Bahan Ajar HI OKI

Oleh :
Narzif, SH.MH

Organisasi Konferensi Islam (OKI) bahasa
Arab:‫ةةل سلمي‬
‫ةةرةة ا‬
‫ )منظةةةمةةة ةةلامؤت م‬adalah sebuah organisasi
antarpemerintahan yang menghimpun 57 negara
di dunia. Organisasi Konferensi Islam (OKI)
merupakan organisasi internasional non militer
yang didirikan di Rabat,Maroko pada tanggal 25
September
1969.
Dipicu
oleh
peristiwa
pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota
Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus
1969 oleh pengikut fanatic Kristen dan Yahudi di
Yerusalem
(12 Rajab 1389 H) yang telah

menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari
kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya
kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir
dan menggalang kekuatan dunia Islam serta
mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan
pembebasan Al Quds.

Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan
Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia
Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger,
Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko,
terselenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam
yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969
di Rabat, Maroko.  Konferensi ini merupakan titik
awal  bagi pembentukan Organisasi Konferensi
Islam (OKI). 
Secara umum  latar belakang terbentuknya OKI
sebagai berikut : 
Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk

menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah
internasional.

 

Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga
Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang
mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam
sebagai suatu kekuatan yang menonjol  dan untuk
menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha
melindungi umat Islam dari zionisme khususnya.
 
Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia
 mengadakan kunjungan ke beberapa negara
Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk
membentuk suatu Organisasi Islam Internasional.

Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel
merusak Mesjid Al Agsha. Peristiwa tersebut
menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam

terhadap Zionis Israel. 
Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25
September 1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko
untuk membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan
Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah
OKI berdiri.
Adapun yang menjadi anggota
Konferensi Islam ini adalah

Oraganisasi

Senegal
Sudan
Somalia
Tunisia
Turki
Bahrain
Oman
Qatar

Suriah
Uni Emirat Arab
Sierra Leone
Bangladesh
Gabon
Gambia
Guinea-Bissau
Uganda
Burkina Faso
Kamerun
Komoro

Maladewa
Djibouti
Benin
Brunei
Nigeria
Albania
Azerbaijan
Kirgizstan

Tajikistan
Turkmenistan
Mozambik
Kazakhstan
Uzbekistan
Suriname
Togo
Guyana
Pantai Gading

Negara Peninjau :
• Afrika Tengah
• Bosnia Herzegovina
• Siprus Utara
• Thailand
• Rusia
Peninjau Organisasi dan Komunitas Muslim :
Front Pembebasan Nasional Moro
Peninjau Organisasi Internasional:
Liga Arab (1975)


Persatuan Bangsa-Bangsa (1976)
Gerakan Non-Blok (1977)
Organisasi Kesatuan Afrika (1977)
Organisasi Kerjasama Ekonomi (1995)
Calon Anggota:
India; dengan jumlah penduduk muslimnya yang
terbesar ke-3 di dunia
Filipina
Kabul Island
Perkembangan OkI dan Ujian Berat yang
dihadapinya
Secara umum organisasi terbesar negara-negara Islam
ini bertujuan mewujudkan cita-cita seluruh negara
Islam untuk terlaksananya pembangunan menyeluruh
bagi kebangkitan dan kemajuan.Yang tak kalah
pentingnya juga adalah mewujudkan suatu solidaritas
dan integritas seluruh Negara Islam dengan jalan saling
bahu-membahu dalam mewujudkan kemitraan antarnegara anggota


Selama hampir empat dekade umur organisasi
tersebut telah dilakukan sebanyak 11 kali KTT
termasuk KTT terakhir dan lebih 30 kali konferensi
tingkat Menlu (KTM), disamping sejumlah sidang
darurat yang dilangsungkan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan.
Dalam sejarahnya, sidang darurat tersebut
umumnya
berlangsung
sebagai
respon
atas
perkembangan buruk yang terjadi di Palestina. Hal ini
tidaklah aneh sebab isu Palestina merupakan isu
sentral negara-negara Islam hingga saat ini.
Kelahiran OKI ke dunia nyata juga disebabkan
perkembangan buruk yang terjadi di ardul Anbiya
(tanah para Nabi) yang juga tempat kiblat pertama
Umat Islam sejagat itu.
Konferensi negara-negara Islam pertama di Maroko

pada tanggal 12 Rajab 1389 Hijriah atau 25 September
1969 di peringati sebagai sebagai hari kelahiran OKI,
berlangsung setelah pembakaran Masjid Al-Aqsa
tanggal 21 Agustus 1969.

