AGAMA DALAM BAYANG-BAYANG FANATISME; Sebuah upaya Mengelola Konflik Agama Imam Hanafi Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau e-mail: imam.hanafiuin-suska.ac.id Abstrak - AGAMA DALAM BAYANG-BAYANG FANATISME; Sebuah upaya Menge

AGAMA DALAM BAYANG-BAYANG FANATISME; Sebuah upaya Mengelola Konflik Agama

Imam Hanafi

Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) UIN Suska Riau e-mail: imam.hanafi@uin-suska.ac.id

Abstrak

Konflik atas nama agama seringkali muncul dalam realitas sosial. Kondisi ini terjadi justru diawali oleh fanatisme yang berlebihan, yang kemudian merembet pada fundamentalisme. Konflik tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai agama belum diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan adanya revitalisasi nilai-nilai agama. Sehingga konflik agama itu dapat diminimalisir. Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa upaya untuk meminimaliser gejala tersebut dengan melakukan; Pertama,. Dialog Parlementer (Parliementary Dialogue). Kedua, Mediasi; Ketiga, Pendidikan Pluralisme; Keempat. Penegakan Hukum; dan Kelima, Pembinaan Etika (akhlak)

Keywords: konflik, fanatisme, agama

peningkatan kualitas kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang selalu tegak tanpa ada konflik, sehingga yang melakukan interaksi sosial, sehingga

perlu bagi manusia adalah bagaimana cara muncul pertentangan dan kesamaan untuk

mereka memadukan dan mencari solusi melahirkan perubahan sosial. Situasi

agar konflik tersebut tidak menimbulkan adanya pertentangan atau ketidakserasian

(kerusakan), namun antara pihak yang akan dan sedang

kehancuran

sebaliknya dapat membantu manusia mengadakan hubungan atau kerjasama,

keseimbangan dan lebih dikenal dengan istilah konflik.

mewujudkan

tumbuhnya pola introspeksi diri dalam Konflik sesungguhnya menjadi sebuah

sebuah komunitas masyarakat. realitas yang tidak dapat dihindarkan,

satu kebanggaan bangsa terlebih bagi masyarakat Indonesia yang

Salah

Indonesia bahwa bangsa ini hidup di memiliki keberagaman. Eksistensi konflik

negara yang memiliki keberagaman budaya sangat urgen sekali dalam kerangka

dan

agama.

Negara senantiasa Negara senantiasa

madzhab (Ahmadiyah di Cikeusik 6 mewujudkan sikap toleransi, dialog lintas

Februari 2011, Syiah di Sampang, Madura budaya dan agama, selalu mendapat

pada Desember 2011); penjarahan, berbagai

tawuran, pembunuhan, dan pemerkosaan. mempunyai niat dan iktikad baik.

tantangan, negara

selalu

konflik yang telah Keinginan negara yang senantiasa

Berbagai

menimbulkan tindak kriminal tersebut, mengedepankan toleransi, multikultural,

akan menimbulkan konflik sosial yang sering bertolak belakang dengan kondisi

Konflik tersebut faktual terkini, karena masih banyaknya

lebih

besar.

menunjukkan bahwa nilai-nilai agama bukti-bukti intoleransi dalam kehidupan.

belum diamalkan dan diterapkan dalam Intoleransi ini menimbulkan pertentangan

masyarakat, sehingga atau yang lebih populer disebut konflik.

kehidupan

diperlukan adanya revitalisasi nilai-nilai Nilai-nilai yang terkandung di dalam

agama. Sehingga konflik agama itu dapat Agama berlaku

dalam kehidupan

diminimalisir.

berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Beberapa tulisan atau riset terkait

Namun sejalan dengan perkembangan dengan upaya ini adalah Imam Subkhan

zaman, muncul pengaruh

negatif

(2011) berpendapat bahwa konflik dapat globalisasi.

Tingkat

pemahaman

diminimalisir bila ada agenda ketulusan masyarakat terhadap nilai-nilai agama

membangun dialog dan membuka masih sebatas pada tataran teori,

prasangka di tingkat basis, Negara juga sementara pada prakteknya dalam

punya kewajiban menjamin hak-hak kehidupan bermayarakat, berbangsa dan

warganya. Misalnya hak untuk hidup aman bernegara, nilai-nilai tersebut belum dapat

tanpa ancaman dalam menjalankan diamalkan sepenuhnya oleh masyarakat.

kepercayaan dan agamanya, jaminan Degradasi pemahaman masyarakat

kebebasan beribadah, berpendapat dan terhadap nilai-nilai toleransi, persaudaraan,

melihat fakta kesetaraan, dan kerukunan, menimbulkan

berkumpul.

Tapi

penegak hukum konflik horisontal. Nilai-nilai tersebut

ketidakberdayaan

menghadapi kelompok-kelompok yang sering kali dianggap tidak berperan ketika

memaksakan kehendak mereka sehingga dihadapkan pada konflik-konflik yang

melanggar hak orang lain. Jalan yang terjadi dalam masyarakat. Konflik yang

paling mungkin adalah kembali ke praktik terjadi antara lain adalah konflik antar ras

keseharian, yaitu wacana dan relasi atau suku di Kalimantan, antar kelompok

kemanusiaan yang kita selami sehari-hari, beragama seperti pembakaran gereja atau

yang terkadang dianggap remeh, namun masjid (peristiwa Ketapang, Jakarta 1998,

sesungguhnya punya peran besar dalam Kupang, Januari 1999, Gereja GKI Bogor

membangun kelenturan sosial atau yang membangun kelenturan sosial atau yang

yang berada di tempat kejadian perkara. narasi-narasi.

Pela-gandong sebagai pola penyelesaian konflik tetap eksis dan efektif namun tidak

Riset lainnya, dalam penelitian maksimal fungsinya akibat himpitan

kuantitatif, Ibnu

Syamsi

multidimensi modernitas. menjelaskan bahwa agama mempunyai

pengaruh yang cukup signifikan terhadap Oleh karena itu, penting untuk melihat konflik sosial masyarakat di kelurahan

bagaimana kaitan agama dengan berbagai Condongcatur.

variasi fanatismenya, yang kemudian menggunakan regresi ganda menunjukkan

Penelitian

yang

melahirkan konflik. Tulisan ini, akan sumbangan efektif variabel bebas adalah

mencoba melihat kerangka konflik dalam 21,6%, dan masing-masing sumbangan

tataran fanatisme dalam agama, terutama variabel bebas, yaitu agama 10,8 %

Islam.

terhadap konflik sosial masyarakat, kelas

Konflik dalam Bacaan

sosial 2,2 %, budaya 3,0 %, suku 2,3 %, kepentingan 0,7 % dan pribumi-non

Konflik sosial dapat diartikan dua hal: pertama , perspektif atau sudut pandang

pribumi 2,6 %.

