PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN MEBEL DARI PERPSPEKTIF KARYAWAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP DAN OMAX

  

PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN MEBEL DARI PERPSPEKTIF

KARYAWAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP DAN OMAX

Sri Widiyawati

  Universitas Brawijaya, Fakultas Teknik, Malang, 65145, Indonesia

  Abstrack Increasingly rapid technological development has resulted in the current business competition is

getting tougher. With the increased competition, the company should be able to apply the right strategy at all

levels in order to meet the wishes of stakeholders. As an organization that is oriented to profit (profit

oriented), during this performance measure based solely on the financial aspects of using profitability ratios.

  

Besides measured by profit, the company's success in improving the company's performance is highly

dependent on the quality of Human Resources (HR). The company's performance appraisal conducted using

Analytical Hierarchy Process (AHP) that can help decision-making within the company relating to the

employee. To make an assessment based on ranking or score will be used method Objective Matrix (OMAX).

Scoring system based on the calculation that the data obtained are 4 KPI that fall into the red category.

Among them is the KPI-2 (an increase in welfare), KPI-5 (level of discipline employees, KPI-6 (degree of

achievement of employee productivity, and KPI-7 (rate of sick employees). There is also a 6 KPIs included in

the yellow category. from the results of the scoring system showed that during the company's performance

can not be achieved with good when viewed from the perspective of employees for only six KPIs are included

in the green category and 10 KPIs others included in the category of critical KPI / needs improvement.

  

Keywords company's performance appraisal, employee perspective, Analytical Hierarchy Process

(AHP) ,OMAX.

1. PENDAHULUAN

  Mebel berbahan baku partikel board merupakan salah satu produk dari perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Malang. Perusahaan tersebut telah memasarkan produknya sampai ke tingkat internasional. Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini telah mengakibatkan persaingan bisnis semakin ketat. Dengan semakin meningkatnya persaingan tersebut, menjadikan perusahaan harus mampu menerapkan strategi yang tepat di semua lini agar dapat memenuhi keinginan

  stakeholders . Sebagai organisasi yang

  berorientasi pada keuntungan (profit oriented), selama ini ukuran kinerja Perusahaan menggunakan aspek keuangan dengan menggunakan rasio profitabilitas. Sistem pengukuran kinerja tersebut dianggap belum mampu mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan sehingga pihak manajemen mulai menyadari perlunya melakukan perancangan sistem pengukuran kinerja yang baru dengan memperhatikan aspek finansial dan non finansial.

  Keberhasilan suatu perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaannya sangat tergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. SDM merupakan aset strategi dikarenakan

  sumber daya manusia dengan kapabilitas yang sulit untuk ditiru, langka, tepat, dan istimewa yang memberikan keunggulan kompetitif untuk perusahaan [1]. Secara sederhana aset strategi menjaga perusahaan untuk tetap kompetitif dalam jangka panjang, namun sukar untuk ditiru.

  Dalam mengukur kinerja yang mengacu pada aspek SDM, beberapa perusahaan hanya melakukan penilaian yang bersifat kuantitatif saja. Penilaian secara kuantitatif yaitu dari segi jumlah karyawan dianggap berpengaruh besar pada produktivitas perusahaan sedangkan penilaian yang bersifat kualitatif dianggap kurang berpengaruh pada produktivitas perusahaan.

  Oleh sebab itu, penilaian kinerja berdasarkan perspektif karyawan yang dilakukan selama ini belum optimal, sehingga perlu dilakukan perbaikan pada proses penilaian kinerja dari perusahaan yang didasarkan pada perspektif ini. Ketidakoptimalan ini dikarenakan belum ada pembobotan pada indikator kinerja kunci/ KPI (Key Performance Indicator) dari perspektif SDM/karyawan yang digunakan sebagai dasar penilaian kinerja perusahaan sehingga tidak diketahui kriteria/KPI mana yang paling berpengaruh pada perusahaan. karena itu, perlu dilakukan pembobotan terhadap KPI/kriteria penilaian kinerja perusahaan dari perspektif karyawan

  • Corresponding author. Email Copyright ©2016 JTI UB Publishing. All Rights Reserved
untuk mengetahui komponen penilaian mana yang lebih penting atau sebaliknya.

