M01289

Perkembangan Anak dan Remaja
serta Implikasinya bagi Pendidikan Agama Kristen di Konteks Gereja1
Mariska Lauterboom
(mariska.lauterboom@staff.uksw.edu)
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan ,
ia belajar untuk mencintai dunia (Dorothy L. Nolte)

Pendahuluan
Pendidikan manusia sejak usia anak adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan
dan seharusnya menjadi tugas bersama semua pihak, baik itu keluarga, institusi agama, dan
masyarakat. Pendidikan ini sendiri merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara sadar,
sistematis dan berkesinambungan untuk mengarahkan manusia keluar dari keadaan yang lama
menuju keaadan yang baru. Ini berarti ada perubahan pikiran, pengetahuan dan perilaku dalam
sebuah usaha pe didika . Itu se a

ya dala

Learning the Treasures Within, UNE“CO

(United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) telah mendeklarasikan empat
pilar penting dari pendidikan itu sendiri yaitu learning to know, learning to do, learning to be,

and learning to live together.

2

Jadi pendidikan itu bukan hanya menyangkut aspek kognitif

saja, tapi semua dimensi kehidupan manusia, baik itu kognitif, afektif, maupun konatif.
Pendidikan bukan hanya untuk menambah wawasan seseorang, tapi juga untuk pembentukan
karakter dan bagaimana hidup bersama di tengah masyarakat.
Untuk mencapai tujuan mulia dari pendidikan ini, maka pendidikan tersebut haruslah
berangkat dari kebutuhan atau konteks nyata peserta didik, termasuk psikologi perkembangan.
Perlu dilakuka apa ya g dise ut se agai needs assessment, yaitu pe dataa ke utuha
peserta didik secara koheren. Dari sinilah baru dirancang dan ditetapkan kurikulum
pembelajaran. Salah satu wujud dari needs assessment ini adalah dengan mengenal dan
mendalami perkembangan dari para peserta didik. Perkembangan yang dimaksudkan di sini,
tentunya adalah perkembangan yang bersifat holistik yaitu meliputi aspek fisik, mental, moral,
emosional, dan iman. Semua perkembangan ini, baik secara terpisah maupun bersama-sama
1

Makalah i i disa paika pada se i ar sehari “ekolah Mi ggu dan Remaja ya g disele ggaraka oleh

Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 27 Mei 2014.
2
International Commission on Education, Learning the Treasure Within: Report to UNESCO of the
International Commission on Education for the Twenty First Century, accessed May 23, 2014,
http://unesdoc.unesco.org/images/0010/001095/109590eo.pdf.

1

akan memberikan corak khas tersendiri bagi usaha pendidikan yang dilakukan, termasuk di
konteks atau setting gereja.
Pendidikan agama Kristen di setting gereja, secara khusus yang diberikan kepada anak
dan remaja, tentunya harus memperhatikan aspek atau psikologi perkembangan anak dan
remaja. Hal ini menjadi penting bagi pendidik atau pelayan gereja, dalam rangka
menyelenggarakan pendidikan yang menjawab konteks kebutuhan peserta didik. Inilah yang
hendak dicapai melalui makalah ini. Untuk maksud tersebut, makalah ini dibagi dalam beberapa
bagian. Yang pertama adalah tentang pentingnya memahami perkembangan manusia.
Selanjutnya pada bagian kedua dijelaskan tentang perkembangan anak dan remaja yang
kompleks dengan menggunakan teori para ahli. Di sini perkembangan anak dan remaja akan
dilihat menurut pandangan Erik Erikson, Jean Piaget, Lawrence Kohlberg dan James Fowler.
Pada bagian yang ketiga akan dijelaskan tentang implikasi perkembangan anak dan remaja bagi

usaha PAK di setting gereja. Akhirnya, makalah ini akan ditutup dengan kesimpulan yang
potensial untuk dikembangkan dalam menjawab tantangan dan pergumulan PAK di Indonesia.