Hasil tersebut

memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang tertentu di mana konflik dianggap selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi

berperan dalam konflik sosial masyarakat manusia dan struktur sosial; kedua,

Condongcatur: agama, budaya, pribumi- nonpribumi, suku, kelas sosial, dan

pertikaian terbuka seperti perang, revolusi, pemogokan dan gerakan perlawanan

kepentingan. Sedangkan sisanya adalah unique factor. (Kuper, 2000:155).

Jenis konflik umumnya berlangsung dalam konteks

Penelitian Hamzah (2010) menjelaskan hubungan saling tergantung dan hubungan

bahwa konflik sosial bernuansa agama di pertukaran yang melembaga, sehingga

Ambon-Lease dikenal dengan konflik jenis konflik yang satu dengan yang lain

horizontal bernuansa vertikal. Konflik ini selalu terdapat kemiripan, meskipun

terjadi beberapa kali dengan melibatkan variasi juga selalu ada. Dari berbagai jenis

masa kedua pihak (Islam dan Kristen) konflik tersebut, ada tiga varian terpenting

dalam jumlah besar, berlangsung lama dan yang saling terkait, yakni pertama, karakter

banyak korban. Akar-akar masalahnya pihak yang berkonflik, kedua, hakekat

teridentifikasi pada

motif-motif:

tujuan serta ketiga, sarana yang digunakan pemahaman agama, bias sejarah, etnis,

dalam konflik itu sendiri (Kuper, karakter

mengkristal pada dua hal pokok, yaitu ekonomi dan politik. Isu Nursalim dan

Lewis A. Coser (1956) berpendapat bahwa konflik dapat merupakan proses

Yopy hanyalah desas-desus sebagai Yopy hanyalah desas-desus sebagai

permusuhan atau agresi. pembentukan,

dalam

sikap

Misalnya, Komunitas Syiah akan agresif pemeliharaan struktur sosial. Konflik

penyatuan

dan

melindungi kelompoknya, tetapi setelah dapat menempatkan dan menjaga garis

berada di luar desa, komunitas Syiah batas antara dua atau lebih kelompok.

dan Sunni melupakan perbedaan dan Konflik dengan kelompok lain dapat

berinteraksi atau berkomunikasi secara memperkuat kembali identitas kelompok

aktif.

dan melindunginya agar tidak lebur ke Bila konflik berkembang dalam

dalam dunia sosial sekelilingnya. Seluruh hubungan-hubungan yang intens, maka

fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat pemisahan (antara konflik realistis dan

dalam ilustrasi suatu kelompok yang non-realistis) akan lebih sulit untuk

sedang mengalami konflik dengan dipertahankan. Coser menyatakan bahwa,

kelompok lain. Konflik yang terjadi semakin dekat suatu hubungan semakin

bertahun-tahun antara komunitas Syiah besar rasa kasih sayang yang sudah

dan Sunni menurut Coser akan tertanam, sehingga semakin besar juga

memperkuat identitas kelompok. kecenderungan untuk menekan ketimbang

Coser (1956) membagi konflik menjadi mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang dua, yaitu:

pada hubungan-hubungan sekunder, seperti misalnya dengan sesama penjual

1. Konflik Realistis,

berasal

dari

sate, rasa permusuhan dapat relatif bebas kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan

diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa khusus yang terjadi dalam berinteraksi

terjadi dalam hubungan-hubungan primer dan umumnya ditujukan pada obyek

dimana keterlibatan total para partisipan yang

dianggap

mengecewakan.

(komunitas Syiah dan anti Syiah) Contohnya

komunitas

Sunni

mengungkapkan perasaan bermusuhan. membakar

Hal ini berbahaya bagi hubungan komunitas Syiah

tersebut. Apabila konflik tersebut benar-

2. Konflik Non-Realistis, konflik yang benar melampaui batas, maka akan

berasal dari

kebutuhan

untuk

ledakan yang meredakan ketegangan dari salah satu

menyebabkan

membahayakan hubungan tersebut. pihak. Coser menjelaskan dalam Coser (1967:35) menjelaskan bahwa

masyarakat yang

buta

huruf

untuk meredakan ketegangan yang terjadi pembalasan dendam biasanya melalui

dalam suatu kelompok, peningkatan ilmu gaib seperti teluh atau santet.

konflik kelompok dapat dihubungkan Coser menjelaskan bahwa ada suatu

dengan peningkatan interaksi dengan kemungkinan seseorang atau kelompok

masyarakat secara keseluruhan. Bila terlibat dalam konflik realistis tanpa

konflik dalam kelompok tidak ada, berarti konflik dalam kelompok tidak ada, berarti

berarti keluar. Nama itu dilekatakan kelompok tersebut dengan masyarakat.

integrasi

karena mereka keluar dari kelompok Ali. Dalam struktur besar atau kecil, konflik in-

Dalam persoalan Khilafah, mereka group merupakan indikator adanya suatu

cenderung demokratis tapi dalam teologi hubungan yang sehat, kuat dan stabil.

mereka terkenal kaku (Nasution, 1986:13-

kelompok Syi‘ah Coser (1967:37) sangat menentang para

Sementara

merupakan kelompok yang memihak ahli sosiologi yang selalu melihat konflik

kepada Ali. Pada intinya, kelompok ini hanya

dalam pandangan

negatif

bertitik tolak pada pengakuan bahwa Ali saja. Perbedaan merupakan peristiwa

sebagai khalifah yang sah setelah Nabi normal

yang sebenarnya

dapat

wafat.

memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan

Konflik-konflik tersebut kemudian bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator

merembet ke persoalan teologi dan dari kekuatan dan kestabilan suatu

persoalan-persoalan lain, serta sangat hubungan.

berpengaruh pada relasi antar kelompok atau generasi umat Islam selanjutnya,

Konflik Bernuansa Agama

termasuk pada munculnya kelompok Meskipun agama, dalam hal ini agama

Islam fundamentalis, yang kini menyebar Islam, menjunjung tinggi prinsip-prinsip

ke berbagai penjuru dunia Muslim, universal seperti persaudaraan, keadilan,

termasuk Indonesia.

dan tolerasi, pada prakteknya umat Islam Menurut Azra (1993) mengutip dari

sendiri tidak terlepas dari berbagai Martin E. Marty, menyatakan bahwa

perselisihan, pertikaian,

bahkan

fundamentalisme memiliki empat prinsip, pertumpahan darah. Sejarah Islam bahkan

yaitu:

mencatat konflik bernuansa agama sudah muncul dan terjadi sejak Nabi Muhammad

Pertama , fundamentalisme merupakan saw. wafat. Saat itu, perselisihan

paham perlawanan (oppositionalism) yang mengerucut

sering bersifat radikal terhadap ancaman kepemimpinan setelah Nabi dan berujung

pada

persoalan

yang dipandang membahayakan eksistensi pada munculnya faksi-faksi dalam umat

berupa modernitas, Islam, seperti munculnya kelompok Sunni,

agama,

baik

sekularisme, atau tata nilai Barat pada Khawarij, Syi‘ah, dan kelompok-kelompok

umumnya.

lainnya (Hasan, 2012:14).

