ini dapat digambarkan sebagai sisipan satu bidang atom tambahan dalam struktur kristal, sedangkan dislokasi ulir dapat digambarkan sebagai suatu irisan yang dibuat pada kristal sempurna sampai tengah-tengah, kemudin satu bagian dari potongan itu digeser relative terhadap yang lain.

Gambar 2.6. Slip akibat pergerakan dislokasi sisi (Smallman, 1991)

  Pergerakan dislokasi baik sisi maupun ulir dapat mengakibatkan slip. Pergerakan dislokasi sisi digambarkan pada gambar 2.6. Setengah bidang tumpukkan bergerak kekenan sehingga menghasilkan tangga slip dipermukaan kristal. Untuk proses slip akibat dislokasi ulir dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.7. Slip akibat pergerakan dislokasi ulir (Smallman, 1991)

  Pergerakan dislokasi ini menentukan kekuatan logam, semakin mudah dislokasi bergerak, kekuatan logam akan menurun dan semakin sulit dislokasi pergerakkan dislokasi dapat dilakukan dengan memasukkan atom asing seperti karbon, tungstem, chromium dan nitrogen kedalam logam.

2.3.3. Difusi Atom

  Untuk memahami perilaku logam atau paduan khususnya pada temperatur tinggi diperlukan pengetahuan tentang difusi. Difusi didifinisikan sebagai pergerakan ataom atau molekul dalam bahan. Kehadiran cacat titik dalam kristal memungkinkan difusi atom didalamnya. Mekanisme difusi ada dua macam, yaitu : difusi interstisi dan difusi kekosongan. Difusi interstisi menggambarkan keadaan ketika atom tidak lagi bergerak disekitar kisi kristal, akan tetapi menempati posisi interstisi seperti pada gambar 2.8b.

  Jika terdapat kekosongan, difusi terjadi dalam lompatan atom yang berdekatan ketempat kosong. Sehingga timbul kekosongan baru dibelakangnya, kemudian disusun dengan atom lain yang bias melompat ketempat lain itu dan seterusnya seperti pada gambar 2.8a. Pada difusi, kekosongan peluang sebuah atom untuk melompat berkedudukan sebelahnya akan bergantung pada energi aktivitas untuk pindah dan peluang kosongnya kedudukan yang sebanding dengan fraksi kekosongan dalam kristal (Van Vlack, 1991).

Gambar 2.8. Mekanisme difusi : (a). Dengan kekosongan

  (b). Dengan interstisi (Van Vlack, 1991) 2.4.4. Karakteristik Pertumbuhan Batas Butir.

  Butir didifinisikan sebagai kristal-kristal yang terdapat dalam bahan pada suatu volume tertentu yang memiliki orientasi tertentu pula. Banyak butir dalam bahan zat padat biasanya diatur oleh adanya butir-butir lain yang disekitarnya, dalam setiap butir semua sel satuan teratur dalam satu arah dan dalam satu pola tertentu. Pada batas butir antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola pada kedua butiran tadi, seperti terlihat pada

  Batas butir dapat dianggap berdimensi dua, bentuknya mungkin melengkung dan memiliki ketebalan tertentu, yaitu 2 sampai 3 kali jarak antar atom (Van Vlack, 1991). Ketidakseragaman antar orientasi antara bahan yang berdekatan menghasilkan tumpukan atom yang kurang efisien sepanjang batas butir. Oleh karena itu, atom yang berada sepanjang batas butir memiliki energi yang lebih tinggi dengan yang terdapat dalam butir dan ini yang menyebabkan mengapa daerah berbatasan butir mudah terkikis.

  Tumpukan atom yang lebih sedikit pada batas butir akan memperlancar difusi atom dan ketidakseragaman orientasi pada butir yang berdekatan akan mempengaruhi kecepatan gerak dislokasi. Jadi batas butir akan mengubah regangan praktis dalam bahan. Batas butir dapat menghalangi slip karena dislokasi perlu disesuaikan ketika akan memasuki butir yang lain. Butir yang berdekatan biasanya miring atau terputar kedudukannya terhadap butir yang sedang mengalami slip. Jadi diperlukan gaya yang lebih besar untuk meneruskan slip dan melintasi batas butir.

  Semua bahan kristalin, baik logam maupun bahan non logam mempunyai karakteristik sendiri-sendiri terhadap pertumbuhan butirnya, laju pertumbuhan tergantung pada suhu, dimana kenaikkan suhu akan berakibat menigkatnya energi getaran termal. Yang kemudian mempercepat proses difusi atom melalui batas batas butir yaitu dari butiran yang kecil menuju ke yang lebih besar atau dari arah butiran yang memiliki permukaan cembung menuju butiran yang memiliki permukaan cekung. Karena butiran yang kecil cenderung untuk mempunyai permukan lebih cembung dibandingkan dengan butir yang besar. Akibatnya butir yang kecil lam-kelamaan akan hilang karena termakan oleh butiran yang besar (Van Vlack, 1991).

2.4. Analisa Hasil Penelitian

2.4.1. Kekerasan Knoop Kekerasan merupakan ketahanan bahan terhadap adanya deformasi plastis.

  Deformasi terjadi jika suatu bahan dikenai beban tertentu yang kekuatannya melebihi kekuatan dari deformasi bahan tersebut sehingga struktur bahan yang ada didalam bahan tersebut akan bertambah atau bergeser. Untuk logam, sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi elastik maupun deformasi plasti. Deformasi elastis terjadi jika beban pada suatu logam telah dihilangkan tetapi logam tersebut masih dapat kembali kebentuk semula. Hal ini terjadi karena beban batas belum melampui batas elastis. Sedang deformasi permanent plastis terjadi jika beban pada logam telah dihilangkan tetapi deformasi elastis (Diefer, 1897). Jika ketahanan beban terhadap deformasi suatu bahan lemah , maka beban tersebut mempunyai kekerasan yang rendah.

