Daftar isi 16Jan2017

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL

ii

HALAMAN PERSETUJUAN Disertasi

iii

HALAMAN PERSETUJUAN Sidang Terbuka

iv

MOTTO

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

vi


KATA PENGANTAR

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

ix

RIWAYAT HIDUP

x

DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR TABEL

xv


DAFTAR GAMBAR

xx

GLOSARI

xxv

DAFTAR SINGKATAN

lvi

ABSTRAK

lviii

ABSTRACT

lix


RINGKASAN

1x
lxviii

SUMMARY
BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

1

B.

Perumusan Masalah

7


C.

Orisinalitas

14

xiii

D.

E.

Tujuan Penelitian

25

1.

Tujuan Umum


25

2.

Tujuan Khusus

25

Manfaat Penelitian

26

1.

Manfaat Teoritis

26

2.


Manfaat Praktis

26

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.

Identifikasi Kebutuhan Alat Transportasi Global dan Nasional

27

B.

Kapal Niaga Menuju Era Green Ship

28

C.

Ballast Kapal, Kapasitas Tangki Ballast dan Dampak


32

Sebarannya
D.

Munculnya Spesies Asing Pada Berbagai Negara

37

E.

Air Ballast Kapal Niaga dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

57

F.

Konvensi Ballast Water Management (BWM) Tahun 2004


62

G.

Pencemaran Logam Berat

93

H.

Phytoplanton, Diatom, Dinoflagellata dan Mikroalga Penyebab

107

HAB (Harmful Algal Bloom)
I.

Saprobitas

117


J.

Analisis SWOT

124

K.

Coastal Sediment Cell Teluk Semarang

126

L.

Pengelolaan Air Ballast Kapal Niaga

127

xiv


BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP dan
HIPOTESIS
A.

Kerangka Teori

135

B.

Kerangka Konsep

139

C.

Hipotesis

144


BAB IV METODE PENELITIAN
A.

Tempat dan Waktu Penelitian

147

B.

Desain Penelitian

149

C.

Populasi dan Sampel

150

D.

Variabel Penelitian

158

E.

Materi Penelitian

174

F.

Teknik Pengumpulan Data

174

G.

Alur Penelitian

181

H.

Pengolahan dan Analisis Data

184

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Hasil Penelitian
1. Deskripsi PTES

199

2. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Pembuangan Air

207

Ballast Kapal Niaga di PTES
3. Kandungan Logam pada Air Ballast Kapal Niaga

218

4. Wawancara

231

5. Logam Berat Perairan PTES pada Musim Barat

235

xv

6. Plankton Perairan PTES pada Musim Barat

248

7. Plankton dalam air ballast kapal niaga di PTES

303

8. Arah dan Kecepatan Arus di Perairan PTES pada Musim

309

Barat
9. Model Sistem Dinamis
B.

333

Pembahasan
1. Korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam

341

air ballast kapal niaga terhadap perairan pelabuhan
2. Implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi

353

Ballast Water Management
3. Strategi yang dilakukan para pihak di pelabuhan Tanjung

358

Emas Semarang terhadap pengelolaan air ballast kapal niaga
4. Model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis

366

lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan

391

B. Saran

393

DAFTAR PUSTAKA

397

xvi

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.

Jadwal Standar D-1 dan D-2 untuk kapal

66

konvensi
Tabel 2.2.

Organisme Penyusun Kelompok Saprobitas

117

Tabel 2.3.

Nilai SI dan TSI dan Indikasinya di Perairan

119

Tabel 2.4.

Hubungan antara Koefisen Saprobik (X) dengan

120

Tingkat Pencemaran Perairan
Tabel 2.5.

Jadwal standar D1 dan D2 untuk kapal konvensi

129

Tabel 4.1.

Tabel Konseptual Variabel Pertama.

160

Tabel 4.2.

Tabel Konseptual Variabel Kedua

166

Tabel 4.3.

Kepatuhan awak kapal niaga terhadap peraturan

170

BWM
Tabel 4.4.

Tabel Definisi Operasional Variabel Pertama

171

Tabel 4.5.

Tabel Definisi Operasional Variabel Kedua.

172

Tabel 4.6.

Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian.

195

Tabel 4.7.

Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Hipotesa,

196

Metode,

Jenis

Data,

Parameter/Variabel

Penelitian dan Analisis Data.
Tabel 5.1.

Dokumen pokok kapal asing

206

Tabel 5.2.

Perbandingan sedimen permukaan (mg/kg) pada

247

perairan PTES dengan wilayah perairan lainnya

xvii

Tabel 5.3.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

249

pasang (individu/liter) bulan Oktober 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.4.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

250

surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat
dari genus di PTES
Tabel 5.5.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

258

pasang (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES.
Tabel 5.6.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

259

surut (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.7.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

267

pasang (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.8.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

268

surut (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.9.

Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air

276

di PTES saat pasang dari bulan Oktober–
Desember 2015 dengan kisaran optimum.
Tabel 5.10.

Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air
di PTES saat surut dari bulan Oktober–

xviii

277

Desember 2015 dengan kisaran optimum
Tabel 5.11.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat
pasang (individu/liter)

283

bulan Oktober 2015

dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.12.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

285

surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat
dari genus di PTES
Tabel 5.13.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

289

pasang (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.14.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

290

surut (individu/liter) bulan November 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.15.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

294

pasang (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.16.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

295

surut (individu/liter) bulan Desember 2015
dilihat dari genus di PTES
Tabel 5.17.

Komposisi dan kelimpahan phytoplankton pada
kapal niaga di PTES (individu/liter) bulan
Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari
genus

xix

303

Tabel 5.18.

Nilai TSI dan Spesies Pembentuk Saprobitas

304

phytoplankton di kapal niaga pada PTES (jumlah
individu/pengamatan)
Tabel 5.19.

