PRASANGKA RASIAL MAHASISWA CINA TERHADAP MAHASISWA NON-CINA DI YOGYAKARTA SKRIPSI
PRASANGKA RASIAL MAHASISWA CINA TERHADAP
MAHASISWA NON-CINA DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Tanti Sukowati
NIM : 039114068
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
“IA membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya, bahkan IA memberikan
kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang
dilakukan ALLAH dari awal sampai akhir...”
Pengkotbah 3 : 11
When I born, I Black, When I grow up, I Black, When I go in Sun, I Black, When I scared, I Black, When I sick, I Black, And when I die, I still black.. And you White fella…, When you born, you Pink, When you grow up, you White, When you go in Sun, you Red, When you cold, you Blue, When you scared, you Yellow, When you sick, you Green, And when you die, you Gray.. And you calling me Coloured ??
Bijaksanalah dalam hidup, hargai setiap detail kesempatan dalam hidupmu..
Di saat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan Di saat sedih selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan Di saat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali Dan selalu ada kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita
Bila kita menghargai kesempatan kecil, maka ia akan menjadi sebuah kesempatan besar
Bila kita setia pada perkara kecil, maka kita akan mendapat perkara yang besar...
(Suara Merdeka, 2000)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Allah Bapa, Tuhan dan Rajaku Yesus Kristus Mama....
Papi...
Kakak-kakakku...
My Little Angels...
Dia yang dengan penuh kesabaran selalu memberi kekuatan, dukungan, doa,dan mengajarkanku arti sebuah ketulusan....
PRASANGKA RASIAL MAHASISWA CINA TERHADAP MAHASISWA
NON-CINA DI YOGYAKARTA
Tanti Sukowati
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai tinggi rendahnya prasangka rasial mahasiswa
Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Penelitian
dilakukan di Yogyakarta dengan subjek sebanyak 100 orang mahasiswa beretnis
Cina asli. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibuat
sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala berdasarkan 3 aspek yaitu kognisi negatif,
afeksi negatif, dan konasi negatif. Keseluruhan aitem berjumlah 75 aitem. Analisis
aitem menggunakan Product Moment Pearson. Estimasi reliabilitas dilakukan
dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha yang menghasilkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,974.Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 59% subjek berada pada tingkat
prasangka yang rendah dan 20% berada pada tingkat sangat rendah. Maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa
non-Cina di Yogyakarta tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang
baik antara mahasiswa Cina dan mahasiswa non-Cina. Tidak ada perbedaan
tingkat prasangka rasial berdasarkan jenis kelamin, usia, dan universitas.Kata Kunci: Prasangka Rasial, Cina, non-Cina
CHINESE STUDENT’S RACIAL PREJUDICE TO NON-CHINESE
STUDENTS IN YOGYAKARTA
Tanti Sukowati
Psychology Faculty Sanata Dharma University
ABSTRACT
This research was a descriptive research. This research was aimed to know
the tendency of Chinese student’s racial prejudice to Nom-Chinese students in
Yogyakarta.The method used in this research was quantitative method. The data
gathered from this research was analyzed by descriptive statistic analysis.
Research was conducted in Yogyakarta. The total subject in this research was 100
Chinese students. The instrument for this research was made by researcher, based
on 3 attitude indicator: negative cognition, negative affective, negative conation.
There were 75 items in the instrument. Items were analyzed using The Product
Moment Pearson Correlation. Reliability is analyzed by Cronbach Alpha obtain of
coefficient reliabilities of equal to 0,974.The result showed there is 59% of the subjects were in the low level of
racial prejudice and 20% of the subjects were in very low level. The result showed
that Chinese student’s racial prejudice to non-Chinese students in Yogyakarta is
low. It was caused by good interaction between Chinese students and non-Chinese
students in Yogyakarta. There were no differences racial prejudice level based on
gender, age, and university.Key Words: Racial Prejudice, Chinese, Non-Chinese
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang hidup dan
perkasa. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya bahkan Ia menciptakan
keajaiban-keajaiban dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Kuasa dan uluran
tangan-Nya menyempurnakan setiap pekerjaan kita, dan berkat kasih-Nya yang
tak berkesudahan jugalah tugas penulisan skripsi ini dapat selesai.Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu
dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh
karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan
tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:Father… Without You I’m nothing…”
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S. Psi. M. Si., dan Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi.,
Psikolog, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
4. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M. S.Psi., M. Si. selaku Ketua Program Studi
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, ”Makasih buat saran, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama pembuatan skripsi saya ya bu… Banyak pelajaran yang saya petik bersamamu…”
5. Ibu Kristiana Dewayani, S. Psi, M. Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang
telah memberi banyak masukan, kritik dan saran yang berguna terhadap penulis.
