14414011 Proposal Penelitian TA 1 Rachma Pratiwi

  

RANCANGAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK

MEMBANGUN CONSUMER AWARENESS

PELATIHAN MEMBATIK

(STUDI KASUS PT BATIK BANTEN MUKARNAS)

PROPOSAL PENELITIAN

  Proposal Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan mata kuliah MR4092 Tugas Akhir I disusun oleh:

  

Rachma Pratiwi

14414011

Dosen Pembimbing: Dr. Hasrini Sari, M.T

  

PROGRAM STUDI MANAJEMEN REKAYASA INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

  

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2017

  (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perbandingan Total Sekolah di Provinsi Banten dan Total Sekolah di

  

Gambar 1.2 Diagram Five Whys .................................................................................. 5Gambar 2.1 Corak dan Motif Batik Banten ............................................................... 10Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa ............................................................................... 13Gambar 2.3 Segment Attractiveness .......................................................................... 17Gambar 2.4 Klasifikasi Metode Survei ...................................................................... 19Gambar 2.5 Langkah-Langkah Sampling .................................................................. 19Gambar 2.6 Tahapan-Tahapan Perancangan Kuesioner ............................................ 20Gambar 3.1 Alur Pemecahan Masalah ...................................................................... 25

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Jumlah Peserta Pelatihan Membatik 2016-2017 .................................. 4Tabel 2.1 Segmentasi Berbasis Nilai .......................................................................... 16Tabel 2.2 Perbedaan Sensus dan Sampling ................................................................ 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan lebih dari 300 kelompok etnik atau ragam suku dan kebudayaan (Oentoro, 2010). Hal ini menjadikan setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas dan potensi kebudayaan yang dapat dikembangkan. Batik merupakan salah satu ragam hias yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama (Lestari, 2012). Uniknya, tiap daerah di Indonesia khususnya pada Pulau Jawa memiliki ragam hias batik yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut terletak pada corak, motif, hingga filosofi dibalik ukiran batik yang terbentuk pada kain. Batik sudah diakui oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai warisan dunia dari Indonesia (Kompas, 2017). Batik tidak hanya menunjukan kebudayaan, namun batik juga berkontribusi untuk dapat mengembangkan perekonomian di Indonesia. Sampai dengan awal tahun 2016, Kementerian Perindustrian menyampaikan bahwa jumlah UMKM batik di Indonesia tercatat mencapai 49.000 unit usaha dengan pengrajin batik di Indonesia mencapai 200 ribu orang atau 20% dari UKM tekstil nasional (Marketeers, 2016). Batik dimiliki oleh beberapa daerah di Pulau Jawa dan salah satunya adalah Provinsi Banten. Banten memiliki salah satu kerajinan yang bersumber dari kearifan lokal, yaitu batik banten. Batik banten merupakan hasil dari pengembangan penelitian arkeologi Kesultanan Banten yang kemudian sejarahnya dilukiskan menjadi corak dan motif untuk batik. Sejarah batik banten dimulai saat dilakukannya rekonstruksi benda purbakala yang mengantarkan perhatian para tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan arkeolog pada Juni 2002 untuk mengadakan pengkajian ragam hias selama enam bulan dan kemudian ditemukan ragam hias khas Banten sebanyak 75 motif yang dikukuhkan oleh pemerintah provinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Banten nomor: 420/SK-RH/III/2003 (Kotaserang.com, 2013). Sejak dipatenkan tahun 2003, Batik Banten telah mengalami proses panjang yang pada akhirnya diakui hingga mancanegara. Hingga saat ini, terdapat 250 motif batik yang telah dipatenkan. Ragam hias batik banten diperkenalkan pertama kali oleh Bapak Ir. Uke Kurniawan. Kerja keras dan prestasi Bapak Uke untuk dapat mengembangkan dan memperkenalkan batik banten di daerah banten, seluruh Indonesia, dan mancanegara telah menjadikan Bapak Uke sebagai Guru Batik Nasional. Bapak Uke merupakan tokoh yang pertama kali menuangkan ragam hias kedalam kain yang kemudian dipatenkan di UNESCO dan dikomunikasikan ke masyarakat hingga ke mancanegara. Bapak Uke mendirikan suatu Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yaitu PT Batik Banten Mukarnas untuk menjadi sentra industri batik di Banten dengan harapan batik banten dapat dikenal luas oleh masyarakat umum. PT Batik Banten Mukamas hingga saat ini memiliki dua buah cabang toko di daerah Serang, ibukota Provinsi Banten. Tujuan utama didirikannya sentra Batik Banten adalah untuk dapat melestarikan batik banten dan mengenalkan batik banten kepada masyarakat umum baik lokal maupun mancanegara. Untuk saat ini, PT Batik Banten Mukaramas tidak hanya menjual kain batik banten, namun juga menjual beragam jenis olahan kain batik dengan motif batik banten seperti kemeja batik, kaos batik, syal batik, hingga aksesoris seperti kalung batik. Harga yang ditawarkan PT Batik Banten Mukarnas untuk satu kain batik adalah sebesar Rp130.000