Komposisi dan kelimpahan zooplankton pada
kapal niaga di PTES

305

(individu/liter) bulan

Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari
genus.
Tabel 5.20.

Jenis dan lokasi pengukuran di perairan Tanjung

310

Emas
Tabel 5.21.

Distribusi Kecepatan arus kedalaman rata-rata

323

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Tabel 5.22.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 1

323

(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016).
Tabel 5.23.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 2

324

(3,6-4,8 meter) Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016.
Tabel 5.24.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 3

325

(2,4-3,6 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Tabel 5.25.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 4
(1,2-2,4 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)

xx

326

Tabel 5.26.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 5

327

(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Tabel 5.27.

Korelasi antara phytoplankton dan zooplankton

341

di perairan PTES dengan phytoplankton dan
zooplankton dalam air ballast kapal niaga
Tabel 5.28.

Genus/spesies, asal kapal dan wilayah perairan

343

Tabel 5.29.

Korelasi antara logam berat pada perairan PTES

352

dengan air ballast kapal niaga
Tabel 5.30.

Analisis SWOT

361

Tabel 5.31.

Bobot kekuatan

364

Tabel 5.32.

Bobot kelemahan

364

Tabel 5.33.

Bobot dan skor peluang 1

364

Tabel 5.34.

Bobot dan skor peluang 2

365

Tabel 5.35.

Analisis Kebutuhan Pada Sistem Pengendalian

374

Air Ballast Kapal Niaga di PTES
Tabel 5.36.

Indeks polusi air ballast kapal niaga menurut
387

Palmer (1969)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.

Perhitungan kapasitas keluaran air ballast (David

34

et al., 2012)
Gambar 2.2.

Tipikal sistem ballast pada kapal tanker Suezmax

35

Gambar 2.3.

Tipikal sistem ballast pada kapal LNG

36

Gambar 2.4.

Alexandrium catenenella (Drake, 2009 & marine

40

spesies.org, 2014)
Gambar 2.5.

Chattonella cf. Verruculosa (Drake, 2009 &

41

europe-aliens.org, 2014)
Gambar 2.6.

Coscinodiscus wailessii (Drake, 2009 &

42

nordicmicroalgae.org, 2014
Gambar 2.7.

Odontella sinensis (Drake, 2009 &

43

nordicmicroalgae.org, 2014)
Gambar 2.8.

Undaria pinnatifida (Drake,2009 &

44

centreforsciencecommunication.com, 2014)
Gambar 2.9.

Neogobius melanostomus (Drake, 2009 &

46

invadingspecies.com, 2014)
Gambar 2.10.

Dikerogammarus villosus (Drake, 2009 & hydra-

47

institute.com, 2014)
Gambar 2.11.

Belut laut (Drake, 2009 & britishseafishing.co.uk,

49

2014)
Gambar 2.12.

Chinese mitten crab (May, 2007 & fmsea.org,

xxii

51

2014)
Gambar 2.13.

Nothern snakehead (May, 2007 &

52

invadingspecies.com, 2014)
Gambar 2.14.

Round goby (May, 2007 & nyis.info, 2014)

53

Gambar 2.15.

Kerang zebra (Drake, 2009 & santuary.org, 2014)

54

Gambar 2.16.

Organisme penyusun saprobitas oligosaprobik

122

(Liebmann, 1962)
Gambar 2.17.

Organisme penyusun saprobitas β-mesosaprobik

123

(Liebmann, 1962)
Gambar 2.18.

Organisme penyusun saprobitas polisaprobik

124

(Liebman, 1962)
Gambar 2.19.

Coastal Cell Teluk Semarang (Suripin, 2014)

126

Gambar 2.20.

Jenis teknologi pengolahan air ballast kapal niaga

131

(Waterboard, 2005)
Gambar 2.21.

Teknologi pengolahan air ballast kapal niaga
(Abu-Khader et al., 2011)

132

Gambar 3.1

Kerangka Teori

138

Gambar 3.2.

Bagan Kerangka Konsep

143

Gambar 4.1.

Stasiun Pengambilan Sampel

154

Gambar 4.2.

Alur Penelitian

181

Gambar 5.1.

Peta Pelabuhan Semarang (Landsat 8, 2014)

201

Gambar 5.2.

Struktur Organisasi Kantor Syahbandar Kelas I

203

Semarang.

xxiii

Gambar 5.3.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

208

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2009
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.4.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

208

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2009
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.5.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

209

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2010
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.6.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

210

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2010
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.7.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

211

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2011
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.8.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

212

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2011
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.9.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

213

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2012
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.10.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast
yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2012

xxiv

214

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.11.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

215

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2013
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.12.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

216

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2013
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.13.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

217

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2014
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)
Gambar 5.14.

DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

218

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2014
(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat).
Gambar 5.15.

DWT & Kapasitas Tangki Ballast Kapal yang

219

Diteliti
Gambar 5.16.

Konsentrasi Logam Pb dalam Tangki Ballast

221

Kapal Niaga
Gambar 5.17.

Konsentrasi Logam Cd dalam Tangki Ballast

223

Kapal Niaga
Gambar 5.18.

Konsentrasi Logam Cu dalam Tangki Ballast

225

Kapal Niaga
Gambar 5.19.

Konsentrasi Logam Zn dalam Tangki Ballast
Kapal Niaga.

xxv

226

Gambar 5.20.

Suhu dan pH air laut pada tangki ballast kapal

227

niaga di PTES
Gambar 5.21.

DO dan salinitas air laut pada tangki ballast kapal

228

niaga di PTES (Catatan DO pada kapal Sirimau
dan Bianiya tidak diambil)
Gambar 5.22.