  Penilaian kinerja perusahaan dilakukan

  4. Kemampuan untuk melakukan pengukuran kontra prestasi dan menggabungkannya dalam suatu produk menyeluruh.

  Penelitian dilakukan dengan melakukan pengambilan data melalui beberapa cara yaitu dengan cara observasi, wawancara dan penyebaran kuisioner dilakukan pada manajer HRD/ SDM yang dinilai berkompeten. Dari data yang ada, pengukuran kinerja perusahaan dari perspektif pelanggan dilakukan dengan proses pembobotan dengan metode Analytical

  2. METODE PENELITIAN

  d. Index, merupakan hasil penjumlahan seluruh nilai (value) dari setiap kriteria yang menyatakan indikator pencapaian kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja dapat ditentukan dari besarnya kenaikan indicator pencapaian bila dibandingkan dengan pengukuran periode sebelumnya.

  c. Bagian C, merupakan bagian monitoring, sebagai analisa terhadap level, weight dan value untuk masing-masing KPI. Baris level atau score diisikan sesuai dengan posisi level pencapaian KPI yang telah ditentukan pada bagian B. Baris weigth diisi sesuai dengan bobot masing-masing KPI yang diisi oleh pihak perusahaan. Sedangkan baris value merupakan hasil penilaian atau pengalian antara baris level dengan bobot masing-masing KPI.

  bagian ini ditentukan pembagian level pencapaian kinerja dari level 10 (tertinggi) hingga level terendah atau nol. Level 10 adalah level pencapaian tertinggi atau merupakan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Tingkat pencapaian awal matriks dioperasikan (pencapaian kinerja perusahan sebelumnya) diletakkan pada level 3, dan dibawah level 3 adalah pencapian yang lebih buruk selama perusahaan beroperasi (level nol). Besaran matriks dapat diperoleh dengan membagi interval antara level 10 sampai dengan level 3 dan antara level 3 sampai level nol.

  b. Bagian B, merupakan bagian quantifying, di

  Skema OMAX diatas dibagi menjadi 3 bagian dijelaskan sebagai berikut: a. Bagian A, merupakan bagian defining atau menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Baris kedua (performance) merupakan hasil pencapaian kinerja perusahaan pada masing- masing KPI tersebut.

  3. Orientasi keluaran dibandingkan secara sederhana dengan aktifitas pengukuran.

  Hierarchy process (AHP) yang dapat

  2. Fleksibilitas dalam mengakomodasi kualitas pengukuran, waktu, keamanan, perilaku pegawai, produktivitas dan hasil.

  1. Kemampuan untuk menormalisasi satuan- satuan dari spesifikasi pengukuran yang berbeda

  Selanjutnya untuk melakukan penilaian berdasarkan rangking atau skor akan digunakan metode Objective Matrix (OMAX). Model penilaian ini pertama kali dikembangkan di Oregon State University oleh seorang Profesor di Department of Industrial Engineering yaitu James L. Riggs. OMAX adalah suatu sistem pengukuran produktivitas perusahaan. OMAX memiliki keunggulan karena memiliki 4 hal sebagai berikut [3]:

  d. Dengan cepat dapat menunjukkan prioritas, dominasi, tingkat kepentingan ataupun pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainnya

  c. Proses perhitungannya relative mudah karena hanya membutuhkan operasi dan logika sederhana.

  b. Dapat memasukkan preferensi pribadi sekaligus mengakomodasi berbagi kepentingan pihak lain sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan tidak sektoral.

  Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penerapan AHP, antara lain: a. sifatnya yang fleksibel, menyebabkan penambahan dan pengurangan criteria pada suatu hierarki dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mengacaukan atau merusak hierarki.

  membantu pengambilan keputusan di dalam perusahaan yang berkaitan dengan karyawan. AHP digunakan karena AHP memiliki berbagai kelebihan, kelebihan dari AHP yakni struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan dan memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan [2].