Sebagai penghargaan selaku tuan rumah, Maroko
hingga saat ini dipercaya oleh seluruh anggota OKI
sebagai Ketua Komisi Al-Quds, tentunya dengan tugas
sangat berat yakni mengembalikan kota suci tersebut
ke pangkuan Palestina sebagai ibukota abadi.
Keinginan Setjen OKI menjadikan momentum 25
September setiap tahun sebagai kesempatan baik
untuk meningkatakan kesadaran Umat Islam seluruh
dunia tentang perlunya kesatuan langkah, sikap dan
upaya bersama dalam menghadapi tantangan harus
didukung dengan sepenuh hati oleh seluruh negara
anggotanya.

Sejak awal kelahiran hingga saat ini masalah AlQuds dan Palestina tetap sebagai ujian terberat sejauh
mana OKI bisa menyatukan langkah negara-negara

anggotanya dalam membela tanah suci Umat Islam
dan berperan lebih besar guna mencapai cita-cita
negara Palestina merdeka dengan ibu kota Al-Quds.
Sebagai contoh sederhana saat terjadi intifada
September 2000 sebagai reaksi atas kunjungan
provokatif mantan PM Israel, Areil Sharon, pemerintah
negara-negara anggota belum mengambil keputusan
politis yang menjadikan Intifada sebagai salah satu
sarana meraih hak bangsa Palestina disamping
perundingan yang diupayakan berbagai pihak.
OKI juga belum satu kata tentang perjuangan
bersenjata dan bom syahid dari faksi-faksi Palestina
yang berasaskan Islam. Sangat ironi sebagian masih
mengikuti idiom-idiom Barat tentang perjuangan
bersenjata tersebut

Keputusan OKI menyangkut Intifada masih sebatas
dukungan biasa seperti halnya dukungan rakyat
kebanyakan. Otoritas Palestina sendiri masih belum
mengeluarkan keputusan politis tegas bahwa Intifada

dan perjuangan bersenjata bagian dari perjuangan.
Tapi otoritas Palestina tidak bisa juga disalahkan
sendiri. Sikap yang diperlihatkan selama ini merupakan
refleksi dari kondisi negara-negara Islam secara
keseluruhan, terutama setelah serangan 11 September
2001 atas instalasi vital AS.
Kondisi negara-negara Arab dan Islam saat ini
terpaksa berubah dari keinginan berperan lebih besar
dalam kancah perpolitikan internasional menjadi
mempertahankan diri dari berbagai tudingan yang
memojokkan. Kondisi tersebut membuat keputusan
politis seperti itu terkesan masih terlalu berat bagi OKI.
Apalagi fokus utama yang menyibukkannya maish
berkutat pada upaya mengatasi dampak negatif dari
serangan 11 September itu.

Organisasi yang didasari tali satu akidah terbesar
itu sedang disibukkan oleh usaha menghadapi
propaganda media internasional yang kebetulan
dikuasai zionisme guna merehabilitasi citra Islam dan

kaum Muslimin. Pada KTT kali ini bertambah satu “PR”
lagi yakni strategi menghadapi pelecahan Rasulullah
SAW.
Meskipun sekilas gambaran pahit kondisi negaranegara OKI itu sudah cukup jelas untuk tidak menuntut
sesuatu yang di luar kemampuannya, namun banyak
pihak berharap seyogyanya isu sentral Palestina dan
isu terorisme yang memojokkan Islam dijadikan
motivasi untuk menyatukan langkah secara nyata.
Seluruh anggota, terutama negara-negara Arab,
seharusnya segera keluar dari kecemasan berlebihan.
Kita harus berani membuktikan siapa teroris
sebenarnya seperti yang pernah dicuatkan mantan PM
Malaysia, Dato Mahatir Muhammad.