Kandungan TSS air laut pada tangki ballast kapal

230

niaga di PTES (Catatan : nilai TSS pada Sirimau
686 mg/liter)
Gambar 5.23.

Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat

236

pasang di perairan PTES
Gambar 5.24.

Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat

236

surut di perairan PTES
Gambar 5.25.

Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat

237

pasang di perairan PTES.
Gambar 5.26.

Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat

237

surut di perairan PTES
Gambar 5.27.

Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat

238

pasang di perairan PTES.
Gambar 5.28.

Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat

239

pasang di perairan PTES
Gambar 5.29.

Konsentrasi rerata Zn (mg/liter) musim barat saat

240

pasang di perairan PTES.
Gambar 5.30.

Konsentrasi rerata Zn (mg/liter) musim barat saat

xxvi

240

surut di perairan PTES
Gambar 5.31.

Konsentrasi logam berat rata-rata pasang bulan

241

Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES
Gambar 5.32.

Konsentrasi logam berat rata-rata saat surut bulan

242

Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES
Gambar 5.33.

Konsentrasi logam berat rerata pada sedimen

243

bulan Oktober 2015 di PTES
Gambar 5.34.

Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan

244

November 2015 di PTES
Gambar 5.35.

Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan

245

Desember 2015 di PTES
Gambar 5.36.

Konsentrasi rata-rata logam berat sedimen bulan

246

Oktober-Desember 2015 di PTES
Gambar 5.37.

Komposisi tekstur sedimen setiap stasiun

246

Gambar 5.38.

Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

251

PTES saat pasang dan surut bulan Oktober 2015
Gambar 5.39.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

251

dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES

Gambar 5.40.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

252

dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES

Gambar 5.41.

Nilai SI dan TSI phytoplankton saat pasang bulan

xxvii

252

Oktober 2015 di PTES
Gambar 5.42.

Gambar 5.42. Nilai SI dan TSI phytoplankton saat

253

surut bulan Oktober 2015 di PTES.
Gambar 5.43.

Phytoplankton di perairan PTES di bulan Oktober

256

2015
Gambar 5.44

Zooplankton di perairan PTES di bulan Oktober

258

2015
Gambar 5.45.

Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

260

PTES saat pasang dan surut bulan November 2015
Gambar 5.46.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

260

dominansi(D) phytoplankton saat pasang bulan
November 2015 di PTES.
Gambar 5.47.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

261

dominansi(D) phytoplankton saat surut bulan
November 2015 di PTES
Gambar 5.48.

SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

261

November 2015 di PTES
Gambar 5.49.

SI & TSI phytoplankton saat surut bulan

262

November 2015 di PTES
Gamabar 5.50.

Phytoplankton di perairan PTES di bulan

265

November 2015
Gambar 5.51.

Zooplankton di perairan PTES di bulan November
2015

xxviii

266

Gambar 5.52.

Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

269

PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015
Gambar 5.53.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

269

dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan
surut (b) bulan Desember 2015 di PTES
Gambar 5.54.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

270

dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan
surut (b) bulan Desember 2015 di PTES
Gambar 5.55.

SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

270

Desember 2015 di PTES.
Gambar 5.56.

SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

271

Desember 2015 di PTES
Gambar 5.57.

Phytoplankton di perairan PTES di bulan

274

Desember 2015
Gambar 5.58.

Zooplankton di perairan PTES di bulan Desember

276

2015
Gambar 5.59.

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa

278

sounding pada tangki ballast kapal niaga
Gambar 5.60.

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa

280

overflow pada tangki ballast kapal niaga
Gambar 5.61.

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa
manhole pada tangki ballast kapal niaga

xxix

282

Gambar 5.62.

Kapal keruk yang sedang beroperasi pada alur

283

tengah kolam pelabuhan dan dekat dermaga
kontainer (Oktober & Desember 2015).
Gambar 5.63.

Histogram Kelimpahan Zooplankton saat pasang

286

dan surut bulan Oktober 2015 di PTES.
Gambar 5.64.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

287

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
Oktober 2015 di PTES
Gambar 5.65.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

287

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
Oktober 2015 di PTES
Gambar 5.66.

Histogram Kelimpahan zooplankton di perairan

291

PTES saat pasang dan surut bulan November
2015.
Gambar 5.67.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

291

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
November 2015 di PTES
Gambar 5.68.

Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

292

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
November 2015 di PTES
Gambar 5.69.

Histogram kelimpahan zooplankton di perairan

296

PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015
Gambar 5.70.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

xxx

296

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan
Desember 2015 di PTES
Gambar 5.71.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

297

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan
Desember 2015 di PTES
Gambar 5.72.

Nilai SI dan TSI di kapal niaga pada PTES

306

Gambar 5.73.

Phytoplankton dari air ballast pada tangki ballast

308

kapal niaga
Gambar 5.74.

Lokasi pengukuran di perairan Tanjung Emas

310

(Sumber: Google Earth, 2016)
Gambar 5.75.

Ilustrasi Pengukuran (Perekaman Data) Kecepatan

311

dan Arah Arus menggunakan ADCP Argonout
XR 1 (Sumber : User’s Manual, Sontek Argonaut
XR)
Gambar 5.76.

Grid Permodelan Arus

313

Gambar 5.77.

Proses pemasangan ADCP di kolam PTES (16

314

Januari 2016)
Gambar 5.78.

Profil Vertikal Kecepatan arus maksimum,

315

minimum dan rata-rata (tanggal 16 Januari 2016 –
19 Januari 2016).
Gambar 5.79.

Kecepatan arus kedalaman rata-rata (Tanggal 16

316

Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.80.

Kecepatan arus strata kedalaman 1 (4,8-6,0 meter)

xxxi

316

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.81.

Kecepatan arus strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)

317

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.
Gambar 5.82.

