PENGARUH TERAPI N-ASETIL SISTEIN TERHADAP EKSPRESI INTERLEUKIN 17 DAN FIBROSIS INTERSTISIAL PADA MENCIT NEFRITIS LUPUS

PENGARUH TERAPI N-ASETIL SISTEIN TERHADAP DAN FIBROSIS EKSPRESI INTERLEUKIN 17

  THE EFFECT OF ON INTERLEUKIN 17 EXPRESSION AND INTERSTISIAL FIBROSIS ON NEPHRITIS LUPUS MICE

MODEL

Warigit Dri Atmoko, Bambang Purwanto, Sugiarto

  

Program Pendidikan Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Korespondensi: dr. Warigit Dri Atmoko, Sp. PD. Email: drwarigit@gmail.com

  

ABSTRAK

Lupus nefritis (LN) terkait dengan penebalan membran basal glomerulus. Pengendapan kompleks imun

memicu kaskade respon inflamasi disertai aktivasi reactive oxygen species (ROS), kemudian menyebabkan

fibrosis yang mendorong terjadinya kerusakan ginjal. Interleukin 17 merupakan sitokin yang sangat berperan

pada reaksi inflamasi tipe-lambat. Produksinya dipicu oleh peningkatan produksi kemokin oleh sejumlah jaringan

untuk merekrut monosit dan netrofil ke sisi inflamasi. IL-17 diproduksi sel Th17 dan diinduksi oleh IL-23. IL-17

berespon terhadap invasi patogen ekstraseluler dan menginduksi perusakan matriks seluler patogen. IL-17 akan merangsang sel B untuk memproduksi dan mensekresikan autoantibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks atigen-autoantibodi. Kompleks antigen-autoantibodi yang berada di sirkulasi akhirnya akan terdisposisi pada

sel target, termasuk sel fibroblas, sel mesangial, podosit, sel tubulus dan sel endotel di glomerulus. Kompleks

ini akan menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial pada ginjal, kemudian selanjutnya

menyebabkan kerusakan pada ginjal dan terjadilah mikroalbuminuria. Disamping itu, akan terjadi disfungsi endotel

kapiler glomerulus yang akan menyebabkan albuminuria. Suplemen N-asetil sistein (NAS) pada lupus nefritis

dapat mengurangi efek nefrotoksik pada ginjal, melalui penurunan ekspresi IL-17 dan derajat fibrosis interstisial.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris, dengan sampel 24 ekor mencit Balb/C betina yang dibagi menjadi kelompok kontrol, LN, dan LN+NAS. Untuk membuat model LN, hewan coba diberikan

injeksi 0,5 ml pristan intraperitoneal dosis tunggal. NAS diberikan secara peroral dengan dosis 4,7 mg/hari (setara

dengan dosis manusia 1.800 mg) selama delapan minggu. Ekspresi IL-17 diperiksa secara imunohistokimia

dengan antibodi monoklonal terhadap IL-17. Cara ukur dinilai secara kuantitatif, dihitung jumlah sel positif IL-

17 terhadap 100 sel, secara visual dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 x. Penilaian fibrosis interstisial

ditentukan secara kuantitatif dengan cara mengukur tebal jaringan interstisial dengan menggunakan mikrometer

yang telah dikalibrasi pada pembesaran 400 x. Analisis data menggunakan analysis of variance (Anova) dan untuk

menentukan perbedaan kemaknaan digunakan p<0,05. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAS

menurunkan ekspresi IL-17 (23,8±14,1 vs 10,6±6,8 per 100 sel netrofil imunoreaktif; p =0,042) dan menurunkan

fibrosis interstisial (22,3±5,7 vs 15,5±5,4; p =0,030) dibandingkan kelompok LN. Berdasarkan penelitian ini dapat

disimpilkan bahwa NAS secara bermakna menurunkan ekspresi IL-17 dan fibrosis interstisial ginjal pada mencit

model LN.