Selain gambaran sedih di bidang politik, kerjasama
di bidang ekonomi dan perdagangan pun masih jauh
dari memuaskan, sebab angka perdagangan antar
anggota masih sangat rendah bila dibandingkan
dengan angka perdagangan dengan pihak luar.
Padahal semua pihak mengakui bahwa potensi untuk
pengembangan semacam pasaran bersama Islam
cukup besar, karena selain memiliki sumber alam yang
melimpah, sejumlah negara anggota juga sudah cukup
maju di bidang industri dan pengadaan sumber daya
manusia (SDM).
Negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga
Arab yang menjadi anggota terkemuka dalam tubuh
OKI sebenarnya jauh sebelum Pasaran Bersama Eropa
terbentuk sudah menjadikan Pasaran Bersama Arab
sebagai keputusan penting Liga. Keputusan yang
hanya hitam di atas putih yang tak pernah
dilaksanakan itu, seharusnya bisa dijadikan sumber
inspirasi baru dengan pengembangan lebih luas
menjadi Pasaran Bersama Islam

Mengingat masih sulitnya melaksanakan gagasan
spektakuler tersebut, sebagai langkah pertama telah
didirikan Kelompok-8 (Grup-8) dari anggota OKI yang
tergolong cukup maju di bidang industri.
Pembentukan Grup-8 pada akhir 90-an itu yang
mirip dengan G-8 negara-negara maju merupakan
gagasan PM Turki saat itu, Najmeddin Arbakan,
beranggotakan Indonesia, Malaysia, Iran, Pakistan
(mewakili Asia), Mesir, Aljazair (mewakili Arab),
Senegal (mewakili Afrika), dan Turki (Eropa).
Meskipun kelompok delapan ini belum sepenuhnya
berfungsi, namun dengan adanya political will dari
seluruh kepala negara kelompok tersebut dan
dukungan seluruh anggota OKI sedikitnya lambat laun
bisa dikembangkan ke arah integritas ekonomi negaranegara anggota OKI. Peluang tersebut saat ini semakin
terbuka luas terutama setelah banyak investor Arab
yang mulai menarik modalnya dari AS menyusul
peristiwa serangan 11 September 2001.

Menurut laporan yang diyakini kebenarannya oleh
para ekonom Arab bahwa untuk tahap pertama sekitar
300-an miliar dolar modal pengusaha Arab yang ditarik
dari AS. Ratusan milyaran lainnya juga masih dicarikan
lahan investasi di Arab dan negara Islam lainnya
termasuk di Asia Tenggara.
Sebenarnya kesalahan tidak hanya di kalangan
investor yang banyak menanamkan modalnya di AS.
Negara-negara Arab dan Islam juga sebagai penyebab
banyak modal yang lari ke Barat dikarenakan sistem
dan peraturan yang masih menyulitkan para investor
saat itu.
Tidak banyak memang yang diharapkan dari KTT
OKI ke-11 di Dakar Senegal yang berlangsung dua hari
(13-14 Maret 2008). Modernisasi Piagam OKI yang
dicetuskan pada KTT tersebut, mungkin salah satu yang
menonjol bila ditindak lanjuti dalam bentuk action

Dalam situasi sulit saat ini dibarengi dengan
peluang besar meningkatkan kemitraan antar negaranegara Islam, yang ada di depan mata, seharusnya
solidaritas OKI yang selama ini di mulut segera diubah
menjadi solidaritas in action yang didasari perintah
Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur`an dan Hadis bukan
Karena kepentingan duniawi.
Karenanya, tidak biasa disalahkan bila OKI bagi
kebanyakan umat Islam sedunia masih terlupakan
sebab sudah berkali-kali menghadapi kasus-kasus
besar umat Islam tapi tidak mampu berbuat maksimal
karena sebagian besar anggotanya masih berada
dibawah bayang-bayang hegemoni Barat terutama AS.