penolakan terhadap Khawarij

Kedua ,

kaum fundamentalis penetang pemerintahan Ali Bin Abi Thalib

menolak sikap kritis terhadap teks dan dan kekuasaan Muawiyah. Nama Khawarij

interpretasinya. Teks Al- Qur‘an harus sendiri berasal dari kata kharaja yang

dipahami secara literal, karena nalar dipahami secara literal, karena nalar

kelompok umat Islam yang mudah sekali Ketiga , penolakan terhadap pluralisme dan

mengkafirkan orang lain. Seringkali sikap relativisme. Bagi kaum fundamentalis,

melahirkan fanatisme pluralisme merupakan hasil pemahaman

seperti

ini

keagamaan yang sempit dan berujung pada yang keliru terhadap teks kitab suci.

munculnya tindakan kekerasan dan konflik Pemahaman dan sikap keagamaan yang

berkepanjangan. Apa yang terjadi dengan tidak selaras dengan kaum fundamentalis

konflik Sampang-Madura juga tidak bisa dianggap sebagai bentuk relativisme

dilepaskan dari doktrin keagamaan yang keagamaan, yang terutama muncul tidak

dipegang teguh para pemeluknya dan hanya dari intervensi nalar terhadap teks

menganggap hanya kelompoknyalah yang kitab suci, melainkan juga karena

benar, sementara yang lain sesat dan harus perkembangan sosial kemasyarakatan yang

dibumi-hanguskan.

keluar dari kendali agama. Fanatisme keagamaan yang berujung

pada konflik tersebut, menurut Darmawan perkembangan historis dan sosiologis.

Keempat , penolakan

terhadap

(2009) bisa disebabkan karena adanya Kaum fundamentalis menganggap bahwa

keyakinan dan upaya perkembangan sosiologis dan historis

perbedaan

memenangkan kontrol terhadap definisi telah membawa manusia makin jauh dari

kebenaran dalam agama. Ketika agama doktrin literal kitab suci. Seharunya

didefinisikan berbeda dengan definisi perkembangan masyarakat dilihat sebagai

pemeluk agama lainnya, bisa menimbulkan ―as it should be‖ bukan ―as it is,‖ alias

konflik baik yang bersifat horisontal masyarakat yang harus menyesuaikan

maupun vertikal.

perkembangannya —jika perlu dengan Di Indonesia, fanatisme keagamaan

kekerasan —dengan teks kitab suci, bukan akhir-akhir ini semakin meluas dan

sebaliknya, teks atau penafsirannya yang menebar bibit-bibit perpecahan, kekerasan

mengikuti perkembangan masyarakat. dan konflik. Tidak saja menyangkut

Khaled Abou el-Fadl (2003:23-24) perselisihan atau konflik antar agama, misalnya

perselisihan dan konflik tersebut juga bisa fundamentalisme

mencatat

bahwa

terjadi di internal umat beragama. ditelusuri dari doktrin kaum khawarij yang

keagamaan

dapat

Berbagai contoh kekerasan antar dan inter sering mengatakan bahwa la hukma illallah .

agama sebagaimana disinggung di atas Tidak jarang doktrin ini dijadikan alat

menujukkan hal tersebut sekaligus legitimasi untuk mengkafirkan kelompok

bahwa fanatisme lain yang secara pemikiran maupun

menggambarkan

keagamaan bisa terjadi pada siapa pun dan praktek berbeda. Catatan Abou Fadl ini

melibatkan siapa saja. Saat fanatisme menjadi penting karena saat ini kita

keagamaan sudah menghinggapi sebuah keagamaan sudah menghinggapi sebuah

masing agama seringkali terproyeksi pertupahan darah bisa terjadi.

keluar. Sikap agresif berlebihan terhadap pemeluk agama lain seringkali merupakan

Fanatisme keagamaan sebenarnya ungkapan yang tidak bisa dihindari dari

menjadi salah satu tantangan bagi Islam chaos dan ketegangan dalam tubuh agama

dan agama-agama lain saat ini. Bambang itu sendiri. Kecemasan akibat tuntuan

Sugiharto (1998:29-31) mencatat, minimal sekular yang tidak bisa dihindarkan,

ada tiga tantangan dihadapi agama saat ini, ketidakpastian dogmatik akibat keragaman

yaitu: interpretasi, serta krisis identitas akibat Pertama , agama ditantang tampil sebagai

persaingan sosio-kultural, dan sebagainya suara moral-otentik di tengah terjadinya

mudah memantul ke dalam bentuk disorientasi nilai dan degradasi moral.

fanatisme dan kekerasan religius terhadap Pada sisi ini, agama seringkali disibukkan

pemeluk agama lain.

dengan krisis identitas dalam dirinya Kedua , paham tentang kemutlakan

sendiri, yang berakhir pada pertengkaran Tuhan juga memudahkan orang untuk

internal dan pada saat yang sama agama mengidentikan kemutlakan itu dengan

kehilangan kepekaan pada hal-hal yang kemutlakan agama yang diyakininya.

bersifat substansial. Secara psikologis, sikap demikian Kedua , agama ditantang untuk mampu

memudahkan orang untuk melegitimasi mendobrak sikap-sikap yang mengarah

segala tidakan kekerasannya sebagai pada ekslusivisme pemahaman keagamaan

sesuatu yang ―dikehendaki oleh Tuhan‖. di tengah merebaknya krisis identitas dan Ketiga , terkait dengan keyakinan akan

pementingan kelompoknya sendiri. Agama kemutlakan Tuhan, segala tindakan yang

harus menghadapi kenyataan berupa kecenderungan pluralisme, mengolahnya

―dikehendaki Tuhan‖ dianggap akan diganjar oleh Tuhan. Pada konteks ini,

dalam bentuk teologi baru dan tindakan kekerasan terhadap pemeluk

mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama agama lain justeru dinilai merupakan

plural. bagian dari keutamaan moral. Ketiga , agama ditantang untuk melawan Keempat , naik-daunnya posisi agama

segala bentuk

penindasan

dan

dalam konstelasi peradaban saat ini ketidakadilan yang terjadi, termasuk

membuat agama rawan ―ketidakadilan kognitif‖, yang biasanya dituggangi kepentingan-kepentingan

politik, diciptakan oleh agama sendiri.

ekonomi, dan kultural pribadi atau Pandangan Bambang (1998:29-31)

kelompok-kelompok tertentu. Jika ini bahwa tantangan agama ini semakin sulit

terjadi, integritas agama terancam hancur. dijawab karena beberapa faktor, yaitu:

Alih-alih menjadi solusi bagi kemelut pengaruh, dan kekuasaan, baik yang modernitas, agama justeru akan semakin

berasal dari pemerintah maupun dari dirasakan

masyarakat. Hubungan Sunni dan Syi‘ah berbahaya. Alih-alih menjadi berkah,

menjadi hubungan antagonistik, berhadap- agama tampil justeru sebagai kutukan.