Pentingnya Memahami Perkembangan Manusia
Manusia adalah insan yang mengalami perkembangan dalam berbagai aspek atau
dimensi kehidupan, seperti psikososial, kognitif, moral, dan iman. Perkembangan diartikan
sebagai proses tertentu yang menuju ke depan (bersifat progresif) dan tidak begitu saja dapat
diulang kembali. Dalam perkembangan tersebut terjadi perubahan yang bersifat tetap. Jadi
perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses tetap yang dialami seorang individu
menuju suatu pengorganisasian perilaku pada tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan
proses pertumbuhan, kemasakan, dan belajar dari lingkungan (nature and nurture).
Dalam proses tersebut seorang individu harus menyelesaikan apa yang disebut sebagai
tugas perkembangan pada setiap tingkat kategori usia tertentu. Hal ini sejalan dengan
pandangan Havighurst, bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas
yang harus dipenuhi.3 Tugas-tugas i ilah ya g dise ut se agai developmental task, yaitu
tugas-tugas yang harus dilakukan seseorang dalam masa hidup atau kategori usia tertentu
3

Ro ert Havighurts, Develop e tal Task a d Edu atio , a essed May
http://nongae.gsnu.ac.kr/~bkkim/won/won_117.html.


2

,

4,

sesuai dengan norma masyarakat dan kebudayaan di mana ia tinggal. Namun yang paling
utama adalah bahwa pelaksanaan tugas tersebut harus sesuai dengan potensi pribadi
seseorang. Misalnya, pada periode bayi dan anak, seseorang individu belajar berjalan dan
belajar bahasa. Lalu pada usia sekolah, ia belajar ketangkasan fisik dan sikap hidup sehat. Pada
masa pubertas atau masa remaja, ia belajar menerima keadaan jasmaniah, dan seterusnya.
Dengan pemahaman seperti ini, psikologi perkembangan manusia berperan sebagai
petunjuk dan pendukung keberhasilan perkembangan optimal peserta didik.4 Dengan
memahami psikologi perkembangan, maka pendidik mampu menghadapi peserta didik secara
tepat dan benar, serta mampu mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan keadaan
peserta didik. Oleh sebab itu juga, pelayanan yang dilakukan oleh pihak gereja harus
berdasarkan kategori usia, karena tiap kategori mencirikan perkembangan tertentu dari
seorang individu yang tentunya berbeda dari individu yang lainnya.


Perkembangan Anak dan Remaja
Pelayanan yang dilakukan gereja harus mempertimbangkan kehidupan manusia yang
berbeda tiap kategori usia. Perbedaan kategori berarti perbedaan tugas-tugas perkembangan
yang berujung pada masalah, minat dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Secara khusus
menyangkut perkembangan anak dan remaja, perlu disadari juga bahwa kategori inipun
memiliki sub-sub kategori. Artinya usia anak bisa bervariasi, dari bayi yang baru lahir, balita,
sampai pada usia 12 tahun. Begitu juga dengan kategori remaja, yang terdiri dari remaja tahap
awal yaitu usia 13-15 tahun dan remaja tahap akhir yaitu usia 16-18/19 tahun. Hal ini tentunya
memberikan tantangan tersendiri bagi para pendidik, yaitu bagaimana memahami tiap kategori
secara umum, tapi sekaligus mempertimbangkan secara spesifik masing-masing sub kategori.
Berikut ini saya akan menjelaskan perkembangan anak dan remaja, secara umum dan khusus,
berdasarkan pemahaman beberapa tokoh.
Erik Erikson terkenal dengan pendekatan psikososial. Kalau Sigmund Freud memusatkan
perhatiannya pada perkembangan psikoseksual yang berbasis zona tubuh, maka Erik Erikson
justru berpusat pada
4

akulturasi kematangan biologis dan psikologis dengan kehidupan

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006), 116.


3

sosialnya.

5

Anak tak hanya membawa masuk dunia luar melalui mulut, tetapi juga melalui

mata dan indera-indera lain yang ada pada dirinya. Tahap yang paling umum pada setiap
periode, terdiri dari suatu perjumpaan umum antara ego anak yang semakin dewasa dengan
dunia sosial. Jadi ada semacam konflik atau krisis antara dua gejala yang bersifat positif dan
negatif. Anak dalam hal ini berada dalam satu tugas untuk mengatasi konflik/krisis tersebut
supaya mampu berkembang secara sehat.
Menyangkut perkembangan kognitif anak, Jean Piaget membagi masa anak-anak
menjadi masa infancy, masa pra-sekolah, masa anak-anak, dan masa remaja.6 Baginya, masingmasing tahap dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi pemikiran anak.
Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada masa itu.
Perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di
dalam pemahaman sang anak tentang lingkungannya, akumulasi ini pada akhirnya
menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh suatu

