Hipertek dalam... Forum MIPA Vol8 No3 th2004
K
t ,l-,'; :
&86!$TF"ATI KARYA ltT,li,qH DS$EN
I
t
x
CI
&
a \
t A f'!
t
r,r
q
I
rssN uta-n62
FORUM MIPA
i-.
Majalah Ilmia Jurusan MIPA FKIP
Universitas Sriwijaya
a(/1..:
!
Volume 8 No.3
ber 2004
Penilaiai:, Pertbrnten sebagai Pertilaian berbasis kompetertsi dalanl
Pem belajaran Maternatika
(Nyimas Aisyah)
-: l engaruh sianida (CN)
Terlradap Preriode Perkernbangan Larva Katak
Sarvah ( Ranu cunt'rivtrtr Grut'enhorst)
(Ermayanti)
Penggunaan Media Crafis'l'ransparattsi pad Strb llokok Baltasatt
i
Garafik FungsiTrigonometri
(Ely Susanti)
i
I
Pembelajar
(Syuhendri)
t/
!
I
"i
rssN 1410-t262
FORUM MIPA memuat karangan ilmrih benrpa gagasan, teor! oprni,
rrngkasan penelitian, tesis dan disertasi yang membahas masalah
sarns, ilmu
terapan, serta pendidikan MIPA, FORUM MIPA diterbrtkan olch
Jurusan
Pendidikan
Sriwijaya.
MIPA Fakultas Kegunran d"n Ilmu pendidikan universitas
Penanggturg Jawab
Prof. Dr. Dlahir Basir, M.pd.
(Dekan FKIP Universitas Sriwrjaya)
Pengarah
Dr. Sanlaya, M.Si.
(Ketua Junusan Pendidrkan MIPA)
Drs. Purwoko, M.Si.
(Sekr*aris Jurusan Pendidikan MIPA)
Dewan Penyunting
Ketua
Anggota
Drs Je3em Mujamil Sufhrana, M.Si
l. Dra. Tasmania puspita, M Si.
2. Dra Lucia Mana Santoso, M.Sr.
3. Drs. Endang Dayat. M.Si
4 Dra Ratu Ilma lndra putri. M.Sr.
5 Drs. Budi Santoso, M.Si.
6 Drs. Sardianto MS., M.Si., M.pd
7. Wa. Murniatr, M.Si.
8. Drs Andr Suharman, M.Si.
9 Drs. Made Sukaryawan, M.Sr
10. Drs Ismet, MSi
Sekretaris
fhs. Khoiron Nazrp, M.Sr
Bendatr,ara
Dra. lndaryanti
Penerbrt menerrrna tuhsan dari dalam dan luar Uruvemitas
sriwrygy4 d8n
ykalisus berhak menyuntrng tulisan yang masuk. Tulisan yang dimuat tidak
dengan sendinnya m€ncerminksn pendapat redaksi.
ISSN 1410-1262
FORUM MIPA
Majalah Ilmiah Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Sriwijaya
Volume 8 No.3
ber 2004
Penrlaran Performen sebagar Pentlatan Berbasis Kompetensr dalam
Pembelalaran Matematika
(Nyimas Aistah)
Pengaruh Srantda (CN ) terhadap Periode Perkembangan Larva
Katak Sau ah (llanq cdncrit'ttra Grqvenhorst)
(
Ermay anti)
9
Konstruktn rsme dalam Pendidikan Kimra
(Iceng Hidayatt
l8
Efek Rumah Kaca. Pemanasan Global dan Permasalahannya
(Kistiono I
33
Penggunaan \ledra Grafis Transparansi pada Sub Pokok Bahasan
Gratlk Fungsr Trrqonometri
(El.v
Susantr)
4l
pengaruh Penambahan Tepung Daun Nrmba (,4zadirachta indica A.
:rsJ pa& Beras terhadap Mortaiitas Kumbang Betas(Sitophilus
or):ae L )dan Model Pembelalarannya di Sekolah Menengah Umum
(Yenny
I
Anwar)
5l
Evolust Nlotrf Nbnl13 sebagai Fungsr Jumlah Ligan Oksigen dalam
Nrobrum Oksrklonda
(Fakhili
Gulo)
61
Hrperteks dalam Pembela.;aran Sains Wadair Membangun
Pengetahuan Pembela.tar-
lSyihendri)
>/<
11
'1#
t
RgeBiRASt liAIiyA tLutAH DOSEI|
0
D
t
FORUM
9
6
HIPERTEKS DALAM PEMBELAJARAN SAINS:
Wadah Membangun Pengetahuan Pembelajar
Syuhendri-'
L--.-'--
Abstrak
Akuisisi pengetahuan dilakukan dalam tiga tahap; Introductory' advanced,
dan expertise.
Introductory learning dapat didekati dengan instruksional tradisional,
sedangkan expertise dibentuk melalui pengalaman. Tahap advanced,lembatan kedua
'melewati sejumlah
kutub, punya karakteristik tersendiri. Satu sisi pembelajar belum
pengalaman, pada sisi lain mereka diharapkan menguasai kompleksitas pengetahuan
dan mampu menerapkan secara fleksibel pada situasi baru. Hal seperti ini menuntut
kemampuan fleksibilitas kognisi. Hiperteks dipercaya dapat meningkatkan
kemampuan ini karena sifatnya sejalan dengan Teori Fleksibilitas Kognisi. Dalam
pembelajaran sains, hiperteks sebagai struktur bangunan konsep melalui elaborasi
dan progresi, melebihi peran peta konsep. Hiperteks juga mampu memperlihatkan
susunan tiga dimensi materi-subyek.
Pendahulua n
Vralaupr-ur rdenva sudah
'l'he
drtuhs \-aniler al Bush drrektur
.lruerican Of"/ice ct.\t'ienti/it'Researc'h atkl [),'\.'i',ltt riii pada tahun 19"15.
hiperteks pertama kah drperkenalkan oieh I e d \eison (Carter' 1991 ,
Trausan-l\l1atu. 1997. Trarger. 1992 dalam Sr'.Lhendn. 2004). Neison
men-lelaskan bahrva yang dtmaksudnr a dengan hrperteks adalah
"non.\equenlial v,rrfing-text thqt branch oncl ulirttts thoic'es t0 the reqder,
best read at qn interactive screeen" Dalam perkembangannya lsttlah
hiperteks mengalami perubahan yang cukup beragam Imphkasr darr srfatsilat hiperteks yang mehbatkan berbagar medra memunculkan rstrlah baru
sepertl htpermedra dan multimedia lang serlng menlmbulkan polemik
Banyak yang mempertanyakan istrlah mana rang leblh luas cakupannya
Apakah hrperteks bagran da1 hrpermedra dan multrmedra atau sebaltkny'a.