  • – Rp2.000.000, sehingga segmen pasar dari batik banten adalah untuk kalangan menengah keatas. Media promosi yang dilakukan oleh Bapak Uke untuk dapat memperkenalkan batik banten adalah dengan cara memasang papan publikasi (billboard) di pusat kota dan membangun pusat pelatihan membatik. Pelatihan membatik dipilih menjadi salah satu strategi promosi yang dilakukan oleh Bapak Uke untuk dapat memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat umum terutama masyarakat Banten mengenai ragam hias kebudayaan asal Banten. Bapak Uke selaku Guru Batik Nasional memiliki peran penting untuk menjadi percontohan bagi industri UMKM batik lokal di Indonesia. Oleh karena itu, Bapak Uke memilih pelatihan membatik sebagai strategi utama dalam promosi produk batik banten sebagai media edukasi dan pengenalan batik banten ke masyarakat luas serta meningkatkan pendapatan untuk bisnis batik yang ditekuninya. Bapak Uke menilai bahwa saat ini masyarakat umum daerah banten masih belum mengetahui keberadaan adanya batik banten sebagai salah satu kebudayaan asal daerah. Oleh karena itu, Bapak Uke berharap dengan adanya pelatihan ini, maka dapat meningkatkan kesadaran masyarakat daerah sekitar Banten terhadap keberadaan batik banten. Pelatihan batik banten telah didukung oleh pemerintah Provinsi Banten. Saat ini, membatik telah menjadi mata pelajaran kebudayaan dan masuk dalam kurikulum di beberapa jenjang sekolah di kota Serang seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Mahasiswa, guru, dan wisatawan baik berasal dari Banten, luar Banten dan wisatawan mancanegara juga menjadi target pasar dari pelatihan batik banten. Kesadaran terhadap ragam budaya batik banten dapat dilihat dari antusiasme sekolah

  dalam mengikuti pelatihan yang telah dilaksanakan. Hal tersebut dapat diukur dari dari jumlah sekolah yang berpartisipasi untuk mengikuti pelatihan membatik. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT Batik Banten Mukarnas mengenai jumlah peserta yang mengikuti pelatihan pada tahun 2016-2017, maka didapatkan data seperti yang ditampilkan sebagai berikut.

  

Perbandingan Total Sekolah di Provinsi Banten dan Total

Sekolah di Provinsi Banten yang Telah Mengikuti Pelatihan

Membatik Batik Banten Tahun 2016-2017

  7000 6000 5000 4000

  6336 3000 3650 2000

  2541 1000 652 200

  

100 100 100

TK SD SMP SMK

Total sekolah di Provinsi Banten

Total sekolah yang telah mengikuti pelatihan di Provinsi Banten

Gambar 1.1 Perbandingan Total Sekolah di Provinsi Banten dan Total Sekolah di Provinsi Banten yang Telah Mengikuti Pelatihan Membatik Batik Banten Tahun 2016-2017

  

(Sumber: Data PT Batik Banten Mukarnas dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2017)

  Berdasarkan Gambar 1.1, total sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) di provinsi Banten adalah sebesar 3650 sekolah, sedangkan jumlah sekolah yang tercatat telah mengikuti pelatihan adalah sebanyak 100 sekolah, sehingga persentase jumlah TK yang telah mengikuti pelatihan adalah sebesar 3%. Selanjutnya, total Sekolah Dasar (SD) di provinsi Banten adalah sebesar 6336 sekolah, sedangkan jumlah sekolah yang tercatat telah mengikuti pelatihan adalah sebanyak 200 sekolah, sehingga persentase jumlah SD yang telah mengikuti pelatihan adalah sebesar 3%. Total Sekolah Menengah Pertama (SMP) di provinsi Banten adalah sebesar 2541 sekolah, sedangkan jumlah sekolah yang tercatat telah mengikuti pelatihan adalah sebanyak 100 sekolah, sehingga persentase jumlah SMP yang telah mengikuti pelatihan adalah sebesar 4%. Kemudian, total Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di provinsi Banten adalah sebesar 652 sekolah, sedangkan jumlah sekolah yang tercatat telah mengikuti pelatihan adalah sebanyak 100 sekolah, sehingga persentase jumlah SMK yang telah mengikuti pelatihan adalah sebesar 15%. Selanjutnya jika dilihat dari segmen pasar untuk pelatihan membatik lainnya, seperti mahasiswa, guru, wisatawan luar Banten dan wisatawan luar negeri, maka didapatkan data jumlah yang mengikuti pelatihan per tahun 2016-2017 sebagai berikut.