Kecepatan arus strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)

317

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.83.

Kecepatan arus strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)

318

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
Gambar 5.84.

Kecepatan arus strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)

318

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
Gambar 5.85.

Current rose kedalaman rata-rata (tanggal 16

320

Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.86.

Current rose strata kedalaman 1 (4,8-6,0 meter)

320

Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016
Gambar 5.87.

Current rose strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)

321

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.88.

Current rose strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)

321

Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.
Gambar 5.89.

Current rose strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)

322

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.90.

Current rose strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)

322

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)
Gambar 5.91.

Proses pelepasan ADCP di kolam PTES (19
Januari 2016)

xxxii

328

Gambar 5.92.

Scatter plot kecepatan arus kedalaman Rata-rata

328

(Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).
Gambar 5.93.

Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 1

329

(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016).
Gambar 5.94.

Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 2

329

(3,6-4,8 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Gambar 5.95.

Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 3

330

(2,4-3,6 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Gambar 5.96.

Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 4

330

(1,2-2,4 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Gambar 5.97.

Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 5

331

(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19
Januari 2016)
Gambar 5.98.

Model kecepatan dan arah arus pada kondisi

332

existing (pasang menuju surut)
Gambar 5.99.

Model kecepatan dan arah arus pada kondisi

333

existing (Surut menuju pasang)
Gambar 5.100.

Model dinamis pembuangan logam berat dari
kapal niaga ke PTES

xxxiii

335

Gambar 5.101.

Grafik penambahan logam Cu dari kapal niaga di

336

PTES selama 60 bulan.
Gambar 5.102.

Grafik penambahan logam Cd dari kapal niaga di

336

PTES selama 60 bulan.
Gambar 5.103.

Grafik penambahan logam Pb dari kapal niaga di

337

PTES selama 60 bulan.
Gambar 5.104.

Grafik penambahan logam Zn dari kapal niaga di

338

PTES selama 60 bulan.
Gambar 5.105.

Model dinamis plankton dari kapal niaga ke PTES

339

Gambar 5.106.

Grafik populasi zooplankton dari kapal niaga di

340

PTES selama 60 bulan
Gambar 5.107.

Grafik populasi phytoplankton dari kapal niaga di

341

PTES selama 60 bulan
Gambar 5.108.

Kapal niaga yang membuang air ballast ke kolam

342

PTES
Gambar 5.109.

Gyrosigma sp Hansall 1845

344

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/imageS)
Gambar 5.110.

Diatomea vulgare Bory (1824)

344

(sumber :
http://craticula.ncl.ac.uk/EADiatomKey/html)
Gambar 5.111.

Pinnularia tabellaria

345

(sumber : http://www.keweenawalga.htm)
Gambar 5.112.

Euglena acus ehrenberg (O.F.Mulller) (sumber:

xxxiv

345

http://www.algaebase.org)
Gambar 5. 113. Spirotanea condensata

346

(sumber :
http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/Galleries/USA1999)
Gambar 5.114.

Lyngbya (sumber : https://en.wikipedia.org)

347

Gambar 5.115.

Oscillatoria

347

(sumber : http://www.landcareresearch.co)
Gambar 5.116.

Gonatozygon

348

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.117.

Ankistrodesmus sp.

349

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.118.

Tatmemorus laevis

349

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)
Gambar 5.119.

Skeletonema sp. dan Thallassiosira sp.

350

(http://cfb.unh.edu/phycoke.page.html &
http://www.orhab.org/education.htm)
Gambar 5.120.

Chaetoceros sp., Ceratium sp., dan

351

Pseudonitzshia
Gambar 5.121.

Dinophysis sp., Pyrodinium, Nitzschia spp.

351

(http://oceandatacenter.ucsc.edu.html,
http://www.sms.si.edu.htm &
http://craticula.ncl.ac.uk.html)
Gambar 5.122.

Hasil rekapitulasi jawaban pertanyaan dari awak

xxxv

354

kapal 1
Gambar 5.123.

Hasil rekapitulasi jawaban pertanyaan dari awak

356

kapal 2
Gambar 5.124.

Rekapitulasi Jumlah Kapal DN dan LN di PTES

358

Gambar 5.125.

Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan

359

Air Ballast yang Dibuang Kapal Dalam Negeri
pada PTES (2009-2014)
Gambar 5.126.

Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan

360

Air Ballast yang Dibuang Kapal Luar Negeri pada
PTES (2009-2014)
Gambar 5.127.

Grafik SWOT analisis

365

Gambar 5.128.

Diagram input-output sistem pengelolaan air

376

ballast kapal niaga di PTES
Gambar 5.129.

Jumlah kapal niaga dari luar negeri ke PTES

377

tahun 2011 sd/ 20112
Gambar 5.130.

Jumlah kunjungan kapal niaga domestik ke PTES

378

tahun 2011 s/d 2012
Gambar 5.131.

Model eksisting pengelolaan air ballast kapal

379

niaga
Gambar 5.131.

Model pengelolaan air ballast kapal niaga di
PTES

xxxvi

389

GLOSARI
Active
Substance

: substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang beraksi umum atau khusus melawan organisme
akuatik berbahaya dan pathogen.