Dalam prakteknya, walaupun rstriah-rsttlah tru sellng drpertukarkan. sebagtan
ahh membedakan antara hiperteks dengarr hrpermedta dan multtmedra
dengan hrpermedra Kenyatan yang mllncul belakangan rni nampaknya muiai
menylrnakan pertentangan itu Dengan berbagar media yang drlibatkan dalam
penyusunan hiperteks memper-1elas bah$a hiperteks adalah multimedia atau
hipermedia, karena drdalamnya terltbat antmasl. stmulast, vrdro khp, slide,
fi1m. dan sebagarnya disamprrg teks-teks murrll Kesrmpulan yang
drkemukakan Altun (2000) bahw'a karaktelstik hrperteks bentpa non*rDosen
Program Studr Pendrdrkan Fisika FKIP Unsn
7l
/SSN I4l0 - 1262
"FORUM MIPA Vol.8 No. 3 Edisi Septemb* 2004"
sekuensial (nonhnier), elektronrk (digitized), multrmedia, dan interktif
memenuhi kondrsi hiperteks masa kini.
Salah satu perbedaan yang cukup mendasar antara hiperteks dengan
prinled-text adalah ketersedian ruang yang tak terbatas. Jrka padaprinted-text
tulisan hanya dikembangkan dalam dua dimensi berupa progresi dan
elaborasr maka pada hiperteks tulisan drkemas dalam tiga dimensi. Drmensi
ketrga memberikan peluang kepada penulis untuk memperhhatkan ke-dalam
konsep yang diurakannya. Kemudian, ketersediaan fasilitas
tautan
menladikan hiperteks berstruktur nonhnier, suatu kondisi yang mustahil
diwujudkan dalam teks biasa. Kondisr rri memposisrkan pembelalar sebagai
autor lerhadap bahan yang dipela"larinya. lni merupakan aspek hiperteks yang
bisa mengembangkan fleksibilitas kognisi pembelajar. Lebih .1auh, ini
merupakan modal yang bark untuk proses pembelajaran sains. Drsamping itu,
sifat-sifat interaktif dar. on-line .1uga memberikan nilai tambah kepada
hiperteks sebagai medium bela3ar
Beberapa hal di atas dicoba diangkat dalam tulisan ini Anarisis
drmulai dengan melihat pentrngnya hiperteks dalam tahapan rnstnrksional
pembela.laran Kemudian, peranan hiperteks dalam pembelajaran sains. pada
bagian akhir dikemukakan kelebihan hrperteks dibandingkan peta konsep
dalam hal memperlihatkan struktur dan hrarkrs konsep-konsep yang bisa
m
embantu pembelaj
ar
mengk on struk pengetahuannya.
Posisi Hiperteks Dalam Proses Pembelajaran
Jonassen (dalam Swrrdler, 2001) mengidentifrkasi tiga tahap akuisisr
pengetahuan'. introductory, advanced, dan expertise. Dalam pembelajaran
dasar (introductory learning), fokus pembelalaran terletak pada reproduksi
pengetahuan dan bukan pada penggunaan pengetahuan (Swindlei, 2001).
Pada tahap ini pembelajar dianggap sudah menguasai pelajaran
lrka sudah
mampu memperhhatkan fakta atau konsep-konsep kunci walaupun tidak
secara mendalam. Spiro et al ( 1994) mengemukakan ranah pengetahuan pada
tahap ini bersifat u,ell-structured, dimana the application of general princiltle
and abstract concepts can proceed in routinized monner, i.e. in roughly the
same v'ay across large number of case. Sedangkan keteramprlan yang
dikehendaki menurut Jonassen (daiam Swindler, 2o0l ) terbatas puat
" ...reproductive tasks and elemental applicarions of knowledge based upon
rigid example.sfrom a limited number of oversimplified cases".
Pada level advanced (lanlutan), tujuan pembelajaran bergeser kepada
dua harapan, yaitu pengulsaan kompleksitas dan penerapan yang fleksibel
pada situasi baru. Disini karakteristrk ill-structured, yaiu, srfat pengetahuan
yang dapat ditampilkan dalam berbagar representasi (multipte representation)
sesuai dengan trngkat pendidikan (Sregar, 2002) menjadi masalah serius
dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Ranah ill-structured ini had"ir
72
ISSN 1410 - 1262
I
"FORIIM MIPA Vot.
I
No. 3 Edisi September 20A4"
pada berbagai bidang seperti kedokteran, sejarah, studi literatur, pendidrkan
t"g*rr*, sains dan sebagarnya. Matematika yang lebih terdefinisi dan
terstrukfur dengan baik pun bisa juga memiliki karakteristik ill-structured
pada level yang lebih trnggi.
Tahap expertise (keahlian) dibentuk setelah seseorang memilikl
segudang pengalaman dalam bidang yang ditekuninya Calon guru yang telah
menyelesarkan S 1 kependidikan tidak serta merta dapat menerapkan ilmunya
pada masa-masa awal sebagai guru. Banyak ha1 yang ditemui dilapangan
terbeda dengan apa yang dipelajarinya. Juga, walaupun ia memiliki berbagai
konsep yang sebenamya cukup untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya, namun guru baru rni belum bisa mensinergiskan semua konsep
tersebut untuk dihadapkan pada persoalannya. Pematangan yang dimiliki
Hari demi hari yang dilalurnya
_1ustru datang melalui proses yang dgalamnya.
merupakan pembelalaran yang diperoleh ggru baru untuk memahami elemen
penting pengetahuan dan keterampilan yang harus dimilki sebagai seorang
g._rr,r. semakin lama ia mengajar maka semakin ahli dalam menjalankan
profesrnya. Apa yang dialami guru di atas merupakan contoh expertise pada
tahap akuisrst pengetahuan.
Seorang pembelajar tentu belum sampai pada tahap expertise Tapt
materi pelajaran yang dihadapi yang bersifat ill-structured memrntut
kemampuan untuk menguasai elemen-elemen pentulg pengetahuan dan
menerapkannya pada situasi baru yang berbeda. Kelihatan bahwa tahap
merupakan jembatan antara tahap introductory ke tahap
expertise. Seorang pelajar fisika umpamanya, setelah menerima materi
ath,qnced
rni
pelajaran dan contoh-contoh soal dari gurunya, diharapakan dapat
menyelesaikan soal-soal lain yang tidak sama model dan kerumitannya
dengan yang dipelajannya. Pada kondisi ini pembelajar perlu terlebih dahulu
menganalisis, mengorganisasikan, menurunkan lebih lanjut serta mensintesis
konsep-konsep atau rumus-rumus yang ada sebelum digrinakan.