Tabel 1.1 Data Jumlah Peserta Pelatihan Membatik 2016-2017 (Sumber: Data PT Batik Banten Mukarnas, 2017)

  Segmen Pasar Pelatihan Jumlah (orang) Mahasiswa (Banten) 100 Guru (Banten) 150

  Wisatawan Luar Banten

  50 Wisatawan Luar Negeri

  50 Berdasarkan Tabel 1.1, jumlah mahasiswa dan guru di provinsi Banten yang tercatat

  pada tahun 2016-2017 telah mengikuti pelatihan berjumlah 250 orang. Sedangkan, untuk wisatawan luar Banten dan luar negeri berjumlah 100 orang. Berdasarkan data pada Gambar 1.1 dan Tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa pelatihan ditujukan untuk beberapa segmen, yaitu untuk pelajar, mahasiswa, guru, serta wisatawan luar banten. Kemudian, berdasarkan data tersebut juga dapat dilihat total sekolah yang mengikuti pelatihan masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total sekolah yang berada di provinsi banten. Padahal pemerintah telah mewajibkan adanya kurikulum membatik untuk jenjang sekolah. Terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab, yaitu belum meratanya penerapan kurikulum membatik dan kurangnya edukasi mengenai pentingnya melestarikan kebudayaan batik Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Tabel 1.1, jumlah wisatawan luar banten dan wisatawan luar negeri masih tergolong rendah. Padahal Sentra Industri dan Pelatihan Batik Banten (PT Batik Banten Mukarnas) sudah menjadi salah satu tujuan wisata di Provinsi Banten yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata. Hal tersebut dapat dikarenakan kurangnya media promosi yang dilakukan, sehingga wisatawan belum mengetahui adanya Sentra Industri dan Pelatihan Batik Banten (PT Batik Banten Mukarnas).

  Hingga saat ini, PT Batik Banten Mukarnas melakukan promosi dengan menjalankan strategi word of mouth. Menurut Kotler & Keller (2012), word of mouth

  

communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses

  komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal. Strategi promosi word of mouth ini merupakan stategi tradisional dan menjadi strategi yang paling umum dilakukan oleh banyak UMKM. Bapak Uke mengatakan bahwa media promosi terbaik untuk produk kebudayaan seperti batik adalah word of mouth. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh nielsen dimana sebesar 89% konsumen di Indonesia memiliki kepercayaan pada word of mouth (Nielsen, 2015). Namun terdapat kelemahan strategi word of mouth dapat menjadi bumerang apabila jasa yang ditawarkan tidak sesuai dengan ekspektasi dari pelanggan. Ketidakpuasan dari jasa yang ditawarkan dalam hal ini adalah pelatihan, pelanggan/peserta akan lebih mudah memberitahu atau menyebarkan keluhannya dibandingkan pelanggan yang terpuaskan (Gunter, 2016) , sehingga penting bagi PT Batik Banten Mukarnas untuk memberikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

  Media promosi word of mouth ini diterapkan untuk mempromosikan batik banten serta pelatihan batik banten. Namun, berdasarkan Gambar 1.1 dan Tabel 1.1, jumlah pengunjung atau peserta pelatihan masih tergolong rendah mengingat strategi ini telah berjalan sejak awal berdiri PT Batik Banten Mukarnas pada tahun 2002. Keberadaan PT Batik Banten Mukarnas sentra industri dan pelatihan batik banten masih belum dapat menyentuh seluruh masyarakat di Provinsi Banten. Jika dilihat kepentingan adanya pelatihan yang dilakukan oleh PT Batik Banten Mukarnas adalah untuk sarana edukasi dan melestarikan kebudayaan Banten, sehingga hal tersebut termasuk ke dalam pemasaran sosial (social marketing) karena bersifat non-

  

profit . Adapun menurut Kotler dan Lee (2008), pemasaran sosial (social marketing)

  adalah suatu proses yang mengaplikasikan prinsip-prinsip dan teknik pemasaran untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyampaikan suatu nilai untuk dapat mempengaruhi perilaku target pasar yang bersifat menguntungkan masyarakat. Untuk mengetahui akar dari masalah yang terjadi, yaitu rendahnya peserta pelatihan membatik batik banten di Provinsi Banten, maka dilakukan pembuatan diagram five

  whys yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 Diagram Five Whys.

  

Peserta pelatihan membatik batik banten yang berasal dari daerah

Banten masih tergolong rendah

Kenapa?

  

Rendahnya customer awareness untuk batik banten di daerah Banten

Kenapa?

  

Masih banyak masyarakat banten yang belum mengetahui adanya

batik banten dan filosofi batik banten

Kenapa?

  

Strategi pemasaran promosi pelatihan yang dilakukan kurang tepat

Kenapa?

  

Salah mendefinisikan kebutuhan konsumen (peserta warga Banten)

mengenai pentingnya edukasi membatik

Gambar 1.2 Diagram Five WhysGambar 1.2 merupakan diagram five whys yang dibentuk berdasarkan data yang dimiliki sesuai pada Gambar 1.1 dan Tabel 1.1 serta hasil wawancara kepada Bapak