hadapan, dan melahirkan perang saudara. Permusuhan Sunni- Syi‘ah terjadi di

Persoalan agama ditunggangi memang Kerajaan Peureulak dan Kerajaan

merupakan masalah yang banyak menyita Samudera Islam Pasai. Arya Bakooy

perhatian saat ini. Banyak yang meyakini (Maharaja Ahmad Permala) diangkat

bahwa berbagai tindakan kekerasan dan sebagai Perdana Menteri di Kerajaan

konflik yang terjadi dan melibatkan umat Saumdera Islam Pasai (1400-1428 M).

beragama sebenarnya tidak mencerminkan Perdana Menteri yang berasal dari aliran

ajaran agama itu sendiri, melainkan lebih Syi‘ah ekstrim ini menyuruh membunuh

bermakna politis, ekonomis, atau sosio-

40 ulama Sunni dan meletuslah perang kultural. Hal ini didasarkan pada alasan

saudara. Kelompok Syi‘ah dipimpin sang bahwa berbagai tindakan kekerasan dan

Perdana Menteri, sedangkan kelompok konflik tersebut berpunggungan atau

Sunni dipimpin oleh Malik Musthofa yang bertentangan dengan prinsip-prinsip

dibantu oleh Sultan Mahmud II, Alaidin universal yang diyakini masing-masing

Johan Syah.

agama. Dalam ajaran Islam misalnya diyakini adanya prinsip-prinsip universal

Saat ini perselisihan atau konflik atas seperti musyawarah (asy-syura), kesetaraan

nama agama juga bisa dipicu oleh faktor (al-musawwa) dan persaudaraan (al-ikha),

sosial-budaya. Perselisihan dan konflik keadilan (al- „adalah), kebebasan (al-

yang terjadi dilatarbelakangi oleh adanya hurriyyah ), keterpercayaan (al-amanah),

pemikiran dan praktek keberagamaan yang perdamaian (as-salam), prinsip toleransi (at-

berbeda. Kelompok Islam yang fanatik tasamuh ). Karena itu, lebih tepat jika

mengecam dan menentang berbagai kekerasan dan konflik yang terjadi tidak

pemikiran dan tradisi kelompok lain yang disebut sebagai kekerasan dan konflik

tidak sesuai dengan pemikiran dan menurut agama melainkan kekerasan dan

tradisin ya. Atas nama ―Islam autentik‖ konflik atas nama agama.

atau ―Islam asli‖, mereka mengutuk dan memusuhi umat Islam lain yang

Perselisihan dan konflik Sunni- Syi‘ah dianggapnya menyimpang dari ajaran

yang terjadi jauh sebelum Indonesia Islam yang sebenarnya. Hal ini tergambar

merdeka juga terjadi karena persoalan jelas dalam ungkapan yang sering

politik yang berkembang menjadi terdengar akhir-akhir

ini, dimana persoalan akidah, tarekat, filsafat dan

seseorang atau sekelompok umat Islam tasawuf. Motif politik menjadi dorongan

menyebut kelompok Islam lainnya sebagai kuat dalam memperoleh kepercayaan, menyebut kelompok Islam lainnya sebagai kuat dalam memperoleh kepercayaan,

keyakinan dan berpaham Sipilis (sekulerisme, pluralisme,

yang

berbeda

dengan mereka. dan liberalisme). Klaim-klaim seperti ini

sepemahaman

Armahedi Mazhar (2014) menyebutkan tidak hanya berada dalam dataran wacana.

bahwa absolutisme, eksklusivisme, Dalam prakteknya sering ditemukan

ekstremisme dan sekelompok umat Islam melakukan

fanatisme,

agresivisme adalah penyakit-penyakit tindakan kekerasan terhadap kelompok

yang biasanya menghinggapi aktivis lain yang tidak sealiran.

gerakan keagamaan. Absolutisme

adalah

kesombongan intelektual,

Faktor-faktor Penyebab Konflik Antar Umat Beragama

eksklusivisme adalah kesombongan sosial, fanatisme adalah kesombongan

1. Klaim Kebenaran (Truth Claim)

ekstremisme adalah Kecenderungan umat beragama

emosional,

berlebih-lebihan dalam bersikap dan berupaya

agresivisme adalah berlebih-lebihan agamnya masingmasing, meskipun ada

membenarkan

ajaran

dalam melakukan tindakan fisik. yang tidak paham terhadap nilai-nilai

Dalam ajaran atau doktrin agama, luhur yang terkandung dalam agama

terdapat seruan untuk menuju yang dia bela tersebut. Namun

keselamatan yang dibarengi dengan semangat yang menggelora kadang kala

kewajiban mengajak orang lain menuju telah merendahkan orang lain yang

keselamatan tersebut. Kegiatan ini tidak sepaham dengannya meskipun

biasa disebut dengan istilah ―dakiyah‖. berasal dari satu agama. Harus diakui

merupakan upaya keyakinan tentang yang benar itu

Dakiyah

mensosialisasikan (mengajak, merayu) didasarkan pada Tuhan sebagai

ajaran agama. Bahkan tidak menutup satusatunya

sumber

kebenaran.

kemungkinan, masing-masing agama Pluralitas manusia menyebabkan wajah

akan menjastifikasi bahwa agamalah kebenaran itu tampil beda ketika akan

yang paling benar. Jika kepentingan ini dimaknakan. Sebab perbedaan ini tidak

lebih diutamakan, masing-masing dapat dilepaskan begitu saja dari

agama akan berhadapan dalam berbagai referensi dan latar belakang

menegakkan hak kebenarannya. Ini orang yang meyakininya. Mereka

akan memunculkan sentimen agama, mengklaim telah memahami, memiliki,

sehingga benturan pun sulit dihindari. bahkan menjalankan secara murni

Fenomena yang seperti inilah yang terhadap nilai-nilai suci itu.

dapat merusak kerukunan umat Keyakinan tersebut akan berubah

beragama serta berpotensi melahirkan menjadi suatu pemaksaan konsep-

konflik agama.

konsep gerakannya kepada orang lain

2. Doktin Jihad Pasca bom Bali I banyak melawan orang-orang Arab dari klan orang tersentak ketika Imam Samudra,

Quraisy ketika itu. Dari sinilah ajaran tersangka

Islam tentang jihad itu berkembang. mengeluarkan

Sebenarnya tafsiran paling mutakhir mencengangkan di hadapan wartawan.

pernyataan

tentang jihad selalu bersifat defensif. ―Ini adalah perjuangan suci (jihad), bukan

Dengan demikian, pada periode perjuangan hina. Insya Allah, Allahu

modern, pengertian jihad sama sekali akbar!”

tak bermakna ofensif. Konteks jihad Tentu saja, pernyataan Imam

pada fase Madinah saat itu Nabi saw Samudra tersebut menyisakan banyak

harus mempertahankan eksistensi pertanyaan dalam pikiran semua orang

komunitas muslim yang dirongrong tentang konsep jihad dalam Islam.