Jika keahlian dibentuk melalui pengalaman, pembelajaran
melalui rrstruksional tradisional, maka perlu medium lain
dasar
untuk
pembelajaran lanjut Interpretasi konstruktivisme selama ini ytrrg
menekankan pada reffieval (pemanggilan) paket-paket pengetahuan atau
skema dari rngatan untuk memahami informasi atau menyelesaikan masalah,
tidak bermasalah untuk pembelajaran dasar. Model pembelajaran tradisional
yang disajikan dalam bentuk linier, misalnya vidio diputar dari awal sampai
akhr atau buku teks dibahas bab demi bab sampai bab akhir masih bisa
diandalkan. Namtrn gnhrk pembelajaran lan1ut, dimana pembelajar tidak
sekedar memanggil paket pengetahuan yang ada tetapi juga perlu
mengorganisasikan bagian pengetahgan agar bersifat adaptif terhadap
tuntutan situasi baru, cara seperti ini tidak memadai lagi. Disini diperlukan
kemampuan fleksibilitas kognisr. Spiro dan kawan-kawan (1994)
73
t-
/SSN 1410 - 1262
"FORUY ilIIPA
V?tl.
I i\o. 3 Edisi September 2004'
mengemukakan bahwa hiperteks bisa membantu dalam pembelajaran seperti
rni karena karakteristik random acces dari hiperteks selalan dengan teori
fleksibilitas kognisi.
Hiperteks dalam Membangun Pengetahuan Pembelajar
Pertanyaannya yang mendasar pula adalah apakah semua hrperteks
efektif membantu siswa membangun pengetahuannya. Jika hiperteks
digunakan sebagai media penyampalan informasi belaka, maka rri tidak ada
bedanya dengan kehadiran buku teks dan guru selama rni. Potensi hiperteks
3uga bisa hilang oleh penavrgaslan yang tidak terencana dengan baik. Seiama
melakukan navigasi tidak ada yang akan menghalangi pembaca menelusurr
link (tautan) yang ada. Ha1 seperti rni dapat menyebabkan navigasr berakhr
dengan kebmgunan pembaca. Pembaca bisa saja menemukan bebagai
rnformasr. tapi rrkoheren. lnformasi yarg banyak ditemukan tidak tersruktur
dengan bark akibat navigasr yang kurang terarah.
Upaya yang dapat dilakukan agar penavigasran berlalan dengan logis
adalah membuat hiperteks berbasiskan wacana argumentatif. Sregar et al
(2003) mengemukakar tanpa menerapkan wacana argumentatif sebagar
fasilitas pendukung hrperteks, navigasi berlangsung tanpa atwan logis
dengan rangkaian yang srkular, rekrusif, atau ganda. Lebrh;auh, wacana
argumentatif sekaligus akan mengembangkan keterampilan rrtelektual
pembelajar. Karena setrap wacana argumentatif adalah penjewatahanan dari
keterampilan yang diperlukan dalam membangun pengetahuan. Sedangkan
untuk mengatasi kebrrgrngan pembaca dapat dilakukan dengan membentuk
hiperteks yang berstruktur awal Hiperteks berstruktrir awal artinya hiperteks
yang simpul awahrya merupakan tawaran awal navigasi. Adanya srmpul awal
ini merupakan pewujudan wacana argumentatrf yang brsa membuka peluang
unhrk penggabungan makro (macro chunkng) oleh pembaca. Hiperteks
sepertr rm dapat mengurangi kebrngungan pembaca terutama yang masrh
terbatas pemahamannya mengenai topik tertentu. Organrsasi hiperteks
berdasarkan wacana argumentasi dan berstruktur awal dapat diwakili oleh
model representasr teks yang dikembangkan Sregar (2000 dalam Syuhendri,
2004) dengan sedrkit penyesualan sepertt gambar berrkut.
14
/.ssN t4t0 - 1262
"FORUM MIPA Vol. I No. 3 Eilisi September 2004"
ELABORASI
JU
SIMPUL
LryEL 1 5IMPUL EVEL 2
SIMPUL LEVEL 3
1-1
I
E
a
C
t
E
C
a'
E
s
I
Gambar
l.
Modet Navigasi Hiperteks Pengembangan "Model Representast
Teks
Sregaf' (SYuhen&i, 2004)
Melalui posisi sentral model representasi teks dimungkrnkan
pengembangan dokumen hiperteks secara lebih komprehensif dengan
*"t-iUa*an eksplanasi ilmiah, materi-subyek, dan hiperteks akademrk. Aspek
kebahasaan dan aspek keilmuan dari tulisan ilmiah dalam model tersebut
menempati dimensi progresi dan dimensi elaborasi. Dimensi progresi
,o"**i tahapan berupa tindakan makro yang ditempuh penulis lntuk
mengembangkan tulisannya. Dimensi elaborasi mewadahi pengembangan
substansi keilmuan dengan menggrrnakan keterampilan inteiektual'
Hubgngan tindakan makro dan keterampilan intelektgal adalah hubgngan
predrkat dan argumen. Jadi tindakan penulis terhadap substansi umunnya
iiduk t*gr,ntg, melainkan melalui keterampilan intelektual yang selanjutnya
menjadi kerangka unhrk menangani substansi.
Pada attri*yu, hiperteks berbasai wacana argumentasi melibatkan
interaksi antar tiga komponen uta[ra PBM, yaitu teks masukan (mewakili
penulis, gunr, atau dosen), pembaca (pembelajar), dan rnaterl-subyek.
tAa*an wacana penulis terhadap materi-subyek sebagai target dari tindakan
diharapkan mudah dijangkau oleh pembaca. Tindakan wac;lna dikategorikan
ke
dalam menginformasikan (informing), menggali (eliciting),
dan
dan
substansi,
konterl
aspek
dengan
mengendalikan (directing) yang sejalan
r*t tt tut dari materi-subyek
Istilah mudah dijangkau merupakan kategori
yang
menggambarkan partisipasinya dalam
membangr[r pengetahuan. Kategori im terdiri atas inteligibel, plausibel, dan
frurtful.
pemahaman pembaca
75
/ssN
1410
-
1262
l
"FORUl( MIPA L'al. I
lr{a. -1 Edisi September 20A4,,
Hiperteks dalam Pembelajaran Sains
Keberadaan model representasi teks sebenarnya dapat meningkatkan
pemanfaatan hiperteks dalam poses pembelajaran. Dimensi progresi
dan
elaborasrnya dapat memetakan materi pelajaran sebelum dituangkan ke
dalam hiperteks. Model representasi teks juga dapat
menJembatani
kesenjangan antara struktur web dergan stnrktur ilmu yang disajikan oleh
teks tersebut. Pengalaman selama ini yang mengorbankan struktur ilrnu
ketrka men)rusun struktur hiperteks kelihatannya biJa diatasi. Jadi model rni
dapat menyempumakan penavigasian dan sekaligus dapat meperlihatkan
hubungan dan hrarkis satu konsep dengan konsep lainnya.
