Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Salatiga - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

STUDI KELAYAKAN INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA
KOTA SALATIGA
Nasrullah*)
ABSTRACT
Salatiga’s Faecal Sludge Treatment Installation is used for the treatment of faecal sludge which
is collected from the septic tank before it’s discarded to the environment. The purpose is to
improve the municipal sanitation health condition. Based on the local health department of
Salatiga in 2005, 79% Salatiga’s resident has using septic tank facilities. The Faecal Sludge
3
Treatment was planned for the next 20 years with the capacity of 6 m /day and supported by
stabilization system basin. The feasibility study is conducted to determine weather the Faecal
Sludge Treatment Installation is suitable or not. Some aspects such as financial, social,
economics and technical aspect are important to be considered. The investment cost to
establish this installation is IDR 722.207.600 (tax included). From the investment planning
evaluation report, FSTI is not supported financially because the period payback had
unreachable to the end of planning session, the internal rate of return hadn’t achieved to the
lowest rate of interest and the benefit cost ratio is lower than 1 which is 0,98. However the FSTI
still can be operated because the other aspects are still support the FSTI construction plan,
which is technical, social, economic and regulation aspects.
Key words: Faecal sludge, stabilization basin, environmental sanitation, draining.


LATAR BELAKANG
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
setiap hari manusia membuang kotoran dari
tubuhnya dan setiap hari pula manusia
mandi, mencuci pakaian, peralatan dapur
dan peralatan makan dan minum yang
mengandung sisa-sisa makanan. Dengan
kata lain, manusia menghasilkan limbah
rumah tangga (domestic waste water) setiap
hari. Lalu timbul pertanyaan, kemana semua
air limbah tersebut dibuang?
Membuang limbah secara langsung ke
badan air penerima dapat menimbulkan
pencemaran dan ancaman penyakit menular,
karena alam tidak dapat segera menyerap
dan menetralkannya. Hal ini dikarenakan
jumlah limbah yang diserap dan dinetralkan
lebih rendah daripada jumlah yang dibuang
dalam kurun waktu yang sama. Lama
kelamaan tingkat pencemaran yang terjadi

semakin
tinggi,
sedangkan
untuk
membangun instalasi pengolahan air limbah
diperlukan biaya yang besar.
Kota Salatiga dengan luas wilayah
5.678, 11 ha terbagi atas 4 kecamatan
dengan kepadatan penduduk bersih 48
jiwa/ha dan jumlah penduduk total sebanyak
146.420 jiwa (BPS, 2005). Penduduk Kota
Salatiga belum menyebar secara merata di
seluruh wilayah Kota Salatiga, umumnya
penduduk banyak menumpuk di daerah

16

perkotaan. Saat ini, pemukiman penduduk
Kota Salatiga yang telah menggunakan
fasilitas sanitasi dengan sistem tangki septik

sebanyak 23.265 KK atau 79% dari jumlah
penduduk total, yang pada saatnya akan
penuh bila tidak dilakukan pengurasan
(Dinkes Salatiga, 2005).
Kota
Salatiga
berencana
membangun Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) berdasarkan instruksi dari Dinas
Pekerjaan Umum Pusat dengan payung
hukum Undang-undang No. 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu pembangunan IPLT bertujuan
untuk menampung dan mengolah hasil
pengurasan lumpur tinja tersebut sebelum
dibuang
ke
lingkungan
agar
tidak

menimbulkan masalah kesehatan dan
kenyamanan lingkungan kota sehingga
masyarakat
yang
ingin
melakukan
pengurasan tangki septik tidak perlu lagi
menggunakan jasa truk tinja dari Semarang,
yang nantinya hanya akan menambah berat
beban Kota Semarang dalam mengatasi
masalah sanitasi lingkungannya, atau
menggunakan truk tinja milik swasta yang
tidak jelas ke mana nantinya mereka akan
membuang limbah tinja tersebut mengingat
Salatiga belum memiliki sarana IPLT sendiri.
Tujuan dari studi kelayakan ini
adalah
menganalisis
kelayakan
pembangunan IPLT Kota Salatiga dari aspek

