Pertumbuhan Berbagai Umur Sumber Bahan Tanam Bud Set Tebu (Saccharum officinarum L.) Dengan Konsentrasi NAA yang Berbeda
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber
karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga terus meningkat seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun peningkatan konsumsi gula belum
dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Hal tersebut terbukti pada tahun
2014 produksi gula hanya mencapai 2.575.39 ton dengan luas wilayah 470.940
Ha. Penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri adalah berkurangnya luasan
areal tebu, teknik penyiapan bibit masih terlambat serta kualitas bibit yang rendah
(BPS, 2016).
Secara vegetatif tanaman tebu diperbanyak dengan cara stek batang atau
dikenal sebagai bibit bagal. Kebutuhan bahan tanam berupa stek batang dengan 23 mata tunas sekitar 6-8 ton bibit tebu per ha (Aldhita, 2015). Metode
konvensional tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu pembibitan yang
dibutuhkan lebih lama, serta membutuhkan lahan pembibitan yang luas dan bibit
yang dihasilkan relatif tidak seragam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
maka pembibitan tebu dengan metode bud set planting dapat digunakan dalam
pembibitan tebu (Sholikhah dan Imam, 2015).
Benih mata ruas tunggal (bud set) adalah
teknologi percepatan
pembibitan tebu yang berasal dari batang dengan panjang lebih kurang 10 cm
yang terdiri dari satu mata tunas yang sehat dan berada di tengah dua ruas
(Hunsigi, 2001). Bud
set planting memiliki beberapa tujuan yaitu: a. dapat
menghemat kebun pembibitan, b. bibit yang ditanam mempunyai keseragaman
pertumbuhan di lapangan, c. diharapkan dihasilkan bibit lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
Metode pemotongan bagal untuk bud set dapat dilakukan dengan cara
manual yaitu dengan gergaji maupun dengan cara mekanis yaitu dengan mesin
pemotong (Sholikhah dan Imam, 2015).
Jain et al (2010) melaporkan bahwa penggunaan bud chips sebagai bibit
langsung di lapangan menyebabkan rendahnya pertumbuhan bibit di lapangan
karena terbatasnya cadangan makanan dalam bibit. Penggunaan bibit tebu yang
berasal dari mata ruas tunggal (bud set) untuk meningkatkan cadangan makan
bibit.
Salah satu perkebunan penghasil tebu yang juga produsen gula bagi
Indonesia adalah PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yang menggunakan
metode bud set pada pembibitannya untuk meningkatkan produksi tebu.
Biasanya bahan tanaman untuk bud set yang digunakan adalah bahan
tanam berumur 6 bulan dengan pertimbangan pada umur tersebut jumlah mata
tunas dianggap memadai dan daya tumbuhnya optimal karena masih muda atau
meristematis sehingga masih aktif dalam pembentukan tunas. Tetapi kendala
teknis di lapangan seperti lahan di lapangan belum siap, kendala transportasi dan
kurangnya tenaga kerja untuk menanam bud set sehingga dipertimbangkan untuk
menggunakan bibit berumur 6,7 dan 8 bulan.
Pembibitan tebu dengan metode bud set memiliki kendala yaitu
pertumbuhan akar dan tunas yang tidak seragam dan agak lambat serta
pertumbuhan anakannya masih sedikit.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit dengan
teknik bud set adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Auksin merupakan salah
satu ZPT yang berperan penting pada proses pertumbuhan dan perkembangan
Universitas Sumatera Utara
suatu tanaman. ZPT IBA dan NAA termasuk golongan auksin. NAA merupakan
auksin sintetis yang banyak digunakan untuk merangsang perakaran. Penggunaan
zat pengatur tumbuh ini menyebabkan pembentukan akar lebih cepat dan panjang,
membentuk suatu sistem perakaran yang kuat, kompak, dan menyerabut
(Rahardiyanti, 2005).
NAA adalah jenis auksin yang digunakan untuk menstimulasi produksi
akar adventif dari stek. NAA memiliki sifat yang lebih stabil karena tidak mudah
terurai oleh enzim yang dikeluarkan tanaman atau pemanasan dalam proses
sterilisasi medium (Sobardini et al, 2006). Selain itu NAA memiliki mobilitas
yang rendah di dalam tanaman dan bekerja dalam kisaran konsentrasi yang sempit
(Kusumo, 1984).
Pemberian NAA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dan lama
perendaman 30 menit menghasilkan panjang akar yang lebih panjang, pada
tingkat konsentrasi 200 ppm dengan lama perendaman 20 menit menghasilkan
bobot kering akar bibit nenas yang lebih besar. Konsentrasi NAA 100 ppm dapat
meningatkan presentase hidup bibit, panjang daun, dan tinggi bibit nenas
sedangkan
jumlah
akar
terbanyak
pada
konsentrasi
NAA
200
ppm
(Marzuki et al, 2008).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan NAA sebagai ZPT
untuk merangsang pertumbuhan tunas dan akar pada keragaman umur pembibitan
bahan tanaman tebu yang berasal dari mata ruas tunggal (bud set).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pertumbuhan
berbagai tingkat umur bahan tanam bud set tebu (Saccharum officinarum L.)
terhadap pemberian berbagai konsentrasi NAA.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan nyata pertumbuhan berbagai umur sumber bahan tanam
tebu dengan pemberian konsentrasi NAA dan interaksi antaranya keduanya.