Model Representasi Teks ini juga bisa memadukan struktur-luar dan
strukhn dalam hiperteks. perpaduan stnrktur-luar dengan struktur-dalam
materi-subyek memberi kesan tersendiri kepada pembelajar dalam men)rusun
kerangka konseptual materi-subyek dalam prkirannya. Karena stmktur
materi-subyek sains tersusun secara hrarkis dangan baik. pembelajar akan
mengerti bagaimana stnrkhr dari ilrnu yang sedang dipelajarinya
Sebagaimana yang diutarakan, materi-s*byek sains sebagar keilmuan
tersusun dengan bark mulai dari konsep yang sederhuru rr-pui ke konsep
yang lebih trnggi. Jrka dalam penyajian pengarff atau penulii dapat secara
eksplisit memperlihatkan hubungan ini tentu akan sangat membantu
pembelajar melihat keutuhan konsep-konsep sains itu. Kalau peta konsep
dapat dibangun oleh pembelajar yang sudah memahami keterkaitan maslngmasing konsep, maka sebenarnya hiperteks dapat membuatnya lebih dari
itu.
Tabel 1. Perbedaan
Pet4 Konsep
Memperlihatkan konsep-konsep dan
proposi-proposi bidang studi
2. Menyatakan hubungan
3.
l.
Hiperteks
Memperlihatkan tindakan
yang
diambil agar materi subyek bidang
studi dikuasai
konep-
konsep
Gambar dua dimensi suatu bidang
2. Menyatakan hubungan
konsep-
konsep, atau proposi -proposi
3. Gambar tiga dimensi bidang studi,
dimensi ketiga merupakan additjonal
i4formation terhadap konsep
4.
5.
atau
wacana yang ditinjau
Memperlihatkan tingkat eksklusif
4.Memperlihatkan tingkat eksklusif
konsep-konsep
konsep-konsep atau proposi-proposi
Membentuk Hirarki konsep-konsep
5. Membentuk progresi dan elaborasi
konsep-konsep
atau
proposisi. Progresi
hirarki, prograi
proposisimenyatakan
menyatakan
pengembangan.
76
Is^!,ry 1410
-
1262
J
"FORUM MIPA Vol"
I
No. 3 Edisi September 2004"
Dalam hiperteks trdak hanya hubungan antar konsep yang dapat drbangun
tetapi luga struktur konsep, akan kelihatan konsep mana yang lebih dasar
atau teUrtr umufii dan konsep mana yang menjadi bawahan dari konsep
tersebut. Sebagai contoh jrka satu srmpul hiperteks membicarakan tentang
*gerak" maka dafl simpul tersebut dapat dibuat tautan ke simpul larn yang
", atau ke "gerak yang
berbicara "kecepatan sesaat", "kecepatan ratq-rata
kecepatannya berubah". Dengan demikian pembelajar sekahgus terbantu
dalam membangrrn kerangka besar fisika yang sedang dipelajarinya.
Penutup
dalam
tiai yang cukup berarti dikemukakan adalah model representasl teks
bentuk struktur global dapat memadukan stnrktur-dalam dan struktur-
iuar hrperteks. Proses navrgasl yang menggunakan struktur global sekahgus
mempermudah dan mengatasi masalah disorlentasr pembeia-1ar daiam
*.rr"i,rrur, lautan yang ada Kriterta strukur-luar yang trdak terlalu lebar dan
terlalu dalam untuk merrngankan beban pembaca dalam memperoses
rnformasr yang drtampilkan, trdak lagi menladr batasan hrperteks dengan
struktur global rnt Mengatasl masalah disortentasr yang mengorbankan
struktur t1mu, mulat dapat dlatasr. Penulis bisa membuat stnrktur hiperteks
yang mengedepankan struktur ilmu Lebrh 1auh, dengan struktur global
pembela;ar;uga terbantu dalam membangun konsep yang sedang dlpelalarr,
melebrler peranan peta-konsep Model representasi ini dengan dlmensi
elaborasr dan progresmya, tldak hanya dapatmenghubungkan konsep dengan
konsep akan tetapi dapat memperhhatkan h[arkis dan konsep-konsep
tersebut, yang sangat pentmg dalam pembelalaran sarns Pada bagran akhir
rni, luga drekomendaskan untuk membuat hiperteks berdasarkan wacana
argumentatrf dengan struktur global dan melakukan
u.1i
cobanya.
Daftar Pustaka
Altun,
A
(2000) "Pattems rn Cognrtive Processmg and Strategtes Ln
Hypertext Reading.A Case Study of Two Experienced Computer
Users" Dalam Journal
[Online]. Vol 9
o;f Educalionql
Multimediq and Hypermedia
(1). halamar 35-55
Tersedia'
htbr,//www easteate corrlstoryspace/madewith/madewith.html [15
Februari 20031
Siregar,
N. (2002). "Potensi Hiperteks sebagai [eti Pengembangan Skripsi
untuk Menanggulangi Kesulitan Pengajaran dan Pembelajaran".
Bandung: Jurusan PendidrkanKimia, FPMIPA UPI-
77
rssN 1410 - 1262
*FORUM MIPA
Vol. B No.3 Edisi September 2004,'
Sregar, N. et al. (2003) "Dasar wacana Argrrmentatif
dari Hiperteks Ilmiah
untuk Menrngkatkan pemanfaatannya oleh Kom,nitas
Akademk,,.
Laporan penelitian Hibah pasca Angkatan I. ppS
rnr earra.rng
Spiro,
R'J' et al-
(1994). Cagnrtive Ftexibirity, Constructivisme,
and
Hypertext: Random Access rnstntctionar
Advanced Knowredge
for
Acquisition in lil-structuretr Domain
Februa'2003]
[onhne].
[15
Swindler, G. (200r).
Hays
Frexibirity Theory: Literatur Revieu,. Fort
-Cognititte
State
University. tpdf,]
.
Tersedia.