oleh suku Quraisy yang berdomisili di Dalam agama memang dikenal konsep

Mekkah, beberapa suku Yahudi di jihad, namun bukan jihad sebagaimana

Madinah, dan beberapa suku Badui. yang dipahami oleh Imam Samudra

Jadi, saat itu memang ada doktrin Islam seperti di atas, yaitu membunuh orang

mengajarkan Nabi saw tanpa berdosa karena disebabkan oleh

yang

mempertahankan diri dari serangan doktrin-doktrin tertentu. Ajaran agama

musuh.

memang doktrin, tetapi agama Namun demikian, doktrin tersebut

memberikan kebebasan

kepada

juga bermakna agak ofensif. Misalnya, pemeluknya untuk menafsirkan teks-

kasus penyerangan atau penaklukan teks kitab suci dalam agama.

kota Mekkah (fath al-Makkah). Tanpa Belakangan yang terjadi di negara

menyerang Mekkah ketika itu, hampir Indonesia banyak pihak melegitimasi

mustahil Nabi saw bisa menguasai kekerasan atas nama Tuhan, padahal

jazirah Arab secara keseluruhan. kekerasa dari perspektif manapun tidak

Jihad pada era modern sekarang dibenarkan terlebih lagi dari sudut

dimaknai dari berbagai pandang agama, terutama Islam, yang

dapat

perspektif, karena jihad sekalipun mendeklarasikan kedamaian sebagai inti

identik dengan peperangan fisik, ajarannya. Jihad dalam Islam dimulai

sekarang harus dibalik ke jihad sosial ketika Nabi saw hijrah dari Mekkah ke

bagaimana memerangi Madinah.

yaitu

kemiskinan dan kebodohan umat, Dalam hal ini, harus dimengerti

karena banyak sekali kasus yang bahwa Madinah adalah semacam

menimpa umat Islam disebabkan oleh ―negara

mampuan umat Islam mempertahankan

memerangi kemiskinan dan kebodohan memerangi kemiskinan dan kebodohan

berikut, Pertama. Islam mengalami diskriminasi akibat

adalah

sebagai

Musyawarah atau dialog. Dialog, baik kemiskinan dan kebodohan tersebut.

di dalam hubungan kekerabatan dan Semangat perubahan tidak mungkin

ketetanggaan maupun yang berkaitan terwujud kecuali dengan adanya jihad.

dengan persoalan lain. Adanya dialog yang (Tasmara, 2002:39).

intensif dan terbuka antara keyakinan pada level akar rumput. Para Ulama (MUI),

Doktrin inilah seharusnya yang pemuka adat, tokoh masyarakat dari pihak

perlu ditanamkan kepada generasi

pemahaman seharusnya muda, agar pemuda Islam mampu

berbagai

menghilangkan kepentingan politisnya dan mensejajarkan diri dengan pemuda-

kepentingan organisasinya untuk tujuan pemuda dari agama lain yang sekarang

yang lebih mulia, yaitu perdamaian. Dalam jauh lebih maju. Saat ini banyak orang

dialog tidak perlu menonjolkan sisi elergi mendengarkan kata-kata jihad,

negatif, justru yang paling penting adalah padahal tanpa semangat jihad niscaya

menonjolkan sisi positif dari setiap faham. seorang muslim tidak mempunyai nilai

Perihal jalan menuju dialog ini sebenarnya apapun, harga diri seorang muslim

pernah dirintis oleh KH Abdurrahman tidak lengkap tanpa ruh jihad. Jihad di

Wahid.

sini pada intinya adalah bersungguh- sungguh

Model dialog keagamaan yang kemampuan

mengerahkan

segala

ditawarkan antara lain seperti yang kejayaan dan martabat umat Islam

untuk

menegakkan

dikemukakan oleh Kimball (Faisal Ismail,

1999: 9-11); Pertama,. Dialog Parlementer (Parliementary Dialogue ). Dialog

Upaya mereduksi Konflik

ini Akar permasalahan dan kronologis

dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh terjadinya konflik, biasanya diawali dengan

umat beragama di tingkat dunia. Misalnya tiadanya akhlak, dan perilaku masyarakat

dengan telah dibentuk dan dilakukannya sangat jauh dari nilai-nilai agama. Fungsi

World‘s Parliement of Religions dan dan peran agama seharusnya dijadikan

Confrence on Religions and Peace, dan pedoman dalam berfikir dan bertindak,

The World Congress of Faiths. Tujuannya realitasnya nilai-nilai agama bukan lagi

adalah mengembangkan kerjasama dan menjadi

arah dalam

kehidupan

perdamaian di antara umat beragama di bermasyarakat. Fakta yang berkaitan

dunia.

dengan perilaku bangsa yang tidak Kedua, Dialog Kelembagaan (Institutional

mencerminkan nilai-nilai agama, adalah Dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan

penyimpangan terhadap nilai-nilai agama.

organisasi-organisasi Oleh karena itu, diantara upaya untuk

melibatkan

keagamaan. Tujuannya mendiskusikan dan mereduksi konflik dalam hubungan agama

memecahkan persoalan keumatan dan memecahkan persoalan keumatan dan

umat beragama dari paradigma ‗kesalehan Parisadha Hindu Dharma, MUI, dan lain-

ritual‘ dan ‗kesalehan individual‘ kepada lain).

bentuk ‗kesalehan sosial‘. Ketiga, Dialog Teologi (Theological

Kedua, Mediasi. Bila melalui jalur Dialogue ). Tujuan dilakukannya dialog

musyawarah tidak berhasil, maka dapat model ini adalah untuk membahas

ditempuh jalur mediasi atau pihak ketiga persoalan-persoalan

sebagai mediator/penengah. Pihak netral Dialog

teologis-filosofis.

sebagai mediator yang paling berkompeten memberikan

ini dimaksudkan

untuk

pemerintah. Pemerintahpun konsep teologis masing masing agama.

diharapkan menghilangkan kepentingan Berusaha membangun pemahaman sesuai

ekonomi dan politisnya dan mengambil dengan yang dikehendaki oleh suatu

posisi netral, tidak berpihak pada yang agama

satu dan pihak yang lainnya dalam pemahaman yang bersifat subjektif.

mempertimbangkan keputusan akhir. Keputusan akhir tetap ada di tangan kedua

Keempat, Dialog dalam Masyarakat

pihak.