  Uke dan Tim Marketing PT Batik Banten Mukarnas, sehingga uraian pada diagram belum tentu mencerminkan akar masalah secara umum dan menyeluruh. Berdasarkan hasil diagram five whys, diketahui bahwa masalah utama yang dirasakan oleh pihak PT Batik Banten Mukarnas adalah rendahnya peserta yang mengikuti pelatihan membatik batik banten untuk daerah Provinsi Banten. Hal tersebut dikarenakan rendahnya customer awareness atau kesadaran pelanggan mengenai keberadaan pelatihan membatik batik banten. Rendahnya kesadaran tersebut disebabkan karena masih banyak masyarakat Banten yang belum mengetahui adanya pelatihan batik banten di PT Batik Banten Mukarnas. Hal tersebut disebabkan karena strategi pemasaran yang dilakukan kurang tepat. Ketidaktepatan strategi pemasaran tersebut dapat disebabkan karena salah dalam mendefinisikan kebutuhan konsumen, yaitu kebutuhan peserta pelatihan membatik batik banten. Pelatihan yang diterapkan oleh batik banten saat ini ditujukan sebagai salah satu jalan untuk melestarikan batik banten melalui edukasi membatik sehingga yang datang untuk pelatihan mayoritas adalah pelajar, mahasiswa, dan guru. Adapun masyarakat umum banten sendiri belum mengetahui manfaat mempelajari membatik, sehingga diperlukan suatu strategi pemasaran sosial (sosial marketing) untuk dapat menjangkau seluruh masyarakat Banten dalam rangka meningkatkan customer awareness terhadap batik banten dan mengajak untuk mengikuti pelatihan batik banten di PT Batik Banten Mukarnas.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan hasil penjabaran masalah pada subbab 1.1, maka rumusan masalah yang digunakan pada penelitian ini, yaitu bagaimana rancangan strategi pemasaran untuk meningkatkan customer awareness pelatihan membatik batik banten di PT Batik Banten Mukarnas?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan umum dari penelitian ini adalah merancang strategi pemasaran untuk meningkatkan meningkatkan customer awareness pelatihan membatik batik banten di PT Batik Banten Mukarnas. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan pencapaian dari tujuan khusus penelitian, yaitu:

  1. Menentukan segmentasi pasar berbasis nilai untuk pelatihan membatik batik banten.

  2. Menentukan target pasar berbasis nilai yang tepat untuk pelatihan membatik batik banten.

  3. Menentukan posisi pasar berbasis nilai yang tepat untuk pelatihan membatik batik banten.

  4. Menentukan strategi pemasaran sosial berbasis nilai yang tepat untuk pelatihan membatik batik banten.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan masukan terkait rancangan strategi pemasaran untuk meningkatkan customer awareness masyarakat banten mengenai pelatihan membatik batik banten di PT Batik Banten Mukarnas. Adapun strategi pemasaran yang dihasilkan diharapkan untuk dapat menjadi percontohan bagi UMKM batik di seluruh Indonesia untuk meningkatkan customer

  

awareness masyarakat daerah setempat terhadap pentingnya melestarikan batik

sebagai kekayaan Indonesia yang harus dijaga.

  1.5 Batasan dan Asumsi Penelitian

  Beberapa batasan dan asumsi yang ditetapkan pada penelitian ini agar penelitian yang dilakukan lebih terarah adalah sebagai berikut.

   Batasan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: 1.

  Cakupan penelitian ditujukan untuk wilayah provinsi Banten terutama kota Serang. Hal tersebut dilakukan terkait objek penelitian yang dibahas adalah pelatihan membatik batik banten.

  2. Lingkup sampel pada penelitian ini dibatasi pada masyarakat wilayah Serang, Cilegon, Pandeglang, Rangkas Bitung, dan Tanggerang yang merupakan beberapa wilayah utama di Provinsi Banten.

  3. Strategi pemasaran yang dirancang merupakan strategi pada tingkatan fungsional.  Asumsi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: 1.

  Responden yang dijadikan sampel penelitian diasumsikan representatif terhadap target pasar.

  2. Strategi pemasaran yang dirancang sudah relevan dengan strategi tingkatan organisasi.

1.6 Sistematika Penulisan

  Peneliti membagi penulisan laporan menjadi enam bab, yaitu pendahuluan, dasar teori, metodologi penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, analisis serta kesimpulan dan saran. Berikut adalah penjabaran masing-masing bab.

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum dari penelitian yang dilakukan. Bab ini terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan dan asumsi penelitian serta sistematika penulisan. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini dijelaskan mengenai landasaan pustaka yang mendukung peneliti dalam memberikan solusi. Landasan pustaka berisikan konsep materi dan tools yang digunakan dalam penelitian.

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan secara sistematis mengenai langkag-langkah sistematis yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan solusi. Langkah-langkah tersebut terdiri dari studi pendahuluan, pengambilan data, hingga pengolahan data yang kemudian dianalisis dan disusun solusi yang tepat berdasarkan data dan teori. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai desain riset yang dipilih pada penelitian.

  BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini dijelaskan mengenai pengumpulan data untuk mendukung dalam pemecahan masalah. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai pengolahan data dari data yang telah dikumpulkan yang menggunakan metode tertentu serta hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan pada penelitian. BAB V ANALISIS Pada bab ini dijelaskan mengenai analisis dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, perancangan solusi yang tepat agar berdampak pada kelangsungan perusahaan serta keterbatasan dari penelitian yang dilakukan.

  BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari hal-hal yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya untuk menjawab tujuan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai saran yang diberikan oleh penulis untuk perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya.