struktur pemikiran. Menurut Piaget, ada 4 tahap perkembangan moral anak, yaitu tahap
sensorimotor (0-2 tahun), anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta
mempelajari permanensi objek; tahap pra-operasional (2-6 tahun), anak mulai memilki
kecakapan motorik; tahap operasional konkrit (7-12 tahun), anak mulai berpikir secara logis;
tahap operasional formal (13-17 tahun), adanya perkembangan penalaran abstrak.7
Piaget mengakui bahwa anak melewati tahapan ini dengan kecepatan yang tak sama,
karena itu usia terkait tidaklah mutlak; tetapi setiap orang bergerak dalam urutan yang sama
(invariant sequence). Tahapan tersebut mewakili perkembangan suatu cara berpikir yang
menyeluruh. Anak secara tetap melakukan eksplorasi, manipulasi, dan berusaha memahami
lingkungan sekitarnya. Dalam proses ini anak secara aktif mengkonstruksi struktur yang baru
dan lebih luas dalam berurusan dengan lingkungan. Perkembangan bukan dituntun oleh
kedewasaan internal atau pengajaran eksternal, melainkan merupakan proses mengkonstruksi
secara aktif, yaitu bagaimana anak melalui aktivitasnya membangun struktur kognitifnya.

5

Peter Feldmeier, The Developing Christian: Spiritual Growth Through the Life Cycle (New York/Mahwah,
NJ: Paulis Press: 2007), 56.
6
Feldmeier, The Developing Christian, 40.

7
Feldmeier, The Developing Christian, 40.

4

Lawrence Kohlberg secara khusus menyelidiki tentang perkembangan moral manusia. Ia
e usatka diri pada moral reasoning atau pe alara

oral yaitu

e ya gkut apa ya g

dipikirkan seorang individu tentang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat, dan
sebagainya.8 Kohlberg mengidentifikasi tiga (3) level atau divisi utama dan enam (6) sub divisi
atau tingkatan dari perkembangan penalaran moral manusia, yang dimulai dari level prekonvensional (2-10 tahun), konvensional (9-15 tahun) dan post-konvensional (14 tahun ke atas).
Pada tingkat awal, anak biasanya akan menghindari hukuman, lalu berubah menjadi jika anda
baik, maka saya pun akan baik. Pada level konvensional, seorang anak akan cenderung
memainkan peran sebagai anak yang baik dan kemudian berkembang di seputar hukum dan
ketertiban. Pada level yang terakhir yaitu post-konvensional, moral anak akan didasarkan pada
demokrasi, hati nurani dan persetujuan sukarela. Setelah itu moral anak akan berkaitan dengan

nilai kebenaran dan kesakralan hidup akan dilihat sebagai suatu nilai yang universal.9
Berkaitan dengan perkembangan iman atau kepercayaan, mengikuti pandangannya
James Fowler, anak-anak sedang berada dalam tiga (3) tahapan kepercayaan awal, yang dimulai
dari kepercayaan awal dan elementer, lalu menuju kepercayaan intuitif-proyektif, dan mitisharafiah.10 Remaja sudah masuk pada tahapan perkembangan kepercayaan yang keempat dari
tujuh tahapan kepercayaan Fowler, yaitu kepercayaan sintetis-konvensional.11
Melalui pemahaman atau teori para ahli ini, dapat disimpulkan bahwa usia anak-anak
adalah masa yang sangat krusial. Masa ini sering disebut juga sebagai masa emas atau golden
age. Masa anak-anak adalah masa di mana seorang anak menghasilkan rasa kenyamanan dan
kepercayaan bahwa dunia ini baik adanya dan bisa dipercaya.12 Melalui pandangan Erikson,
pendidik harus menyadari bahwa tantangan masa toddler (2-5 tahun/masa anak-anak awal)
adalah menuju pada kemandirian atau otonomi, yang mana mereka mengembangkan kontrol
awal atas keinginan (impulses) mereka dan bahkan lingkungan mereka pada level tertentu.13
Masa ini juga adalah masa play age. Anak juga akan menjadi egosentris, khususnya yang
8

Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 67.
Nuhamara, PAK, 68.
10
Agus Cremers, Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1995), 95-134.

11
Cremers, Tahap-Tahap Perkembangan, 134.
12
Feldmeier, The Developing Christian, 90.
13
Feldmeier, The Developing Christian, 91.
9

