Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2018) E-ISSN 2614-5375

ARTIKEL RISET

URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1101

Relaksasi Otot Progresif Menurunkan Tingkat Depresi pada Lansia

K Wa Ode Sri Asnaniar 1 , Tutik Agustini 1

1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia Email Penulis Korespondensi ( K ): waode.sriasnaniar.umi.ac.id

ABSTRAK

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan –lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Santoso, dkk, 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji (PSTW) Kabupaten Gowa. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu atau quasi eksperimental dengan rancangan pretest and posttest with control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di PSTW Gau Mabaji Gowa yang berjumlah 95 orang. Sampel yang digunakan adalah lansia yang mengalami depresi yaitu 20 orang dengan teknik pengambilan proportional random sampling . Kelompok intervensi berjumlah 10 orang lansia dan kelompok kontrol berjumlah 10 orang lansia. Semua responden mengikuti penelitian hingga akhir penelitian. Uji statistik dengan menggunakan independent t-test. Terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan depresi pada lansia. Diharapkan relaksasi otot progresif dapat menjadi terapi non farmakologi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan depresi karena dapat dilakukan sendiri oleh lansia setiap waktu, tidak memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Kata Kunci: Relaksasi Otot Progresif, Depresi, Lansia

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan –lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Santoso, dkk, 2009). Pengaruh proses penuaan dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, psikologi, maupun sosial bagi seseorang yang memasuki usia lanjut (Nugroho, 2008).

Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman pancaindra, menurunnya daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan social serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi seperti itu menyebabkan orang usia lanjut menjadi lebih rentan untuk mengalami masalah seperti kecemasan, ketakutan, dan depresi (FKUI, 2009).

Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat dua kali lipat (36 juta) pada tahun 2025 (BKKBN, 2013). Data demografi pada tahun 2010 jumlah lansia di Sulawesi Selatan adalah 721.353 jiwa yaitu 9,19% dari total jumlah penduduk Sulawesi Selatan. Jumlah lansia di kota Makassar sebanyak 79.581 jiwa sedangkan di Kabupaten Gowa dengan jumlah lansia sebanyak 49.030 jiwa (BPS, 2010).

Depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia.Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 – 15 %. Hasil survei dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14,1 : 8,5. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti sebesar 30 – 45 %. Pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, Depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia.Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 – 15 %. Hasil survei dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14,1 : 8,5. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti sebesar 30 – 45 %. Pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah,

Dari hasil penelitian Hasniar (2011) tentang tingkat depresi lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa ditemukan dari 105 populasi terdapat 51 orang yang dijadikan sampel penelitian mengalami depresi. Latihan relaksasi progresif sebagai salah satu tehnik relaksasi otot telah terbukti dalam program terapi terhadap ketegangan otot mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah tinggi, fobia ringan dan gagap (Davis, 1995) . Menurut Black and Mantasarin (1998) dalam (Ari &

Pratiwi, 2010) bahwa teknik relaksasi progresif dapat digunakan untuk pelaksanaan masalah psikis. Berdasarkan penelitian Erviana & Arif (2008), teknik relaksasi dapat mempengaruhi perubahan status mental klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Surakarta. Mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan peran terapi non farmakologis dan kejadian depresi yang dialami oleh lansia maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lansia.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji (PSTW) Kabupaten Gowa.

METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei – Juli 2015.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu atau quasi eksperimental dengan rancangan pretest and posttest with control group design. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua kelompok yaitu kelompok intervensi atau perlakuan yang diberikan intervensi berupa latihan relaksasi otot progresif dan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi berupa latihan relaksasi otot progresif.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di PSTW Gau Mabaji Gowa yang berjumlah 95 orang. Sampel yang digunakan adalah lansia yang mengalami depresi yaitu 20 orang dengan teknik pengambilan proportional random sampling. Kelompok intervensi berjumlah 10 orang lansia dan kelompok kontrol berjumlah 10 orang lansia. Semua responden mengikuti penelitian hingga akhir penelitian.

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Pengkajian pretest dan posttest tingkat depresi pada lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) sedangkan latihan relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi menggunakan lembar observasi. Tingkat depresi pada lansia diukur telebih dahulu (pretest) baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi diberikan relaksasi otot progresif yang dilakukan selama 2 minggu dengan frekuensi 6 kali dalam seminggu berdurasi 40 menit, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Setelah 2 minggu pelaksanaan intervensi, diukur kembali tingkat depresi pada masing-masing kelompok yang dijadikan sampel (posttest).

Analisis Data

Uji statistik untuk melihat perbedaan tingkat depresi lansia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan independent t-test.