BAB II STUDI LITERATUR

2.1 Batik Banten

  Batik adalah kain bergambar yang ditulis atau dicap menggunakan alat bernama canting yang terbuat dari tembaga atau plat seng. Bapak Uke mengatakan bahwa corak dan motif batik banten adalah ragam hias yang telah dikaji oleh pemerintah Provinsi Banten dalam rangka menemukan kembali ornamen motif pada bangunan rumah adat Banten. Pengkajian berlangsung di tingkat Nasional bahkan motif batik banten dikaji pada tingkat Internasional. Ragam hias tersebut telah menjadi keputusan Gubernur Banten Tahun 2003. Selain motif dan corak batik banten yang arsitektural, Bapak Uke mengatakan bahwa warna batik banten berbeda dengan batik-batik lainnya di Indonesia. Warna batik banten cenderung lembut. Hal tersebut disebabkan karena kandungan besi pada air di daerah Banten yang tinggi menyebabkan warna yang dihasilkan pada kain batik cenderung lembut. Warna yang lembut juga menunjukkan sifat dan karakter masyarakat Banten yang selalu sederhana. Nama motif batik banten diambil dari nama-nama toponim desa-desa kuno, nama gelar bangsawan/sultan, dan nama tata ruang istana Kesultanan Banten. Corak dan motif batik banten identik dengan cerita sejarah yang mengandung filosofi kerajaan Banten. Gambar 2.1 adalah Gambar dari warna, motif, dan corak batik banten. Terdapat beberapa motif khas batik banten (Kurniawan, 2017), yaitu:

   Datulaya : datulaya adalah nama tempat tinggal Sultan Maulana Hasanuddin/ ruang keluarga di Kesultanan Banten.  Surosowan : Surosowan adalah nama tataruang tempat Menghadap raja / sultan Kesultanan Banten.  Kawangsan : Kawangsan adalah nama gelar yang diberikan kepada Pangeran Wangsa dalam penyebaran Agama lslam  Mandalikan : Mandalikan adalah nama gelar yang diberikan kepada Pangeran Aria Mandalika dalam penyebaran Agama lslam  Pasulaman : Pasulaman adalah nama tempat dimana para Pengrajin sulaman dilingkungan Kesultanan Banten.

Gambar 2.1 Corak dan Motif Batik Banten (Sumber: majalahteras.com, 2017)

   Kapurban : Kapurban adalah nama gelar yang diberikan kepada Pangeran Purba dalam penyebaran Agama Islam  Pasepen : Pasepen adalah nama tempat tata ruang Istana tempat Sultan Maulana Hasanuddin melakukan meditasi di Kesultanan Banten.

   Srimanganti : Srimanganti adalah nama tempat dimana Selasar yang menghungkan pendopo Kesultanan Banten untuk Raja / sultan menanti.  Pancaniti : Pancaniti adalah nama tempat / bangsal dimana Sultan Maulana Hasanuddin menyaksikan para prajuritnya berlatih dilapangan.  Sebakingking : Sebakingking adalah nama gelar Panembahan Sultan Maulana Hasanuddin dalam penyebaran Agama lslam.  Pejantren : Pejantren adalah nama tempat dimana para pengrajin tenunan di wilayah Banten.

2.2 Consumer Awareness

  

Consumer atau konsumen adalah seseorang yang mengonsumsi atau menggunakan

  suatu produk atau sebagai end-user dari suatu produk. Sedangkan awareness adalalah kesadaran seseorang akan suatu hal. Consumer awareness adalah kesadaran seseorang mengenai suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh pemasar. Consumer

  

awareness memiliki empat buat konsep, yaitu keselamatan, pilihan, informasi, dan

  ketepatan dalam penyampaian barang atau jasa tersebut kepada target pasar (Ishak & Zabil, 2012).

  

Consumer awareness tidak hanya berkaitan dengan kesadaran konsumen mengenai

  suatu produk, namun lebih kepada bagaimana konsumen dapat mengerti dan menyadari keuntungan dari penggunaan produk secara utuh (Best, 2013). Walaupun potensial pelanggan sadar mengenai kehadiran produk, namun bukan berarti potensial pelanggan tersebut dapat mengenali nilai potensial yang terdapat dalam produk apabila mereka tidak memahami keuntungan yang didapatkan dari produk tersebut. Sebagai contoh, seluruh pelanggan potensial pada pasar personal komputer sadar mengenai kehadiran dari produk personal komputer tersebut, namun tidak menyadari semua keuntungan yang ditawarkan oleh personal komputer tersebut karena produk personal komputer adalah produk yang kompleks dimana pelanggan akan menyadari dan mengapresiasi keuntungan yang ditawarkan setelah pelanggan telah menggunakan selama beebrapa waktu tertentu.

  

Consumer awareness merupakan salah satu langkah awal untuk meningkatkan

  penjualan dari suatu produk dimana pendekatan yang dilakukan adalah dengan menyediakan media komunikasi atau cara penyampaian value atau keuntungan yang akan didapatkan oleh konsumen dengan cara yang tepat, waktu yang tepat, dan kepada target yang tepat. Consumer awareness juga menjadi langkah kritis bagi

  social marketing agar proyek atau kampanye yang dilakukan dapat sukses.