  Hierarchy Process (AHP) dan scoring system dengan menggunakan metode OMAX yang dijelaskan dalam bentuk kerangka konsep penelitian pada Gambar 1.:

  Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitisn

  Konsep awal dari penelitian ini adalah setelah dilakukan identifikasi masalah pada perusahaan didapatkan kondisi bahwa selama ini belum prnah dilakukan pengukuran kinerja perusahaan dari perspektif karyawan yang bersifat kualitatif sehingga belum dapat merepresentasikan kinerja perusahaan dari perspektif ini secara keseluruhan. Dari konsep awal tersebut dilakukan langkah-langkah untuk mengetahui KPI apa saja dari perspektif karyawan yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Setelah diketahui KPI-KPI tersebut maka dilakukan pembobotan dengan metode AHP untuk mengetahui bobot dari masing- masing kriteria. Langkah awal yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Menyusun bagan hierarki yang meliputi tujuan pengukuran (pencapaian kinerja), kriteria (4 perspektif), sub kriteria strategi dan Key Performance Indicator (KPI) yang teridentifikasi. AHP melakukan analisis prioritas kriteria dengan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar kriteria, hingga semua kriteria yang ada tercakup. berpasangan/pairwise comparison untuk mengetahui elemen/kriteria mana yang paling disukai atau paling penting. 3) Menghitung rasio konsistensi (jika data CR

  ≤ 0,1 maka penilaian yang telah dilakukan adalah konsistensi, jika hasil CR sebaliknya maka data harus diulang/diperbaiki lagi karena tidak konsistensi). Hasil penilaian dapat diterima jika mempunyai hasil rasio konsistensi kurang dari atau sama dengan 10%, jika lebih besar dari 10 % berarti penilaian yang telah dilakukan adalah random, sehingga data perlu diperbaiki atau diulang. Perbandingan berpasangan antar elemen akan membentuk suatu matriks perangkingan relatif untuk tiap elemen pada tiap level dalam hirarki. Nilai-nilai perbandingan dapat menentukan peringkat dari kriteria. Peringkat ini nantinya akan menjadi suatu bobot (prioritas). [5]. Tabel matriks perbandingan dapat dilihat pada Tabel

  1. Tabel 1. Matriks Perbandingan [4] Goal

  X1 X2

  X3 X1

  1 X2

  1 X3

  1 Setelah itu dilakukan proses scoring system dengan menggunakan OMAX dan Traffic Light

  System. Adapun skema penilaian berdasarkan model OMAX dapat dilihat pada Gambar 2.

  3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Dari hasil proses pengidentifikasian terhadap masalah di perusahaan dapat diketahui beberapa atribut atau KPI yang berpengaruh terhadap pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan perspektif karyawan. KPI-KPI tersebut diantaranya adalah: KPI -1 = jaminan kesehatan dan keselamatan KPI -2 = peningkatan kesejahteraan KPI -3 = lingkungan kerja KPI -4 = peningkatan jenjang karing KPI -5 = tingkat kedisiplinan karyawan KPI -6 = tingkat capaian produktivitas karyawan KPI -7 = tingkat karyawan sakit KPI -8 = peningkatan SD

  Saran/Rekomendasi perbaikan MASALAH PERUSAHAAN Pengukuran kinerja yang sudah ada hanya mengukur kinerja perusahaan dari perspektif karyawan yang bersifat kuantitatif saja namun belum dilakukan secara kualitatif.