HASIL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Kelompok Intervensi pada Lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa

Sesudah (Post-Test) Tingkat Depresi

Sebelum (Pre-Test)

Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia pada saat Pretest pada kelompok intervensi sebagian besar mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 7 responden (70%) dan depresi berat sebanyak 3 responden (30%). Setelah mendapatkan terapi latihan relaksasi otot progresif, tingkat depresi responden menurun yaitu dari depresi berat menjadi ringan dan bahkan ada yang menjadi normal dengan frekuensi depresi ringan sebanyak 6 orang (60%) dan normal sebanyak 4 responden (40%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Kelompok Kontrol pada Lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa

Sesudah (Post-Test) Tingkat Depresi

Sebelum (Pre-Test)

Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia pada saat Pretest pada kelompok kontrol yaitu depresi ringan sebanyak 8 responden (80%) dan depresi berat sebanyak 2 responden (20%). Selanjutnya setelah post test tingkat depresi lansia relatif tetap.

Tabel 3. Perbedaan Tingkat Depresi Posttest antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada Lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa

Mean difference Standar Deviasi p Kelompok

0.966 Independent T-Test .

Kelompok Kontrol

10 -0.6

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa perbedaan rerata antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (mean difference) sebesar 5,00 dan Nilai p-value 0,000, karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan tingkat depresi responden pada kedua kelompok pada post test. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi progresif berdampak terhadap penurunan tingkat depresi lansia.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat depresi pada lansia kelompok intervensi setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi memiliki tingkat depresi yang tetap. Berdasarkan analisis Independent T-Test diperoleh nilai p-value 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan tingkat depresi responden pada kedua kelompok pada post test. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi otot progresif yang dilakukan oleh lansia yang mengalami depresi dapat membantu mengurangi tingkat depresi.

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi pada lansia berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi pada lansia berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan

Depresi pada lansia dapat ditangani dengan memberikan terapi kejiwaan memberikan terapi kejiwaan yang dinamakan psikoterapi (Davitson, 2002). Psikoterapi disebut juga sebagai terapi non farmakologi. Salah satu macam dari terapi non farmakologi adalah teknik otot progresif.

Dari hasil penelitian, setelah mendapatkan terapi latihan relaksasi otot progresif tingkat depresi responden menurun, yaitu dari depresi berat menjadi ringan dan bahkan ada yang menjadi normal dengan frekuensi depresi ringan sebanyak 6 orang (60%) dan normal sebanyak 4 responden (40%). Penurunan tingkat depresi lansia dari depresi berat menjadi depresi ringan atau normal. Relaksasi otot progresif dilakukan dengan menegangkan dan merilekskan atau melemaskan otot. Hal ini berkaitan dengan sistem saraf. Pada saat otot mengalami ketegangan, sistem saraf simpatis bekerja sedangkan pada waktu rileks, sistem saraf parasimpatis bekerja. Latihan relaksasi otot progresif dapat memberikan pemijatan halus pada berbagai kelenjar-kelenjar tubuh yang akan menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran(Bao, Meynen, & Swaab, 2008)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif efektif untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan dan kelelahan yang dialami lansia sehingga akan mempengaruhi status mental lansia sehingga tingkat depresi berkurang. Hasil ini sesuai pendapat dari Pratiwi (2006) bahwa relaksasi dapat menjadi terapi untuk merilekskan tubuh. Teknik relaksasi akan mengembalikan proses mental, fisik dan emosi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Erviana & Arif (2008) tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan status mental klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Surakarta. Penelitian ini merupakan eksperimen dengan rancangan penelitian pretest-posttest with control group. Kesimpulan penelitian tersebut yaitu pada kelompok perlakuan yang mendapatkan teknik relaksasi ada perubahan yang cukup signifikan terhadap penilaian status mental; pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan teknik relaksasi tidak ada perubahan yang signifikan terhadap penilaian status mental; dan perbedaan yang terjadi setelah diberi teknik relaksasi pada kelompok perlakuan sangat baik dan berpengaruh sangat signifikan. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada pengaruh yang cukup signifikan. Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian Lumbantobing (2012) tentang pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap depresi klien kanker yang menunjukkan adanya penurunan depresi dan peningkatan relaksasi pada klien dengan kanker.

Relaksasi otot progresif dapat menekan rasa tegang sehingga timbul perasaan rileks. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) mengaktifkan anterior pituitary untuk mensekresi enkephalin dan endorphin yang berperan sebagai neotransmiter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan senang. Di samping itu, anterior pituitary sekresi Adrenocorticotropic hormone (ACTH) menurun, kemudian Adrenocorticotropic hormone (ACTH) mengontrol adrenal cortex untuk mengendalikan sekresi kortisol (Guyton & Hall,2011). Menurunnya kadar Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan kortisol menyebabkan stres dan ketegangan menurun yang akhirnya dapat menurunkan tingkat depresi (Bao et al., 2008).