*) Program Studi Teknik Lingkungan FT Undip
Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang

Nasrullah
Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

teknis, finansial, sosial ekonomi, lingkungan
dan regulasi. Studi kelayakan adalah
penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek
(biasanya
merupakan
proyek
investasi) dilaksanakan dengan berhasil.
Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa
ditafsirkan agak berbeda-beda. Arti yang
lebih terbatas, terutama dipergunakan oleh
pihak swasta yang lebih berminat tentang
manfaat
ekonomis

suatu
investasi.
Sedangkan dari pihak pemerintah, atau
lembaga
non
profit,
pengertian
menguntungkan bisa dalam arti yang lebih
relatif. Mungkin dipertimbangkan berbagai

faktor seperti manfaat bagi masyarakat luas
yang bisa berwujud penyerapan tenaga
kerja, pemanfaatan sumber daya yang
melimpah
di
tempat
tersebut,
dan
sebagainya.


METODOLOGI
Berikut adalah tahapan pembuatan studi
kelayakan
pembangunan
Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota
Salatiga berdasarkan aspek teknis, finansial,
sosial ekonomi, lingkungan dan regulasi.

Gambar 1 Bagan Alir Studi Kelayakan

ANALISIS KELAYAKAN
PEMBANGUNAN IPLT KOTA
SALATIGA
Aspek Teknis
Aspek teknis adalah aspek yang
berkenaan dengan proses pembangunan
proyek secara teknis dan pengoperasiannya
setelah
proyek

tersebut
dibangun.
Berdasarkan analisa ini pula dapat diketahu
rancangan awal penaksiran biaya investasi
Penentuan Lokasi IPLT
Terdapat
beberapa
kriteria
perencanaan yang harus diperhatikan dalam
proses penentuan lokasi IPLT, antara lain
faktor fisik, keamanan, lingkungan, sosial,

ekonomi dan teknik. Lokasi yang terpilih
adalah di kawasan TPA Ngronggo,
Kelurahan
Kumpulrejo,
Kecamatan
Argumulyo. Peruntukkan lahan lokasi
IPLT adalah sebagai lahan TPA sehingga
pada saat akan dibangun TPA sudah

dilakukan studi pemilihan lokasi terlebih
dahulu dan sudah. mengikuti Standar
Konsep Standar Nasional Indonesia yang
berlaku, yaitu SK SNI T-11-1991-03.
Dengan menggunakan lokasi ini
maka dapat menghemat waktu dan biaya
dalam pembangunan IPLT. Selain itu
jarak lokasi dengan pemukiman terdekat
sekitar 1 km dan merupakan wilayah
kepadatan penduduk yang rendah dan
dekat dengan badan air penerima (Kali
Ngronggo).

17

Jurnal PRESIPITASI
Vol. 3 No.2 September 2007, ISSN 1907-187X

Penentuan Daerah Pelayanan
Dalam studi ini daerah pelayanan IPLT

adalah seluruh wilayah Kota Salatiga,
sebanyak 4 kecamatan, 22 kelurahan. Hal ini
dikarenakan wilayah Kota Salatiga yang tidak
terlalu luas sehingga dapat dijangkau oleh
truk tinja, bahkan wilayah yang paling jauh,
yaitu kelurahan Blotongan sekitar 15 km dari
lokasi IPLT.
Selain itu, pengguna tangki septik di
Kota Salatiga sudah cukup banyak, sekitar
79% dari total penduduk. Meskipun
pengguna paling banyak terdapat di wilayah
perkotaan yang kepadatan penduduknya
tinggi, namun penduduk di wilayah pedesaan
yang sudah menggunakan fasilitas tangki
septik juga akan mendapat pelayanan
pengurasan lumpur tinja. Hanya saja
frekuensi
pengurasan
di
perkotaan