   Pembobotan (AHP)  Scoring system ( OMAX dan Traffic Light System) KPI berdasarkan perspektif KPI -9 = tingkat kompensasi karyawan KPI -10 = peningkatan motivasi karyawan KPI -11 = penyusunan PKB (perjanjian kerja bersama) KPI -12 = pengelolaan anggaran pelatihan KPI -13 = pelaksanaan rekruitmen karyawan KPI -14 = audit P2K3 KPI -15 = pendidikan dan pelatihan KPI -16 = kelengkapan database kemampuan personil karyawan

  KPI No. Performance Level

  Tabel 2. Nilai bobot KPI berdasarkan perspektif karyawan No. KPI Bobot No. KPI Bobot

  9

  8

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  Berdasarkan perhitungan scoring system didapatkan data bahwa terdapat 4 KPI yang masuk dalam kategori merah. Diantaranya adalah KPI-2 (peningkatan kesejahteraan), KPI- 5 (tingkat kedisiplinan karyawan, KPI-6 (tingkat capaian produktivitas karyawan, dan KPI-7 (tingkat karyawan yang sakit).

  KPI-1 0.0648 KPI-9 0.0099 KPI-2 0.0236 KPI-10 0.0064 KPI-3 0.0177 KPI-11 0.0123 KPI-4 0.0118 KPI-12 0.0052 KPI-5 0.0374 KPI-13 0.0033 KPI-6 0.0166 KPI-14 0.0061 KPI-7 0.0074 KPI-15 0.0039 KPI-8 0.0157 KPI-16 0.0025

  10

1 Level Weight Value Index

  Dari hasil pembobotan tersebut kemudian dilakukan scoring system dengan menggunakan OMAX dan Traffic Light System untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing indikator, sehingga dapat diketahui pencapaian terhadap tiap-tiap parameter dan mengetahui kinerja perusahaan. Hasil perhitungan ditampilkan dalam Gambar 2.

  Setelah didapatkan beberapa KPI berdasarkan perspektif karyawan, maka dilakukan pembobotan dengan menggunakan AHP. Parameter-parameter yang telah dirumuskan sebelumnya dituangkan kedalam bentuk kuisioner dan diberikan kembali kepada manajer HRD/SDM untuk diberi bobot sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Bobot untuk masing-masing KPI kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan AHP untuk menentukan tingkat kepentingan perusahaan terjadap KPI tersebut.

  Gambar 2. Skema Penilaian berdasarkan model OMAX

  Hasil akhir yang didapatkan menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dirasa kurang baik ditinjau dari perspektif karyawan karena selain

  4 KPI yang masuk dalam kategori merah terdapat 6 KPI yang termasuk dalam kategori kuning. Hal ini berarti terdapat 10 KPI yang termasuk dalam kategori KPI kritis / perlu perbaikan sedangkan hanya terdapat 6 KPI yang masuk dalam kategori hijau/aman.[6]

  3. Kesimpulan

  Dari hasil pengambilan data yang dilakukan dengan menyebar kuisioner dan pengolahan data dengan menggunakan Analytical

  Hierarchy Process (AHP) didapatkan hasil

  berupa nilai bobot dari setiap KPI yang terdapat pada perusahaan ditinjau dari perspektif karyawan. KPI tersebut berjumlah 16 KPI dengan bobot tertendah dimilki oleh KPI-16 dan bobot tertinggi dimiliki oleh KPI-5. Namun setelah dilakukan sistem scoring, didapatkan hasil yaitu hanya terdapat 6 KPI yang masuk kategori hijau/aman sedangkan 10 KPI lain masuk dalam kategori merah dan kuning yang artinya bahwa ke 10 KPI tersebut masih memerlukan perbaikan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kinerja perusahaan selama ini belum cukup baik jika ditinjau dari perspektif karyawan.

  Berdasarkan data dari kuisioner yang telah diisi oleh manajer SDM/HRD, didapatkan nilai bobot KPI pada perspektif karyawan yang dapat dilihat pada Tabel 2.