2.3 Konsep Jasa

  Berdasarkan Kotler (2000), jasa adalah setiap tindakan, aktivitas, atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Terdapat tiga perbedaan mendasar antara barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi, dan dievaluasi menurut Parasuraman, et al. (1990), yaitu: 1.

  Jasa adalah suatu yang tidak dapat dilihat secara fisik. Jasa memiliki bentuk performansi atau pengalaman, bukan objek.

  2. Jasa yang membutuhkan banyak tenaga kerja adalah jasa yang heterogen.

  Performansi akan sangat bervariasi dari hari ke hari karena sulit untuk menstandarkannya.

  3. Produksi dan konsumsi dari jasa biasanya tidak dapat dipisahkan.

  Kualitas jasa dapat dirasakan selama proses penyampaian jasa kepada pelanggan.

2.3.1 Dimensi Kualitas Jasa

  Terdapat sepuluh dimensi umum yang biasa digunakan pelanggan dalam menilai kualitas dari suatu jasa atau servis berdasarkan Parasuraman, et al. (1990), yaitu:

  1. Tangibles Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan alat komunikasi.

  2. Reliability

  Kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara sesuai dan akurat.

  3. Responsiveness Keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat.

  4. Competence

  Memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.

  5. Courtesy

  Kesopanan, respek, rasa hormat, dan persahabatan dari pegawai yang berhadapan dengan pelanggan.

  6. Credibility Kepercayaan, kejujuran dari pemberi jasa/layanan.

  7. Feel Secure Kebebasan dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.

  8. Access Keterjangkauan dan kemudahan komunikasi.

  9. Communication

  Mendengar pelanggan dan keluhannya, menjaga pelanggan tetap mendapat informasi bahasa yang mudah dipahami.

  10. Understanding the Customer Melakukan usaha untuk mengetahui pelanggan dan kebutuhannya.

2.3.2 Model Kualitas Jasa

  Model kualitas jasa mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan dalam penyampaian jasa. Model kualitas jasa dibentuk oleh Parasuraman, et al. (1990) yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa.

  Komunikasi berita Pengalaman masa dari mulut ke mulut Kebutuhan pribadi lalu

  (word of mouth)

Jasa yang

diharapkan

Gap 5

  

Jasa anggapan

KONSUMEN

  PEMASAR (PRODUSEN) Gap 4

Penghantaran jasa

Komunikasi

  

(termasuk

eskternal dengan

prakontrak dan

konsumen

pasca kontrak)

Gap 1

  Gap 3

Penerjemahan

anggapan menjadi

spesifikasi kualitas

jasa

Gap 2

  

Persepsi

manajemen tentang

harapan konsumen

Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa

  

(Sumber : Parasuraman, et. Al., 1990)

1.

  Gap 1 Kesenjangan antara harapan kosumen dan persepsi manajemen yang disebabkan karena manajemen tidak dapat selalu memahami secara tepat apa saja yang diinginkan pelanggan.

  2. Gap 2 Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Hal ini terjadi jika manajemen tidak menetapkan suatu set standar kerja spesidik meskipun manajemen sebenarnya mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan.

  3. Gap 3 Kesenjangan antara spesifikasi penyampaian jasa dan kualitas jasa. Hal ini dapat disebabkan karena kurang terlatihnya personil atau kemampuan untuk memenuhi standar dari perusahaan.

  4. Gap 4 Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat para wakil perusahaan dan iklan perusahaan yang dapat mendistorsi harapan pelanggan bila tidak sesuai dengan apa yang dikomunikasikan.

  5. Gap 5 Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa yang sebenarnya dialami. Kesenjangan ini terjadi saat konsumen memiliki persepsi yang berbeda atau keliru tentang kualitas jasa tersebut.

2.4 Konsep Pemasaran dan Pemasaran Sosial

  Menurut Kotler dan Keller (2012), konsep pemasaran berkaitan dengan kunci untuk mencapai tujuan organisasi bisnis adalah dengan lebih efektif dibandingkan kompetitor dalam membuat, menyampaikan, dan mengkomunikasikan nilai konsumen kepada target pasar. Tujuan dari pemasaran ialah bukan mencari konsumen yang tepat untuk produk, namun produk yang tepat bagi konsumen. Kotler dan Keller (2012) mengartikan strategi pemasaran sebagai suatu logika pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan dan meningkatkan nilai terhadap konsumen dan menjalin hubungan yang menguntungkan. Strategi pemasaran harus dirancang dengan baik agar perusahaan mampu bersaing dengan kompetitor. Dalam Kotler dan Keller (2012) dijelaskan mengenai

  Porter’s Generic

  sebagai langkah awal untuk memulai berpikir strategis agar mampu

  Strategies

  bersaing dengan kompetitor, yaitu overall cost leadership, differentiation, dan

  

focus .Konsep dari pemasaran memiliki ide utama untuk dapat mempertemukan

  kapabilitas dari perusahaan dengan kebutuhan dari pelanggan demi ketercapaian suatu tujuan antara kedua kepentingan tersebut. Konsep dari pemasaran dapat berbanding terbalik dengan fungsi dari marketing dimana semua aktivitas dalam suatu organisasi dilakukan bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya. Pemasaran sosial merupakan cabang dari konsep pemasaran yang memiliki konsentrasi untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Pemasaran sosial berfokus untuk dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu tindakan positif yang akan menimbulkan timbal balik pada diri sendiri dan juga lingkungan sekitar. Adapun pengertian pemasaran sosial menurut Kotler dan Lee (2008) adalah sebagai berikut.