KESIMPULAN

Terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan depresi pada lansia. Diharapkan relaksasi otot progresif dapat menjadi terapi non farmakologi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan depresi karena dapat dilakukan sendiri oleh lansia setiap waktu, tidak memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang lama

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Triciana. (2009). Hubungan Tingkat Depresi Dengan Ketergantungan Dalam ADL pada lansia di Panti Werdha Darma Bakti Pajang Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Ari, P. L. D., & Pratiwi, A. (2010). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Keperawatan, 03, 27 –34. Bao, a. M., Meynen, G., & Swaab, D. F. (2008). The stress system in depression and neurodegeneration: Focus on

57(2), 531 –553. https://doi.org/10.1016/j.brainresrev.2007.04.005 BKKBN.

the human

17 juta jiwa. http://m.liputan6.com/health/read/521272/bkkbn-tahun-ini-penduduk-indonesia-capai-250-juta-jiwa. Di akses tanggal 22 Februari 2013

BPS. (2010). Karakteristik Kependudukan. Sulawesi Selatan. Davis,M.,Eshelman,E.R,Mckey,M. 1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres(Terjemahan), Edisi II. Jakarta:

EGC.

Davitson,GC.Neale,J.M,& Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal Edisi 9. Terjemahan oleh Noermalasari Fajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Erviana Kustanti & Arif Widodo. (2008). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Status Mental Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. I No. 3. September 2008.

FKUI. (2009). Pedoman Pengolahan Kesehatan Pasien Geriatrik Edisi 1. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Guyton & Hall. (2011). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Hasniar. (2011). Hubungan Ketergantungan Pemenuhan Activity Daily Living dengan Tingkat Depresi pada

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia.

Kaplan,HI,Sadock,BJ,& Grebb,J.A. (2010). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : EGC Lumbantombing, Duma. (2012). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation dan Logoterapi terhadap Ansietas

dan Depresi, Kemampuan Relaksasi dan Kemampuan Memaknai Hidup Klien Kanker di RS Kanker Dharmais. Tesis dipublikasikan. FKUI Jakarta

Nugroho, Wahyudi, (2008).Keperawatan Gerontologi & Geriatrik. Jakarta:EGC Potter dan Perry. (2013). Fundamental of Nursing. Concepts, Process and Practice. (8th ed) Imprint of Elsivier

Inc: Mosby Pratiwi,A. (2006). Model Pengembangan Strategi tindakan Keperawatan pada Klien Halusinasi dengan Klasifikasi Akut,Maintanance, Health Promotion di RSJD Wilayah Karasidenan Surakarta.Tidak dipublikasikan. UMS

Santoso,dkk. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia.Jakarta : Gunung Mulia. Stanley & Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi II. Jakarta: EGC.

ARTIKEL RISET

URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1102

Senam Lansia Menurunkan Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi

K Najihah 1 , Rahmawati Ramli 1

1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia Email Penulis Korespondensi ( K ): jia.najihah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Lansia cenderung mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh akibat proses penuaan. Gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia adalah kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% pertahun, berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon stress, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap perubahan tekanan darah pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling. Desain penelitian yang digunakan yaitu pre-eksperimen dengan rancangan one group pre test-post test, dengan jumlah sampel sebanyak 14 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability sampling. Intervensi yang diberikan yaitu senam lansia yang dilakukan selama 3 minggu dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu berdurasi 15-30 menit. Data di uji dengan uji statistik Paired Sample T- test. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pemberian senam lansia terhadap perubahan tekanan darah sistolik (p value 0,02) dan tekanan darah diastolik (p value 0,000) pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian latihan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi dan diharapkan latihan senam lansia secara rutin dapat menjadi terapi non farmakologi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien lansia.

Kata Kunci: Senam Lansia, Tekanan Darah, Lansia

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas hidup lansia terus menurun seiring dengan semakin bertambahnya usia, sehingga diberikan kesempatan untuk dapat hidup nyaman dan mempertahankan keadaan fisiologis sejalan dengan perkembangan psikologis, di dalam kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh lanjut usia (Ratmini dan Arifin, 2011). Menurut Mubarak dalam Mayuni (2013), gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia adalah kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun, berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon stress, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer dan manifestasi penyakit yang bisa ditimbulkan adalah hipertensi.

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2011 jumlah lansia yang menderita hipertensi sebanyak 640.862 dari 18.312.055 orang, pada tahun 2012 jumlah lansia yang menderita hipertensi sebanyak 765.324 dari 18.584.905 orang. Jumlah lansia di Sulawesi Selatan yang menderita hipertensi pada tahun 2011 sebesar 3.829 dari 1.653.438 orang dan pada tahun 2012 jumlah lansia yang menderita hipertensi sebesar 4.697 dari 1.755.635 orang (Kemenkes RI, 2013). Meningkatnya jumlah kejadian hipertensi pada lansia menuntut peran tenaga kesehatan untuk melakukan pencegahan dan upaya promosi kesehatan. Pencegahan yang dapat dilakukan oleh lansia agar terhindar dari penyakit hipertensi menggunakan dengan semboyan “Seimbangan gizi, Enyahkan rokok, Hindari stress, Awasi tekanan darah dan Tera tur berolahraga (SEHAT)”. Teratur berolahraga dilakukan dengan latihan fisik yang sesuai dengan lansia seperti senam. (Maryam, 2008)