6. Bapak YB. Cahya Widiyanto, S. Psi. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
memberi banyak masukan, kritik, dan saran yang berguna terhadap penulis.
7. Mas Gandung, Mba Nani, Mas Muji, Mas Dony, ”Makasih buat bantuan
kalian selama ini... Maaf dah sering ngerepotin kalian...^^”
8. Pak Gie, Primadona Psikologi dan orang besar di mata saya, ”Pak, makasih
buat bunganya…so sweet…^^ Makasih juga buat kerendahan hatinya... Saya belajar banyak dari bapak dalam hal kerendahan hati... ”
9. Mama tersayang,”Makasih buat doa, kasih sayang, dan kepercayaan yang
mama kasih... Sekarang saatnya bikin mama bangga...^^ I Love u Mom...”
10. Papi...”Makasih pi buat dukungannya baik materiil maupun spirituil... I Love
u dad...What about u?!I know u love me too...^^”
11. Ko Pupuk & Soso Yenli, Ko Ince & Soso Revi, Ko Iwan & Soso Lingling, Ko
Ingsun & Soso Lia, ”Thanks God bisa punya koko & soso seperti kalian...Makasih buat semuanya...I Love u all!”
12. Dennis, Dewdew, Selvy, Henry, Meli, Epen, Juan, Especially Defa.. ” U are
my little angels… Kuku sayang kalian… Sekolah yang pinter biar bisa nyusul kuku yaa... Defa, makasih dah bantuin kuku masukin data...^^”
13. Akhiu & Khiume, Ie-ie & Ichong, Suksuk, and all of my Cousin…Especially
Fangny “Makasih supportnya…Lo dah jadi nenek terbaek gue…hehehe…”
14. Bapak Branch Auditor Junjungan Mula Sangap, S.E., “Makasih buat doa,
support, kasih sayang, and semuanya…U’r the man that makes me stronger…Lo dah jadi inspirasi gue buat nemuin judul skripsi gue ini..! Thanks Prince…^^”
15. My Transporter, papah JoE...”Thanks God I know you…Thanks for our
togetherness in every single moments…Makasih buat semua bantuan, dukungan, doa, kesabaran, and perhatiannya ya JoE…I’ve learn so many things from u…Ternyata gak semua malaikat punya sayap…!^^”
16. Len, Linda, Mamah Ohaq, Kak Kreez, Marient, Abang Uchox & Mba Amel,
Tha-Qe WeeLee, Mba Anna, Nyitnyit, Adib, ci Vin, Mba Dewi, Donat, Tanti’o2, Mas Sigit, ”Makasih dah mau jadi temanku…Makasih buat semuadukungan dan perhatian kalian...Kalian bikin hidup jadi lebih berwarna…”
17. Pak Minta Istono, S. Psi., M. Si., selaku dosen favorit saya…”Makasih ya pak
buat kebersamaannya... Sukses terus ya pak!!^^ Hidup Hitam…!hehehe…”
18. Buat Andre…”Makasih buat 3,5 tahunnya…^^”
19. Yoko, Meidi, Yosi, Miera, Ratih, Krisna…”Yei Mos RaXTi are friends
forever…Gak ada gue, gak rame! wkwkwk…”
20. Kak Sony, Kak Yo’, Yoan, and semua temen-temen PMK EBENHAEZER,
”Makasih buat semua kebersamaan kita dalam Yesus... Terus maju, jadi terang and berkat buat orang-orang di sekitar kalian... Seperti kalian udah jadi berkat buat aku...” Especially Mamih Devi, Bunda Ine,”Makasih dah sempet mengukir nama kalian di hatiku... Ga nyangka bisa deket sama
21. Semua Temen-temen KKN: Abe, Eka, Surya, Ginting, Nila, Arnie, Dian, Mba
Enny, ”Makasih dah mau berbagi dalam susah maupun senang selama 3 minggu di Gaswangi tercinta...Unforgetable Moments...”