  

“Social marketing is a process that applies marketing principles and techniques to

create, communicate, and deliver value in order to influence target audience

behaviour that benerfit society (public health, safety, the environment, and

communities) as well as the target audience.”

  Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran sosial menggunakan teknik pemasaran pada umumnya namun memiliki tujuan untuk dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang bersifat menguntungkan. Adapun konsep dari pemasaran sosial tersebut saat ini banyak ditemukan sebagai salah satu persuasi dalam mengajak masyarakat terkait dengan isu kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan hingga edukasi. Wood (2014) dalam hasil European Social Marketing

  

Conference menyatakan bahwa terdapat tiga buah faktor kunci pada pemasaran

  sosial, yaitu: 1.

  Kumpulan tools atau teknologi yang diadaptasi dari pemasaran komersial atau tradisional yang diaplikasikan untuk isu-isu berkaitan dengan perilaku manusia.

  2. Pemasaran sosial merupakan salah satu cara untuk menjangkau suatu spesifik isu yang berfokus pada perspektif dari audiensi.

  3. Tujuan dari pemasaran sosial adalah untuk menyebarkan kebaikan. Pada pemasaran sosial, terdapat delapan kriteria benchmark (Wood, 2014), yaitu berorientasi pada pelanggan, fokus pada perilaku, memiliki banyak pengetahuan mengenai teori perilaku, insight berupa apa yang memotiviasi dan apa yang membuat seseorang tergerak, exchange dengan meningkatkan keuntungan dan mengurangi hambatan, kompetisi internal dan eksternal, segmentasi pada target spesifik audiensi, serta bauran metode berupa informasi, jasa, peraturan, dan lain sebagainya. Terdapat prinsip utama pada pemasaran sosial (Wood, 2014), yaitu: 1.

   Customer orientation

  Pemasaran sosial merupakan pemasaran yang menerapkan orientasi pada pelanggan dimana terdapat dua buah pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu communication

  and message-based approach dan customer-based social marketing approach.

  2. Focus on Behavior

  Pemasaran sosial memfokuskan diri untuk dapat mengenali lebih jauh tujuan perilaku yang dilakukan oleh suatu segmen atau masyarakat. Adapun salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah evidence-based apporach.

  3. People-first Mindset

  Pemasasaran sosial mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai motivasi dari audiensi dengan memahami secara mendalam. Proses penentuan target menjadi hal utama yang dilakukan dengan cara melakukan segmentasi terlebih dahulu.

  4. Exchange

  Pemasaran sosial memberikan suatu masukan berupa fakta-fakta dengan menampilkan suatu nilai keuntungan lebih dari kerugian yang ditimbulkan.

  5. Traditional Marketing Mix

  Pemasaran sosial merupakan turunan dari konsep pemasaran sehingga penggunaan dari traditional marketing mix masih relevan dan dapat digunakan sesuai jenis produk/jasa yang akan dipasarkan.

  6. Evidence and Evaluation Pemasaran sosial tidak hanya sekedar memberikan dampak seesaat. Proses pemasaran sosial yang dilakukan harus dievaluasi dan didokumentasikan untuk mengetahui efektifitas serta dampak yang diperoleh.

  2.5 Pemasaran Berbasis Nilai

  Menurut Doyle (2008), Pemasaran berbasis nilai adalah seperangkat proses yang dilakukan untuk menjamin perkembangan pemasaran, memilih dan mengimplementasikan strategi yang konsisten dengan tiga prinsip yang ada. Adapun tiga prinsip tersebut adalah mengembangkan strategi dengan memaksimalkan returns untuk shareholders, memilih strategi pemasaran, dan membuat keputusan pemasaran yang konsisten sesuai dengan estimasi aliran kas masa depan yang berhubungan dengan strategi untuk menghitung penambahan nilai shareholder. Pemasaran berbasis nilai yang digunakan pada penelitian ini adalah kegiatan untuk membuat, mengkomunikasikan, dan mengirimkan nilai serta menangkap nilai dari pelanggan, pihak manajemen, dan masyarakat luas dengan menerapkan tiga prinsip pemasaran berbasis nilai.

  2.6 Konsep Segmentasi, Target, dan Posisi Pasar

  Konsep segmenting, targeting, dan positioning merupakan langkah strategis yang digunakan untuk melakukan perancangan strategi pemasaran agar perusahaan mampu bersaing dengan kompetitor. Menurut Kotler dan Keller (2012), segmentasi pasar adalah kegiatan mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen yang memiliki kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografis, perilaku pembelian, ataupun gaya hidup. Segmentasi pasar dapat dilakukan berdasarkan geografis, demografis, psikografis, dan perilaku pasar. Namun, pada pemasaran berbasis nilai, konsep segmentasi dilakukan berdasarkan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh pelanggan. Setelah dirumuskan kebutuhan utama pelanggan serta keuntungan pembeda yang dimiliki oleh setiap segmen dari kebutuhan yang terbentuk maka selanjutnya dilakukan identifikasi demografi, pengaruh gaya hidup, dan perilaku penggunaan dari setiap segmen. Berikut adalah ilustrasi segmentasi berbasis nilai.