  Pada pengujian kekerasan ini digunakan kekerasan dengan skala mikro (mikro hardness) karena bahan yang akan diuji berupa lapisan tipis (thin film), jika digunakan uji kekerasan dengan skala makro, maka kekerasan yang diperoleh bukan kekerasan pada lapisan tipis, melainkan kekerasan pada bahan induknya (base metal). Jenis kekerasan lmikro yang digunakan adalah kekerasan knoop.

  Dalam uji kekerasan knoop, digunakan penumbuk yang terbuat dari intan yang berbentuk paramida sedemikian sehingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1.

Gambar 2.10. Penumbuk Piramida Intan : (a). Vickers, (b). Knoop Dari gambar 2.10 dapat dilihat bahwa panjang diagonal melintang dari piramida knoop lebih panjang dari panjang diagonal Vickers sehingga untuk pengukuran kekerasan dengan skala mikro, panjang lekukan yang ditimbulkan dari penumbuk knoop akan akan lebih panjang dari penumbuk Vickers sehingga pengukuran menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih akurat. Disamping itu, ujung piramida intan dari Vickers lebih runcing dari pada ujung piramida knoop.

  Dengan beban penumbuk yang sama, maka ujung piramida Vickers akan lebih mudah untuk mendeformasi (menembus) permukaan lapisan tipis dibandingkan dengan ujung piramida knoop. Karena lebih mudah mendeformasi lapisan tipis, maka kemungkinan ujung piramida Vickers akan .

2.4.2. Pengamatan struktur mikro

  Pengamatan stuktur mikro disini dimaksudkan untuk mengetahuimorfologi permukaan dari lapisan TiAlN yang dibuat.

  Pengamatan lapisan tipis TiAlN ini menggunakan mikroskop metalurgi. Dengan mikroskop dapat diamati permukaan logam. Selain deformasi permukaan dapat diamati juga susunan dari logam tersebut. Setelah logam dipoles, permukaan logam yang halus itu akan tertutup oleh selaput yang terdeformasi, dengan larutan etsa selaput tersebut akan terkikis, permukaan menjadi buram, sebagaian batas butir terkikis dan komponen-komponen tertentu akan nampak akibat kikisan selektif dari larutan etsa tadi. Larutan etsa untuk bahan pahat karbida adalah NaOH.

  Gambar 2.11: Pemeriksaan contoh yang sudah dietsa.

  (A) Contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop. (B) Penampilan contoh melalui mikroskop. Pada gambar 2.11 (A), tampak arah pemantulan cahaya akibat pantulan dari permukaan benda uji. Bila cahaya yang dipantulkan masuk kedalam lensa mikroskop, permukaan tampak dengan jelas (terang). Bila berkas dipantulkan dan tidak mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam. Batas butir tampak seperti alur yang mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak dipantulkan kedalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam. Pada gambar 2.11 (B), terlihat seperti contoh (A) melalui mikroskop.

BAB III DESKRIPSI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Waktu penelitian tentang deposisi lapisan tipis TiAlN pada substrat pahat

  karbida dengan metode sputtering ini dilaksanakan mulai 25 Juli 2005 sampai 28 Juli 2005.

  Penelitian tentang deposisi lapisan tipis TiAlN pada substrat pahat karbida dengan metode sputtering ini dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di bidang Akselerator.

  Penyiapan bahan dan Peralatan penelitian

  Proses pendeposisian target Terhadap substrat

  Pengujian kekerasan knoop Dan pengamatan struktur Mikro

  27

3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian

  3.2.1. Bahan Penelitian

  Bahan utama (substrat) yang digunakan pada penelitian ini adalah pahat karbida. Pahat karbida berbentuk kecil-kecil dengan ukuran 12mm x 10mm x 4mm.

  Gas yang digunakan untuk menembaki target adalah gas argon. Gas argon yang digunakan adalah gas argon teknis dengan pertimbangan harga. Gas lain yang digunakan adalah gas nitrogen. Gas nitrogen ini nantinya bersama-sama dengan logam titanium dan alumunium akan membentuk ion TiAlN dan melapisi permukaan pahat karbida. Senyawa TiAlN sifat keras yang baik sehingga dapat menambah kekerasan pahat karbida.

  Bahan-bahan lain yang ikut mendukung penelitian ini adalah alkohol, kertas abrasive dan alat pengasah untuk menghaluskan permukaan pahat karbida.

  3.2.2.Peralatan Penelitian

  Secara garis besar peralatan penelitian yang akan digunakan dalam pendeposisian lapisan tipis TiAlN pada substrat pahat karbida ini terdiri dari :

  a. Tabung Lucutan

  Tabung lucutan ini berbentuk silinder dengan ukuran diameter sekitar 4 cm dan tinggi sekitar 30 cm. Tabung ini terbuat dari bahan stainless steel dan pada bagian dalam tabung dipasang dua buah elektroda (anoda dan katoda) dengan jarak pisah elektroda 4cm. Tabung lucutan ini dibuat oleh P

  3 TM-BATAN.

  b. Sistem Pemanas