Latihan fisik seperti senam yang teratur juga membantu mencegah keadaan-keadaan atau penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi). Senam dapat meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Senam lansia sangat penting untuk para lanjut usia dalam menjaga kesehatan tubuh lansia. Senam Lansia dilakukan dengan serangkaian gerak nada yang teratur, terarah dan terencana dalam bentuk latihan fisik yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik lansia. Selain itu, senam lansia membantu tubuh agar tetap bugar dan segar karena dapat melatih tulang menjadi kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh (Widianti dan Atikah, 2010). Menurut Sherwood (2011) olahraga seperti senam lansia tingkat sedang yang dilakukan selama 15-60 menit yang dilakukan tiga kali/minggu sangat mempengaruhi tekanan darah yaitu bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah.

Mengacu pada manfaat senam lansia terhadap tekanan darah lansia dan jumlah lansia yang mengalami hipertensi cukup banyak dan cenderung meningkat, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh senam lansia terhadap perubahan tekanan darah pada lansia hipertensi.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti tentang pengaruh senam lansia terhadap perubahan tekanan darah pada lansia hipertensi.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling Makassar. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari-Februari 2017.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pre eksperimental dengan one group pretest-postest design. Penelitian ini memberikan perlakuan pada kelompok tetapi sebelumnya diukur atau di test terlebih dahulu (pretest) selanjutnya setelah perlakuan atau intervensi, kelompok diukur atau di test kembali (posttest) tanpa kelompok pembanding.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling yang berjumlah 273 orang dengan 30 orang populasi lansia hipertensi. Sampel yang digunakan adalah lansia yang mengalami hipertensi yaitu 14 orang dengan teknik non probability sampling dengan pendekatan accidental sampling.

Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang berisi data demografi yang terdiri dari nama, umur, dan jenis kelamin. Lembar kuesioner juga berisi lembar pengamatan (observasi) untuk pengukuran tekanan darah pada lansia. Alat pengukur tekanan darah yang digunakan yaitu sphygmomanometer air raksa dan stetoskop.

HASIL

Tabel 1 menujukkan untuk tekanan darah sistolik didapatkan hasil mean pretest 172, 86 dan untuk mean posttest 167,86 sehingga dapat dilihat adanya perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah senam lansia dengan selisih 5,000. Sedangkan, untuk tekanan darah diastolik didapatkan hasil mean pretest 103,57 dan untuk mean posttest 92,86 sehingga dapat dilihat adanya perubahan tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia dengan selisih 10,714.

Tabel 1. Hasil Uji Paired T Test

p TD Sistolik Pre-Test

0,020 TD Diastolik Pre-Test

TD Sistolik Post-Test

TD Diastolik Post-Test

Dari hasil uji paired T test diperoleh p value 0,02 untuk tekanan darah sistolik dan p value 0,000 untuk tekanan darah diastolik dimana p value < 0,05, sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh sebelum dan setelah senam lansia terhadap perubahan tekanan darah lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mean tekanan darah sistolik pretest 172,86 dan untuk mean posttest 167,86 sehingga dapat dilihat adanya perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah senam lansia dengan selisih 5,000. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Paired T Test didapatkan nilai p value 0,02 dimana p value <0,05 yang artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling.

Selain itu, diketahui pula mean tekanan darah diastolik pretest 103,57 dan untuk mean posttest 92,86 sehingga dapat dilihat adanya penuruna tekanan darah diastolik sebelum dan setelah senam lansia dengan selisih 10,714. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Paired T Test didapatkan nilai p value 0,000 dimana p value < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah diastolik pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling.

Hipertensi sendiri menurut Muhammad (2010) dapat disebabkan oleh kurangnya aktifitas fisik. Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko Cardiac Heart Desease (CHD) yang setara dengan hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi (Price & Wilson, 2006). Manfaat dari aktifitas fisik adalah dapat melancarkan sirkulasi darah, memperkuat dan menjaga elastisitas otot, menurunkan tekanan darah dan mengurangi kolesterol dan membakar kalori sehingga dapat menurunkan berat badan (Muhammad, 2010). Penelitian oleh Lord, Caplan dan Ward (1993) dalam Potter & Perry (2005) menemukan bahwa olahraga dapat memainkan peranan dalam meningkatkan sensori-motorik sejumlah sistem yang mempengaruhi stabilitas seperti kekuatan otot.

Dengan adanya latihan fisik atau senam lansia yang teratur dan terus menerus maka katup-katup jantung yang tadinya mengalami sklerosis dan penebalan berangsur kembali pada kondisi dasar atau normal, miokard tidak terjadi kekakuan lagi, adanya kontraksi otot jantung, isi sekuncup dan curah jantung tidak lagi mengalami peningkatan. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah tidak lagi meningkat atau mengalami penurunan tekanan darah (Maryam, 2008). Selain itu, dengan olahraga seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan oksigen dan glukosa untuk membentuk ATP. Terkait dengan pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat (Darmojo, 2010).