  Kata Kunci: fibrosis interstisial, lupus nefritis, interleukin 17, pristan

ABSTRACT

  Lupus nephritis (LN) is associated with thickening of the glomerular basement membrane. The precipitation

of the immune complex triggers a cascade of inflammatory responses with activation of reactive oxygen species

(ROS), then causes fibrosis that promotes kidney damage. Interleukin 17 is a cytokine that plays a role in slow-

type inflammatory reactions. Its production is triggered by an increase in chemokine production by a number of

tissues to recruit monocytes and neutrophils to the inflammatory side. IL-17 produced Th17 cells and was induced

by IL-23. IL-17 responds to the invasion of extracellular pathogens and induces the destruction of the cellular

matrix of pathogens. IL-17 will stimulate B cells to produce and secrete autoantibodies, then form the complex of

Biomedika

atigen-autoantibodi. The antigens-autoantibodies complex in the circulation will eventually be disposed in target

  Biomedika

cells, including fibroblast cells, mesangial cells, podocytes, tubular cells and endothelial cells in the glomerulus.

  

This complex will cause glomerulosclerosis and interstitial fibrosis of the kidney, then subsequently cause damage

to the kidneys and microalbuminuria occurs. In addition, glomerular capillary endothelial dysfunction will result

in albuminuria. N-acetyl cysteine (NAS) supplementation in lupus nephritis can reduce nephrotoxic effects on

the kidney, through decreased IL-17 expression and interstitial fibrosis degree. This study was a laboratory

experimental study, with a sample of 24 Balb / C female mice divided into control groups, LN, and LN + NAS.

To model LN, animals were given 0.5 ml injection of single-dose intraperitoneal prills. NAS was administered

orally at a dose of 4.7 mg / day (equivalent to 1,800 mg of human dose) for eight weeks. The IL-17 expression was

immunohistochemically examined with monoclonal antibodies against IL-17. Measurement was quantitatively

assessed, counting the number of IL-17 positive cells to 100 cells, visually with a 400 x magnification of light

microscope. The assessment of interstitial fibrosis was determined quantitatively by measuring the thickness of

the interstitial tissue by using a micrometer that has been calibrated at 400 x magnification. Data analysis using

analysis of variance (Anova) and to determine the difference of significance used p <0,05. The results showed that

NAS administration decreased IL-17 expression (23.8 ± 14.1 vs. 10.6 ± 6.8 per 100 immunoreactive neutrophil

cells, p = 0.042) and reduced interstitial fibrosis (22.3 ± 5.7 vs. 15.5 ± 5.4, p = 0.030) than the LN group. Based

on this study it can be concluded that NAS significantly decreases IL-17 expression and renal interstitial fibrosis

in LN model mice.

  Keywords: interstitial fibrosis, lupus nephritis, interleukin 17, pristan PENDAHULUAN

  Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dapat mempengaruhi banyak organ mulai dari ginjal, kulit, selaput jantung, paru-paru, sistem saraf dan lainnya. Lupus nefritis (LN) adalah gambaran potensial serius dari LES. Meskipun LES biasanya melalui siklus periode flare dan remisi, pasien sering akhirnya mengalami kematian akibat penyakit ginjal stadium terminal atau kerusakan kardiovaskular. LES ditandai oleh adanya berbagai autoantibodi yang dapat membentuk kompleks imun yang mengendap di ginjal, memberikan kontribusi besar terhadap patogenesis LN. Terjadinya LN diprakarsai oleh adanya peran kaskade komplemen, autoantibodi, intoleransi, dan

  cross-talk sistem imunitas adaptif

  dan bawaan, perekrutan sel inflamasi dan akhirnya terjadi fibrosis yang mendorong terjadinya kerusakan ginjal.

  Pengendapan kompleks imun memicu kaskade respon inflamasi disertai aktivasi reactive

  oxygen species (ROS), yang memainkan peran

  penting dalam terjadinya injuri glomerulus akut dan kronis pada pasien LN. Lupus nefritis tampak jelas secara histologis pada kebanyakan pasien dengan LES, bahkan mereka yang tidak menunjukkan manifestasi klinis penyakit ginjal. Inflamasi ginjal adalah salah satu manifestasi yang paling parah dari LES dan ditandai oleh deposisi autoantibodi dan komplemen, produksi sitokin/ kemokin, aktivasi dan perekrutan sel-sel inflamasi, dan kerusakan mikrovaskuler dan parenkim di ginjal.

  Prevalensi penyakit ginjal pada pasien LES bervariasi antara 31-65%. Berdasarkan data dari Asia, keterlibatan renal berkisar antara 6-100% secara keseluruhan (Isbagio, 2006), sedangkan hasil penelitian di RS dr Moewardi Surakarta gangguan fungsi ginjal ditemukan pada 68% penderita LES dan kelainan ini merupakan penyebab kematian yang paling banyak.