5

berkaitan dengan penalaran moralnya. Secara kognitif, anak mulai belajar bicara dan
mengambil alih perbendaharaan kata orang dewasa, meskipun belum memahaminya (2-4/5
tahun). Perlahan pada usia 4-7 tahun, anak mulai berpikir intuitif. Lingkungan mereka akan
mulai diperluas, lebih dari sekedar lingkungan keluarga dan perkembangan ego mulai berkaitan
dengan dunia selain dengan diri sendiri. Anak mulai terobsesi dengan peraturan-peraturan yang
ada di sekitarnya (usia sekolah 6-12 tahun).14 Semuanya diidentifikasi sebagai hitam atau putih.
Nilai-nilai dalam keluarga juga penting untuk diperhatikan, mengingat anak melihat keluarga
sebagai perpanjangan dari dirinya sendiri dan cenderung mengasimilasi dan menginternalisasi
nilai-nilai tersebut.15 Dengan kata lain, keluarga adalah referensi utama bagi sang anak. Itu
sebabnya melalui banyak cara, gambaran anak tentang Tuhan bagaikan orang tua atau guru

mereka. Gambaran tentang Tuhan ini begitu kuat dan jelas. Tuhan punya wajah dan
kepribadian.16 Tuhan juga merupakan perwujudan dari kuasa atau kekuatan.
Secara khusus menyangkut perkembangan remaja, harus dipahami bahwa masa remaja
adalah masa perkembangan yang unik dan kompleks. Sangat penting sekali untuk memahami
perkembangan remaja, mengingat masa remaja adalah masa transisi, masa bertanya, maka
keterbukaan dan masa mengambil keputusan.17 Secara fisik, remaja sedang mengalami
pubertas atau akil balig. Tentunya ini akan berpengaruh pada terbentuknya kesadaran baru
tentang tubuh remaja tersebut. Seorang remaja lalu mencampuradukkan hal-hal yang bersifat
biologis dengan yang bersifat spiritual, serta mengacaukan yang fisik dengan yang spiritual.18
Secara kognitif, remaja berada dalam tahap operasi formal. Secara ego, ia berada dalam situasi
ingin memiliki identitas pribadi namun juga ingin menyisihkan rasa kekaburan identitasnya.
Secara sosial, remaja akan sangat diliputi oleh dorongan untuk mandiri (independence).
Itu sebabnya peer group dan clique merupakan kelompok yang sangat penting bagi remaja.
Keduanya berfungsi sebagai jembatan menuju kemandirian. Sahabat atau teman adalah
sesuatu yang sangat berharga bagi para remaja yang layak dipertahankan lebih daripada
imannya. Secara emosional, remaja sedang mengalami perkembangan kepribadian yang
14

Feldmeier, The Developing Christian, 98.
Feldmeier, The Developing Christian, 98.
16
Feldmeier, The Developing Christian, 101.
17
Nuhamara, PAK, 10-15.
18
Nuhamara, PAK, 38-39.

15

6

membuat mereka akan sering berhadapan dengan apa yang disebut sebagai trial and error.
Emosinya juga sangat intens dan bisa melibatkan fisik. Apa yang dirasakan oleh remaja pada
suatu saat tertentu busa dirasakan sebagai perasaan yang sangat mendalam.19 Penting juga
diingat bahwa segala sesuatu yang kelihatannya abnormal justru itulah yang normal bagi
remaja. Artinya, remaja akan memberontak jika dikekang, membangkang pada figur otoritatif
dalam keluarga karena ingin mandiri, remaja memiliki mood yang berubah-ubah secara drastis
dan dramatis, yang oleh orang dewasa atau orang tua akan dilihat sebagai sesuatu yang tidak
wajar, tapi justru hal-hal inilah yang sedang menandakan perkembangan seorang remaja.
Menyangkut dimensi spiritual kehidupan remaja, harus disadari bahwa hal ini tidak
terpisahkan dari dimensi-dimensi yang lainnya. Ada beberapa hal penting yang harus
dimengerti menyangkut dimensi spiritual remaja, yaitu adanya keraguan dan ketidakpercayaan,
adanya komitmen dan kegagalan, iman diperhadapkan pada dunia yang riil, dan adanya
idealisme yang ekstrim. Memahami semua perkembangan ini, baik anak maupun remaja, pada
akhirnya akan sangat membantu pelaksanaan PAK di konteks gereja.

Implikasi Perkembangan Anak dan Remaja bagi Pelaksanaan PAK di Gereja
Dengan memahami perkembangan baik anak maupun remaja secara holistik, sangat
diharapkan pelayan atau pendidik di gereja mampu mengaplikasikannya dalam penyusunan
kurikulum, termasuk bagaimana bersikap di sekitar anak dan remaja. Artinya bahwa
pengetahuan akan perkembangan anak dan remaja secara holistik, harus juga didukung dengan
perilaku sebagai teladan yang diberikan oleh pelayan anak-anak dan remaja dalam pelaksanaan
Pendidikan agama Kristen di setting gereja.
Seorang pelayan Sekolah Minggu yang melayani anak-anak harus menyadari bahwa
anak-anak sedang berada dalam usia keemasan mereka. Anak-anak sedang mengeksplorasi,
mengimitasi, mengasimilasi dan menginternalisasi lingkungan sekitar mereka. Itu sebabnya,
anak-anak harus dilayani dengan kesabaran dan kasih saying. Seorang pelayan harus mampu
menjadi role model bagi anak-anak yang dilayani. Dalam berhadapan dengan anak, seorang

19

Nuhamara, PAK, 77.