Tabel 2.1 Segmentasi Berbasis Nilai (Sumber : Best, 2013)

  Nama

Segmen Worrier Sociable Sensory Independent

  Mencegah Mencegah Mencegah Mencegah

Kebutuhan kerusakan kerusakan kerusakan kerusakan

utama pada gigi pada gigi pada gigi pada gigi Keuntungan Kesehatan Memutihkan pembeda mulut gigi Rasa Nilai Ukuran

  50% 30% 15% 5% segmen

Remaja atau

Kunci Keluarga perokok

demorafis atau dewasa muda Anak-anak Pria lajang

  Nama

Segmen Worrier Sociable Sensory Independent

  Keterlibatan Gaya hidup Konservatif Aktif diri Autonomy

  Setelah melakukan segmentasi pasar, tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi segmen terbentuk untuk dijadikan target pasar. Adapun pemilihan target pasar dilakukan berdasarkan segment attractiveness. Segment attractiveness, yaitu seberapa menarik segmen yang terbentuk. Segment attractiveness mempertimbangkan berdasarkan tiga hal, yaitu permintaan pasar, intensitas kompetisi, dan akses untuk memasuki segmen pasar tersebut. Permintaan pasar terdiri atas tiga katagori, yaitu ukuran pasar, kecepatan pertumbuhan, dan pertumbuhan potensial. Intensitas berkompetisi dapat dipertimbangkan dengan melihat banyaknya kompetitor, produk substitusi, dan tingkat persaingan. Selanjutnya, untuk pilihan terget pasar juga dilihat dari seberapa mudahnya akses untuk menjangkau segmen pasar tersebut yang disesuaikan dengan kemampuan perusahaan, channel access, dan customer familiarity. Berikut adalah target pasar menggunakan prinsip berbasis nilai dengan melihat segment attractiveness. Attractiiveness Segment Ukuran pasar Potensi pasar Permintaan pasar Intensitas bersaing Akses Pasar pertumbuhan Tingkat

perusahaan memasuki substitusi

Banyaknya untuk Barang

Kemudahan

pasar

familiarity Customer Channel Access Company Fit

Gambar 2.3 Segment Attractiveness (Sumber: Best, 2013)

  Setiap kriteria tersebut kemudian diberikan nilai dengan cara pembobotan. Adapun metode pembobotan yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode pembobotan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil dari AHP kemudian dianalisis dan dipilih segmen dengan nilai terbesar untuk dipertimbangkan untuk dimasuki. Adapun salah satu teknik lainnya yang digunakan untuk menentukan target pasar adalah dengan melhat pasar itu sendiri dan tujuan dari pemasaran yang ingin dilakukan. Kotler dan Keller (2012) membagi beberapa strategi menentukan target pasar, yaitu full market coverage, multiple segments, single segments, dan

  individuals as segments.

  Posisi pasar ditentukan setelah melihat segmen mana yang menjadi target pasar yang akan dimasuki. Penentuan posisi pasar dilakukan agar value yang diciptakan oleh jasa/produk dapat melekat dan dapat menjadi pembeda sesuai dengan karakteristik target pasar tujuan. Positioning dilakukan agar nilai pada jasa/produk dapat tersampaikan dengan baik.

  2.7 Riset Pasar

  Menurut Malhotra (2010) riset pasar adalah identifikasi, pengumpulan, analisis, diseminasi serta pernggunaan informasi secara sistematik dan objektif untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan identifikasi dan penyelesaian masalah dalam bidang pemasaran. Tujuan dari riset pasar adalah menyediakan informasi yang relevan, akurat, reliabel, valid dan terkini untuk pihak manajemen. Riset pasar diklasifikasikan menjadi dua riset, yaitu riset identifikasi masalah (problem identification research) dan riset penyelesaian masalah (problem solving research) (Malhotra, 2010).

  Pada riset pasar, terdapat dua metode untuk mengetahui karakteristik suatu populasi, yaitu sensus dan sampling. Sensus merupakan metode yang dilakukan dengan mengidentifikasi setiap elemen dari populasi yang diinginkan (Hair, et.al., 2003) Sedangkan, sampling merupakan metode dimana peneliti hanya mengambil sampel dari populasi yang dapat menggambarkan keseluruhan populasi. Berikut adalah perbedaan antara sensus dan sampling dari beberapa indikator menurut Malhotra (2010).

Tabel 2.2 Perbedaan Sensus dan Sampling (Sumber: Malhotra, 2010)

  Indikator Sensus Sampling Budget Besar Kecil

  Waktu Panjang Pendek Ukuran populasi Kecil Besar Variansi dalam kaeakteristik Besar Kecil Biaya kesalahan sampling Tinggi Rendah