Administration

: pemerintah negara yang membawahi otoritas kapal
yang beroperasi. Perihal kapal yang berlayar dengan
bendera negara, administrasi adalah pemerintahan
negara. Pada platform terapung yang melaksanakan
eksplorasi dan eksploitasi di dasar laut, termasuk FSU
(Floating

Storage

Production

Unit)

Storage

dan

and

FPSO

(Floating

Offloading

Unit),

administrasi adalah pemerintahan dari negara pantai.
Air Ballast
(ballast water)

: air penyeimbang berat yang ada di bagian bawah
kapal besar (tanker) (Rokhmin Dahuri, 2003); air yang
diambil ke atas kapal untuk mengontrol trim, list,
draught, stabilitas atau stress kapal; air yang
ditempatkan

di

kapal

untuk

menaikkan

draft,

mengubah trim, mengatur stabilitas, atau menjaga
beban stress dalam batas yang diterima; termasuk
sedimen yang terakumulasi di tangki ballast dan palka
(National Research Council, 1996)
Anadromous

: spesies yang bertelur (bereproduksi) pada lingkungan
air tawar, tetapi menghabiskan kehidupan dewasanya

xxxvii

di lingkungan laut.
Autotropik

: organisme yang mampu melakukan fotosintesis
(tumbuhan)

Ballast Water

:

air ballast yang akan dibuang ke laut

Discharge
Ballast Water
Management

: proses mekanis, fisika, kimia dan biologi, baik sendiri
atau kombinasi, untuk mengeluarkan, mengurangi
bahaya

atau

pengeluaran

menghindari

pengambilan

atau

orgasnisma perairan yang berbahaya

dalam air Ballast dan sedimen
Dilution method

: proses penggantian air ballast dengan pengisian dari
puncak tangki ballast dengan aliran yang sama dengan
pengeluaran dari dasar dan dijaga pada level yang
konstan melalui sistem pertukaran ballast.

Flow through
method

: proses pergantian air ballast dengan pemompaan ke
tangki ballast untuk membawa air ballast, sehingga air
mengalir melalui pipa overflow dan susunan lainnya.

Ballast Water

: dokumen yang merujuk regulasi B-1 dari Konvensi

Management

yang menguraikan proses manajemen air ballast dan

Plan

implementasi prosedur di setiap kapal.

Ballast Water
Tank

: setiap tangki, palka atau ruangan yang digunakan
untuk membawa air ballast seperti dinyatakan pada
Artikel 1 dari Konvensi.

xxxviii

Ballast Water

: peralatan dengan proses mekanis, fisik, kimia atau

Treatment

biologi baik secara sendiri atau kombinasi untuk

Equipment

mengeluarkan bahaya atau menghindari pengambilan
atau pengeluaran organisme akuatik berbahaya dan
pathogen dalam air ballast dan sedimen. Peralatan
pengolahan

air

ballast

dapat

beroperasi

pada

pengambilan atau pengeluaran air ballast, selama
pelayaran atau kombinasi keduanya.
Biocontrol

:

mengacu pelepasan satu spesies untuk mengontrol
yang lain

Biogeographic
region

: wilayah natural besar yang didefinisikan sebagai
karakteristik fisiografik dan biologi dimana spesies
hewan dan tanaman yang menunjukkan kemiripan.
Tidak terdapat garis batas tetapi lebih atau sedkit
dinyatakan dengan zona transisi.

Bioinvansi

: terminology yang luas mengacu baik pada introduksi
dengan

bantuan

manusia

dan

ekspansi

dalam

jangkauan alami
BWMS (Ballast

: sistem yang memproses air ballast yang sesuai atau

Water

melebihi standar kinerja air ballast sesuai regulasi D-

Management

2. BWMS termasuk peralatan pengolahan, kontrol,

System)

monitoring dan fasilitas sampling.

Catadromous

: spesies yang bertelur (bereproduksi) pada lingkungan

xxxix

laut, tetapi menghabiskan kehidupan dewasanya pada
lingkungan air tawar.
Certificate

: sertifikat Rancangan Manajemen Air Ballast.

Committee

: Marine Environment Protection Committee dari
Organisasi.

Comprehensive

: terdapat

nilai

yang

luas,

termasuk

ekonomi,

lingkungan, social dan budaya, dipertimbangkan saat
penilaian resiko dan membuat rekomendasi.
Consistency

: pengujian resiko mencapia level tertinggi yang
seragam dari kinerja yang menggunakan proses umum
dan metodologi.

Continous

: Setiap model resiko yang setiap periode dikaji secara

improvement
Control

mutakhir.
: merujuk pada peralatan instalasi yang diperlukan

equipment

untuk pengoperasian dan pengontrolan peralatan
pengolahan air ballast.

Convention

:

konvensi

internasional

pada

pengontrolan

dan

manajemen air ballast kapal dan sedimen.
Cryptogenic

: spesies yang tidak diketahui asalnya, yaitu spesies
yang tidak dapat menunjukkan asli atau masuk ke
wilayah.

Dasar keilmuan

: penilaian resiko berdasarkan informasi terbaik yang
dikumpulkan dan dianalisa menggunakan metode

xl

keilmuan.
Deballasting

: proses pengambilan air laut ke dalam tangki ballast
kapal saat kapal di pelabuhan atau di laut, proses ini
dilakukan saat kapal melakukan pemuatan kargo.

Donor port

: pelabuhan atau lokasi dimana air ballast diambil.

DWT (Dead

: berat dari muatan, bahan bakar, minyak pelumas, air

Weight Ton)

tawar, air ballast, perbekalan, penumpang dan ABK
(Anak Buah Kapal) atau berat keseluruhan kapal
dalam keadaan muatan penuh dan siap berlayar
dikurangi berat kapal kosong termasuk mesin,
permesinan dan perpipaan.

Efektifitas

: penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko yang
diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi yang
tepat; penilaian resiko yang secara akurat mengukur
resiko untuk memperoleh level tertentu dari proteksi.

Eukaryotic

: organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.