Senam lansia dapat menurunkan tekanan darah karena melakukan olahraga seperti senam lansia mampu mendorong jantung bekerja secara optimal, dimana olahraga untuk jantung mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh, dimana akibat peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume yang akan lansung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat sedang, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2011).

Penelitian yang dilakukan di BPLU Senja Cerah Paniki Bawah menujukkan bahwa dari awal sebelum melakukan kegiatan senam bugar lansia sampai minggu ke 3 perlakuan didapatkan tekanan darah sistolik pada lansia mengalami penurunan yang menunjukan perbedaan bermakna, sedangkan tekanan darah diastolik mengalami kenaikan dan tidak menunjukan perbedaan bermakna tapi masih dalam batas normal (Moniaga dkk, 2013). Selain itu, Hasil penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik maupun diastolik kelompok intervensi (p value 0,000 dan p value 0,000) serta tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sistolik maupun diastolik kelompok kontrol (p value 0,634 dan p value 0,089). Sehingga disimpulkan ada pengaruh pemberian senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi (p value 0,000) baik tekanan darah sistolik maupun diastolik (Irmawati, 2013).

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Posyandu Bnaran 8 Playen Gunungkidul, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi dengan hasil uji statistik dengan paired t-test menunjukkan p value tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia didapatkan p value 0,024 dan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia didapatkan p value 0,010 dengan taraf signifikasi 0,05 (p<0,05) (Pamungkas dkk, 2015).

KESIMPULAN

Senam lansia dapat menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi. Diharapkan bagi lansia hipertensi untuk melakukan senam lansia sebagai terapi non farmakologik secara rutin, serta senam lansia yang tidak aktif supaya diaktifkan kembali dibawah pengawasan Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Astari,P, D. (2012). Pengaruh Senam Lansia terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi pada Kelompok Senam Lansia di Banjar Kaja Sesatan Denpasar Selatan. (Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana Denpasar).

Darmojo, B. (2010). Buku Ajar Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-4. Semarang: Balai Penerbit FKUI. Irmawati (2013). Pengaruh Senam Lansia terhadap Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. (Skripsi. STIKES Ngudi Waluyo Ungaran) Kemenkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Lumbantobing, S. M. (2008). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Maryam, R. S., dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Mayuni, A. O. (2013). Senam Lansia Menurunkan Tekanan Darah. (Skripsi. Poltekkes Denpasar: Jurusan

Keperawatan). Menpora. (2008). Senam Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Olahraga. Muchtadi, D. (2013). Antioksidan & Kiat Kesehatan di Usia Produktif. Bandung: Penerbit Alfabeta

Muhammad, N. (2010). 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia. Jogjakarta: Tunas Publising. Moniaga, V,.dkk (2013). Pengaruh senam bugar lansia terhadap tekanan darah penderita hipertensi di BPLU Senja Cerah Paniki Bawah. (Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado). Nugroho, W. (2012). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC. Ode, S. L. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Pamungkas, B,.dkk (2015). Pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia Dusun Banaran 8 Playen Gunungkidul. (Skripsi. Stikes Aisyah Yogyakarta) Pearce, E. C. (2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1.

Jakarta: EGC. Ratmini, K, T. dan Arifin. (2011). Hubungan Kesehatan Mulut dengan Kualitas Hidup Lansia, (online), Jurnal Ilmu Gizi,. 2, 2 dan 8, (http://Poltekkes-denpasar.ac.id/files/JIP/V2N2/Ratmini.pdf, diakses 22 Februari 2016). Ronny, S. (2009). Senam Vitalisasi Otak Meningkatkan Kognitif Lansia. Jakarta: Salemba Medika. Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC. Suroto. (2004). Buku Pegangan Kuliah: Pengertian Senam, Manfaat Senam dan Urutan Gerakan. Semarang:

Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Olahraga Universitas Diponegoro. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Widianti dan Atikah. (2010). Senam Kesehatan. Jogjakarta: Nuha Medika

ARTIKEL RISET

URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1103

Efektivitas Ekstrak Dahan Kelor Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti

K Alfina Baharuddin 1

1 Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia Email Penulis Korespondensi ( K ): alfina.riyadi@gmail.com

