PENDAHULUAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL’S PALSY DEXTRA DI BALAI PENGOBATAN RSUD SALATIGA.

BAB I

PENDAHULUAN
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dari
kehidupan seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan
mendasar dan tentunya menjadi kewajiban dalam upaya pemenuhannya. Arti
kesehatan menurut UU Kesehatan No.23 tahun 1992 BAB I pasal 1 yang
menyebutkan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Perencanaan Indonesia sehat Tahun 2010 oleh pemerintah Indonesia telah
banyak membawa dampak positif terhadap peningkatan derajat kesehatan
masyarakat Indonesia. Saat ini masyarakat telah banyak yang faham akan
pentingnya hidup sehat, dimana sehat itu sendiri merupakan suatu keadaan yang
seimbang

baik

bio-psiko-sosio-spiritual

secara


dinamis

yang

nantinya

memungkinkan individu dapat berkembang dan menyesuaikan diri untuk
berfungsi secara optimal guna memenuhi kebutuhan dasarnya melalui aktifitas
hidupnya sehari-hari.
Upaya pelayanan kesehatan yang semula mengutamakan aspek
pengobatan saja berangsur-angsur berkembang dan mencakup upaya peningkatan
(promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan
upaya pemulihan (rehabilitatif). Fisioterapi sebagai salah satu bentuk pelayanan
yang mencakup keempat aspek pelayanan tersebut, memberikan pelayanan

1

2


kesehatan bagi masyarakat umum dalam mengembangkan, memelihara dan
memulihkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis
dan

mekanis)

,

pelatihan

fungsi,

komunikasi.

(Kepmenkes


RI

No.

1363/MENKES/SK/XII/2001.

A. LATAR BELAKANG
Bell’s palsy merupakan terjadinya kelemahan pada otot-otot wajah
(wikipedia, 2008). Di Indonesia, insiden penyakit bell’s palsy banyak terjadi
namun secara pasti sulit ditentukan. Dalam hal ini didapatkan frekuensi terjadinya
bell’s palsy di Indonesia sebesar 19,55%, dari seluruh kasus neuropati terbanyak
yang sering dijumpai

terjadi pada usia 20 – 50 tahun, dan angka kejadian

meningkat dengan bertambahnya usia setelah 60 tahun. Biasanya mengenai salah
satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang.
Bell’s palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter dari abad 19 yang
pertama menggambarkan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada
saraf wajah. Penyakit ini akan mengganggu secara estetika ataupun fungsi pada

wajah. Dalam artian, bila salah satu saraf dari wajah tidak dapat bekerja dengan
baik, maka proporsi wajah menjadi tidak seimbang. Jika tidak ditangani maka
akan terjadi kecacatan dengan muka mupeng atau penyok (Hardhi, 2008 ).

3

Keadaan ini tidak memiliki penyebab yang jelas, akan tetapi dapat
disebabkan oleh karena kedinginan pada muka, infeksi telinga tengah, tumor pada
intrakranial, fraktur pada os temporal, meningitis, hemorhage, penyakit-penyakit
infeksi dan gangguan lainnya yang jarang dijumpai. Pada penderita diabetes,
hipertensi dan wanita hamil mempunyai resiko tinggi terserang bell’s palsy.
Fisioterapis

memiliki

peran

yang

sangat


penting

dalam

proses

penyembuhan serta perbaikan bentuk wajah yang mengalami kelemahan dengan
menggunakan modalitas Heating (Infra Red, Micro Wave Diathermy, Short Wave
Diathermy), Elektrikal Stimulasi, Massage, Kompres air hangat dan Terapi
Latihan yang dimana dapat mengurangi keluhan berupa nyeri dan meningkatkan
kemampuan kontraksi otot wajah, mencegah atropi dan kontraktur pada otot
wajah sehingga aktifitas fungsional pasien dapat kembali normal.

B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang ditimbulkan Bell’s Palsy cukup kompleks, sehingga dalam
penulisan karya tulis ini, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.

Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas Infra red dan

Massage dapat menghilangkan rasa tebal- tebal pada wajah sebelah kanan ?

2.

Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dalam modalitas arus Faradik dan
Terapi Latihan menggunakan mirror exercise wajah dapat meningkatkan
kemampuan fungsional dan kekuatan otot-otot wajah ?

C. TUJUAN PENULISAN

4

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini sesuai dengan
rumusan masalah yaitu :
1.

Tujuan umum
Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam pengurangan rasa tebal-tebal
pada wajah kanan, peningkatan kemampuan fungsional, dan kekuatan otototot wajah kanan pada kondisi bell’s palsy.


2.

Tujuan khusus
a. Infra red dalam melancarkan peredaran darah, menghilangkan rasa nyeri,
relaksasi pada otot, meningkatkan suplai darah, menghilangkan sisa-sisa
metabolisme dan massage dalam menjaga sifat fisiologi otot-otot wajah,
menimbulkan efek rileksasi serta dapat mengurangi rasa kaku dan tebaltebal pada wajah dalam kondisi bell’s palsy
b.

Elektrical Stimulasi arus Faradik dalam menstimulasi otot, redukasi dari
aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah
atau meregangkan perlengketan dan terapi latihan dalam mengembalikan
fungsional dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah pada kondisi
bell’s palsy.
D. MANFAAT LAPORAN

1.

Manfaat bagi Penulis
Diharapkan dengan adanya penyusunan karya ilmiah ini dapat menambah

pengetahuan penulis terkait dengan kasus bell’s palsy serta upaya dalam
pencegahannya.

5

2.

Manfaat bagi Intitusi Rumah Sakit
Diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi - institusi kesehatan agar dapat
lebih mengenali dan menambah pengetahuan tentang kasus bell’s palsy
sehingga dalam penanganannya dapat ditangani secara optimal dan tepat.

3.

Manfaat bagi Pendidik
Dapat bermanfaat bagi dunia pendidik untuk lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman serta diharapkan menyebar luaskan mengenai
kasus bell’s palsy.

4.


Manfaat bagi Masyarakat
Diharapkan dengan adalanya karya tulis ini dapat memberikan informasi
bagi masyarakat tentang bell’s palsy sehingga masyarakat dapat melakukan
upaya dalam pencegahan serta mengetahui peranan fisioterapi pada kondisi
tersebut.