Euryhaline

: spesies yang hidup pada salinitas yang luas

Eurythermal

: spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas

Freshwater

: air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical
Salinity Unit)

Gross Tonnage

: perhitungan volume semua ruang yang terletak di
bawah geladak kapal ditambah dengan volume
ruangan tertutup yang terletak di atas geladak dengan

xli

isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang
terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).
Harmful aquatic

: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut

organisms and

termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat

pathogens

membahayakan
kepemilikan

lingkungan,
atau

sumber

kesehatan
alam,

manusia,
merusak

keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan
yang terdapat pada daerah.
Heterotropik

: organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam
melakukan fotosintesis

Keluaran Air

: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.

Ballast
Komprehensif

: aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,
social

dan budaya

yang dipertimbangkan

saat

penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi
Konsistensi

: penggunaan metodologi dan proses yang umum pada
penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat
tinggi.

Land-based
testing

: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik
peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji
yang tertambat atau kapal uji,menurut bagian 2 dan 3
dari Annex pada panduan, memastikan bahwa BWMS
sesuai standar regulai D-2.

xlii

Manajemen

: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana

resiko

resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang
harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko yang
dapat diterima.

Marine Water

: air dengan salinitas lebih dari 30 PSU.

Minimum

: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran

dimensions

badan organisme dengan mengabaikan ukuran tulang
belakang, flagella atau antena.

Mixotrophic

: organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun
juga melakukan pemangsaan unutk

pemenuhan

energinya.
Monitoring

: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian

equipment .

efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.

Non-Indigenous

: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah

Species

dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia
atau dibawa melalui proses alami.

Open ocean

:

laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.

atau mid ocean
Organisme
fouling

: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan
rumput laut, yang menempel pada substrat yang dibuat
manusia, seperi dermaga, pelampung navigasi, dan
bagian lunas kapal.

Organization

: International Maritime Organization.

xliii

Persiapan

: formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih
substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminologi ini
termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk
keperluan Ballast Water Management dan setiap
bahan kimia yang terdapat pada sistem Ballast Water
Management yang menggunakan substansi aktif
sesuai dengan Konvensi

Relevant
Chemical

: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama
dan setelah penggunaaan Ballast Water Management
System pada air ballast atau dalam penerimaan
lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,
lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.

Substansi Aktif

: materi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang mempunyai aksi umum atau khusus terhadap
organisme perairan berbahaya dan pathogen.

Pathway

: vektor, kegunaan (alasan mengapa spesies berpindah),
dan rute (koridor geografis dari titik A ke titik B).

Pencegahan

: penilaian resiko bersama dengan pencegahan saat
pembuatan asumsi, dan rekomendasi, pertimbangan
pada

ketidakpastian,

ketidakhandalan

dan

ketidakcukupan informasi.
Pengembangan
lanjut

: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan
diperbarui

dengan

xliv

memperhitungkan

pengertian

lanjutan.
Precautionary

: penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan
saat membuat asumsi dan membuat rekomendasi,
dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,
dan ketidakcukupan informasi.

Recipient port

: pelabuhan atau lokasi dimana air ballast dikeluarkan.

Risk

: skenario resiko rendah tetap ada, tetapi resiko nol

management

dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus
diatur dengan penentuan level resiko yang dapat
diterima pada tiap kejadian.

Sampling
facilities

: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.
Sampling facilities merujuk pada sistem yang
tersedia untuk sampling pada air ballast yang diolah
dan tidak diolah yang diperlukan pada panduan dan
pada “G2 (panduan sampling air ballast)” yang
dikembangkan Organisasi.

Sampling point

: dimana pipa air ballast dimana sampel diambil.

Science based

: penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik
yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa
menggunakan metode keilmuan.

Secretary

: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.

General
Sediments

: sesuatu yang bermasalah yang dikeluarkan dari

xlv

kapal.
Sequential
method

: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast
dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi
kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling
sedikit 95% pertukaran volumetrik.

Ship

: kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada
lingkungan perairaan termasuk kapal selam, rakit
mengambang, platform mengambang, FSU dan
FPSO.

Shipboard
testing

: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi
BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian
2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah
sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.

Spesies
introduksi

: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara
sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis
tidak terdapat, sekarang bereproduksi.

Stress

: gaya

yang

bekerja

pada

badan

kapal

yang

menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang
dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.
Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya
apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh
angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air
Substansi aktif

: substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur

xlvi

yang secara umum dan khusus membahayakan
organisme akuatik dan pathogen
Target species

: spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang
sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,
kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam
yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau
wilayah biogeografik.

Trim

: perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft
belakang di buritan atau sudut kemiringan kapal
secara membujur.

Transparansi

: alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang
direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah
yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia
pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang
mendukung tindakan yang direkomendasikan oleh
penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan
konsekuensi

kemungkinan

untuk

rekomendasi),

secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk
pembuat-keputusan.
Ukuran kapal
niaga

: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499
GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000 s/d
59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT) (Equasis,
2011)

xlvii

Vektor

: sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa. Air
ballast, pelampung kapal, dan perpindahan tiram
secara komersial adalah contoh vektor.

Viable
organisms

: organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.

Efektivitas

: penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko
yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi
yang tepat; penilaian resiko yang secara akurat
mengukur resiko untuk memperoleh level tertentu
dari proteksi.

Eukaryotic

: organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.

Eurhaline

: spesies yang hidup pada salinitas yang luas

Eurythermal

: spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas

Freshwater

: air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical
Salinity Unit)

Gross Tonnage

: perhitungan volume semua ruang yang terletak di
bawah geladak kapal ditambah dengan volume
ruangan tertutup yang terletak di atas geladak dengan
isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang
terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).

Harmful aquatic

: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut

organisms and

termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat

pathogens

membahayakan

lingkungan,

xlviii

kesehatan

manusia,

kepemilikan

atau

sumber

alam,

merusak

keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan
yang terdapat pada daerah.
Heterotropik

: organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam
melakukan fotosintesis

Keluaran Air

: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.

