Menanti Simbiosis Teknokrat-Birokrat.

Pikiran
4

.
20

o Rabu o Kamis o Jumat o ')abtu o

Selasa

5

Rakyat

6
21

.Mar .- OApr

i
22


S
23

OMei
.-.

9

10
24

OJun

11

12
26

25

OJul

13
27

28
OOkt

OSep

OAgs

Minggu

14

15
29

16

30

ONov

31

O[es

Menanti Simbiosis Teknokrat-Birokrat

K

mentasi.

ARur-MARurper-

tumbuhan kota sesungguhnya bisa dibawa dalam segelas kopi saat pagi hari. Di sana, beragam persoalan diobrolkan dalam suasana yang akrab antara para
akad~misi kampus dan kaum
birokrat pemerintahan. Sambil
menyeruput kentalnya kopi,

pertukaran gagasan pun teIjadi.
Tradisi ngopi pagi antara
teknokrat dari lingkungan akademis dengan birokrat pemegang otoritas kota, konon perDOK. ~pw
nah secara rutin diadakan di
BUDI Brahmantyo. *
Kota Bandung pada masa kepemimpinan Ateng Wahyudi
bijakan.
(1983-1993). 'Waktu itu saya
Agaknya komunikasi semamasih kuliah. Saya kira bagus
earn inilah yang benar-benar
juga jika kebiasaan seperti itu
dibutuhkan Bandung saat iili.
dihidupkan kembali. Sering
Selama kampus dan pemerinkali, dalam suasana santai setahan menjadi dua kutub yang
perti itulah muncul ide ~gar
saling beIjauhan, niscaya sediyangmencerahkan," ujar ahli
geologi Institut Teknologi Ban- kit sekali kemajuan yang dirasakan manfaatnya oleh warga.
dung Budi Brahmantyo, Senin
Imbasnya, meski berlimpah
(2/3).

Meski informal dan teramat . ahli dan pengamat, Bandung
terus saja bermasalah dengan
sederhana, acara ngopi pagi
dapat menjadi salah satu alter- . pengaturan tata kota, kemanatif titik temu antara akadecetan lalu lintas, penanganan.
sampah, konservasi lahan himisi dan birokrat pemerintahan. Tidak harus setiap minggu. jau, dan banjir tahunan.
Menurut Budi yang juga KeBisa dua minggu atau sebulan
tua Kelompok Riset Cekungan
sekali. Yang terpenting adalah
Bandung (KRCB),acara ngopi
adanya silaturahmi dan komunikasi secara kontinu antara
bersama pantas pula menyertakan para anggota ~-de~.
para pemikir dan pembuat keL

Kliping
--

Humas

DDK.


BUDI Rajab.

on

'PRO

*

''Tidak jadi soal, ide yang terlontar tidak selalu dilaksanakan karena memang selalu ada
skala prioritas. Bisa saja ide sekarang dijadikan pertimbangan kebijakan tahun depan,"
katanya.
Renggangnya hubungan
akademisi dengan birokrat pemerintahan pernah pula disinggung oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas
Katolik Parahyangan (Unpar)
BandungAsep Warlan Yusuf
dalam orasi ilmiah Dies Natalis Ke-54 Unpar, pertengahan
Januari lalu. Akibatnya, sangat
minim sumbangan para pemikir kampus bagi perubahan tatanan masyarakat karena tidak
melangkah ke tahap imple-


Unpad

_

~

2009
--

**

PENGAMAT sosial dari
Universitas Padjadjaran Burn.
Radjab menilai, titik temu antara akademisi/teknokrat dan
birokrat mestinya merupakan
hasil kompromi antara nilainilai idealisme kampus dan
pragmatisme pemerintahan.
"Bentuknya bisa apa saja. Bisa
formal atau informal. Ngopi
bersama pun tidakjadi masalab," ucapnya,

Untuk sampai pada titik temu ini, kedua pihak mesti
mampu mengukur diri. Pemerintah mesti menaruh hormat
pada idealisme ala kampus, sedang akademisi mesti berkompromi dengan nilai-nilai pragmatisine agar riset mereka dapat diterapkan dalam tatar kebijakan.
Budi memprihatinkan kenyataan, selama ini pemerintah telah banyak memesan penelitian atau riset pada kampus, tetapijarang dipakai.
Alasannya maearn-maearn,
mulai dari mepetnya waktu
sampai dengan ketiadaan
uang. "Bahkan lebih bwpk, tidakjarang riset kampus dijadikan alat legitimasi program
pemerintah yang kadang tak
populis. Perguruan tinggi sekadar menjadi bumper," tuturnya. (Ag. Tri Joko Her Riadij"PR")***