ABSTRAK

Tingginya angka kasus DBD di Indonesia sehingga perlu diadakan upaya pengendalian vector. batang kelor digunakan sebagai anti nyamuk alami diangap mampu memetikan jentik. Hal ini disebabkan terdapat senyawa steroid, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavanoid, dan tanin di dalam batang dahan kelor. Jenis Penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung jumlah larva Aedes aegypti instar III yang mati disetiap jenis konsentrasi salinitas selama waktu pemaparan. Percobaan dilakukan sebanyak 4 kali, Pengamatan, perhitungan dan pencatatan jumlah larva yang hidup dan mati setiap 24, 32, 40 dan 48 jam setelah perlakuan. Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Pada konsentrasi 3% pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 24 jam pada masing-masing perlakuan 1 (3), perlakuan 2 (3), perlakuan 3 (3), perlakuan 4 (1) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 27,5%. Konsentrasi 3% ekstrak kulit dahan kelor efektif membunuh jentik Aedes aegepty sebesar 45% dalam waktu 48 jam. Konsentrasi 3,5% ekstrak kulit dahan kelor efektif membunuh jentik Aedes aegepty sebesar 45% dalam waktu 24 jam. Konsentrasi 4% ekstrak kulit dahan kelor efektif membunuh jentik Aedes aegepty sebesar 67,5% dalam waktu 24 jam. Lama waktu paparan yang efektif yaitu 24 jam yang menyebabkan kematian 67,5 % Aedes aegypti.

Kata Kunci: Efektifitas, Aedes aegypti, Dahan kelor, Mortalitas

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah1. Penyakit demam berdarah sampai saat ini masih merupakan masalah dibanyak negara terutama di negara-negara berkembang. WHO memperkirakan terdapat 50 juta kasus DBD terjadi setiap tahunnya, sebanyak 500.000 kasus membutuhkan perawatan rumah sakit dan sedikitnya terdapat 22.000 kematian (Siregar, 2004).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar melaporkan kasus DBD tiga tahun terakhir menunjukkan jumlahnya sebanyak 265 kasus pada tahun 2010, tahun 2011 turun menjadi 115 kasus (0,182%) dan turun lagi pada tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 2,83%). Demikian halnya dengan jumlah kematian akibat DBD pada tahun 2010 sebanyak 3 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 2 orang, tahun 2012 sebanyak 1 orang (Dinkes Makassar, 2014).

Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka cara yang efektif dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengendalian vektornya. Upaya pengendalian penyakit yang ditularkan nyamuk telah dilakukan secara terus menerus yang ditujukan baik terhadap penderita maupun vektornya, namun sampai saat ini penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk berfluktuasi meningkat, angka kematian meningkat dan daerah endemis makin meluas (Adifian, 2013). Teknologi pengendaliannya belum efisien dan efektif. Selain itu, pendekatan dan metode untuk mengupayakan peningkatan peran serta masyarakat dalam menekan penyakit ini belum efektif (Canyon, D. dkk. 2008.). Pengendalian larva nyamuk yang selama ini sering digunakan adalah pengendalian secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan zat kimia7. Hal ini dapat menekan populasi vektor secara cepat. Namun, pengendalian dengan cara ini bila dilakukan secara Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka cara yang efektif dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengendalian vektornya. Upaya pengendalian penyakit yang ditularkan nyamuk telah dilakukan secara terus menerus yang ditujukan baik terhadap penderita maupun vektornya, namun sampai saat ini penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk berfluktuasi meningkat, angka kematian meningkat dan daerah endemis makin meluas (Adifian, 2013). Teknologi pengendaliannya belum efisien dan efektif. Selain itu, pendekatan dan metode untuk mengupayakan peningkatan peran serta masyarakat dalam menekan penyakit ini belum efektif (Canyon, D. dkk. 2008.). Pengendalian larva nyamuk yang selama ini sering digunakan adalah pengendalian secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan zat kimia7. Hal ini dapat menekan populasi vektor secara cepat. Namun, pengendalian dengan cara ini bila dilakukan secara

Kelor (Moringa oliefera Lamk.) adalah salah satu tumbuhan yang telah dikenal di Indonesia, tetapi multi manfaatnya belum banyak dipahami oleh masyaraka. Mereka yang telah mengetahui manfaatnya menyebut tanaman ini sebagai miracle plant. Hal ini dikarenakan tanaman kelor dimanfaatkan mulai dari biji, daun, hingga kulit batang dan akarnya. Tanaman kelor bagi komunitas masyarakat Indonesia pada umumnya belum menjadi perhatian (Anonim, 2012).

Sebagian komunitas masyarakat Indonesia, khusus di daerah kota ParepareSulawesi Selatan menggunakan tanaman kelor khusus kulit batangnya sebagai anti nyamuk alami. Dengan cara mengeringkan dan membakar batangnya. Namun hal ini hanya landasan empiris, karena sebaiknya dilakukan penelitian dari dasar untuk mengetahui kegunaan tumbuhan ini secara ilmiah berdasarkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya (WHO, 1999).