22. Temen-temen Kost Sariayu (Nur, Lia, Presty, mba Iin, dkk.), Kost 99999 (Ci
Emy, Ci Jule, Mba Ma’ia, Kokoh Diana, Mba Bora, Mba Tari, dkk.), Kost Patria (Seoul, dede Andri, Angga, Burung, Dedy, Dadith, Andis, Pur, Yosafat, Ade, Gompis, Kriting, Wili, Edu, dkk.), ”Makasih dah menemani hari-hari gue selama hampir 5 ta’on gue di Jogja...”
23. Bapak dan Ibu Guru, Dosen, dan semua orang yang telah mengajariku banyak
hal,”Makasih dah mengenalkan dunia pendidikan kepadaku... Jasamu tiada tara...”
24. Semua orang yang pernah penulis kenal dan telah banyak membantu dalam
penulisan skripsi ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga memiliki kekurangan di
dalamnya, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Penulis sangat menghargai segala bentuk kritikan dan saran yang membangun dari
pembacanya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.Yogyakarta, Maret 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………..........………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……......………….......... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vHALAMAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. vii
ABSTRAK ................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................. xDAFTAR ISI ............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 5 D. Manfaat Penelitian .............................................................. 5 BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................... 7 A. Prasangka Rasial ................................................................. 7
1. Pengertian Prasangka .................................................... 7
2. Teori Prasangka ............................................................ 8
3. Indikator Prasangka ...................................................... 13
4. Faktor-faktor Penyebab Prasangka................................ 14
B. Mahasiswa .......................................................................... 17
1. Pengertian Mahasiswa .................................................. 17
2. Mahasiswa Cina di Yogyakarta .................................... 18
C. Prasangka Rasial Mahasiswa Cina terhadap Mahasiswa
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 26
A. Jenis Penelitian ................................................................... 26 B. Variabel Penelitian ………………………………………. 26 C. Definisi Operasional ……………………………………... 26 D. Subjek Penelitian ………………………………………… 27 E. Alat Pengumpulan Data ...................................................... 28 F. Pertanggung Jawaban Mutu ............................................... 30C. Hasil dan Pembahasan ........................................................ 35
6. Pembahasan ................................................................. 45
5. Uji Perbedaan .............................................................. 43
4. Data Demografi ........................................................... 39
3. Kategorisasi .................................................................. 38
2. Uji Normalitas .............................................................. 37
1. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................ 35
3. Pelaksanaan Penelitian ................................................. 34
1. Validitas Isi ................................................................... 30
2. Reliabilitas, Validitas, dan Seleksi Aitem Skala
Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap
Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta ............................ 321. Uji Coba Alat Ukur ...................................................... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 32
A. Orientasi Kancah Penelitian ................................................ 32 B. Persiapan Penelitian ............................................................ 32G. Metode Analisis Data ......................................................... 31
3. Reliabilitas .................................................................... 31
2. Seleksi Aitem ................................................................ 30
BAB V. PENUTUP ................................................................................... 52
A. Kesimpulan ........................................................................ 52 B. Saran .................................................................................. 53DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 54
DAFTAR TABEL
TABEL 1: Blue Print ................................................................................ 29
TABEL 2: Penyebaran Aitem Skala Prasangka ........................................ 29
TABEL 3: Distribusi Skala Prasangka Rasial Mahasiswa Cina Terhadap Mahasiswa Non-Cina di Yogyakarta ....................... 33TABEL 4: Deskripsi Data Penelitian ........................................................ 35
TABEL 5: Aspek-aspek Prasangka ........................................................... 36
TABEL 6: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ....... 37
TABEL 7: Kategorisasi Prasangka Rasial Mahasiswa Cina TerhadapMahasiswa Non-Cina di Yogyakarta........................................ 38
TABEL 8: Data Demografi ....................................................................... 39
TABEL 9: Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin(Independent Sample T-test) ...................................................
44 TABEL 10: Uji Beda Berdasarkan Usia (Independent Sample T-test) ..... 44 TABEL 11: Uji Beda Berdasarkan Perguruan Tinggi (One-Way Anova) ................................................................. 45
DAFTAR GRAFIK Grafik 1: Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Jenis Kelamin .............
40 Grafik 2: Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Usia ............................. 41
Grafik 3: Tingkat Prasangka Rasial Berdasarkan Perguruan Tinggi ........ 42
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan yang
relatif berbeda. Menurut Barnouw (dalam Matsumoto, 2004), budaya dapat
didefinisikan sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang
dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi
lain. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan media utama bagi anak
dalam membentuk sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku. Oleh karena itu, anak
dalam budaya tertentu memiliki nilai, sikap, keyakinan, atau perilaku yang
berbeda dengan anak dari budaya lain. Perbedaan kebudayaan ini tentu saja akan
menciptakan adat istiadat yang berbeda dalam tiap suku bangsa.Adat kebiasaan yang berbeda akan menciptakan sikap etnosentrisme pada
diri masing-masing individunya. Etnosentrisme menurut Guilford (dalam Helmi,
1991) adalah kecenderungan individu dalam menilai kebudayaan sendiri sebagai
yang terbaik dan menggunakan norma kebudayaannya sebagai tolak ukur untuk
menilai kebudayaan lain. Soekanto (1992) juga mengatakan bahwa etnosentrisme
adalah sikap yang menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan menggunakan
norma yang ada dalam kebudayaannya.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa etnosentrisme
pihak di luar anggota kelompok (out group). Hubungan sosial itu biasanya akan
lebih banyak dilakukan antar anggota daripada dengan pihak luar. Hal itu
disebabkan karena konsep etnosentrisme yang mengandung dimensi sikap positif
dan negatif. Sikap positif adalah unsur kebanggaan terhadap kelompoknya,
sedangkan sikap negatif adalah anggapan bahwa kelompok luar lebih rendah
(Goni, dalam Helmi, 1991).Sikap negatif terhadap kelompok lain dapat memiliki konsekuensi buruk,
seperti misalnya jika kelompok lain melakukan sesuatu yang berbeda dan dirasa
tidak sesuai dengan latar belakang budaya dari kelompok sendiri, maka hal ini
akan memunculkan stereotipe kelompok. Stereotipe ini digunakan sebagai
cerminan akan adanya keyakinan individu mengenai karakteristik individu lain
berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.
Penggeneralisasian yang berwujud stereotipe ini merupakan indikator dari
prasangka.Prasangka menurut Baron dan Byrne (2006) didefinisikan sebagai suatu
sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu semata-mata
berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok itu. Individu yang
berprasangka akan mempunyai sikap tertentu terhadap individu yang lain bukan
karena karakteristik kepribadian individu tersebut yang unik, tetapi lebih
berdasarkan keanggotaan individu yang diprasangkai dalam kelompok tertentu.Indonesia sebagai negara multi-kultural memiliki prasangka rasial yang
cukup tinggi di antara kelompok mayoritas dan minoritas. Keberadaan etnik Cina kecurigaan, dan kecemburuan yang mendalam, yang menimbulkan sentimen anti-
Cina bagi kelompok etnis yang lain sebagai masyarakat mayoritas. Hal ini
disebabkan karena pada masa kolonial Hindia-Belanda, etnik Cina mendapat
kedudukan istimewa dalam struktur kemasyarakatan di Indonesia, yaitu di bawah
Belanda dan di atas penduduk Indonesia asli. Orang-orang Cina memanfaatkan
kesempatan tersebut dengan menjadi pedagang perantara antara produsen
(penduduk Indonesia asli) dan konsumen (Belanda). Selain itu, orang-orang Cina
mendapatkan hak untuk menarik pajak dari rakyat. Hal itu membuat kedudukan
orang Cina semakin kuat, terutama dalam bidang ekonomi. Keadaan itu membuat
kecemburuan sosial dari masyarakat non-Cina berkembang. Sebaliknya,
prasangka yang terbentuk dalam etnik Cina terhadap masyarakat non-Cina adalah
bahwa mereka mempunyai kedudukan lebih rendah, tidak dapat dipercaya, dan
memusuhi Cina (Jahja, dalam Abidin, 2000).Masyarakat yang tinggal di Yogyakarta terdiri dari berbagai macam suku
bangsa. Penduduk mayoritas dan minoritas hidup berdampingan secara rukun.
Masyarakat di Yogyakarta sebagian besar adalah suku Jawa, namun ada banyak
juga orang-orang yang bukan bersuku Jawa hidup di Yogyakarta, seperti suku
Batak, Madura, Ambon, Kalimantan, Toraja, Cina, dan masih banyak lagi.
Identitasnya sebagai kota pelajar membuat Yogyakarta menjadi sebuah kota yang
banyak dituju oleh remaja dari berbagai suku bangsa untuk menuntut ilmu. Hal ini
menyebabkan Yogyakarta memiliki heterogenitas ras dan etnis yang cukup tinggi.
Lingkungan yang heterogen akan menciptakan kesempatan untuk berinteraksi
Interaksi antar ras adalah kontak atau perjumpaan fisik di antara individu-individu
yang berasal dari berbagai ras di dalam suatu institusi, misalnya institusi
perguruan tinggi. Menurut Pettigrew (dalam Baron dan Byrne, 2006) dan Brewer
dan Miller (1996), interaksi antar ras mampu mengurangi prasangka rasial, karena
individu akan mengembangkan perasaan positif pada orang-orang dari ras lain
yang sering dijumpainya dan mengembangkan perasaan negatif terhadap orang
yang jarang atau tidak pernah dijumpainya.Etnik Cina dipandang sebagai salah satu etnik yang memiliki prasangka
rasial cukup tinggi. Hasil pengamatan para pengamat budaya dan sejarah
masyarakat Cina di Indonesia menyatakan bahwa masyarakat Cina sangat
berprasangka terhadap ras-ras lain (Sukisman, 1975), dan memandang penduduk
Indonesia asli inferior, tidak dapat dipercaya, tidak jujur, dan memusuhi Cina
(Jahja, dalam Abidin, 2000). Hasil pengamatan tersebut sejalan dengan hasil-hasil
penelitian psikologi sosial di negara-negara lain seperti Belanda (Verkuyten &
Kwa, 1996), Kanada (Netting, dalam Lee dkk., 1996), dan di Amerika Serikat
(DiRenzo, 1990), yang menunjukkan bahwa warga Cina di negara-negara tersebut
lebih berprasangka (dan mempunyai stereotipe negatif) daripada warga kulit putih
sendiri, yang merupakan ras terbesar (mayoritas) di negara-negara tersebut (dalam
Abidin, 2000). Pengamatan Ancok (dalam Abidin, 2000) juga menunjukkan
bahwa orang-orang Cina punya kecenderungan untuk memilih teman yang
namanya berhubungan dengan nama Cina daripada berhubungan dengan nama
Jawa.Mahasiswa keturunan Cina di Yogyakarta mau tidak mau harus hidup
bersama dengan mahasiswa dari berbagai suku dan juga mahasiswa dari etnis lain.
Perbedaan dalam hal suku, etnis, ras, maupun agama harus dikesampingkan
karena mereka dituntut untuk dapat mengerjakan tugas, berdiskusi, dan belajar
bersama teman-teman yang mayoritas bukan suku Cina. Kegiatan belajar
mengajar tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antar ras yang menurut
penelitian Pettigrew (dalam Baron dan Byrne, 2006) dapat menurunkan
prasangka. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat besarnya tingkat prasangka
rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.B. Rumusan Masalah
Seberapa tinggi tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Peneliti ingin melihat tingginya tingkat prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis Peneliti diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa non-Cina di
Yogyakarta, sehingga mampu menghapus prasangka kelompok, dan
mengembangkan perasaan positif terhadap anggota kelompok luar.2. Manfaat Teoritis Peneliti diharapkan dapat memperkaya kajian teoritis dalam dunia
psikologi mengenai prasangka rasial mahasiswa Cina terhadap mahasiswa
non-Cina di Yogyakarta.BAB II LANDASAN TEORI A. Prasangka Rasial
1. Pengertian Prasangka Prasangka oleh Baron dan Byrne (2006) didefinisikan sebagai suatu sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu semata-mata
berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok itu. Sementara itu
Myers (1999) secara lebih spesifik mengatakan bahwa prasangka merupakan
sifat negatif yang bersifat apriori terhadap suatu kelompok tertentu dan juga
terhadap anggota-anggota kelompoknya. Jadi individu yang berprasangka akan memiliki sikap tertentu terhadap individu yang lain bukan karenakarakteristik kepribadian individu tersebut yang unik, tetapi lebih berdasarkan
keanggotaan individu yang diprasangkai dalam kelompok tertentu.Berdasarkan Chambers English Dictionary, 1988 (dalam Brown, 2005)
prasangka didefinisikan sebagai penilaian atau pendapat yang dibentuk tanpa
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.Allport (1954), mendefinisikan prasangka sebagai antipati berdasarkan
generalisasi yang salah atau tidak fleksibel. Prasangka bisa diarahkan terhadap
suatu kelompok secara keseluruhan atau terhadap seseorang karena ia merupakan anggota kelompok yang dimaksud.Menurut Jones (dalam Brown, 2005), prasangka adalah penilaian
pemeran sosial signifikan lain, yang dipegang dengan tidak memperdulikan
fakta yang berlawanan dengan itu.Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti
bahwa prasangka rasial adalah sikap dan penilaian negatif yang dibentuk
berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksibel terhadap anggota
kelompok ras tertentu semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok
tersebut tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
a. Teori Konflik Kelompok Realistis (Realistic Group Conflict Theories)
Teori ini mengatakan bahwa kompetisi antar kelompok merupakan lahan yang subur bagi timbulnya prasangka. Kompetisi lahir karena sumber daya yang dianggap bernilai oleh manusia pada kenyataannya memiliki jumlah yang terbatas. Sumber daya yang ada tidak mencukupi untuk membuat semua orang bahagia. Keadaan ini memunculkan kompetisi antar berbagai kelompok sosial untuk memperebutkan sumber daya yang dianggap berharga dan sekaligus terbatas tersebut. Kompetisi antar kelompok membuat individu dari kelompok tertentu akan memandang individu dari kelompok lain secara negatif. Merekamenganggap individu dari kelompok lain sebagai musuh, dan menganggap
kelompoknya benar (White, dalam Baron dan Byrne, 2006). Jadi, prasangka merupakan pemicu konflik sekaligus sebagai hasil dari konflik. Prasangka memicu konflik karena prasangka menciptakan kondisi
hubungan sosial yang penuh ketegangan. Prasangka sebagai hasil konflik
karena konsekuensi munculnya sikap permusuhan terhadap kelompok lain.
Versi lain dari Teori Konflik Kelompok Realistis adalah Teori
Deprivasi Relatif (Relative Deprivation Theoyi). Teori ini berkaitan
dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan objektif,
tetapi juga dari perasaan kurang secara subjektif yang relatif lebih besar
dibandingkan orang lain atau kelompok lain. Menurut Bernstein dan
Crisby (dalam Sears, dkk., 2004), deprivasi relatif bisa menimbulkan
antagonisme bila orang merasa berhak atas barang berharga tertentu yang
tidak mereka miliki, membandingkan dirinya sendiri dengan kelompok
yang memiliki barang itu, dan merasa bahwa suatu saat mereka akan dapat
memperolehnya tetapi tidak bisa menunggu lebih lama lagi.Versi Teori Konflik Kelompok Realistis yang lain menganggap
bahwa mekanisme pokoknya adalah keyakinan anggota kelompok bahwa
kehidupan pribadi mereka sedang atau akan diganggu oleh kelompok
sasaran. Rasa takut yang utama di sini adalah bahwa salah satu kelompok
akan dicelakakan, tidak peduli apakah individu anggota kelompok itu
dicelakakan secara pribadi atau tidak. Ancaman ditujukan kepada “kita”
dan bukan kepada “saya”. Oleh karena itu, segala sesuatu menjadi
kepentingan kelompok dan bukan kepentingan individual (Sears, dkk., 2004). b. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theories) Teori Belajar Sosial memandang prasangka terhadap kelompok
lain tidak timbul dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil belajar
dari lingkungan sosialnya (Bandura, dalam Baron dan Byrne, 2006).
Prasangka diperoleh seorang anak melalui proses sosialisasi. Seorang anak
yang menunjukkan sikap negatif terhadap kelompok lain dapat
diterangkan dari bagaimana orang dewasa, orang tua, guru, yang dekat dan
berperan penting bagi perkembangan anak memberikan contoh kepada
anak serta memberi pengukuh yang positif terhadap tumbuhnya prasangka.
Orang tua memainkan peranan yang sangat penting dalam
penanaman prasangka pada diri anak. Ada korelasi yang konsisten antara
sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial anak
(Ashmore dan DelBoca, dalam Sears, dkk., 2004). Orang tua sering
mewariskan sikap ini tanpa mengajarkannya secara langsung kepada anak-anak mereka, karena sikap dapat dipelajari melalui asosiasi atau imitasi, di
samping melalui penguatan langsung. Anak mengamati sikap dan perilaku
orang tuanya, dan menangkap berbagai isyarat non-verbal dalam reaksi
mereka terhadap orang yang berasal dari ras lain. Akan tetapi, orang tua
sering enggan mengungkapkan prasangka secara bebas dan terbuka.
Akibatnya anak tidak dapat menangkap dengan akurat sikap yang
ditunjukkan oleh orang tuanya. Ketika anak bertambah dewasa, kelompok
teman sebaya menjadi semakin penting. Biasanya kelompok teman sebaya
sosial dan nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang tinggal dalam
lingkungan masyarakat yang sama.Masalah prasangka juga dapat dilacak dari bagaimana institusi yang ada berperan dalam masalah ini serta bagaimana norma-norma sosial
masyarakat yang mendukung terjadinya prasangka dapat mendorong
seseorang untuk konform dengan norma-norma tersebut. Penyebarluasan
dan pengungkapan prasangka yang terus menerus akan memperkuat
peranannya sebagai norma budaya (Ashmore dan DelBoca, dalam Sears,
dkk., 2004). Apabila prasangka menjadi sebuah norma, maka akan banyak orang konform dengan norma ini. Tujuannya adalah agar mereka disukaidan diterima (Pettigrew, dalam Myers, 1999). Menurut pandangan ini,
prasangka bukan merupakan manifestasi dari individu yang memiliki
kepribadian yang “sakit”, tetapi lebih disebabkan oleh norma-norma yang mendukung terjadinya prasangka. Biasanya norma ini juga akan terwujud melalui dukungan-dukungan institusi. Pemisahan sekolah antara anak-anakkulit putih dan anak-anak kulit hitam di Amerika yang disahkan oleh
undang-undang dapat dipakai sebagai bukti adanya dukungan institusi
untuk menguatkan terjadinya prasangka.c. Teori Kognitif (Cognitive Theories) Teori ini menekankan mengenai bagaimana individu yang berprasangka menerima dan memproses informasi yang berkaitan dengan
target prasangka (Feldman, dalam Soeboer, 1990). Pendekatan ini lebih
berprasangka terhadap dunia di sekitar mereka dan orang-orang yang
hidup di dalamnya.Menurut kategorisasi sosial, dalam kehidupan sehari-hari individu
memiliki kecenderungan untuk membagi dunia sosial mereka menjadi dua
kategori yang jelas, yaitu “kita dan mereka” atau “us versus them” (Baron
dan Byrne, 2006). Selanjutnya, individu akan menganggap kelompok
“kita” lebih baik dibandingkan dengan kelompok “mereka”. Menurut
Tajfel (dalam Baron dan Byrne, 2006), kekuatan yang ada di balik
kecenderungan indvidu untuk mengkotak-kotakkan individu lain ke dalam
dua kategori tersebut berasal dari keinginan individu untuk menaikkan
harga diri mereka dengan mengidentifikasikan dirinya ke dalam kelompok
sosial tertentu. Taktik ini akan berhasil hanya jika individu tersebut
memandang kelompok yang dipilihnya ini sebagai lebih superior daripada
kelompok lain, atau kelompok pesaing. Apabila masing-masing kelompok
menganggap kelompoknya lebih superior, maka yang timbul pada
akhirnya adalah prasangka antar kelompok. Tajfel (dalam Baron dan
Byrne, 2006) menamakan proses ini sebagai kompetisi sosial (social
competition ) untuk membedakannya dari teori konflik realistik. Beberapa
hasil penelitian berhasil membuktikan asumsi ini antara lain seperti
Skevington; Meindl dan Lerner (dalam Baron dan Byrne, 2006). Penelitian
yang dilakukan oleh Meindl dan Lerner (dalam Soeboer, 1990)
menunjukkan bahwa pengalaman akan kegagalan pada individu akan akan membawanya pada kategorisasi sosial. Subjek yang mengalami kegagalan akan berusaha menaikkan harga diri mereka dengan menilai anggota dari kelompok lain secara ekstrim. Hasil penelitian ini mendukung adanya pandangan bahwa individu cenderung membagi dunia sosial ini menjadi dua kubu, yaitu “kita” dan “mereka”, yang pada akhirnya memainkan peranan dalam pengembangan prasangka rasial, etnik, atau agama.