[l1 Maret2003]
Syuhendri (2004) "Anaiisrs Dokumen Hiperteks
Akademrk berdasarkan
wacana Argumentatif dalam Rangka penggalian Karakterrstrk
,ntuk
Pembelajaran
78
ISSN 14TO - 1262
J
t ,l-,'; :
&86!$TF"ATI KARYA ltT,li,qH DS$EN
I
t
x
CI
&
a \
t A f'!
t
r,r
q
I
rssN uta-n62
FORUM MIPA
i-.
Majalah Ilmia Jurusan MIPA FKIP
Universitas Sriwijaya
a(/1..:
!
Volume 8 No.3
ber 2004
Penilaiai:, Pertbrnten sebagai Pertilaian berbasis kompetertsi dalanl
Pem belajaran Maternatika
(Nyimas Aisyah)
-: l engaruh sianida (CN)
Terlradap Preriode Perkernbangan Larva Katak
Sarvah ( Ranu cunt'rivtrtr Grut'enhorst)
(Ermayanti)
Penggunaan Media Crafis'l'ransparattsi pad Strb llokok Baltasatt
i
Garafik FungsiTrigonometri
(Ely Susanti)
i
I
Pembelajar
(Syuhendri)
t/
!
I
"i
rssN 1410-t262
FORUM MIPA memuat karangan ilmrih benrpa gagasan, teor! oprni,
rrngkasan penelitian, tesis dan disertasi yang membahas masalah
sarns, ilmu
terapan, serta pendidikan MIPA, FORUM MIPA diterbrtkan olch
Jurusan
Pendidikan
Sriwijaya.
MIPA Fakultas Kegunran d"n Ilmu pendidikan universitas
Penanggturg Jawab
Prof. Dr. Dlahir Basir, M.pd.
(Dekan FKIP Universitas Sriwrjaya)
Pengarah
Dr. Sanlaya, M.Si.
(Ketua Junusan Pendidrkan MIPA)
Drs. Purwoko, M.Si.
(Sekr*aris Jurusan Pendidikan MIPA)
Dewan Penyunting
Ketua
Anggota
Drs Je3em Mujamil Sufhrana, M.Si
l. Dra. Tasmania puspita, M Si.
2. Dra Lucia Mana Santoso, M.Sr.
3. Drs. Endang Dayat. M.Si
4 Dra Ratu Ilma lndra putri. M.Sr.
5 Drs. Budi Santoso, M.Si.
6 Drs. Sardianto MS., M.Si., M.pd
7. Wa. Murniatr, M.Si.
8. Drs Andr Suharman, M.Si.
9 Drs. Made Sukaryawan, M.Sr
10. Drs Ismet, MSi
Sekretaris
fhs. Khoiron Nazrp, M.Sr
Bendatr,ara
Dra. lndaryanti
Penerbrt menerrrna tuhsan dari dalam dan luar Uruvemitas
sriwrygy4 d8n
ykalisus berhak menyuntrng tulisan yang masuk. Tulisan yang dimuat tidak
dengan sendinnya m€ncerminksn pendapat redaksi.
ISSN 1410-1262
FORUM MIPA
Majalah Ilmiah Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Sriwijaya
Volume 8 No.3
ber 2004
Penrlaran Performen sebagar Pentlatan Berbasis Kompetensr dalam
Pembelalaran Matematika
(Nyimas Aistah)
Pengaruh Srantda (CN ) terhadap Periode Perkembangan Larva
Katak Sau ah (llanq cdncrit'ttra Grqvenhorst)
(
Ermay anti)
9
Konstruktn rsme dalam Pendidikan Kimra
(Iceng Hidayatt
l8
Efek Rumah Kaca. Pemanasan Global dan Permasalahannya
(Kistiono I
33
Penggunaan \ledra Grafis Transparansi pada Sub Pokok Bahasan
Gratlk Fungsr Trrqonometri
(El.v
Susantr)
4l
pengaruh Penambahan Tepung Daun Nrmba (,4zadirachta indica A.
:rsJ pa& Beras terhadap Mortaiitas Kumbang Betas(Sitophilus
or):ae L )dan Model Pembelalarannya di Sekolah Menengah Umum
(Yenny
I
Anwar)
5l
Evolust Nlotrf Nbnl13 sebagai Fungsr Jumlah Ligan Oksigen dalam
Nrobrum Oksrklonda
(Fakhili
Gulo)
61
Hrperteks dalam Pembela.;aran Sains Wadair Membangun
Pengetahuan Pembela.tar-
lSyihendri)
>/<
11
'1#
t
RgeBiRASt liAIiyA tLutAH DOSEI|
0
D
t
FORUM
9
6
HIPERTEKS DALAM PEMBELAJARAN SAINS:
Wadah Membangun Pengetahuan Pembelajar
Syuhendri-'
L--.-'--
Abstrak
Akuisisi pengetahuan dilakukan dalam tiga tahap; Introductory' advanced,
dan expertise.
Introductory learning dapat didekati dengan instruksional tradisional,
sedangkan expertise dibentuk melalui pengalaman. Tahap advanced,lembatan kedua
'melewati sejumlah
kutub, punya karakteristik tersendiri. Satu sisi pembelajar belum
pengalaman, pada sisi lain mereka diharapkan menguasai kompleksitas pengetahuan
dan mampu menerapkan secara fleksibel pada situasi baru. Hal seperti ini menuntut
kemampuan fleksibilitas kognisi. Hiperteks dipercaya dapat meningkatkan
kemampuan ini karena sifatnya sejalan dengan Teori Fleksibilitas Kognisi. Dalam
pembelajaran sains, hiperteks sebagai struktur bangunan konsep melalui elaborasi
dan progresi, melebihi peran peta konsep. Hiperteks juga mampu memperlihatkan
susunan tiga dimensi materi-subyek.
Pendahulua n
Vralaupr-ur rdenva sudah
'l'he
drtuhs \-aniler al Bush drrektur
.lruerican Of"/ice ct.\t'ienti/it'Researc'h atkl [),'\.'i',ltt riii pada tahun 19"15.
hiperteks pertama kah drperkenalkan oieh I e d \eison (Carter' 1991 ,
Trausan-l\l1atu. 1997. Trarger. 1992 dalam Sr'.Lhendn. 2004). Neison
men-lelaskan bahrva yang dtmaksudnr a dengan hrperteks adalah
"non.\equenlial v,rrfing-text thqt branch oncl ulirttts thoic'es t0 the reqder,
best read at qn interactive screeen" Dalam perkembangannya lsttlah
hiperteks mengalami perubahan yang cukup beragam Imphkasr darr srfatsilat hiperteks yang mehbatkan berbagar medra memunculkan rstrlah baru
sepertl htpermedra dan multimedia lang serlng menlmbulkan polemik
Banyak yang mempertanyakan istrlah mana rang leblh luas cakupannya
Apakah hrperteks bagran da1 hrpermedra dan multrmedra atau sebaltkny'a.