Berdasarkan penggunaannya di masyarakat tumbuhan kelor khususnya. Kulit batang kelor digunakan sebagai anti nyamuk alami (Ikalius. R, 2013). Cara penggunaannya dengan cara mengeringkan batang dan membakarnya. Berdasarkan hasil uji pendahuluan golongan senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan kelor, terdapat senyawa steroid, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavanoid, dan tannin (Taufik, Noor, 2011) . Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menguji evektivitas ekstrak dahan kelor terhadap mortalitas larva Aedes aegypti yang nantinya dapat digunakan untuk mendukung program pemerintah dalam upaya pengendalian vektor DBD.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas konsentrasi 3%, 3,5%, 4%, ekstrak kulit dahan kelor yang dapat menyebabkan kematian larva Aedes aegypti serta Mengetahui suhu sebelum dan sesudah penambahan ekstrak dahan kelor yang dapat menyebabkan kematian larva Aedes aegypti dan lama waktu paparan yang dapat menyebabkan kematian larva Aedes aegypti.

METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan post test only control group design.

Lokasi dan Waktu Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium terpadu kesmas FKM UMI pada bulan Desember Tahun 2016

Perlakuan

Postest

0 2 R (Kelompok Eksperimen)

0 4 R (Kelompok Kontrol)

Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian

Ket T 1-4 : konsentrasi ekstrak dahan kelor yang dipaparkan pada larva Aedes aegypti

0 1-4 : Obeservasi terhadap jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah diberi konsentrasi ekstrak dahan kelor

0 5 : Kelompok yang tidak diberi perlakuan (Kelompok kontrol)

Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah larva Aedes aegypti instar III, yaitu semua kelompok perlakuan larva Aedes aegypti yang dikembangbiakan di laboratorium Terpadu Kesmas FKM UMI. Adapun yang menjadi Sampel dalam penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar III sebanyak 200 ekor. Dengan perincian 150 ekor larva Aedes aegypti dilakukan perlakuan dan 50 ekor larva Aedes aegypti lainnya digunakan sebagi larva kontrol;

Pengolahan data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium tersebut akan dianalisa dengan menggunakan uji probit dan analisis variansi (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh atau perbedaan yang ditimbulkan oleh masing masing perlakuan.

Penyajian data

Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk kemudian dibahas sebagai hasil penelitian

HASIL

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kematian jentik pada konsentrasi 3% pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 24 jam pada masing-masing perlakuan 1 (3), perlakuan 2 (3), perlakuan 3 (3), perlakuan 4 (1) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 27,5%.

Tabel 1 Kematian Jentik Aedes aegypti dengan Konsentrasi 3% Ekstrak Kulit Dahan Kelor

Waktu

% Rata-rata (Jam)

Jumlah Kematian Jentik Setiap Replikasi

Kontrol Kematian

I II III

IV Jentik

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa kematian jentik pada konsentrasi 3,5% pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 24 jam pada masing-masing perlakuan 1 (7), perlakuan 2 (3), perlakuan 3 (3), perlakuan 4 (3) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 45%.

Tabel 2 Kematian Jentik Aedes aegypti dengan Konsentrasi 3,5% Ekstrak Kulit Dahan Kelor

Waktu

% Rata-rata Perlakuan I

Jumlah Kematian Jentik Setiap Replikasi

Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IV Kontrol Kematian Jentik (Jam)

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa kematian jentik pada konsentrasi 3% pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 24 jam pada masing-masing perlakuan 1 (8), perlakuan 2 (8), perlakuan 3 (5), perlakuan 4 (6) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 67,5%. Kematian jentik pada pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 32 jam pada masing-masing perlakuan 1 (1), perlakuan 2 (0), perlakuan 3 (3), perlakuan 4 (3) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 17,5%. Kematian jentik pada pada estrak kulit dahan kelor pada waktu pengukuran 40 jam pada masing-masing perlakuan 1 (1), perlakuan 2 (2), perlakuan 3 (2), perlakuan 4 (1) dengan presentase rata-rata kematian jentik yaitu 10%.

Tabel 3. Kematian Jentik Aedes aegypti dengan Konsentrasi 4% Ekstrak Kulit Dahan Kelor

% Rata-rata Waktu

Jumlah Kematian Jentik Setiap Replikasi

(Jam) Perlakuan I

Perlakuan II

Perlakuan III

Perlakuan IV

Kontrol Kematian Jentik

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa pemeriksaan suhu rata-rata sebelum penambahan ekstrak kulit dahan kelor yaitu pada konsentrasi 3% dengan durasi waktu 24 jam (25,9°C), 32 Jam (26,8°C), 40 jam (27,0°C) dan 48 jam (26,3°C). Pemeriksaan suhu rata-rata sebelum penambahan ekstrak kulit dahan kelor yaitu pada konsentrasi 3,5% dengan durasi waktu 24 jam (26,8°C), 32 jam (26,8°C), 40 jam (26,5°C) dan 48 jam (25,9°C).