  Predisposisi genetik, sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi, autoantibodi, kelainan limfosit serta defek pada sistem komplemen semua memiliki peran dalam pengembangan LES. Di antara faktor-faktor ini, kontribusi autoantibodi dan penyimpangan limfosit sangat berperan dalam patogenesis penyakit ginjal pada SLE. Terdapat hubungan erat antara produksi autoantibodi dan kelainan pada subpopulasi limfosit. Selain itu, perubahan autoantibodi dan subset limfosit dapat mencerminkan aktivitas penyakit lupus nefritis dan menjadi target potensial terapi imunosupresif. Oleh karena itu, pemahaman autoantibodi nefritogenik dan subset limfosit akan membantu mengembangkan strategi baru untuk pemantauan aktivitas penyakit dan pengobatan lupus nephritis.

  Injeksi Pristan akan mengaktivasi Nf- kB dalam makrofag untuk mensekresikan dan mengekspresikan sitokin-sitokin proinflamasi (IL- 6 dan TNF-α) serta faktor pertumbuhan (TGF-β1).

  IL-6 dan TNF-α akan memicu sumsum tulang

  Biomedika

  sehingga terjadi leukositosis. Leukositosis akan memperbanyak sel-sel polimorfonuklear (PMN) maupun monosit untuk bergerak menuju tempat lesi pada ginjal. IL-8 sebagai

  neutrophyl chemotatic factor (NCF), akan menarik PMN dalam sirkulasi

  mendekat permukaan endotel pembuluh darah ginjal. TGF-β1 merupakan sitokin yang paling dominan berperan dalam menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis maupun interstitisal fibrosis. TGF-β1 akan merangsang reseptor membran sel fibroblast sehingga mengekspresikan kolagen tipe-I akibatnya terjadi interstisial fibrosis. Selain itu, TGF-β1 juga akan merangsang reseptor membran sel mesangial sehingga mengekspresikan kolagen tipe-IV, yang mengakibatkan terjadinya glomerulosklerosis. Limfosit B memiliki efek pleiotropik dalam pengembangan LN, termasuk pembentukan autoantibodi, sekresi sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi, presentasi auto- antigen dan infiltrasi langsung ke ginjal. Rangsangan endotel oleh TNFα akan menyebabkan endotel meng-ekspresikan e-selektin yang diperlukan untuk mengikat PMN. PMN kemudian akan mengekspresikan MMP-9. MMP-9 selanjutnya mendegradasi kolagen yang diekspresikan oleh sel fibroblas maupun mesangial. Dalam keadaan normal sesuai dengan hukum homeostasis, terjadi keseimbangan pengaruh TGF-β1 dan MMP-

  9. TGF-β1 juga menghambat ekspresi MMP-9 yang diekspresikan oleh PMN. Pada penelitian ini injeksi Pristan diharapkan akan menyebabkan TGF-β1 lebih dominan daripada MMP-9, sehingga terjadi interstitial fibrosis maupun glomerulosklerosis. IL-1β akan merangsang endotel untuk mengekspresikan ICAM, selanjutnya

  ICAM akan mengikat monosit kemudian monosit akan masuk ke jaringan dan akan berubah menjadi makrofag. Makrofag yang bertambah banyak akan menyebabkan meningkatnya proses ekspresi sitokin yang berakibat pada bertambah beratnya fibrosis.

  Prinsip dasar tujuan pengobatan lupus nefritis adalah menekan reaksi inflamasi lupus, memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan menurunkan risiko penyakit ginjal kronis dan aterosklerosis dan konsekuensi metabolik. Medikamentosa berupa kortikosteroid dan agen imunosupresif, dialisis dapat dilakukan untuk mengontrol gejala gagal ginjal. Transplantasi ginjal juga direkomendasikan (pasien dengan lupus yang aktif tidak boleh dilakukan transplantasi ginjal).