Dalam prakteknya, walaupun rstriah-rsttlah tru sellng drpertukarkan. sebagtan
ahh membedakan antara hiperteks dengarr hrpermedta dan multtmedra
dengan hrpermedra Kenyatan yang mllncul belakangan rni nampaknya muiai
menylrnakan pertentangan itu Dengan berbagar media yang drlibatkan dalam
penyusunan hiperteks memper-1elas bah$a hiperteks adalah multimedia atau
hipermedia, karena drdalamnya terltbat antmasl. stmulast, vrdro khp, slide,
fi1m. dan sebagarnya disamprrg teks-teks murrll Kesrmpulan yang
drkemukakan Altun (2000) bahw'a karaktelstik hrperteks bentpa non*rDosen
Program Studr Pendrdrkan Fisika FKIP Unsn
7l
/SSN I4l0 - 1262
"FORUM MIPA Vol.8 No. 3 Edisi Septemb* 2004"
sekuensial (nonhnier), elektronrk (digitized), multrmedia, dan interktif
memenuhi kondrsi hiperteks masa kini.
Salah satu perbedaan yang cukup mendasar antara hiperteks dengan
prinled-text adalah ketersedian ruang yang tak terbatas. Jrka padaprinted-text
tulisan hanya dikembangkan dalam dua dimensi berupa progresi dan
elaborasr maka pada hiperteks tulisan drkemas dalam tiga dimensi. Drmensi
ketrga memberikan peluang kepada penulis untuk memperhhatkan ke-dalam
konsep yang diurakannya. Kemudian, ketersediaan fasilitas
tautan
menladikan hiperteks berstruktur nonhnier, suatu kondisi yang mustahil
diwujudkan dalam teks biasa. Kondisr rri memposisrkan pembelalar sebagai
autor lerhadap bahan yang dipela"larinya. lni merupakan aspek hiperteks yang
bisa mengembangkan fleksibilitas kognisi pembelajar. Lebih .1auh, ini
merupakan modal yang bark untuk proses pembelajaran sains. Drsamping itu,
sifat-sifat interaktif dar. on-line .1uga memberikan nilai tambah kepada
hiperteks sebagai medium bela3ar
Beberapa hal di atas dicoba diangkat dalam tulisan ini Anarisis
drmulai dengan melihat pentrngnya hiperteks dalam tahapan rnstnrksional
pembela.laran Kemudian, peranan hiperteks dalam pembelajaran sains. pada
bagian akhir dikemukakan kelebihan hrperteks dibandingkan peta konsep
dalam hal memperlihatkan struktur dan hrarkrs konsep-konsep yang bisa
m
embantu pembelaj
ar
mengk on struk pengetahuannya.
Posisi Hiperteks Dalam Proses Pembelajaran
Jonassen (dalam Swrrdler, 2001) mengidentifrkasi tiga tahap akuisisr
pengetahuan'. introductory, advanced, dan expertise. Dalam pembelajaran
dasar (introductory learning), fokus pembelalaran terletak pada reproduksi
pengetahuan dan bukan pada penggunaan pengetahuan (Swindlei, 2001).
Pada tahap ini pembelajar dianggap sudah menguasai pelajaran
lrka sudah
mampu memperhhatkan fakta atau konsep-konsep kunci walaupun tidak
secara mendalam. Spiro et al ( 1994) mengemukakan ranah pengetahuan pada
tahap ini bersifat u,ell-structured, dimana the application of general princiltle
and abstract concepts can proceed in routinized monner, i.e. in roughly the
same v'ay across large number of case. Sedangkan keteramprlan yang
dikehendaki menurut Jonassen (daiam Swindler, 2o0l ) terbatas puat
" ...reproductive tasks and elemental applicarions of knowledge based upon
rigid example.sfrom a limited number of oversimplified cases".
Pada level advanced (lanlutan), tujuan pembelajaran bergeser kepada
dua harapan, yaitu pengulsaan kompleksitas dan penerapan yang fleksibel
pada situasi baru. Disini karakteristrk ill-structured, yaiu, srfat pengetahuan
yang dapat ditampilkan dalam berbagar representasi (multipte representation)
sesuai dengan trngkat pendidikan (Sregar, 2002) menjadi masalah serius
dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Ranah ill-structured ini had"ir
72
ISSN 1410 - 1262
I
"FORIIM MIPA Vot.
I
No. 3 Edisi September 20A4"
pada berbagai bidang seperti kedokteran, sejarah, studi literatur, pendidrkan
t"g*rr*, sains dan sebagarnya. Matematika yang lebih terdefinisi dan
terstrukfur dengan baik pun bisa juga memiliki karakteristik ill-structured
pada level yang lebih trnggi.
Tahap expertise (keahlian) dibentuk setelah seseorang memilikl
segudang pengalaman dalam bidang yang ditekuninya Calon guru yang telah
menyelesarkan S 1 kependidikan tidak serta merta dapat menerapkan ilmunya
pada masa-masa awal sebagai guru. Banyak ha1 yang ditemui dilapangan
terbeda dengan apa yang dipelajarinya. Juga, walaupun ia memiliki berbagai
konsep yang sebenamya cukup untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya, namun guru baru rni belum bisa mensinergiskan semua konsep
tersebut untuk dihadapkan pada persoalannya. Pematangan yang dimiliki
Hari demi hari yang dilalurnya
_1ustru datang melalui proses yang dgalamnya.
merupakan pembelalaran yang diperoleh ggru baru untuk memahami elemen
penting pengetahuan dan keterampilan yang harus dimilki sebagai seorang
g._rr,r. semakin lama ia mengajar maka semakin ahli dalam menjalankan
profesrnya. Apa yang dialami guru di atas merupakan contoh expertise pada
tahap akuisrst pengetahuan.
Seorang pembelajar tentu belum sampai pada tahap expertise Tapt
materi pelajaran yang dihadapi yang bersifat ill-structured memrntut
kemampuan untuk menguasai elemen-elemen pentulg pengetahuan dan
menerapkannya pada situasi baru yang berbeda. Kelihatan bahwa tahap
merupakan jembatan antara tahap introductory ke tahap
expertise. Seorang pelajar fisika umpamanya, setelah menerima materi
ath,qnced
rni
pelajaran dan contoh-contoh soal dari gurunya, diharapakan dapat
menyelesaikan soal-soal lain yang tidak sama model dan kerumitannya
dengan yang dipelajannya. Pada kondisi ini pembelajar perlu terlebih dahulu
menganalisis, mengorganisasikan, menurunkan lebih lanjut serta mensintesis
konsep-konsep atau rumus-rumus yang ada sebelum digrinakan.