Tabel 4. Pemeriksaan Suhu Sebelum Penambahan Ekstrak Kulit Dahan Kelor

Waktu

Suhu (°C) Setiap Replikasi

Perlakuan III Perlakuan IV Kontrol

Perlakuan I

Perlakuan II

26,3 °C 25,9 °C

27,6 °C 26,8 °C

27,4 °C 25,5 °C Konsentrasi 3%

27,6 °C 26,3 °C

27,5 °C 26,1 °C

27,8 °C 26,8 °C

27,6 °C 26,8 °C Konsentrasi 3,5%

27,5 °C 26,5 °C

26,7 °C 25,9 °C

27,9 °C 27,1 °C

27,5 °C 26,4 °C Konsentrasi 4%

27,6 °C 27,0 °C

27,3 °C 26,7°C

Tabel 5 berikut ini menunjukkan bahwa pemeriksaan suhu rata-rata sesudah penambahan ekstrak kulit dahan kelor yaitu pada konsentrasi 3% dengan durasi waktu 24 jam (27,0°C), 32 jam (26,4°C), 40 jam (25,5°C) dan 48 jam (26,1°C). Pemeriksaan suhu rata-rata sesudah penambahan ekstrak kulit dahan kelor yaitu pada konsentrasi 3,5% dengan durasi waktu 24 jam (27,0°C), 32 jam (26,4°C), 40 jam (27,4°C) dan 48 jam (26,7°C).

Tabel 5. Pemeriksaan Suhu Sesudah Penambahan Ekstrak Kulit Dahan Kelor

Perlakuan

Waktu

Suhu (°C) Setiap Replikasi

∑ Rata-rata

(Jam)

Perlakuan III Perlakuan IV Kontrol

Perlakuan I

Perlakuan II

27,5 27,0 Konsentrasi 3%

27,8 27,0 Konsentrasi 3,5%

28,3 27,7 Konsentrasi 4%

PEMBAHASAN

Kulit batang kelor telah dilaporkan khasiatnya sebagai anti-inflamasi, antioxidant, dan antimicrobial. Uji fitokimia Ikalinus menunjukan kulit batang kelor mengandung senyawa aktif seperti steroid, alkaloid, tannin, fenolat, dan flavonoid. Tannin merupakan suatu senyawa polifenol yang larut dalam air dan berfungsi sebagai antioksidan dan penghambat pertumbuhan tumor (Siregar, F, 2004).

Senyawa alkaloid merupakan senyawa aktif bahan alam yang memiliki aktivitas hipoglikemia. Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan anti-inflamasi (Adifian dkk, 2013).

Ekstrak kulit dahan kelor dengan konsentrasi 3%,dikatakan efektif dalam membunuh jentik Aedes aegypti karena setelah pengamatan diperoleh persentasi kematian sebesar 100% selama 48 jam. Tanaman kelor mengandung senyawa steroid, triterpenoid, alkaloid, saponin, flavanoid, dan tanin, dan zat-zat tersebutlah yang membunuh jentik Aedes aegypti.

Ekstrak kulit dahan kelor dengan konsentrasi 3,5% dinyatakan efektif membunuh jentik Aedes aegypti sebesar 100% selama 48 jam pengamatan. Hal ini disebabkan oleh Steroid dan triterpenoid berfungsi untuk menghambat daya makan jentik. Tanin dapat menyebabkan rasa sepat, alkaloid bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. flavonoid sebagai racun pernapasan, serta saponin yang bekerja sebagai racun perut. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin banyak jumlah jentik yang mati dan semakin sedikit waktu kontak ekstrak terhadap jentik. Akan tetapi hal tersebut terjadi jika pada masing-masing perlakuan tidak terjadi penguapan/penurunan daya bunuh ekstrak atau dengan adanya pengaruh lingkungan luar.

Ekstrak kulit dahan kelor dengan konsentrasi 4% dikatakan efektif membunuh jentik Aedes aegypti sebesar 100% dalam waktu 48 jam pengamatan. Pada perlakuan II dalam waktu 32 jam tidak terdapat jentik yang mati, namun di waktu selanjutnya yaitu 40 jam masih terdapat 2 ekor yang mati. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa rentan waktu yang dibutuhkan ekstrak untuk membunuh jentik terbilang cukup lama karena kemampuan ekstrak mulai menurun. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa insektisida nabati mudah terurai dengan cepat di lingkungan (Chandra Tama, 2013).

Penolak nyamuk Pada tahap pupa, ekstrak metanol kelor menunjukkan LC50 dan LC90 67,77 ppm dan 141,00 ppm. Penelitian membuktikan kandungan fitokimia ekstrak biji kelor efektif sebagai agen kontrol vektor nyamuk. Pemberian ekstrak dahan kelor (moringa) menurunkan kenaikan CCI4-induced aktivitas serum aminotransferase dan level globulin. Peningkatan kandungan hepatic hydroxyproline dan aktivitas myeloperoxidase juga menurun dengan perlakuan moringa. Ekstrak dahan kelor menunjukkan efek penghambatan signifikan pada radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Aktivitas superoxide dismutase serta kandungan malondialdehyde maupun protein carbonyl, yang merupakan penanda stres oksidatif, berbalik setelah perlakuan kelor. Hasil menunjukkan ekstrak dahan kelor dapat berperan sebagai pengusir nyamuk alami.