  Gambar 2. Skema penilaian KPI berdasarkan perspektif karyawan

  78

  95

  95

  7 68 100

  76

  1

  76

  1

  1

  1

  2

  75

  93

  92

  70

  86.33

  90

  90

  11.33

  57

  98.33

  87

  98

  0.67

  87.43

  1

  77.14

  1

  1

  1

  78.57 E

  4

  97.43 98.29

  75.71

  95.71

  97

  95.71

  6.43 69.71 100

  76.57

  1

  76.57

  1

  1

  1

  78.29 L

  3

  74

  74

  5.86 71.43 100

  4.4

  80

  20

  35

  95

  70

  70

  75 7.6667

  3

  5.8

  3 2.6 2.4615

  85

  8.25

  10

  6.5

  10

  4.75

  10

  10

  10

  6.5 0.0648 0.0236 0.0177 0.0118 0.0374 0.0166 0.0074 0.0157 0.0099 0.0064 0.0123 0.0052 0.0033 0.0061 0.0039 0.0025 0.4968 0.0708 0.1027 0.0519 0.1122 0.04316 0.0182 0.1295 0.099 0.0416 0.123 0.0247 0.033 0.061 0.039 0.0163

  Value Performance KPI No. Satuan Level Weight

  80

  60

  0.67

  85

  0.67

  0.67

  77

  1

  89

  86

  65

  85.67

  85

  15.67

  80

  46

  96.67

  72

  0.33

  72

  0.33

  0.33

  0.33

  76

  85

  77.14

  96.43

  [1.] Becker Brian E, Hunselid Mark A, Ulrich Dave. (2001) ,” The HR Scorecard : Linking People, Strategy and Performance”, Harvard Business School Press, Boston, Massachucetts.

  1

  10

  100 100

  80 90 100 100

  3 80 100

  80

  1

  80

  1

  1

  80

  1

  9

  99.57 99.71

  79.29

  89.57

  99.29

  99.29

  3.57 78.29 100

  79.43

  1

  79.43

  79 % % % % % % % % % % Jml % Jml Jml Jml %

  1

  1

  [8.] Vanany, I. (2006), “Performance Measurement: Model & Aplikasi”, ITS Press, Surabaya

  [2.] Supriyono, Wardhana, W.A., dan Sudaryo, (2007), "Sistem Pemilihan Pejabat Struktural Dengan Metode AHP", Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 21-22 November 2007, 311- 321.

  [3.] Parsons, John., 2000. Data to Information, Information to Knowledge and Knowledge to Decision & Action, Report on the APO Symposium on Productivity Measurement in the Service Sector, Asian Productivity Organization, Tokyo, Japan

  [4.] Marimin. (2004). “Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria

  Majemuk”. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

  [5.] Purnomo, P.R, et al. (2013 ), “Penilaian

  Kinerja Karyawan Bagian Personalia Berdasarkan Kompetensi Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Rating Scale di PG. Pesantren Baru Kediri, Malang.

  [6.] Putra, A.N., et al. (2014), “Pengukuran Kinerja Pada Karyawan CV. Asta Mandiri Kartonindo Semarang Dengan Menggunakan Pendekaatan Human Resourch Scorecard, Semarang [7.] Saaty, T.L. 1988.

  “Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks

  ”. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo

  KPI-1 KPI-2 KPI-3 KPI-4 KPI-5 KPI-6 KPI-7 KPI-8 KPI-9 KPI-10 KPI-11 KPI-12 KPI-13 KPI-14 KPI-15 KPI-16

  2

  99

  98

  77

  87.6

  95

  93

  9 77 100

  78

  1

  77

  1

  1

  96.43

  5.29 73.14 100

  1

  1

  79.14 E

  6

  98.29 98.86

  77.14

  88.29

  97.14

  97.14

  77.71

  78.29

  1

  77.71

  1

  1

  1

  78.86 V

  5

  97.86 98.57

  76.43

  87.86

  1

  1

  79.71

  78.86

  8

  99.14 99.43

  78.57

  89.14

  98.57

  98.57

  4.14 76.57 100

  78.86

  1

  1

  78.29

  1

  1

  79.43 L

  7

  98.71 99.14

  77.86

  88.71

  97.86

  97.86

  4.71 74.86 100