(Dialogue in Community). Dilaog ini dilakukan dengan cara atau dalam bentuk

Pendidikan Pluralisme. kerjasama dari komunitas agama yang

Ketiga,

Pendidikan pluralisme yaitu suatu plural

pendidikan yang mengandaikan kita untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis

membuka visi pada cakrawala yang dalam kehidupan sehari hari.

semakin luas, mampu melintas batas Kelima,

kelompok etnis atau tradisi budaya dan Dialog Kerohanian (Spiritual

Dialogue agama kita. Para Ulama, Kyai, Ustad yang

). Dialog model ini dilakukan ada di pesantren mengajarkan umat dan

dengan tujuan mengembangkan dan santri-santrinya bahwa Indonesia adalah

memperdalam kehidupan spiritual di negara Bhineka Tunggal Ika. Harapannya

antara berbagai agama. adalah bahwa kita mampu melihat Model-model dialog di atas bisa dipilih

―kemanusiaan‖ sebagai sebuah keluarga sebagai sarana yang bisa digunakan untuk

yang memiliki baik perbedaan maupun membangun keharmonisan hidup di

kesamaan cita-cita. Inilah pendidikan akan antara umat beragama. Melalui dialog itu

nilai-nilai dasar kemanusiaan untuk akan berkembangn model pemahaman

perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas. keagamaan yang tidak semata menegaskan

Reformasi pendidikan yang berbasis perbedaan, melainkan juga mencari titik

keanekaragaman, temu atau persamaan-persamaan yang ada

multikultur

atau

memungkinkan masyarakat dapat bersikap di antara agama-gama itu. Dialog antar

toleran. Masyarakat dapat ‗membongkar‘ toleran. Masyarakat dapat ‗membongkar‘

Indonesia.

dan dogmatis. Sebuah teologi yang Kelima, Pembinaan Etika (akhlak).

biasanya hanya mengklaim bahwa hanya Sejarah menunjukkan bahwa implementasi

agamanya yang

bisa membangun

dan konsistensi Agama mengalami kesejahteraan duniawi dan mengantar

pasang-surut yang disebabkan oleh faktor manusia dalam surga Tuhan.

eksternal, dan komitmen Keempat.

internal,

pimpinan nasional. Oleh karenanya, Penegakan hukum terhadap pelaku

Penegakan

Hukum.

pimpinan nasional sudah seharusnya kekerasan di manapun, harus mendapat

memegang teguh nilai-nilai Agama dalam perhatian

penyelenggaraan negara. Para ulama dan Penegakan hukum juga merupakan elemen

tokoh pemuda, tokoh masyarakat, pejabat penting dalam penyelesaian konflik.

pemerintahan, pejabat negara, baik yang Langkah ini penting agar siapa pun di

ada di pusat dan daerah memberi negeri ini tidak mudah menggunakan

contoh/teladan dan perbuatan yang nyata. kekerasan dalam penyelesaian masalah.

Etika (akhlak) dalam mewujudkan cita-cita Kekerasan yang berulang-ulang dilakukan

tersebut harus selalu diperhatikan dengan oleh sebuah kelompok karena tidak ada

penuh antisipasi, karena dengan bekal ini sanksi hukum yang tegas dan berat

pergolakan atau konflik apapun akan terhadap pelaku kekerasan, akan selalu

dapat dikendalikan dengan baik, dan terulang di masa yang akan datang.

sendirinya akan dapat Mestinya, mereka yang melakukan

dengan

medatangkan kondisi yang lebih baik kekerasan dengan mengatasnamakan

(maslahah).

keyakinan dan agama mendapat ganjaran

Penutup

yang setimpal karena mereka telah Indonesia dikenal sebagai negara

melakukan dua pelanggaran sekaligus yaitu norma hukum dan norma agama yang

majemuk, baik secara suku (etnis), kebudayaan

maupun agama. sama sekali tidak membenarkan kekerasan.

Kemajemukan ini haruslah disikapi Pemerintah tidak boleh lagi melakukan

pembiaran terhadap kelompok yang sebagai khazanah kekayaan bangsa dan bukan merupakan suatu kekurangan yang

menebarkan kebencian dan kekerasan di negeri

ini karena

sebagaimana

harus dihapuskan. Dengan pluralitas yang dipikul oleh bangsa ini, mengharuskan

diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa negara berkewajiban untuk

masyarakatnya mempunyai sikap yang toleran; lapang dada, bertolak angsur dan

melindungi setiap warga negara, apa pun agama, suku, ras, dan alirannya. Satu nusa,

tepa selera, agar kehidupan dapat berjalan dengan baik.

umat beragama adalah merupakan fenomena yang tidak mungkin dihindari.

kenyataan historis yang tidak dapat Kita hidup dalam kemajemukan dan

disangkal oleh siapa pun. merupakan

Proses munculnya pluralitas agama di kemajemukan, aktif maupun pasif. Ia

Indonesia dapat diamati secara empiris menyusup dan menyangkut dalam setiap

Secara kronologis dapat dan seluruh ruang kehidupan kita, tak

historis.

bahwa dalam wilayah terkecuali juga dalam hal kepercayaan.

disebutkan

kepulauan nusantara, hanya agama Hindu Kita menghadapi kenyataan adanya

dan Budha yang dahulu dipeluk oleh berbagai agama dengan umatnya masing-

masyarakat, terutama di Jawa. Kenyataan masing. Dalam menghadapi kemajemukan

demikian tidak menapikan tumbuh dan seperti ini, tentu saja kita tidak mungkin

berkembangnya budaya animisme dan mengambil sikap anti pluralisme. Kita

dinamisme, baik di Jawa maupun di luar harus

Jawa ketika penyebaran agama Islam kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup

lewat jalur perdagangan sampai kepulauan di atas dasar dan semangat pluralisme.

nusantara, maka proses perubahan Bangsa Indonesia sering menyebut

pemelukan (conversi) agama secara bertahap dirinya sebagai bangsa yang religius,

berlangsung. Proses penyebaran dan artinya semua orang yang tinggal di

pemelukan agama Islam di kepulauan Indonesia harus menganut salah satu

nusantara yang berlangsung secara massif agama yang ada (diakui) di Indonesia. Hal

dan dengan jalan damai tersebut dicatat ini menyiratkan bahwa orang yang tidak

oleh Marshall Hodgson sebagai prestasi menganut salah satu agama (atheis) tidak

sejarah dan budaya yang amat mendapatkan tempat di Indonesia. Paling

mengagumkan. Dengan memperhatikan tidak ada lima agama besar yang diakui di

kondisi objektif masyarakat Indonesia Indonesia, dan Islam merupakan agama

yang begitu majemuk keberagamannya, mayoritas yang dianut oleh bangsa ini, di

maka studi agama (religious studies) terasa samping agama-agama lainnya. Pemeluk

sangat urgen dan mendesak untuk barbagai agama ini hidup secara

Dengan melakukan berdampingan dan menyebar di seluruh

dikembangkan.

berbagai kajian - yang menggunakan Indonesia, meskipun agama tertentu

pendekatan multidispliner, interdispliner terdapat penganut yang banyak di daerah

dan pendekatan yang historis-kritis – tertentu.

diharapkan akan terwujud toleransi antar umat beragama. Jika sikap toleransi tidak

Keanekaragaman (pluralitas) agama bisa ditumbuhkan dengan baik, maka

yang hidup di Indonesia, termasuk di kemungkinan terjadi berbagai konflik yang

dalamnya keanekaragaman

paham

bernuansa agama – atau agama dijadikan keagamaan yang ada di dalam tubuh intern bernuansa agama – atau agama dijadikan keagamaan yang ada di dalam tubuh intern

Kristen yang terbesar sepanjang sejarah. merugikan semua kelompok dan membuat

Catatan ini, mungkin akan bertambah kondisi sosial negara ini menjadi buruk.