  Obat-obatan yang memiliki efek seperti ROS

  scavenging, dan penghambatan jalur NF-κB

  memiliki efek perlindungan terhadap progesifitas nefritis lupus. Jalur NF-κB sangat penting dalam perkembangan lupus, jalur ini mengontrol ekspresi sejumlah gen proinflamasi, seperti iNOS maupun IL-17 yang kadarnya tinggi pada lupus dan berkorelasi dengan keparahan penyakitnya. N-Asetil Sistein (NAS) merupakan suatu senyawa yang mengandung tiol dengan efek antioksidan dan antiinflamasi. Efek antioksidan N-Asetil Sistein dapat terjadi secara langsung melalui interaksi dengan ROS elektrofilik maupun sebagai prekusor glutation, suatu antioksidan yang dapat melindungi sel dari stres oksidatif.

  Penelitian ini akan membuktikan bahwa NAS akan berpengaruh terhadap peningkatan MMP- 9 dan glomerulosklerosis. Glomerulosklerosis maupun interstisial fibrosis akan menyebabkan fungsi filtrasi ginjal terganggu, sehingga sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin terakumulasi dalam tubuh yang akan menyebabkan sindroma uremia. Glomerulosklerosis dan ROS akan menyebabkan kerusakan dan kebocoran sistem filtrasi yang berakibat terjadinya albuminuri. Albuminuri sesuai dengan hukum homeostasis merupakan bahan yang masih diperlukan oleh tubuh sehingga akan direabsorsi oleh sel tubulus, akibatnya sel tubulus harus bekerja keras dan hal ini merupakan suatu stresor sehingga sel tubulus mengekspresikan sitokin pro inflamasi (TNF-α1,

  IL-1β, IL-6, IL-8 dan IL-17) dan TGF-β1. Sitokin pro inflamasi tersebut akan lebih merusak sel-sel ginjal. Dengan demikian, suplemen antioksidan (NAS) pada pengobatan lupus nefritis mungkin dapat mencegah/mengurangi efek kerusakan ginjal serta keparahan lupus nefritis.

  METODE

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, terhadap mencit sebagai hewan coba. Rancangan eksperimental tanpa adanya pengukuran awal (

  pretest) tetapi hanya pengukuran

  Tabel 1. Deskripsi dan Uji Normalitas ekspresi IL-17 100

  akhir (

  post test) / post-test only control group sel netrofil design. Tempat laboratorium Fakultas Kedokteran

  Universitas Sebelas Maret, waktu (Januari-Mei 2016). Subjek penelitian adalah mencit, diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada. Kriteria inklusi : Mencit sehat, sub spesies

  Mus musculus galur Balb/C, umur 6−8 minggu,

  berat badan 20–30 gram. Kriteria eksklusi: Mencit mati saat penelitian. Berdasar rumus didapatkan

  Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  jumlah sampel minimal adalah

  tujuh ekor. Dalam Keterangan: *Signifikan pada derajat signifikansi 5%

  penelitian ini digunakan

  delapan ekor mencit

  untuk setiap kelompok observasinya, sehingga Berdasarkan deskripsi variabel ekspresi IL- telah memenuhi batas minimal sampel.

  17 di atas, nampak bahwa mencit yang diberikan Definisi operasional : Pemberian pristan perlakuan lupus nefritis memiliki rata-rata ekspresi pada mencit Balb/C menginduksi autoantibodi

  IL-17 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok karakteristik lupus, N-Asetil Sistein diberikan kontrol. Pemberian NAS mampu menurunkan secara peroral (sonde) dengan dosis 4,7 mg/hari ekspresi IL-17. Perbedaan rata-rata ekspresi IL-

  (setara dengan dosis manusia 1.800 mg), ekspresi 17 antar kelompok sampel itu dapat digambarkan

  IL-17menggunakan pemeriksaan imunohistokimia sebagai berikut: dengan antibodi monoklonal terhadap IL-17. Cara ukur dinilai secara kuantitatif, visual dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x terhadap 100 sel, yang terlihat dinetrofil sebagai yang mengekspresikan IL-17. Kemudian dihitung jumlah sel-sel tersebut yang imunoreaktif tercat coklat perak, pada membran sel. Jumlah semua sel immunoreaktif yang ditemukan kemudian dijumlahkan dan dimasukkan sebagai data. Skala data adalah rasio.

  Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah : analisis deskriptif, analisis normalitas dengan uji

  Shapiro-Wilk dan uji homogenitas

Gambar 5.1. Perbandingan Nilai Rata-rata ekspresi IL-

  varians dengan Levene’s test, analisis komparasi.