Ballast
Komprehensif

: aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,
sosial dan budaya yang dipertimbangkan saat
penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi

Konsistensi

: penggunaan metodologi dan proses yang umum pada
penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat
tinggi.

Land-based
testing

: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik
peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji
yang tertambat atau kapal uji, menurut bagian 2 dan 3
dari Annex pada panduan, memastikan bahwa
BWMS sesuai standar regulai D-2.

Manajemen
resiko

: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana
resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang
harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko
yang dapat diterima.

Marine Water

: air dengan salinitas lebih dari 30 PSU.

xlix

Minimum
dimensions

: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran
badan organism dengan mengabaikan ukuran tulang
belakang, flagella atau antenna.

Mixotrophic

: organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun
juga melakukan pemangsaan unutk pemenuhan
energinya.

Monitoring

: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian

equipment

efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.

Non-Indigenous
Species

: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah
dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia
atau dibawa melalui proses alami.

Open ocean

: laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.

atau mid ocean
Organisme
fouling

: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan
rumput laut, yang menempel pada substrat yang
dibuat manusia, seperti dermaga, pelampung navigasi,
dan bagian lunas kapal.

Organization

: International Maritime Organization.

Persiapan

: formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih
substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminology ini
termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk
keperluan Ballast Water Management dan setiap
bahan kimia yang terdapat pada sistem Ballast Water

l

Management yang menggunakan substansi aktif
sesuai dengan Konvensi
Relevant

: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama

chemical

dan setelah penggunaaan Ballast Water Management
System pada air ballast atau dalam penerimaan
lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,
lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.

Pathway

: vektor,

kegunaan

(alasan

mengapa

spesies

berpindah), dan rute (koridor geografis dari titik A ke
titik B).
Pencegahan

: bahwa penilaian resiko bersama dengan pencegahan
saat

pembuatan

asumsi,

dan

rekomendasi,

pertimbangan pada ketidakpastian, ketidakhandalan
dan ketidakcukupan informasi.
Pengembangan
lanjut

: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan
diperbarui

dengan

memperhitungkan

pengertian

lanjutan.
Precautionary

: penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan
saat membuat asumsi

dan membuat rekomendasi,

dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,
dan ketidakcukupan informasi.
Risk

: skenario resiko rendah tetap ada, tetapi resiko nol

li

management

dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus
diatur dengan penentuan level resiko yang dapat
diterima pada tiap kejadian.

Sampling
facilities

: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.
Sampling facilities merujuk pada sistem yang tersedia
untuk sampling pada air ballast yang diolah dan tidak
diolah yang diperlukan pada panduan dan pada “G2
(panduan sampling air ballast)” yang dikembangkan
Organisasi.

Sampling point

: tempat dimana pipa air ballast dimana sampel
diambil.

Science based

: penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik
yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa
menggunakan metode keilmuan.

Secretary

: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.

General
Sediments

: sesuatu yang bermasalah yang dikeluarkan dari kapal.

Sequential

: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast

method

dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi
kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling
sedikit 95% pertukaran volumetrik.

Ship

: kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada
lingkungan perairan termasuk kapal selam, rakit

lii

mengambang, platform mengambang, FSU dan
FPSO.
Shipboard
testing

: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi
BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian
2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah
sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.

Spesies
introduksi

: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara
sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis
tidak terdapat, sekarang bereproduksi.

Stress

: gaya

yang

bekerja

pada

badan

kapal

yang

menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang
dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.
Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya
apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh
angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air
Substansi aktif

: substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur
yang secara umum dan khusus membahayakan
organisme akuatik dan pathogen

Target species

: spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang
sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,
kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam
yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau
wilayah biogeografik.

liii

Trim

: perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft
belakang di buritan atau sudut kemirngan kapal
secara membujur.

Transparansi

: alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang
direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah
yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia
pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang
mendukung tindakaan yang direkomendasikan oleh
penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan
konsekuensi kemungkinan untuk rekomendasi),
secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk
pembuat-keputusan.

TRC (Treatment

: kapasitas kontinyu maksimum yang dinyatakan

Rated Capacity)

m3/jam untuk pemenuhan tipe BWMS. Dinyatakan
dengan jumla air ballast yang dapat diolah setiap
unit waktu sesuai standar regulasi D-2 BWMS.

Ukuran kapal
niaga

: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499
GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000
s/d 59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT)
(Equasis, 2011)

Vektor

: sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa.
Air Ballast, lampung kapal, dan perpindahan tiram
secara komersial adalah contoh vektor.

liv

Viable organisms

: organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.

Upwelling

: fenomena dimana air laut yang lebih dingin dan
bermassa jenis lebih besar dari dasar laut bergerak
ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.

Manifold

: sekumpulan katup yang dideretkan untuk mengatur
aliran masuk fluida ke header dan separator yang
dikehendaki. Bila di kapal tangki manifold adalah
pipa yang melintang dari kiri ke kanan, tempat
fluida cairan yang dapat dimasukkan dari/ke tangki
kargo dari/menuju terminal muat.

Reducer

: Pipa yang lebih kecil, sambungan yang lebih kecil
yang berhubungan dengan terminal muatan.

Mooring

: Sistem yang berfungsi untuk menempatkan kapal
pada posisi tetap yang dikehendaki baik kapal
sedang membuang sauh atau pada saat sandar di
pelabuhan.

Overflow

: Tumpahan atau lebihan

Pipa overflow

: Pipa udara yang menghubungkan antara tangki
dengan udara luar, berfungsi mengeluarkan cairan
dari dalam tangki bila sudah penuh atau sebagai
ventilasi udara.