panjang, jika intervensi Barat (Amerika Kerukunan umat beragama yang selama

dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam ini sudah terwujud – meskipun belakangan

dilampirkan pula di sini. ini terjadi beberapa konflik dan pertikaian

Pandangan strereotip satu kelompok yang

mengatasnamakan

agama

terhadap kelompok lainnya, biasanya hendaknya tetap dipertahankan. Karena

menjadi satu hal yang muncul bersamaan kemajemukan

merupakan kenyataan

terdengarnya gendering historis yang tidak mungkin di pungkiri.

dengan

permusuhan, yang diikuti oleh upaya Oleh karena itu, setiap kelompok

saling membunuh, keagamaan haruslah bersikap arif dalam

saling

serang,

membakar rumah-rumah ibadah seteru menyikapi keadaan ini, jangan sampai

masing-masing dan sebagainya. Umat kemajemukan tersebut menjadi bencana

Islam dipandang sebagai umat yang bagi bangsa ini.

radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif Perbedaan konsepsi diantara agama-

dalam memandang kebenaran yang boleh agama yang ada adalah sebuah

jadi terdapat pada umat. Sebagaian realitas,yang tidak dapat di mungkiri oleh

kalangan berpendapat bahwa perbedaan siapapun. Perbedaan bahkan benturan

konsep keagamaanlah yang menjadi konsepsi itu terjadi pada hampir semua

sumber konflik utama antara umat aspek agama, baik di bidang konsepsi

manusia.Tidak dapat di pungkiri bahwa tentang Tuhan maupun

sejumlah teks keagamaan memang pengaturan kehidupan. Hal ini dalam

konsepsi

mengatur masalah kekerasan dan prakteknya, cukup sering memicu konflik

peperangan.Dalam Islam juga di kenal fisik antara umat berbeda agama.

konsep jihad yang dalam sejumlah hal berarti peperangan (qital) maka sebagian

Konflik Maluku, Poso, di tambah penganat melihat, agama adalah sumber

sejumlah kasus terpisah di berbagai tempat konflik, atau setidaknya memberikan

di mana kaum Muslim terlibat konflik legitimasi terhadap berbagai konflik sosial.

secara langsung dengan umat Kristen Ferguson mencatat ‖Every major religious

adalah sejumlah contoh konflik yang- tradition includes its justification for fiolence

sedikit banyak-dipicu oleh perbedaan ‖.

Sebagaian lain menyimpulkan bahwa konsep di antara kedua agama ini. Perang

agama-agama memberikan ajaran dan Salib (1096-1271) antara umat Kristen

yang meligitimasi Eropa dan Islam, pembantaian umat Islam

contoh-contoh

pembunuhan. Dalam tradisi Islam dan di Granada oleh Ratu Isabilla ketika

agama lain, di antaranya Kristen dan mengusur dinasti Islam terakhir di

Yahudi kata mereka, Tuhan membunuh menerima kepentingan orang lain dan masyarakat,

setara dengan masyarakat untuk melakukan hal yang

kepentingannya, memiliki keterampilan sama.

untuk menjadi juru bicara yang fasih dan elegan bagi kepentingan diri dan

Hubungan erat antara masyarakat dan kelompoknya, menjadi pendengar yang

Nilai-nilai Agama bukan berarti Agama peka terhadap kepentingan orang dan

yang harus menyesuaikan masyarakatnya. kelompok lain, serta mampu memberikan

Tetapi perilaku masyarakat sebagai tolak solusi-solusi kontributif dengan kerangka

ukur terhadap

nilai-nilai

Agama.

besar mosaik kebersamaan. Kemajemukan dalam masyarakat sering

menimbulkan gesekan-gesekan terjadinya konflik. Konflik-konflik yang terjadi dalam

masyarakat walaupun berbau agama dan

etnis sering dipengaruhi oleh faktor- faktor diluar agama sebagai ras, budaya,

suku, sosial, ekonomi, dan politik. Dalam

hal ini, nilai-nilai Agama tidak terlalu

berperan mengatasi konflik karena dikesampingkan oleh ego dan identitas

kelompok.

Strategi merevitalisasi nilai-nilai Agama

untuk mereduksi konflik sosial di

Indonesia khususnya di Sampang, Madura, antara lain melalui: musyawarah atau

dialog, mediasi, pendidikan pluralisme,

penegakan hukum dan pembinaan akhlak atau etika.

Dalam konteks

masyarakat

multikultural, aturan perundang-undangan

harus mampu menumbuhkan kemampuan

setiap individu dan kelompok masyarakat untuk memiliki kapasitas penting untuk

hidup bersama, yaitu kesadaran akan jati

diri dan sadar akan kepentingannya,

kesadaran bertindak publik yang berlandas pada kemampuan untuk menyadari dan

Purwandari). Bandung: Nusa

DAFTAR PUSTAKA

Media, 2008.

Coser , Lewis, Continuities in the Study of

Social Conflict

, New York: Free Abdullah, Amin, Studi Agama: Normativitas

Press, 1967.

atau Historisitas , Yogyakarta: --------, The Function of Social Conflict, New Pustaka Pelajar, 1999. York: Free Press, 1956.

Abdullah, Taufik (Ed). Agama dan Coulson, Noel J., Konflik dalam Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali, Yurisprudensi Islam , alih bahasa

1983. oleh Fuad, cet. ke-1, Yogyakarta:

Abdurrahman, Madura dalam Selayang Navila, 2001. Pandang , Sumenep: Adikarya,

Crapps, Robert W. Dialog Psikologi dan 1971. Agama (Terj. A.M. Hardjana).

Abegebriel, A. Maftuh, dkk., Negara Tuhan: Yogyakarta: Kanisius 1993. The

Thematic

Encyclopedia ,

Dahrendorf, Ralf. Konflik dan Konflik Jakarta:SR-INS Publishing, 2004.

Dalam Masyarakat Industri, Sebuah Abidin, Zainal. Filsafat Manusia Memahami

Analisa Konfik. Jakarta: Rajawali, Manusia

Bandung:Remaja

Rosdakarya,

Data Sensus BPS tahun 2010 2000.

Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Achmad, Nur, Pluralitas Agama, Kerukunan Terjemahannya . Jakarta: Intermassa, Dalam Keragaman, Jakarta: Kompas,

2001. Asy‘arie, Musa dkk., Agama, Kebudayaan Dermawan, Andy, Dialektika Islam dan Multikulturalisme di Indonesia:

dan Pembangunan

Menyongsong

Ikhtiar Mengurai Akar Konflik , EraIndustrialisasi , Yogyakarta: IAIN Yogyakarta: Kurnia

Kalam Sunan Kalijaga Press. 1988. Semesta, 2009.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama: Timur Enginer, Asghar Ali. Liberalisasi Teologi Tengah dan Kepulauan Nusantara Islam, Membangun Teologi Damai

Abad XVII dan XVIII: Melacak Dalam Islam (Terj. Rizqon Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Khamami). Yogyakarta: Alenia, Islam di Indonesia , cet. ke-1,

Bandung: Mizan, 1994. Fadl, Khaled M. Abou El-, Speaking in

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakrta: God‟s Name: Law Authority, and Rajagrafindo Persada, 2007. Women , Oxford: Oneworld, 2003.