Jika keahlian dibentuk melalui pengalaman, pembelajaran
melalui rrstruksional tradisional, maka perlu medium lain
dasar
untuk
pembelajaran lanjut Interpretasi konstruktivisme selama ini ytrrg
menekankan pada reffieval (pemanggilan) paket-paket pengetahuan atau
skema dari rngatan untuk memahami informasi atau menyelesaikan masalah,
tidak bermasalah untuk pembelajaran dasar. Model pembelajaran tradisional
yang disajikan dalam bentuk linier, misalnya vidio diputar dari awal sampai
akhr atau buku teks dibahas bab demi bab sampai bab akhir masih bisa
diandalkan. Namtrn gnhrk pembelajaran lan1ut, dimana pembelajar tidak
sekedar memanggil paket pengetahuan yang ada tetapi juga perlu
mengorganisasikan bagian pengetahgan agar bersifat adaptif terhadap
tuntutan situasi baru, cara seperti ini tidak memadai lagi. Disini diperlukan
kemampuan fleksibilitas kognisr. Spiro dan kawan-kawan (1994)
73
t-
/SSN 1410 - 1262
"FORUY ilIIPA
V?tl.
I i\o. 3 Edisi September 2004'
mengemukakan bahwa hiperteks bisa membantu dalam pembelajaran seperti
rni karena karakteristik random acces dari hiperteks selalan dengan teori
fleksibilitas kognisi.
Hiperteks dalam Membangun Pengetahuan Pembelajar
Pertanyaannya yang mendasar pula adalah apakah semua hrperteks
efektif membantu siswa membangun pengetahuannya. Jika hiperteks
digunakan sebagai media penyampalan informasi belaka, maka rri tidak ada
bedanya dengan kehadiran buku teks dan guru selama rni. Potensi hiperteks
3uga bisa hilang oleh penavrgaslan yang tidak terencana dengan baik. Seiama
melakukan navigasi tidak ada yang akan menghalangi pembaca menelusurr
link (tautan) yang ada. Ha1 seperti rni dapat menyebabkan navigasr berakhr
dengan kebmgunan pembaca. Pembaca bisa saja menemukan bebagai
rnformasr. tapi rrkoheren. lnformasi yarg banyak ditemukan tidak tersruktur
dengan bark akibat navigasr yang kurang terarah.
Upaya yang dapat dilakukan agar penavigasran berlalan dengan logis
adalah membuat hiperteks berbasiskan wacana argumentatif. Sregar et al
(2003) mengemukakar tanpa menerapkan wacana argumentatif sebagar
fasilitas pendukung hrperteks, navigasi berlangsung tanpa atwan logis
dengan rangkaian yang srkular, rekrusif, atau ganda. Lebrh;auh, wacana
argumentatif sekaligus akan mengembangkan keterampilan rrtelektual
pembelajar. Karena setrap wacana argumentatif adalah penjewatahanan dari
keterampilan yang diperlukan dalam membangun pengetahuan. Sedangkan
untuk mengatasi kebrrgrngan pembaca dapat dilakukan dengan membentuk
hiperteks yang berstruktur awal Hiperteks berstruktrir awal artinya hiperteks
yang simpul awahrya merupakan tawaran awal navigasi. Adanya srmpul awal
ini merupakan pewujudan wacana argumentatrf yang brsa membuka peluang
unhrk penggabungan makro (macro chunkng) oleh pembaca. Hiperteks
sepertr rm dapat mengurangi kebrngungan pembaca terutama yang masrh
terbatas pemahamannya mengenai topik tertentu. Organrsasi hiperteks
berdasarkan wacana argumentasi dan berstruktur awal dapat diwakili oleh
model representasr teks yang dikembangkan Sregar (2000 dalam Syuhendri,
2004) dengan sedrkit penyesualan sepertt gambar berrkut.
14
/.ssN t4t0 - 1262
"FORUM MIPA Vol. I No. 3 Eilisi September 2004"
ELABORASI
JU
SIMPUL
LryEL 1 5IMPUL EVEL 2
SIMPUL LEVEL 3
1-1
I
E
a
C
t
E
C
a'
E
s
I
Gambar
l.
Modet Navigasi Hiperteks Pengembangan "Model Representast
Teks
Sregaf' (SYuhen&i, 2004)
Melalui posisi sentral model representasi teks dimungkrnkan
pengembangan dokumen hiperteks secara lebih komprehensif dengan
*"t-iUa*an eksplanasi ilmiah, materi-subyek, dan hiperteks akademrk. Aspek
kebahasaan dan aspek keilmuan dari tulisan ilmiah dalam model tersebut
menempati dimensi progresi dan dimensi elaborasi. Dimensi progresi
,o"**i tahapan berupa tindakan makro yang ditempuh penulis lntuk
mengembangkan tulisannya. Dimensi elaborasi mewadahi pengembangan
substansi keilmuan dengan menggrrnakan keterampilan inteiektual'
Hubgngan tindakan makro dan keterampilan intelektgal adalah hubgngan
predrkat dan argumen. Jadi tindakan penulis terhadap substansi umunnya
iiduk t*gr,ntg, melainkan melalui keterampilan intelektual yang selanjutnya
menjadi kerangka unhrk menangani substansi.
Pada attri*yu, hiperteks berbasai wacana argumentasi melibatkan
interaksi antar tiga komponen uta[ra PBM, yaitu teks masukan (mewakili
penulis, gunr, atau dosen), pembaca (pembelajar), dan rnaterl-subyek.
tAa*an wacana penulis terhadap materi-subyek sebagai target dari tindakan
diharapkan mudah dijangkau oleh pembaca. Tindakan wac;lna dikategorikan
ke
dalam menginformasikan (informing), menggali (eliciting),
dan
dan
substansi,
konterl
aspek
dengan
mengendalikan (directing) yang sejalan
r*t tt tut dari materi-subyek
Istilah mudah dijangkau merupakan kategori
yang
menggambarkan partisipasinya dalam
membangr[r pengetahuan. Kategori im terdiri atas inteligibel, plausibel, dan
frurtful.
pemahaman pembaca
75
/ssN
1410
-
1262
l
"FORUl( MIPA L'al. I
lr{a. -1 Edisi September 20A4,,
Hiperteks dalam Pembelajaran Sains
Keberadaan model representasi teks sebenarnya dapat meningkatkan
pemanfaatan hiperteks dalam poses pembelajaran. Dimensi progresi
dan
elaborasrnya dapat memetakan materi pelajaran sebelum dituangkan ke
dalam hiperteks. Model representasi teks juga dapat
menJembatani
kesenjangan antara struktur web dergan stnrktur ilmu yang disajikan oleh
teks tersebut. Pengalaman selama ini yang mengorbankan struktur ilrnu
ketrka men)rusun struktur hiperteks kelihatannya biJa diatasi. Jadi model rni
dapat menyempumakan penavigasian dan sekaligus dapat meperlihatkan
hubungan dan hrarkis satu konsep dengan konsep lainnya.
Model Representasi Teks ini juga bisa memadukan struktur-luar dan
strukhn dalam hiperteks. perpaduan stnrktur-luar dengan struktur-dalam
materi-subyek memberi kesan tersendiri kepada pembelajar dalam men)rusun
kerangka konseptual materi-subyek dalam prkirannya. Karena stmktur
materi-subyek sains tersusun secara hrarkis dangan baik. pembelajar akan
mengerti bagaimana stnrkhr dari ilrnu yang sedang dipelajarinya
Sebagaimana yang diutarakan, materi-s*byek sains sebagar keilmuan
tersusun dengan bark mulai dari konsep yang sederhuru rr-pui ke konsep
yang lebih trnggi. Jrka dalam penyajian pengarff atau penulii dapat secara
eksplisit memperlihatkan hubungan ini tentu akan sangat membantu
pembelajar melihat keutuhan konsep-konsep sains itu. Kalau peta konsep
dapat dibangun oleh pembelajar yang sudah memahami keterkaitan maslngmasing konsep, maka sebenarnya hiperteks dapat membuatnya lebih dari
itu.
Tabel 1. Perbedaan
Pet4 Konsep
Memperlihatkan konsep-konsep dan
proposi-proposi bidang studi
2. Menyatakan hubungan
3.
l.
Hiperteks
Memperlihatkan tindakan
yang
diambil agar materi subyek bidang
studi dikuasai
konep-
konsep
Gambar dua dimensi suatu bidang
2. Menyatakan hubungan
konsep-
konsep, atau proposi -proposi
3. Gambar tiga dimensi bidang studi,
dimensi ketiga merupakan additjonal
i4formation terhadap konsep
4.
5.
atau
wacana yang ditinjau
Memperlihatkan tingkat eksklusif
4.Memperlihatkan tingkat eksklusif
konsep-konsep
konsep-konsep atau proposi-proposi
Membentuk Hirarki konsep-konsep
5. Membentuk progresi dan elaborasi
konsep-konsep
atau
proposisi. Progresi
hirarki, prograi
proposisimenyatakan
menyatakan
pengembangan.
76
Is^!,ry 1410
-
1262
J
"FORUM MIPA Vol"
I
No. 3 Edisi September 2004"
Dalam hiperteks trdak hanya hubungan antar konsep yang dapat drbangun
tetapi luga struktur konsep, akan kelihatan konsep mana yang lebih dasar
atau teUrtr umufii dan konsep mana yang menjadi bawahan dari konsep
tersebut. Sebagai contoh jrka satu srmpul hiperteks membicarakan tentang
*gerak" maka dafl simpul tersebut dapat dibuat tautan ke simpul larn yang
", atau ke "gerak yang
berbicara "kecepatan sesaat", "kecepatan ratq-rata
kecepatannya berubah". Dengan demikian pembelajar sekahgus terbantu
dalam membangrrn kerangka besar fisika yang sedang dipelajarinya.
Penutup
dalam
tiai yang cukup berarti dikemukakan adalah model representasl teks
bentuk struktur global dapat memadukan stnrktur-dalam dan struktur-
iuar hrperteks. Proses navrgasl yang menggunakan struktur global sekahgus
mempermudah dan mengatasi masalah disorlentasr pembeia-1ar daiam
*.rr"i,rrur, lautan yang ada Kriterta strukur-luar yang trdak terlalu lebar dan
terlalu dalam untuk merrngankan beban pembaca dalam memperoses
rnformasr yang drtampilkan, trdak lagi menladr batasan hrperteks dengan
struktur global rnt Mengatasl masalah disortentasr yang mengorbankan
struktur t1mu, mulat dapat dlatasr. Penulis bisa membuat stnrktur hiperteks
yang mengedepankan struktur ilmu Lebrh 1auh, dengan struktur global
pembela;ar;uga terbantu dalam membangun konsep yang sedang dlpelalarr,
melebrler peranan peta-konsep Model representasi ini dengan dlmensi
elaborasr dan progresmya, tldak hanya dapatmenghubungkan konsep dengan
konsep akan tetapi dapat memperhhatkan h[arkis dan konsep-konsep
tersebut, yang sangat pentmg dalam pembelalaran sarns Pada bagran akhir
rni, luga drekomendaskan untuk membuat hiperteks berdasarkan wacana
argumentatrf dengan struktur global dan melakukan
u.1i
cobanya.
Daftar Pustaka
Altun,
A
(2000) "Pattems rn Cognrtive Processmg and Strategtes Ln
Hypertext Reading.A Case Study of Two Experienced Computer
Users" Dalam Journal
[Online]. Vol 9
o;f Educalionql
Multimediq and Hypermedia
(1). halamar 35-55
Tersedia'
htbr,//www easteate corrlstoryspace/madewith/madewith.html [15
Februari 20031
Siregar,
N. (2002). "Potensi Hiperteks sebagai [eti Pengembangan Skripsi
untuk Menanggulangi Kesulitan Pengajaran dan Pembelajaran".
Bandung: Jurusan PendidrkanKimia, FPMIPA UPI-
77
rssN 1410 - 1262
*FORUM MIPA
Vol. B No.3 Edisi September 2004,'
Sregar, N. et al. (2003) "Dasar wacana Argrrmentatif
dari Hiperteks Ilmiah
untuk Menrngkatkan pemanfaatannya oleh Kom,nitas
Akademk,,.
Laporan penelitian Hibah pasca Angkatan I. ppS
rnr earra.rng
Spiro,
R'J' et al-
(1994). Cagnrtive Ftexibirity, Constructivisme,
and
Hypertext: Random Access rnstntctionar
Advanced Knowredge
for
Acquisition in lil-structuretr Domain
Februa'2003]
[onhne].
[15
Swindler, G. (200r).
Hays
Frexibirity Theory: Literatur Revieu,. Fort
-Cognititte
State
University. tpdf,]
.
Tersedia.
[l1 Maret2003]
Syuhendri (2004) "Anaiisrs Dokumen Hiperteks
Akademrk berdasarkan
wacana Argumentatif dalam Rangka penggalian Karakterrstrk
,ntuk
Pembelajaran
78
ISSN 14TO - 1262
J