  17 per 100 sel netrofil antar kelompok sampel

  Data yang menyebar normal dan homogen, maka digunakan uji F Anova pada taraf kemaknaan Deskripsi rinci nilai rata-rata dan standar

  α =0,05 dilanjutkan dengan Least Significant deviasi serta hasil uji normalitas data masing- Difference (LSD) post-hoc test Apabila data tidak masing kelompok untuk variabel tingkat normal dan homogen digunakan uji Kruskal- fibrosisinterstisialadalah sebagai berikut: Wallis, dilanjutkan uji Man Whitney.

  Tabel 2. Deskripsi dan Uji Normalitas Variabel tingkat HASIL DAN PEMBAHASAN fibrosisinterstisial Penelitian ini dimaksudkan untuk

  mengetahui pengaruh terapi NAS terhadap ekspresi

  IL-17 pada glomerulus dan tubulus interstisialdan tingkat fibrosisinterstisialpada ginjal mencit nefritis lupus induksi pristan.Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dijelaskan deskripsi variabel penelitian yaituekspresi IL-17 dan tingkat fibrosisinterstisial pada kelompok kontrol, lupus

  Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  nefritis, dan lupus nefritis+NAS.

  Keterangan: *Signifikan pada derajat signifikansi 5% Biomedika

  Biomedika

  Berdasarkan deskripsi variabel tingkat fibrosisinterstisial di atas, pemberian NAS menurunkan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial dibandingkan pada kelompok lupus nefritis.

  Perbedaan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial antar kelompok sampel itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.2. Perbandingan Nilai Rata-rata tingkat fibrosisinterstisial antar kelompok sampel

  Langkah pertama menguji variasi atau beda k rata-rata berdasarkan kelompok sampel untuk variabel IL-17. Distribusi data variabel IL- 17 semua kelompok sampel berdistribusi normal, maka pengujian variasi atau beda 3 rata-rata itu menggunakan ANOVA atau uji F. Hasil pengujian ANOVA untuk variabel IL-17 adalah sebagai berikut:

  Tabel 3. Perbedaan rata-rata ekspresi IL-17 per 100 sel netrofil dalam kelompok sampel Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  Keterangan: **)Signifikan pada derajat signifikansi 1%

  Hasil analisis variasi atau beda 3rata-ratadi atas menunjukkan bahwa perbedaan 3 rata-rata variabel IL-17 tersebut menghasilkan nilai F hitung = 6,216 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008 yang berarti beda 3 rata-rata itu signifikan atau meyakinkan dengan derajat signifikansi p < 0,01. Hal itu berarti beda rata-rata variabel IL-17 pada kelompok kontrol, lupus nefritis, dan lupus nefritis+NAS benar-benar berbeda secara meyakinkan. Jika dibandingkan dengan rata-rata IL-17 pada kelompok kontrol, kelompok lupus nefritis memiliki kecenderungan rata-rata IL-17 lebih tinggi (meningkat), kemudian rata-rata IL-17 pada kelompok lupus nefritis+NAS memiliki rata-rata lebih rendah dibandingkan kelompok lupus nefritis atau berarti ekspresi IL-17 itu dapat diturunkan dengan pemberian NAS. Hasil penelusuran beda dua rata-rata variabel IL- 17 antar kelompok sampel dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:

  Tabel 4. Perbedaan rata-rata ekspresi IL-17 per 100 sel netrofil antar kelompok sampel Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  Keterangan: **)Signifikan pada derajat signifikansi 1%

  Hasil analisis beda 2 rata-rata sampel independen menggunakan penelusuran

  Post Hoc Test Benferronidiatas menunjukkan bahwa uji terhadap

  variabel IL-17 antara kelompok Kontrol dan lupus nefritis signifikan pada derajat signifikansi sebesar 0,010 (p < 0,05). Hal itu dapat dikatakatan bahwa pada mencit kelompok lupus nefritis mempunyai rata-rata ekspresi IL-17 lebih tinggi (meningkat) secara meyakinkan dibandingkan kelompok kontrol. Setelah diberikan terapi NAS maka rata-rata ekspresi IL-17 lebih rendah (mengalami penurunan) dibandingkan pada kelompok lupus nefritis dengan tingkat signifikansi sebesar 0,042 (p < 0,05).

Gambar 5.3. Perbandingan gambaran protein IL-17 yang diekspresikan sel netrofil masing-masing kelompok

  Pemberian kombinasi NAS pada mencit lupus nefritis pada penelitian ini, NAS berperan sebagai anti ROS, sehingga kerusakan sel (debris) berkurang, akibatnya rangsangan terhadap makrofag lewat TLR-4 dan TLR-9 berkurang pula. Akibatnya ekspresi TGF-β1 oleh makrofag juga berkurang, sebaliknya ekspresi MMP- 9 meningkat. Kondisi tersebut akan berperan dalam memperbaiki keadaan imbalance tersebut. Berdasarkan pendekatan prinsip epistomologi,

  Post Hoc Test Benferronidiatas menunjukkan bahwa uji

  emergence stage dalam tahapan proses penyakit (Purwanto, 2010).

  Injeksi pristan i.p. akan mengaktivasi NFkβ dan p38 MAPK sehingga terjadi peningkatan produksi TGF-b. TGF-bakan merangsang sel target, yaitu sel fibroblas, sel mesangial, podosit, sel tubulus dan sel endotel. Aktivasi sel-sel target ini akan memicu terbentuknya ECM. Sel fibroblas akan mengekspresikan kolagen tipe-I dan akhirnya menyebabkan terjadinya fibrosis interstisial pada ginjal (Purwanto, 2010; Loeffler dan Wolf, 2013). Proses ini sesuai dengan tahap

  initial stage (Incubation period/Sub clinical) dalam tahapan proses penyakit.

  Berdasarkan prinsip ontologi, injeksi Pristan pada mencit Balb/C secara intraperitoneal dapat mengembangkan respons inflamasi lokal (lipogranuloma) dan artritis erosif menyerupai reumatoid artritis (RA) dan juga dapat menginduksi produksi autoantibodi dan manifestasi klinis SLE. Proses ini sesuai dengan

  A: ginjal normal; B: fibrosis dan inflamasi interstisial (Pewarnaan Hematoksilineozin: pembesaran 1000x-Olympus BX 50 Model BX-50F-3 Pentax Optio 230 Digital Camera 2.0 Megapixel)

Gambar 5.4. Perbandingan gambaran tingkat fibrosisinterstisial.

  terhadap variabel tingkat fibrosisinterstisial antara kelompok Kontrol dan lupus nefritis signifikan pada derajat signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,001).

  Hasil analisis beda 2 rata-rata sampel independen menggunakan penelusuran

  Biomedika

  Keterangan: *)Signifikan pada derajat signifikansi 5%

  Tabel 5. Perbedaan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial antar kelompok sampel Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial pada kelompok kontrol, kelompok lupus nefritis memiliki kecenderungan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial lebih tinggi (meningkat), kemudian rata-rata tingkat fibrosisinterstisialpada kelompok lupus nefritis+NAS memiliki rata-rata lebih rendah (menurun) dibandingkan kelompok lupus nefritis atau berarti tingkat fibrosisinterstisial itu dapat diturunkan dengan pemberian NAS.

  Hasil analisis variasi atau beda 3rata- ratadi atas menunjukkan bahwa perbedaan 3 rata- rata variabel tingkat fibrosisinterstisial tersebut menghasilkan nilai F hitung = 8,627 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002 yang berarti beda 3 rata- rata itu signifikan atau meyakinkan dengan derajat signifikansi p < 0,01. Hal itu berarti beda rata-rata variabel tingkat fibrosisinterstisialpada kelompok kontrol, lupus nefritis, dan lupus nefritis+NAS benar-benar berbeda secara meyakinkan.

  Keterangan: **)Signifikan pada derajat signifikansi 1%

  Tabel 5. Perbedaan rata-rata tingkat fibrosisinterstisial menurut kelompok sampel Sumber: Data Primer 2015, diolah.

  Langkah kedua menguji variasi atau beda k rata-rata berdasarkan kelompok sampel untuk variabel tingkat fibrosisinterstisial. Distribusi data tingkat fibrosisinterstisialsecara keseluruhan masing-masing kelompok data berdistribusi normal, maka pengujian variasi atau beda 3 rata-rata itu menggunakan ANOVA atau uji F. Hasil pengujian ANOVA untuk variabel tingkat fibrosisinterstisial adalah sebagai berikut:

  • )Signifikan pada derajat signifikansi 1%
sebagai prekusor glutation, suatu antioksidan penelitian ini ekspresi IL-17di netrofil ginjal pada kelompok mencit yang diinduksi pristan sebagai yang dapat melindungi sel dari stres oksidatif (De agen nefrotoksik terlihat lebih tinggi daripada Backer dkk., 2013).Stres oksidatif terjadi ketika mencit normal sebagai kontrol. Peningkatan produksi ROS berlebihan melebihi kapasitas ekspresi IL-17 terjadi karena pemberian pristan metabolisme dari sistem pertahanan antioksidan, akan menyebabkan (a) stimulasi mediator sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan ginjal. Terapi NAS akan menghambat ekspresi inflamasi, (b) peningkatan produksi autoantibodi, (c) peningkatan deposisi kompleks imun di dan aktivitas enzim antioksidan seperti SOD, katalase dan glutation peroksidase. Dengan glomerulus, (d) peningkatan TGF-β1, (e) meningkatknya imunogenisitas dan (f) apoptosis demikian, suplemen NAS pada lupus nefritis dapat yang meningkat (Reeves dkk., 2009; Vahed dkk., mengurangi efek nefrotoksik pada ginjal, melalui 2015). penurunan ekspresi IL-17 dan derajat fibrosis Berdasarkan prinsip axiologi, secara interstisial. keseluruhan manfaat hasil penelitian ini adalah kombinasi lupus nefritis+NAS dapat mencegah/

  SIMPULAN

  mengurangi efek nefrotoksik pada ginjal. NAS N-Asetil Sistein terbukti menurunkan merupakan suatu senyawa yang mengandung ekspresi interleukin 17 dan menurunkan fibrosis interstisial pada mencit lupus nefritis induksi tiol dengan efek antioksidan dan antiinflamasi.

  Efekantioksidan NAS dapat terjadi secara langsung pristan. melalui interaksi dengan ROS elektrofilik maupun

DAFTAR PUSTAKA

  De Backer J, Vos W, Van Holsbeke C, Vinchurkar S, Claes R, Parizel PM, De Backer W. 2013. Effect of high-dose N-acetylcysteine on airway geometry, inflammation, and oxidative stress in COPD patients. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 8:569-79Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setyohadi B. 2006.

  Lupus Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV, hal: 1224-1230.

   1056-67. I, Wolf G. 2013. Transforming growth factor-β and the progression of renal disease. Nephrol Dial Transplant 0: 1–9.

  Li M, Gao W, Ma J, Zhu Y, Li X. 2015. Early-stage lupus nephritis treated with N-acetylcysteine: A report of two cases. Exp Ther Med. 10(2):689-692. Motazed R, Colville-Nash P, Kwan JTC, Dockrell MEC. 2008. BMP-7 and Proximal Tubule Epithelial Cells: Activation of Multiple Signaling Pathways Reveals a Novel Anti-fibrotic Mechanism.

  Pharmaceutical Research 25(10):2440-2446.

  Purwanto B. 2010.

  Kajian ekspresi tgf-β1, mmp-9, kolagen tipe-I, kolagen tipe-IV, glomerulosklerosis, interstisial fibrosis, albuminuri pada kejadian nefrotoksik doxorubicin dan nefroprotektif pentoxifylin dengan hewan coba mencit galur swiss jantan. Disertasi. Program Pascasarjana.

  Universitas Airlangga. Surabaya Reeves WH, Lee PY, Weinstein JS, Satoh M, Lu L. 2009. Induction of autoimmunity by pristane and other naturally occurring hydrocarbons.

  Trends Immunol 30(9):455–64.

  Tan TK, Zheng G, Hsu TT, Wang Y, Lee VW, Tian X. 2010. Macrophage matrix metalloproteinase-9 mediates epithelial-mesenchymal transition in vitro in murine renal tubular cells.

  Am J Pathol.

  176(3):1256-70. Biomedika Vahed SZ, Ardalan M, Samadi N, Omidi Y. 2015.Pharmacogenetics and drug-induced nephrotoxicity in renal transplant recipients. Bioimpacts. 5(1): 45–54.

   10.

  

  

  Biomedika