Kegunaan Penelitian
Untuk melengkapi data penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat
untuk melaksanakan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara
Latar Belakang
Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber
karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga terus meningkat seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun peningkatan konsumsi gula belum
dapat diimbangi oleh produksi gula dalam negeri. Hal tersebut terbukti pada tahun
2014 produksi gula hanya mencapai 2.575.39 ton dengan luas wilayah 470.940
Ha. Penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri adalah berkurangnya luasan
areal tebu, teknik penyiapan bibit masih terlambat serta kualitas bibit yang rendah
(BPS, 2016).
Secara vegetatif tanaman tebu diperbanyak dengan cara stek batang atau
dikenal sebagai bibit bagal. Kebutuhan bahan tanam berupa stek batang dengan 23 mata tunas sekitar 6-8 ton bibit tebu per ha (Aldhita, 2015). Metode
konvensional tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu pembibitan yang
dibutuhkan lebih lama, serta membutuhkan lahan pembibitan yang luas dan bibit
yang dihasilkan relatif tidak seragam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
maka pembibitan tebu dengan metode bud set planting dapat digunakan dalam
pembibitan tebu (Sholikhah dan Imam, 2015).
Benih mata ruas tunggal (bud set) adalah
teknologi percepatan
pembibitan tebu yang berasal dari batang dengan panjang lebih kurang 10 cm
yang terdiri dari satu mata tunas yang sehat dan berada di tengah dua ruas
(Hunsigi, 2001). Bud
set planting memiliki beberapa tujuan yaitu: a. dapat
menghemat kebun pembibitan, b. bibit yang ditanam mempunyai keseragaman
pertumbuhan di lapangan, c. diharapkan dihasilkan bibit lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
Metode pemotongan bagal untuk bud set dapat dilakukan dengan cara
manual yaitu dengan gergaji maupun dengan cara mekanis yaitu dengan mesin
pemotong (Sholikhah dan Imam, 2015).
Jain et al (2010) melaporkan bahwa penggunaan bud chips sebagai bibit
langsung di lapangan menyebabkan rendahnya pertumbuhan bibit di lapangan
karena terbatasnya cadangan makanan dalam bibit. Penggunaan bibit tebu yang
berasal dari mata ruas tunggal (bud set) untuk meningkatkan cadangan makan
bibit.
Salah satu perkebunan penghasil tebu yang juga produsen gula bagi
Indonesia adalah PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yang menggunakan
metode bud set pada pembibitannya untuk meningkatkan produksi tebu.
Biasanya bahan tanaman untuk bud set yang digunakan adalah bahan
tanam berumur 6 bulan dengan pertimbangan pada umur tersebut jumlah mata
tunas dianggap memadai dan daya tumbuhnya optimal karena masih muda atau
meristematis sehingga masih aktif dalam pembentukan tunas. Tetapi kendala
teknis di lapangan seperti lahan di lapangan belum siap, kendala transportasi dan
kurangnya tenaga kerja untuk menanam bud set sehingga dipertimbangkan untuk
menggunakan bibit berumur 6,7 dan 8 bulan.
Pembibitan tebu dengan metode bud set memiliki kendala yaitu
pertumbuhan akar dan tunas yang tidak seragam dan agak lambat serta
pertumbuhan anakannya masih sedikit.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit dengan
teknik bud set adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Auksin merupakan salah
satu ZPT yang berperan penting pada proses pertumbuhan dan perkembangan
Universitas Sumatera Utara
suatu tanaman. ZPT IBA dan NAA termasuk golongan auksin. NAA merupakan
auksin sintetis yang banyak digunakan untuk merangsang perakaran. Penggunaan
zat pengatur tumbuh ini menyebabkan pembentukan akar lebih cepat dan panjang,
membentuk suatu sistem perakaran yang kuat, kompak, dan menyerabut
(Rahardiyanti, 2005).
NAA adalah jenis auksin yang digunakan untuk menstimulasi produksi
akar adventif dari stek. NAA memiliki sifat yang lebih stabil karena tidak mudah
terurai oleh enzim yang dikeluarkan tanaman atau pemanasan dalam proses
sterilisasi medium (Sobardini et al, 2006). Selain itu NAA memiliki mobilitas
yang rendah di dalam tanaman dan bekerja dalam kisaran konsentrasi yang sempit
(Kusumo, 1984).
Pemberian NAA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dan lama
perendaman 30 menit menghasilkan panjang akar yang lebih panjang, pada
tingkat konsentrasi 200 ppm dengan lama perendaman 20 menit menghasilkan
bobot kering akar bibit nenas yang lebih besar. Konsentrasi NAA 100 ppm dapat
meningatkan presentase hidup bibit, panjang daun, dan tinggi bibit nenas
sedangkan
jumlah
akar
terbanyak
pada
konsentrasi
NAA
200
ppm
(Marzuki et al, 2008).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan NAA sebagai ZPT
untuk merangsang pertumbuhan tunas dan akar pada keragaman umur pembibitan
bahan tanaman tebu yang berasal dari mata ruas tunggal (bud set).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pertumbuhan
berbagai tingkat umur bahan tanam bud set tebu (Saccharum officinarum L.)
terhadap pemberian berbagai konsentrasi NAA.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan nyata pertumbuhan berbagai umur sumber bahan tanam
tebu dengan pemberian konsentrasi NAA dan interaksi antaranya keduanya.
Kegunaan Penelitian
Untuk melengkapi data penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat
untuk melaksanakan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara