Key words : Curriculum development and Student Pesantren Latar Belakang Masalah

  

Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

Studi Empirik Di Pesantren Pelajar Islam (PPI) Nurul Burhan Bondowoso

   Wafi Ali Hajjaj Sekolah Tinggi Agama Islam At-Taqwa Bondowoso, Indonesia E-mail

  Abstract

  One of the efforts that must be taken to anticipate the global changes and the demands of the progress of science and technology, and to increase and equalize the quality of the graduates is through curriculum development efforts. In the world of education, the curriculum becomes one of the decisive factors for the success of graduates in entering the workforce. The curriculum is the core / heart of eeducation, the curriculum is the core or the heart of education. It is said that because the curriculum me elaboration of idealism, ideals, community demands, or certain needs. The direction of education, educational alternatives, educational functions and educational outcomes are highly dependent and dependent on the curriculum.

  Pesantren education which is presented with boarding school system or dormitory is the right step as preventive action for students to influence environment that is not appropriate because of moral of nation which is getting far from humanity and religion teachings, students have experienced mental crisis and morals, they are stuck at drugs, promiscuity, fights between students, brave of parents.

  Key words : Curriculum development and Student Pesantren Latar Belakang Masalah

  Masyarakat Indonesia tidak dapat menghindar dari arus globalisasi, apalagi Indonesia sudah meratifikasi GATS (General Agreement on Trade in Serfices) dan AFTA

  

(Asean Free Trade Area) maka globalisasi dan perdagangan bebas antar negara tidak

  bisa di elakkan lagi. Arus globalisasi harus membawa dampak bahwa mulai tahun 15 setiap negara tidak bisa lagi mencegah arus masuknya barang – barang (Free Flow of

  

Goods), layanan/jasa (Free Flow of Services) termasuk pendidikan, arus investasi (Free

Flow of Invesment), arus modal/capital (Free Flow of Capital), dan arus masuknya

  tenaga

  • – tenaga trampil dan profesional (Free Flow of Prefessionals and Skilled Labors) dari berbagai bangsa dan negara.

  

Adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At – Taqwa Bondowoso, Email :

  Wafi Ali Hajjaj

  Jika bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya lembaga Pendidikan Islam, tidak menyiapkan dan meningkatkan sumber daya manusia manusia yang kompeten secara sungguh

  • – sungguh, maka bisa jadi tenaga – tenaga kerja asing akan masuk ke negeri kita yang memiliki daya saing lebih tinggi dan dipekerjakan di berbagai sektor industri dan jasa. Karena itu, Lembaga Pendidikan (Islam) di tuntut untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang setara dan mendapat pengakuan yang sama dengan sumberdaya manusia dari negara
  • – negara lain (asing). Sebagai implikasinya, maka bangsa Indonesia harus melakukan penataan ulang terhadap jenis dan strata pendidikan, penyetaraan mutu lulusan yang diikuti dengan pengembangan sepanjang hayat.

  Menghadapi tantangan globalisasi tidak hanya sekolah/madrasah yang menjadi objek khusus pengembangan kurikulum, Pesantren juga mendapat perhatian yang sama, Dalam amandemen ke

  • – 4 UUD 1945 BAB XIII pasal 31 ayat 3 dan 5 tentang Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa:

  (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang – undang, (5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

  1 bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

  Sebuah identitas pendidikan yang diinginkan oleh bangsa dan negara kita adalah pendidikan yang mampu membentuk warga dan negara/generasi bangsa yang cerdas dan bermoral. Hal tersebut tentunya membutuhkan proses yang panjang yang harus dilewati oleh pendidikan kita mengingat dampak dari penjajahan yan terjadi selama 3,5 abad yang masih membawa beberapa keterbelakangan diantaranya informasi, kultur, kepercayaan diri, rasa nasionalisme, serta pendidikan.

  Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan yang eksistensinya bertahan cukup lama dalam perjalanan kemerdekaan negara kita adalah pesantren.

1 Sekretariat Jendral MPR RI, Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Undang-Undang Dasar

  Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2015) BAB XIII pasal 31 ayat 3 dan 5

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Secara legalitas pesantren diakui eksistensinya sebagai lembaga pendidikan oleh semangat Undang

  • – Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan yang pelaksanaannya termaktub dalam PAP. No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan bab I pasal 4 yakni:

  Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau

  2 secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.

  Pesantren bisa bertahan bukan hanya karena kemampuannya untuk melakukan penyesuaina, akan tetapi hal itu disebabkan juga karena karakter eksistensinya yang dalam Bahasa Nur Cholis Majid disebut sebagai lembaga yang tidak hanya identic dengan makna keIslaman tetapi juga makna keaslian indonesia (indigenous). Sebagai lembaga indigenous, pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masayarakat lingkungannya.

  Penekanan terhadap pendidikan di pesantren menjadi karakteristik tersendiri dalam menumbuhkan dan membentuk generasi bangsa yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional diatas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pendidikan Islam dalam pesantren adalah kajian terhadap pemberdayaan umat (insya asy

  • – syay i ila

  3

  kamaihi halan fa halan). Berdasarkan Al

  • – Qur’an dan Al – Hadist dalam konteks tertentu. Pengertian diatas mengandung makna proses yang dijelaskan lewat kata halan fa halan secara perlahan.

  Dan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 disebutkan Madrasah Diniyah Takmiliyah Jami’iyah mempunyai jenjang Ula, Wustha, Ulya, dan Jami’iyah. Secara kelembagaan Madrasah Diniyah Takmiliyah Jami’iyah merupakan jenis pendidikan yang berfungsi untuk menyempurnakan pendidikan agama Islam yang didapatkan peserta didik pada satuan pendidikan formal mulai tingkat dasar, hingga perguruan tinggi.

  2 Sekretariat Negara RI, Sistem pendidikan dan pendidikan agama, (Jakarta: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun, 2003, 2007 ) 20, 55

  3 Abd. Halim Soebahar., Matriks Pendidikan Islam, (Yogjakarta:Galang Press,2009) 12

  Wafi Ali Hajjaj

  Selain model di atas, ada bentuk pesantren pelajar. Di mana pesantren tersebut menerima para pelajar yang sedang atau masih menempuh pendidikan di luar pesantren aratinya masih berstatus sebagai pelajar baik tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA maupun mahasisswa biasa yang disebut dengan Pesantren Pelajar. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya keresahan pengasuh pesantren dan para orang tua serta masayarakat adalah semakin maraknya krisis moralitas di kalangan pelajar yang pada saatnya mengancam jati diri bangsa, sekaligus sebagai alternatif kepada masyrakat dengan adanya pensantren pelajar ini santri tersebut lebih dekat dengan sekolahnya sekaligus ada pengganti orang tua yang mengontrol prilakunya (akhlak) sebuah langkah yang bijak jika pemerintah telah menerapkan pendidikan karakter di setiap lembaga pendidikan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan moral, di samping pendidikan akademik diharapkan mampu tampil untuk menjawab krisis moral yang terus menerus meningkat.

  Terbukti dengan adanya hasil survey Kepala BNN Kota Kendari, Sulawesi Tenggara menjelaskan bahawa pengguna narkoba di kota itu selama 2016 didominasi oleh kalangan pelajar. Selama tahun 2016 sudah ditemukan 49 kasus narkoba.

  Sebanyak 36 kasus diantaranya adalah pelajar.

  Disamping narkoba, kasus lain yang menimpa kalangan pelajar adalah tawuran pelajar. Pada 11 Maret 2017 tawuran yang melibatkan pelajar SMP di Kota Bekasi mengakibatkan satu orang pelajar meninggal dunia karena sabetan senjata tajam clurit. Di kampung Caringin Sukabumi, dua kelompok pelajar yang berjumlah 26 terlibat tawuran massal dan mengakibatkan dua pelajar SMP terluka serius akibat sabetan samurai dan kelewang pada 29 April 2017.

  Sejalan dengan hasil survey diatas, maka salah satu komponen penting pada pesantren yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak-ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan, adalah kurikulum. Namun demikian, kurikulum seringkali tidak mampu mengikuti kecepatan laju perkembangan masyarakat. Oleh karena itu,

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan.

  Dalam konteks pendidikan di pesantren, menurut Nurcholish Madjid, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama masa pra kemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan Kiai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut.

  Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

  Dalam kamus bahasa Indonesia kata ”pengembangan” secara etimologi yaitu berarti proses/cara, perbuatan mengembangkan. Secara istilah, kata pengembagan menunjukkan pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau cara yang baru, dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau

  cara tersebut terus dilakukan. Bila setelah mengalami penyempurnaan penyempurnaan akhirnya alat atau cara tersebut dipandang cukup mantap untuk digunakan seterusnya, maka berakhirlah kegiatan pengembangan tersebut.

  • – 4

  Pengertian pengembangan di atas, berlaku pula dalam bidang kajian “kurikulum”, kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyususnan kurikulum itu sendiri, pelaksanaan di sekolah

  • – sekolah yang disertai dengan penilaian yang
  • – intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen

  5 komponen tertentu dari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian.

  Menurut Seller dan Miller (1985:1), kurikulum ialah seperangkat interaksi bertujuan yang secara langsung maupun tidak langsung dirancang untuk menfasilitasi belajar agar lebih bermakna. lnteraksi langsung biasanya mengambil bentuk kurikulum tertulis dan mata pelajaran

  • – mata pelajaran, adapun interaksi yang tidak langsung dapat ditemukan dala “ kurikulum tersembunyi ” (hidden curriculum), yaitu

  4 Hendyat Sutopo , Administrasi Manajemen Organisasi,(Jakarta: LAN RI, 2003) 54

  5 A.Hamid Syarif, Metodelogi Pengajaran Agama Islam (Bandung:Remaja Rosdakarya 1999) 86

  Wafi Ali Hajjaj

  semua hal yang tidak direncanakan tetapi tidak terjadi di sekolah, dialami, dan

  6 dipelajari peserta didik.

  Menurut Oemar Hamalik, istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni “Curriculae” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Definisi kurikulum yaitu jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang

  7 bertujuan untuk memperoleh ijazah.

  Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013, tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Kurikulum, dalam pengertian kurikulum tertulis, mempunyai empat komponen

  • – pokok, yakni: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.Sedangkan definisi kurikulum menurut beberapa ahli yakni:

  Curriculum as the program of studies ,Curriculum as course content ,Curriculum as planned learning experiences, Curriculum as experiences “had” under the auspices of the school (hidden curriculum), Curriculum as a structured series of intended learning outcomes, Curriculum as a (written)

  9 plan for action.

  The term “learning experience” refers to the interaction between the learner

  10 and the conditions in the environment to which he can react.

  6 Wayne Seller dan John Miller, Curriculum Perspective and Practice (New York: Longman, 1985) 1

  7 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2003)16

  8 Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013

  9 Zais Robert S, Curriculum, Principles and Foundations (New York: Harper & Row Publishers, 1976) 7-10

  10 Ralph W tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1949) 62

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Dari beberapa definisi kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat dikonsep: a.

  Kurikulum sebagai pengalaman b. Kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran

  c. Kurikulum sebagai materi pembelajaran

  Desain Kurikulum

  Selanjutnya, Menurut Ornstein A.C dan Hunkis F.P, (1988:242) terdapat beragam pola kurikulum, namun demikian secara garis besar desain kurikulum dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar (subject centered design), desain kurikulum yang berpusat pada peranan siswa (learner centered Design), dan didesain kurikulum yang berpusat pada masalah

  11

  (1) Kurikulum – masalah yang diahadapi masayarakat (problerm centered design). yang berorientasi pada mata pelajaran. Kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran adalah pola kurikulum yang paling dahulu di kenal dalam desain kurikulum, dengan pola ini, kurikulum di susun berdasarkan jumlah dan jenis mata pelajaran yang akan di ajarkan kepada siswa. (2) Kurikulum yang berorientasi kepada siswa, perkembangan teori pendidikan yang menghendaki peran siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran memiliki implikasi pada desain kurikulum. Banyak pakar, di antaranya John Dewey, yang mengemukakan bahwa kurikulum seharusnya di susun berdasarkan kepentingan siswa. Ini di kasudkan agar proses pendidikan yang di langsungkan benar

  • – benar untuk kepentingan siswa. (3) Kurikulum yang berorientasi problem, pada beberapa jenis lembaga pendidikan seperti kedokteran, desain kurikulum sering di orientasikan pada persoalan
  • – persoalan yang berkembang, dengan asumsi bahwa para peserta didik telah mengusai
  • – ilmu dasar yang mutlak di perlukan. Desain seperti ini di anggap efektif karena beberapa disiplin ilmu tertentu berkembang berdasarkan persoalan yang di hadapi dalam kenyataan. Persoalan – persoalan itulah yang membuat seseorang menjadi ahli atau spesialis dalam bidang tertentu. Beberapa contoh pola desain kurikulum yang berorientasi

11 Ornstein A.C dan Hunkis F.P, Curriculum:Foundation, Principles, and theory (Boston: Allyn

  and Bacon, 1988) 242

  • – fungsi manajemen. Menurut Gorton pengembangan kurikulum terdiri dari aktifitas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

  menurut Stoner yang menyatakan bahwa perencanaan merupakan proses memikirkan tujuan dan kegiatan yang didasarkan pada suatu metode, rencana, dan logika tertentu, dan bukan asal tebak saja.

  16 Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2013) 135

  15 Stoner, James A.F., Manajemen. (edisi revisi) (Terj. Alfonsus Sirait) (Jakarta; Penerbit

Erlangga, 1996), (Buku asli diterbitkan tahun 1982 oleh New York: Prentice-Hall International

Inc.)

  14 Handoko, Hany, Manajemen.Y, (ogjakarta: BPFE 2009) 53

  13 Terry, G.R., Principles of Management. (7 th ed.). Homewood: Richard D Irwin Inc.1977) 73

  12 Richard A Gorton Gail Thierbach Schneider, SCHOOL-BASED LEADERSHIP Challenges and Oppurtunities (Wm.C.Brown Publisher, 1976) 232

  tingkatan membuat keputusan tentang tujuan belajar, cara mencapai tujuan

  15 Perencanaan adalah tugas utama manajemen.

  penetapan tujuan

  13 Sedangkan menurut T. Hani Handoko merupakan pemilihan atau

  assumptions regarding yhe future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve the desired results.

  “planning is the selecting and relating of facts and the making and using of

  Planning (Perencanaan) George R. Terry sendiri mendefinisikan perecanaan sebagai berikut:

  12 1.

  Pengembangan kurikulum senantiasa berlandaskan ilmu manajemen yang sesuai dengan fungsi

  Proses Pengembangan Kurikulum

  pada problem adalah kurikulum berorientasi pada situasi hidup (life situation) dan kurikulum berorientasi pada rekronstruksi sosial (social reconstruction).

  Wafi Ali Hajjaj

  • – tujuan organisasi, dan penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

14 Pengertian tersebut hampir sama dengan pengertian perencanaan

16 Perencanaan kurikulum adalah suatu proses ketika peserta dalam banyak

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  tersebut melalui situasi belajar

  • – mengajar, serta penelaahan keefektifan dan kebermaknaan metode tersebut. Tanpa perencanaan kurikulum, sistematika berbagai pengalaman belajar tidak akan saling berhubungan dan tidak mengarah

  17 pada tujuan yang diharapkan.

  Berdasarkan pemikiran di atas, maka yang dimaksud dengan perencanaan pengembangan kurikulum adalah suatu aktivitas memikirkan di muka tentang hal

  • – hal yang harus dilakukan yang berkenaan dengan kurun waktu agar pelaksanaan dalam pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif dan efisien karena sangat berpengaruh pada pelajar itu sendiri.

  Actuating (Pelaksanaan) George R. Terry tahun 1986 mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota – anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan

  18 tanggung jawabnya.

  Dalam manajemen, pelaksanaan kurikulum bertujuan supaya kurikulum dapat terlaksana dengan baik. Dalam hal ini manajemen bertugas menyediakan fasilitas material, personal dan kondisi

  • – kondisi supaya kurikulum dapat terlaksana. Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua: Pertama, pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah atau kampus ditangani oleh rektor/kepala sekolah. Selain bertanggung jawab supaya kurikulum dapat terlaksana di sekolah dia juga berkewajiban melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti menyusun kalender akademik yang akan berlangsung di sekolah selama satu tahun, menyusun jadwal

  17 Hamalik Perencanaan Kurikulum (Bnadung, 2009) 171 18 th Terry, G.R., Principles of Management. (7 ed.). Homewood: Richard D Irwin Inc.1977) 96

  Wafi Ali Hajjaj

  mata pelajaran satu semester, pengaturan tingkat tugas dan kewajiban guru, dan lain

  • – lain yang berkaitan tentang usaha untuk pencapaian tujuan kurikulum.

  Kedua, pelaksanaan kurikulum tigkat kelas, yang dalam hal ini dibagi dan ditugaskan langsung kepada para guru.

  Pembagian tugas ini meliputi: a) kegiatan dalam bidang proses belajar mengajar; b) pembinaan kegiatan ekstrakulikuler yang berada di luar[p ketentuan kurikulum sebagai penunjang tujuan sekolah; c) kegiatan bimbingan belajar yag bertujuan untuk mengembangkan potensi yang berada dalam diri pelajar dan

  19 membantu pelajar dalm memecahkan masalah.

  Evaluation (Evaluasi) Penilaian atau evaluasi adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar

  20

  baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Maksud dari penilaian adalah memberi nilai tentang kualitas sesuatu.

  Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan atau tindakan untuk menentukan nilai sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Evaluasi kurikulum adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisi dan interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh

  21 mana pelajar telah mencapai tujuan pembelajaran.

  Evaluasi kurikulum tersebut dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) program. Dalam konteks pelaksanaan serta pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan evaluasi akan dapat ditentukan nilai dan arti dari suatu kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak.

  19 Dadang Suhardan, Manajmenen Pendidikan , (Bandung: Alfabeta, 2009) 195

  20 Asmawi Zainul dkk, Teknik Penilaian (Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbut, 1994) 7

  21 Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta:Rajawali Press, 2009) 91

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada berbagai komponen pokok yang ada dalam kurikulum, di antara komponen yang dapat dievaluasi adalah sebagai berikut: Pertama, evaluasi tujuan pendidikan;merupakan evaluasi tujuan setiap mata pelajaran untuk mengetahui tingkat ketercapaiannnya, baik terhadap tingkat perkembangan pelajar maupun ketercapaiannya dengan visi-misi lembaga pendidikan. Kedua, evaluasi terhadap isi/materi kurikulum merupakan evaluasi yang dilakukan terhadapa seluruh pokok bahasan yang diberikan dalam setiap mata pelajaran untuk mengetahui ketersesuaiannya dengan pengalaman, karakteristik lingkungan, serta perkembangan ilmu dan teknologi. Ketiga, evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru/ustadz terutama di dalam kelas guna mengetahui apakah strategi pembelajaran yang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik. Keempat, evaluasi terhadap program penilaian yang dilakukan guru selama pelaksanaan pembelajaran baik secara harian, mingguan, semester,

  22 maupun penilaian akhir tahun pembelajaran.

  Jadi, yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam proposal penelitian ini adalah proses menambah sesuatu menjadi lebih sempurna. Dengan demikian pengembangan kurikulum adalah suatu sistem yang efektif dan efisien untuk megkoordinasikan usaha – usaha perbaikan kualitas dalam organisasi dengan menggunakan kurikulum yang dianutnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga diperoleh suatu hasil yang baik.

  Pesantren Pelajar

  Pesantren merupakan lembaga pribumi tertua di Indonesia yang berakar pada tradisi Islam sendiri sejak zaman nabi memulai misi da’wahnya menyampaikan Islam pada penduduk Mekkah yang dilakukan secara sembunyi terhadap sahabatnya yang dilakukan dirumah Arqam bi Abu Arqom yang kemudian sekolompok ini menjadi pionir pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab, Afrika, dan akhirnya menyebar

22 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran:Teori dan Praktik Pengembangan KTSP

  (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2010) 342 Wafi Ali Hajjaj

  ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Penyebaran Islam di Indonesia dikenal dengan kegiatan berbetuk tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid tertentu, pimpinan tarekat kemudian disebut Kyai yang dengan suka rela mengorbankan hartanya membentuk pemondokan bagi anggota tarekatnya dan mendirikan masjid.

  23 Yang kemudian tempat ini disebut dengan pondok pesantren.

  Pondok pesantren adalah gabungan antara kalimat pondok dan pesantren. Istilah pondok berasal dari kata Funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel, akan tetapi di dalam ke-pesantrenan Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu

  • – petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja, pesantren saja, atau digabung yaitu sebutan pondok pesantren yang masudnya sama, namun pembedanya adalah asramanya dan santri yang menempati asrama tersebut, masudnya pesantren yang santrinya tidak menetap di asrama, melainkan di seluruh desa sekitar pesantren yang biasa disebut dengan santri kalong mereka menempa

  24 ilmu agama di pesantren.

  Sedangkan istilah pesantren secara etimologis berarti pe-santrian yang berarti tempat santri, pondok pesantren adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pesantren disebut pondok pesantren atau pendidikan tradisional, sekalipun sudah banyak pesantren modern, merupakan lembaga pendidikan Islam

  25 tertua di Indonesia. Pesantren berarti tempat para santri.

  Dari beberapa batasan dan definisi para ahli tersebut dapat diketahui bahwa dalam pondok pesantren ada beberapa unsur

  • – unsur yang perlu diperhatikan yaitu

  23 Depag RI Profil Pondok Pesantren Mu’adalah ( Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam) 12

  24 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2003) 1

  25 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1986) 18

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  meliputi: a) Pondok; b) Masjid; c) Santri; d) Pengajian kitab

  • – kitab Islam klasik dan e)

26 Kiai.

  Bahkan Zamakhsari Dhofier dalam pengamatannya juga menyederhanakan pesantren ke bentuknya yang paling tradisional, ia menyebutkan ada lima unsur yang

  27 membentuk pesantren yaitu pondok, masjid, pengajian kitab klasik, santri dan kiai.

  Mastuhu mengatakan bahwa model pengelolaan pesantren dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

  Pertama, pesantren pribadi. Dalam pengelolaan pesantren pribadi, pemiliknya

  memiliki kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri dan bebas merencanakan maka dalam hal kemampuan manajerial pesantren jenis ini akan sulit berkompromi dengan ide-ide baru yang datang adri luar, kecuali pengasuhnya memiliki sikap terbuka menerima hal

  • – hal baru.

  Kedua,

  Institusional. Berbeda dengan “pesantren pribadi” pesantren institusional tidak tergantung pada perorangan, tetapi dikelola secara kolektif- institusional, lengkap dengan mekanisme sistemnya, sehingga dapat dikontrol dan dievaluasi kemajuan dan kemundururannya dengan menggunakan tolok ukur yang objektif. Akan tetapi, karena dikelola secara kolektif, maka seringkali pesantren jenis ini terbelenggu dengan aturan-aturan birokrasi sehingga tidak lincah dalam

  28 mengambil keputusan yang dapat menghambat kemajuan.

  Sedangkan jika ditinjau dari sudut administrasi ada 4 (empat) kategori pondok pesantren:

  Pertama, Pesantren dengan sistem pendidikan lama yanag pada umumnya

  terdapat jauh di luar kota, dan hanya memberi pengajian kepada para santri maupun masyarakat sekitar.

26 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (.Jakarta:

LP3ES, 1982) 44

  27 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (.Jakarta: LP3ES, 1982) 5

  28 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta:Logos, 1999) 38

  Wafi Ali Hajjaj Kedua, Pesantren modern dengan sistem pendidikan klasikal berdasarkan

  kurikulum yang tersusun baik, termasuk pendidikan skill dan vocational (keterampilan)

  Ketiga, pesantren dengan sistem kombinasi yang selain menyediakan

  pengajaran dalam bentuk pengajian juga menyediakan madrasah yang dilengkapi dengan pengetahuan umum menurut tingkatannya (klasikal)

  Keempat, pondok pesantren di mana santri

  • – santrinya kebanyakan belajar di sekolah/kampu di luar pesantren yang bersangkutan sedangkan di dalam pondok sendiri tidak diwajibkan untuk mengikuti pengajian
  • – pengajian yang diadakan oleh Namun dalam jurnal ini, penulis mengembangkan dari pesantren pribadi yang dijelaskan diatas, dengan model pengelolaannya dinamakan Pesantren Pelajar. Dimana Pesantren hanya merupakan asrama sedangkan para santrinya belajar di luar (di madrasah atau sekolah umum lainnya) artinya santri yang ada didalamnya hanya santri yang berstatus sebagai pelajar santri yang tidak berstatus sebagai pelajar tidak diizinkan untuk nyantri dipesantren pelajar tersebut, kyai hanya mengawas dan sebagai pembina para santri tersebut, namun tetap wajib bagi santri untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh kiai.

  Kajian Empirik Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Lokasi dalam jurnal yang ditulis adalah pesantren yang ada di kabupaten Bondowoso yaitu Pesantren Pelajar Islam Nurul Burhan ini dianggap sebagai lokasi penelitian yang representatif untuk melihat pengelolaan pendidikan Islam terutama dalam melakukan pengembangan kurikulum survival (eksis) dari waktu ke waktu (dari masa ke masa), banyak berkompetisi dengan pondok pesantren lainnya serta mampu untuk membangun kualitas manusia (output) yang berakhlaqul karimah, dan telah membuktikan sisi kontibutifnya bagi pembangunan bangsa dan negara.Di sisi lain, pesantren tersebut dipilih oleh peneliti dengan berdasarkan kriteria: pertama, pesantren pelajar ini menerima tantangan bagi santrinya untuk menimba ilmu di luar pesantren baik di sekolah negeri maupun di swasta (SMP/MTS, SMA/SMK, MA,

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Perguruan Tinggi). kedua, pesantren tersebut berada di pusat kota, dimana rintangan, gangguan bagi santri sangatlah mudah dipengaruhi. Pesantren Pelajar tersebut merupakan bagian kebijakan dari pengasuh pesantren untuk memberikan suplemen pendidikan agama bagi pelajar, bagi mereka yang belum pernah menduduki bangku pesantren keberadaan pesantren pelajar ini menjadi proses keilmuwan Islamnya, karena jika ditelusuri masih banyak pelajar yang belum memahami hakikat ajaran Islam dan untuk m enciptakan generasi muda yang Qur’ani dalam rangka menciptakan kader-kader penerus ulama dan pemimpin bangsa. Terbersitlah keinginan pendiri PPI (Pesantren Pelajar Islam) untuk mendirikan sebuah pesantren yang mengutamakan ilmun hal namun tetap berprofesi sebagai pelajar.

  Untuk itu, Keberadaan pesantren pelajar Nurul Burhan ini mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan pesantren lain: pertama, sesuai dengan namanya PPI, pesantren ini hanya dikhususkan bagi santri yang masih menempuh jenjang pendidikan formal atau berstatus pelajar seperti SD/MI, MTs/SMP, SMA/SMK/MA, ataupun mahasiswa dengan kata lain santri yang tidak menempuh jenjang pendidikan tidak diperbolehkan belajar di pesantren ini. Kedua, kajian ngaji atau pembelajaran tidak menggunakan kitab-kitab klasik atau yang lebih kita kenal sebagai kitab kuning, melainkan hanya terfokus pada pengkajian Al -

  Qur’an sebagai

  • – sumber utama pendidikan keIslaman bagi santri bisa disebut dengan Ulum Al Qur’an. Hal ini terbukti pada perlombaan MFQ (Musabaqoh Fahmil Qur’an) yang diikuti oleh santri di pesantren pelajar ini pada tingkat provisi dengan mendapatkan juara Harapan II. Ketiga, pengajaran yang bersifat amaliyah, karena dengan ini dianggap lebih mengenal dan mendasar untuk pembentukan karakter dan mental spritual santri dari pada pengutamaan beberapa kitab sebagai atensi pembelajaran utama dengan ciri khas yang biasa disebut Wadzifah Santri, yaitu: 1.

  Tiada Hari Tanpa Al – Qur’an yakni Pemberian berbagai kajian ilmu al Qur’an dari siang sampai malam, terampil baik dari sisi membacanya, menerjemaahkan dan menulis Al

  • – Qur’an maupun seni membaca Al – Quran (tilawah) sehingga diharapkan ketika tamat dari pesantren tersebut santri dapat membuat product Al Qur’an dan terjemahnya dengan tulis tangan sendiri.
    Wafi Ali Hajjaj 2.

  Tiada Waktu Tanpa Sholat Berjama’ah yakni terlihat dari bilik-bilik pesantren yang membiasakan santri untuk sholat berjamaah, seperti sholat 5 waktu dengan berjamaah, shalat tahajjud dan dhuha dengan berjamaah yang menjadi kewajiban semua santri, sehingga jika ada yang terlambat maka santri mengajak jama’ah santri lain.

  3. Tiada Hari tanpa Bersholawat yakni dengan pembiasaan untuk bersholawat, seperti pembacaan sholawat sehabis ashar 300 kali, sedangkan setelah maghrib rutin 1000 kali, malam rabu membaca sholawat Barzanji, sholawat Qiyam hingga sholawat burdah yang menariknya dilaksanakan di alam terbuka setiap malam jum’at manis hal ini disebut dengan pesta sholawat khususnya.

  4. Tidak Berprilaku yang Tidak Diridhoi Oleh Allah.

  5. Menjaga Kebersihan, semua santri wajib bersih – bersih walaupun mengambil sebungkus permen, sehingga pada tahun 2017 ini pesantren tersebut mewakili pesantren yang ada di Bondowoso ditingkat provinsi untuk mengikuti lomba kebersihan utusan dari Dinas

  Kesehatan dalam rangka: ”Pesantren Husada” yaitu dengan topik menarik degan mengungkapkan tetang kebersihan pesantren, kondisi pesantren, yang selama ini pesantren dinilai dengan tempat yang kumuh, gatal-gatal dan kotor. keempat, santri yang ada dipesantren pelajar ini, berbeda- beda dan menyebar dari berbagai aliran tetapi prilakunya prilaku Ahlussunnah, misalkan ada beberapa santri yang sekolah di SMP IT (Islam Terpadu).

  29 Selanjutnya tujuan didirikannya pesantren pelajar ini untuk menciptakan

  generasi muda yang Qur’ani dalam rangka menciptakan kader-kader penerus ulama dan pemimpin bangsa (leader) yakni membekali para santri dengan menerapkan pembiasaan-pembiasaan (haliyah) baik dibidang ubudiyah misalkan memimpin sholat berjama’ah, menjadi bilal, memimpin istighosah dan lain sebagainya. maupun bidang administrasi yakni santri dibiasakan untuk bertanggungjawab, seperti di setiap akhir periode kepengurusan wajib melaporkan program kerjanya dan iventaris kantornya, barang sekecil apapun seperti sapu, spidol, gembok semua harus jelas dan harus dilaporkan keberadaanya oleh pengurus dengan membuat Laporan Pertanggung

  29 Wawancara pengurus pesantren 27 November 2017

  Pengembangan Kurikulum Pesantren Pelajar

  Jawaban (LPJ) terhadap apa yang sudah dilakukan dan diprogramkan baik dari Qismul Ubudiyah (bagian ibadah), Qismul Ndlafah (bagian kebersihan), Qismul Amni,

  30 Qismul Fanni (bag. Kesenian dan pengembangan bakat).

  KESIMPULAN

  Dengan demikian pengembangan kurikulum pesantren pelajar di Pesantren Nurul Burhan mempunyai .karakteristik dalam mengembangkan kurikulumnya yakni dengan membekali santri ilmu-ilmu al-

  Qur’an juga bisa disebut Ulum Al-Qur’an. Dimana santri yang mengeyam pendidikan di pesantren tersebut adalah para pelajar menjadi santri. Selain itu, santri juga dibiasakan untuk melakukan kebiasaan- kebiasaan yang telah di tetapkan oleh pihak pesatren dan merupakan ciri khas pesantren yang bisa disebut Wadzifah Santri yakni:

  1. Tiada Hari Tanpa Al-Qur’an 2.

  Tiada Waktu Tanpa Sholat Berjama’ah 3. Tiada Hari Tanpa Bersholawat 4.

  Tidak Berprilaku yang Tidak Diridhoi oleh Allah S.W.T 5. Selalu Menjaga Kebersihan

  Referensi Depag RI.

  Profil Pondok Pesantren Mu’adalah Jakarta: Direktorat Jenderal

  Kelembagaan Agama Islam Dhofier, Zamakhsari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES

  Gorton, Richard A., Gail Thierbach Schneider. 1976. SCHOOL

  • – BASED LEADERSHIP Challenges and Oppurtunities. Wm.C.Brown Publisher.

  Greertz Clifford, 1983.Abangan, Santri, dan Priyayi Dalam Masayarakat Jawa Jakarta: Pustaka Jaya. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. _____________ . 2007. Dasar

  • – dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

  _____________ . 2010. Manajemen pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

  30 Dokumentasi pesantren 6 Desember 2017

  Wafi Ali Hajjaj

  _____________ . 2013. Manajemen pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Handoko, Hany. 2009. Manajemen.Yogjakarta: BPFE Ivancevich, J.M. 2007. Human Recourse Management.Singapore: Mc-Graw Jakarta: Salemba Empat Karya. Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

  Miles, Matthew B. dan A. Michael Hubberman. 1992.Analisis Data Kualitatif, Terjm.

  Tjetjep Rohendi Rohadi, Pendamping Mulyanto. Cet.I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Miller, John P & Seller, Wayne. 1985. Curriculum Perspective and Practice. New York: Longman. Mujamil Qomar. 2003. Pesantren dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, ( Jakarta: Erlangga). Ornstein A.C and Hunkins, F.P. 1998.Curriculum:Foundation,Principles, and theory,

  Boston: Allyn and Bacon Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan

  KTSP Jakarta: Kencana Prenada Media Sekretariat Jendral MPR RI. 2015. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

  Tahun 1945.Jakarta Sekretariat Negara RI. Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Keagamaan.

  Jakarta Sekretariat Negara RI. 5 Oktober 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 55

  Sistem Pendidikan Soebahar, Abd. Halim. 2009. Matriks Pendidikan Islam.Yogjakarta: Galang Press Soetopo, Hendyat. 2003. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran, Tim Pakar Manajemen Pendidikan UM. Malang: UM Press.

  Spradley, James. 1980. Participant Observation. Holt : Rinchart and Stoner, James A.F., Manajemen. (Edisi revisi) (Terj. Alfonsus Sirait) (Jakarta; Penerbit

  Erlangga, 1996), (Buku asli diterbitkan tahun 1982 oleh New York: Prentice

  • – Hall International Inc).

  Syarif, A.Hamid. 1999. Metodelogi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan. Terry, G.R., (1977). Principles of Management. (7th ed.). Homewood: Richard D Irwin Inc. Tyler, Ralph W. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press. Zais Robert S. 1976. Curriculum, Principles and Foundations. New York: Harper & Row Publishers.