d. Teori Psikodinamik (Psychodinamic Theories) Prasangka dapat timbul dari emosi yang meluap-luap. Bila kita berangkat dari teori frustrasi-agresi, dapat kita lihat bahwa frustrasi dapat menimbulkan agresi. Individu yang mengalami frustrasi akan berperilaku agresif terhadap sumber frustrasi. Akan tetapi, bila sumber frustrasi berasal dari individu yang memiliki status lebih tinggi, individu yang mengalami frustrasi akan mencari kambing hitam dan memindahkan agresivitasnya kepada orang lain yang memiliki status lebih rendah agar konsekuensi yang dihadapi tidak terlalu berat. Pendekatan ini sering juga disebut sebagai Scape Goat Theory
Aspek dalam teori yang satu melengkapi aspek dalam teori yang lain. Peneliti
mencoba menarik kesimpulan dari beberapa teori di atas, yaitu bahwa indikator dari prasangka antara lain adalah sebagai berikut: a. Kognisi Negatif Kognisi negatif merupakan persepsi dan keyakinan negatif yang dimiliki individu terhadap kelompok sosial tertentu. Misalnya saja keyakinan bahwa kelompoknya sendiri lebih superior dari kelompok lain (Baron dan Byrne, 2006).
b. Afeksi Negatif Afeksi negatif adalah perasaan-perasaan yang bersifat negatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja merasa takut dan terancam dengan keberadaan kelompok lain di sekitar mereka (Sears,dkk., 2004).
c. Konasi Negatif Konasi negatif adalah tindakan yang bersifat negatif dan diskriminatif dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Misalnya saja memusuhi dan melecehkan kelompok lain (White, dalam Baron dan Byrne, 2006).
4. Faktor-faktor Penyebab Prasangka Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka adalah:
a. Efek Sosialisasi Prasangka dan beberapa sikap lain cenderung diperoleh di awal kehidupan. Oleh karena itu, salah satu pemecahan untuk mengurangi
pada awalnya tidak diajar untuk berprasangka, prasangka cenderung tidak
akan berkembang. Inilah sebabnya para tokoh penghapusan perbedaan ras
menekankan makna penting pengalaman antarras yang positif di sekolah
dasar. Akan tetapi, satu pengalaman sosialisasi saja tidak akan cukup
untuk mengisi kekosongan itu, dan sulit untuk mengubah seluruh
kehidupan anak dalam sesaat. Beberapa hambatan seperti orang tua yang
mendominasi segala sesuatu yang terjadi di sekolah menyebabkan anak-
anak tidak akan banyak melakukan kontak antarras di sekolah (Sears, dkk.,
2004).b. Dukungan Sosial dan Dukungan Institusional Dukungan sosial dan dukungan institusional mampu mendorong
kontak lebih erat antara etnik yang berlainan. Dukungan institusional ini
diberikan oleh pihak otoritas yang berwenang, dalam hal ini bisa
pemerintah, sekolah, pemimpin organisasi, orangtua, dan lain-lain.Ada tiga alasan mengapa hal ini penting, yaitu: 1) Otoritas biasanya berada dalam posisi bisa memberi sanksi (dan rewards) untuk tindakan berprasangka. 2) Ada peraturan yang tegas tentang anti-diskriminasi, yang akan memaksa orang untuk berperilaku dalam perilaku yang tidak berprasangka. Hal ini diharapkan dapat membuat seseorang menginternalisasi perilaku tidak berprasangka itu sebagai sikap mereka.
Pendidikan menjadi salah satu harapan besar bagi orang yang
menginginkan adanya toleransi rasial yang lebih besar. Orang yang pernah
duduk di perguruan tinggi biasanya memiliki prasangka yang lebih sedikit
dibandingkan orang yang tidak pernah.Salah satu faktor yang menentukan pengaruh pendidikan tinggi
adalah adanya norma kelompok teman sebaya yang baru. Mahasiswa yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah orang tuanya dan