Pipa sounding

: Pipa yang digunakan untuk tempat masuknya
sounding meter pada tangki di bagian geladak kapal

lv

sehingga kru kapal dapat mengetahui volume tangki
tersebut.
Sloshing

: Pergerakan cairan di dalam tangki yang diakibatkan
oleh gaya-gaya dari luar kapal yang mempengaruhi
stabilitas kapal.

Anthropogenik

: sumber pencemaran yang tidak alami timbul karena
ada pengaruh atau campur tangan manusia atau
aktifitas manusia

Aerobik

: Kondisi terdapat udara, dikaitkan dengan mikroba
yaitu kondisi dimana memerlukan oksigen sebagai
aseptor elektron.

Anaerobik

: Kondisi tidak terdapat udara, dikaitkan dengan
mikroba yaitu kondisi dimana tidak memerlukan
oksigen sebagai aseptor elektron.

Aluvial

: jenis tanah yang terbentuk karena endapan, daerah
endapan terjadi di sungai, danau yang berada di
dataran rendah, ataupun cekungan yang memungkin
kan terjadinya endapan.

lvi

DAFTAR SINGKATAN
IMO

: International Maritime Organization

IMCO

: Inter Govermental Maritime Consultative Organization

MEPC
SOLAS
NPDES
EPA
CWA
EEZ
NISA
CSA
AQIS

:
:
:
:
:
:
:
:
:

USCG
DNV
BBTKL-PPM

: United States Coast Guard
: Det Norse Veritas
: Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan-Perlindungan
Penyakit Menular
: Total Dissolved Solid
: Total Suspended Solid
: Chemical Oxygen Demand
: Mid Ocean Exchange
: Dead Weight Ton
: Water Science and Technology Board
: Ballast Water Management System
: Quality Management Plan
: Quality Assurance Project Plan
: Marine Safety Data Sheet
: Port State Control
: Pelabuhan Indonesia
: Pelayaran Nasional Indonesia
: West Central Pasific
: Marine Inspector
: Port State Control Officer
: Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
: Kapal Motor
: Banjir Kanal Timur
: Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
: Perseroan Terbatas Pelabuhan Indonesia
: Gross Register Tonnage

TDS
TSS
COD
MOE
DWT
WS&TB
BWMS
QMP
QAPP
MSDS
PSC
Pelindo
Pelni
WCP
MI
PSCO
PTES
KM
BKT
KSOP
PT Pelindo
GRT

Marine Environment Protection Commitee
Safety of Life at Sea
National Pollution Discharge Elimination System
Environmental Protection Agency
Clean Water Act
Exclusive Economic Zone
National Invasive Species Act
Canada Shipping Act
the Australia Quarantine Shipping and Inspection Service

lvii

NIMSPSP

: National Introduction Marine Species Survey Programme in
Special Ports

lviii

ABSTRAK
A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analisis Pengelolaan Air Ballast Kapal
Niaga Berbasis Lingkungan Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (Azis
Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)
Kapal niaga di dalam pengoperasiannya mempergunakan air laut yang disimpan
dalam tangki ballast untuk menjaga stabilitas kapal tersebut. Pada saat muatan
kosong maka kapal niaga akan mengambil air laut dari pelabuhan asal dan akan
mengeluarkan air laut dari tangki ballastnya di perairan pelabuhan berikutnya saat
melakukan kegiatan pemuatan. Pembuangan air ballast telah menimbulkan
dampak buruk bagi ekosistem perairan, ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk
(1) menganalisis korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air
ballast kapal niaga dengan perairan PTES, (2) mendeskripsikan implementasi
awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water Management, (3)
menganalisis strategi yang dilakukan para pihak di PTES dalam pengelolaan air
ballast kapal niaga, (4) mengembangkan model pengelolaan air ballast kapal
niaga berbasis lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif analitik
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin dan
mendalam tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Hasil penelitian
menujukkan terdapat korelasi positif phytoplankton,zooplankton dan logam berat
pada air ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat
pada perairan PTES. Pertukaran air ballast kapal di laut sesuai standar D1 hanya
dilakukan oleh sedikit awak kapal baik dari mahasiswa yang telah praktek
berlayar maupun Perwira Siswa dengan nilai sebesar 14,8%. Strategi yang
dilakukan pihak regulator yaitu Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung
Emas yaitu dengan melakukan peningkatan kekuatan dan mengurangi ancaman.
Model pengelolaan air ballast yang dapat dilakukan oleh pengelola pelabuhan
dalam hal ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yaitu menyediakan tangki
penampungan air ballast dari kapal niaga yang selanjutnya dilakukan pengolahan
oleh Pelindo III dengan kapasitas sebesar 51.090 m3 per bulan atau 81.744 kL per
bulan. Pihak regulator bersama pihak terkait perlu melakukan upaya penelitian
dan pengawasan terhadap kapal niaga dalam negeri terhadap kepatuhan
pelaksanaan aturan Ballast Water Management, penelitian alat pengolah air
ballast bagi kapal niaga dalam negeri yang efektif dan sesuai dengan kondisi
perairan tropis, kerjasama dengan pihak Balai Karantina dalam pengawasan air
ballast bagi kapal niaga.

Kata kata kunci :

air ballast kapal niaga, pertukaran air ballast, Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang

lix

ABSTRACT

A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analysis of Management for Ballast
Water of Commercial Vessels Based on Environment in Tanjung Emas Port,
Semarang (Azis Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)

Commercial vessels in operation is using sea water stored in the ballast tanks to
maintain stability of the ship. At the time of the empty cargo on commercial
vessels would take sea water from the departure port and will disharge sea water
from the ballast water tank to the next port when performing loading activities.
Ballast water discharge has a dam