7

pelayan Sekolah Minggu juga harus mampu menerapkan metode dan media yang menarik,
kreatif dan relevan dengan usia perkembangan anak yang dilayani.
Berkaitan dengan pelayanan bagi remaja, ada beberapa kualifikasi seorang pemimpin
atau pelayan kategori remaja. Pertama, ia harus mampu mengidentifikasikan kebutuhan,
masalah, dan perasaan remaja.20 Hal ini sangat penting sebagai syarat mutlak penyusunan
kurikulum. Kedua, ia adalah seseorang yang menyukai remaja. Ia mampu menempatkan dirinya
sebagai seorang remaja dan menerima remaja apa adanya mereka. Ketiga, seorang pemimpin
remaja harus memberikan waktu yang cukup bagi remaja, sehingga ia mengenal mereka satu
per satu. Secara khusus seorang pemimpin remaja haruslah sabar, disiplin dan tidak
mempermainkan emosi remaja. Seorang pemimpin atau pelayan remaja juga harus meyakinkan
remaja bahwa iman tidak bergantung pada perasaan. Pendidik bukan hanya seorang penulis
kurikulum, tapi ia harus mampu menjadi sahabat remaja.21 Yang paling penting seorang
pemimpin remaja harus mampu menjadi model bagi para remaja yang dilayaninya.

Penutup
Memahami perkembangan anak dan remaja adalah kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi oleh para pelayan di gereja. Pelayan sebagai pendidik perlu menyadari bahwa anak
dan remaja harus mendengarkan Injil dengan cara yang relevan sehingga pesannya dapat
tersampaikan. Itu sebabnya mengetahui perkembangan anak dan remaja sangat signifikan,
supaya pendidikan yang diberikan bisa sesuai sasaran atau mencapai tujuan. Jadi kurikulum
yang disusun, baik itu implisit, eksplisit, maupun null, haruslah sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan peserta didik.
Pendidik juga harus memahami bahwa kekuatan membentuk pribadi seseorang pada
usia anak dan remaja cenderung lebih besar dan permanen. Ini semua menjadikan PAK anak
dan remaja adalah tugas penting gereja yang tidak dapat diabaikan atau dinomorduakan.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa

kualitas gereja di masa yang akan datang sangat

ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diberikan kepada anak pada masa kini.

20
21

Nuhamara, PAK, 19.
Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif, 40.

8

Daftar Pustaka
Cremers, Agus. Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995.
Feldmeier, Peter. The Developing Christian: Spiritual Growth Through the Life Cycle. New
York/Mahwah, NJ: Paulis Press: 2007.
Havighurts, Ro ert. Develop e tal Task a d Edu atio . A essed May

,

4.

http://nongae.gsnu.ac.kr/~bkkim/won/won_117.html.
International Commission on Education. Lear i g the Treasure Withi : Report to UNE“CO of
the International Commission on Education for the Twenty First Century. Accessed May
23, 2014, http://unesdoc.unesco.org/images/0010/001095/109590eo.pdf.
Nuhamara, Daniel. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja. Bandung: Jurnal Info Media, 2008.
Sumiyatiningsih, Dien. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2006.

Tentang Penulis
Pdt. Mariska Lauterboom, S.Si.Teol, MATS, adalah tenaga utusan Gereja Protestan Maluku (GPM) yang
bergabung pada jajaran staf pengajar Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga.
Tahun 2005 menyelesaikan studi S1 pada Fakultas Teologi UKSW. Sejak tahun 2006 mengajar matakuliah
Teologi Praktika, yaitu Homiletika, Liturgika, Teologi dan Komunikasi, serta Pendidikan Agama Kristen. Pada
tahun
, lulus dari ATESEA Teacher’s Academy. Kemudian tahun 2013 yang lalu telah menyelesaikan
studi Master di San Francisco Theological Seminary, California-USA dengan memperoleh gelar Master of Arts
in Theological Studies (MATS). Saat ini menjabat sebagai Koordinator Praktek Pendidikan Lapangan pada
Fakultas Teologi UKSW.

9

Dokumen yang terkait