Berlin, Isaiah. Karl Marx - Riwayat Sang Giddens, Anthony. Perdebatan Klasik dan Pemikir Revolusioner. ( Terj. Eri Kontemporer Mngenai Kelompok,

Setiyawan Alkhatab dan Silvester Kekuasaan dan Konflik. Jakarta:

G. Sukur).

Yogyakarta:

Rajawali, 1987. PanjiPustaka, 2007.

Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Colleman, James S. Dasar-Dasar Teori Hukum Adat Indonesia , Bandung: Sosial , (Terj. Imam Muttaqien, Mandar Maju, 1992. Derta Sri Widowtie dan Siwi

Harskamp, Anton van (Ed). Conflicts in Pemerintahan, Volume 1 Nomor 1 Social Science ( London: Routledge,

Agustus 2010, hal 187-204. 1996, (Terj.) Bern. Hidayat,

Mash‘ud, Mustain, ―Dampak Konflik Konflik-Konflik Dalam Ilmu Sosial. Lingkungan Hidup: Perspektif Yogyakarta: Kanisius, 2005. Sosial, Budaya dan Politik,‖ Jurnal

Hasan, Noorhaidi, Islam Politik di Dunia Sosial-Politika, Vol. 15, No. 2, Kontemporer: Konsep Geneaologi, dan

Desember 2008, hal 195-214. Teori , Yogyakarta: Suka Press,

Minhaji, Akh., Sejarah Sosial dalam Studi 2012. Islam: Teori Metodologi, dan

Hendropuspito, O.C., D. Sosiologi Agama.

cet. ke-1, Yogyakarta: Kanisus, 1983.

Implementasi ,

Yogyakarta: Suka Press, 2010. Hidayat, Komaruddin, Psikologi Agama:

Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam Menjadikan Hidup Lebih Ramah

dalam Teori dan Praktek , cet. ke- 4, dan Santun , cet. ke-2, Jakarta:

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hikmah, 2010.

Huda, Miftahul, Filsafat Hukum Islam, Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran- Yogyakarta: Sukses Grafia, 2006.

Aliran

Sejarah Analisa Perbandingan , cet. ke-5, Jakarta:

Jonge, Huub de (ed.), Agama, Kebudayaan, dan

UI-Press, 1986. Indisipliner tentang Masyarakat

Ekonomi:

Studi-Studi

Nurhajarini, Dwi Ratna dkk., Kerusuhan Madura , Jakarta: Rajawali Press,

Sosial di Madura (Kasus Waduk 1989.

Nipah dan Ladang Garam) , Yogyakarta:

Kementrian Kontras Surabaya, Laporan Investigasi dan

Kebudayaan dan Pemantauan Kasus Syi‟ah Sampang, Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan

Tahun 2012. Pengembangan

Kebudayaan Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam

Sejarah dan Nilai Masyarakat Agraris: Madura 1850-

Balai

Tradisional, 2005. 1940, Yogyakarta: Matabangsa,

2002. O‘dea, Thomas F. Sosiologi Agama. Jakarta:

Rajawali Pers, 1987. Maarif, Ahmad Syafii. Islam dan Masalah Kenegaraan, Studi Tentang Percaturan

Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer Dalam Konstituante.

(Terj.

Yasogama). Jakarta:

Jakarta: LP3ES,

RajaGrafindo Persada, 2007. 1987.

Pruitt, Dean G. dan Rubin Jeffrey Z. Teori Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Konflik Sosial Peradaban, Sebuah Telaah Kritis

(Terj. Helly P. tentang

Soetjipto dan Sri Mulyantini Kemanusiaan

Masalah

Keimanan,

Soetjipto), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

dan

Kemodernan.

Jakarta: Yayasan

Wakaf

Paramadina, 1992. Purwantono, Bambang, ―Kekerasan dan Kriminalitas pada masa Transisi,‖

Mahrudin, ―Konflik

Kebijakan

pada The 1st Pertambangan Antara Pemerintah

makalah

International Conferrence on dan Masyarakat di Kabupaten Buton‖, Urban History, Surabaya 23-25 Jurnal Studi

Agustus 2004.

Qomar, Mujamil, Fajar Baru Islam Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Indonesia? (Kajian Komprehensif atas

Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Arah Sejarah dan Dinamika

Persada,1996.

Intelektual Islam Nusantara , cet. ke- ---------------- . Beberapa Teori Sosiologi Tentang

1, Bandung: Mizan, 2012.

Masyarakat. Jakarta: Qaradhawi, Yusuf Al-, Islam Abad 21,

Struktur

Rajawali, 1984. Refleksi Abad 20 dan Agenda Masa

---------------- . Teori Sosiologi Tentang Perubahan Depan, Terj. Samson rahman,

Sosial. Jakarta: Rajawali, 1986. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001

Subkhan, Imam, Hiruk Pikuk Wacana Rahman, Asymuni A. Qaidah-Qaidah Fiqh,

Pluralisme di Yogya , Cetakan ke-5, Cet. Ke-1, Jakarta: Bulan Bintang,

Yogyakarta: Kanisius, 2011. 1997.

Sumartana, Pluralisme, Konflik, dan Rahman, Fazlur, Islam, Chicago: The Pendidikan Agama di Indonesia , University of Chicago Press, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. 1970.

Susan, Novri, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu -------------- , Islam dan Modernitas, Tentang

Kontemporer , Jakarta: Transformasi

Prenada Media Jakarta, 2009. bahasa oleh Ahsin Mohammad,

Bandung: Pustaka, 1985. Susanto, Astrid S., Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial , Jakarta: Bina

Robertson, Roland, ed. Agama : Dalam

Cipta, 1983.

Analisa dan Intepretasi Sosiologis (Terj. Achmad Fedyani Saifuddin).

Suseno, Frans Magnez, ―Pendidikan Jakarta: Rajawali, 1988.

Pluralisme‖, Suara Pembaharuan, 23 September 2000.

Rozaki, Abdul, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater

Syamsi, Ibnu, ―Potensi Konflik Sosial Sebagai Rezim Kembar di Madura ,

Masyarakat di Kelurahan Condong Yogyakarta: Pustaka Marwa,

Catur Yogyakarta‖, Jurnal Fondasia, 2004.

No. 9/Vol.I/Tahun VIII/ 2009. Scharf, Betty R. Sosiologi Agama (Terj.

Syamsudin, M., ―The Burden of Machnun

Indigenous People In Dealing with Prenada Media, 2004.

Husein).

Jakarta:

State Regulation‖, dalam Jurnal Hukum , Vol. 15 No. 3 tahun 2008.

Semendawai, AH., dkk., Laporan Tim Temuan dan Rekomendasi (TTR)

Syatibi, As-, Al-Muwafaqat fi Ushul as- tentang

syariah , Beirut: Dam al-Jill. Penganut Syi‟ah di Sampang Madura,

Penyerangan

terhadap