diperkirakan akan lebih sering daripada di
pedesaan.
Proyeksi Penduduk
Dengan
menggunakan
metode
geometrik dan eksponensial didapat proyeksi
penduduk Kota Salatiga 20 tahun ke depan.
Metode eksponensial yang digunakan karena
memiliki nilai regresi yang lebih besar
daripada
metode
geometrik.
Untuk
perhitungan
proyeksi
penduduk
per
kelurahan digunakan rasio pertumbuhan
penduduk yang sama dengan rasio
pertumbuhan penduduk Kota Salatiga.
Perhitungan Faktor Pengurasan
Faktor pengurasan adalah nilai yang
mempengaruhi frekuensi pengurasan lumpur
tinja. Untuk mendapatkan nilai faktor
pengurasan perlu diketahui kepadatan
penduduk netto, permeabilitas tanah dan
tinggi muka air tanah dangkal. Dari
perhitungan, semakin padat suatu kelurahan
maka
semakin
besar
nilai
faktor
pengurasannya.
Persentase Pengguna Tangki Septik
Pada perencanaan ini tidak tersedia
data peningkatan jumlah pengguna tangki
septik di tiap kelurahan di Kota Salatiga
sehingga sebagai pendekatan digunakan
kenaikan persentase pengguna tangki septik
sebesar 0.3% dari tahun 2004 ke tahun
2005. Kondisi ini akan digunakan sebagai
acuan menentukan kenaikan pengguna
tangki septik di tiap kelurahan Kota Salatiga.

18

Debit Lumpur Tinja
Kapasitas instalasi dihitung dengan
menjumlahkan semua debit timbulan
lumpur tinja yang dikuras dari tiap-tiap
kelurahan.
Timbulan
dihitung
per
kelurahan karena tiap kelurahan memiliki
kepadatan penduduk, faktor pengurasan
dan jumlah pengguna tangki septik yang
berbeda-beda. Ini akan menunjukkan
bahwa kelurahan yang kepadatannya
tinggi akan lebih sering melakukan
pengurasan lumpur tinja dibandingkan
dengan kelurahan yang kepadatan
penduduknya rendah.
Hasil perhitungan debit lumpur tinja
menunjukkan bahwa pada tahun 2028
total debit seluruh kelurahan meningkat
menjadi sebesar 5.729 m3/hari yang
nantinya
akan
digunakan
sebagai
kapasitas IPLT karena rentang debit
lumpur
tinja
pada
awal
tahun
perencanaan tidak terlalu jauh berbeda
dengan akhir tahun perencanaan.
Penentuan Sistem Pengolahan Lumpur
Tinja
Lumpur tinja yang berasal dari
tangki septik harus diolah, karena
mengandung
polutan-polutan
yang
berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan
lumpur tinja ini mempunyai 2 tujuan, yaitu
untuk menurunkan kandungan zat organik
dari lumpur tinja dan untuk menurunkan
bakteri-bakteri
patogen
(organisme
penyebab penyakit).
Pengolahan lumpur tinja pada
negara-negara
berkembang
harus
mempertimbangkan
hal-hal
sebagai
berikut: efektif, murah dan simpel dalam
konstruksi dan pengoperasiannyaHanya
sedikit membutuhkan perawatan khusus
Pada prinsipnya, pengolahan septage ini
adalah untuk menurunkan kandungan
BOD, COD dan baketri coli serta zat
tersuspensi
(SS),
agar
tidak
membahayakan lingkungan.
Dari uraian di atas maka teknologi
yang dipilih adalah kolam stabilisasi.
Sistem ini dipilih karena dianggap paling
cocok dengan kondisi fisik, sosial dan
ekonomi Kota Salatiga. Dengan dipilihnya
sistem ini diharapkan IPLT dapat
beroperasi optimal.

Nasrullah
Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

Tabel 1 Alternatif Sistem Pengolahan Lumpur Tinja
Keterangan
Keuntungan

Kerugian

Lumpur Aktif
1. Efluen yang dihasilkan
baik
2. Biaya investasi
rendah
1.

Dibutuhkan operator
yg berpengalaman
2. Biaya operasi mahal
3. Jumlah lumpur lebih
banyak
> 80%

Efisiensi
penyisihan
BOD

1.

Kolam Stabilisasi
Tidak memerlukan
peralatan khusus

2.

Mudah dalam perawatan

3.
1.

Kebutuhan biaya rendah
Membutuhkan lahan
yang luas
Masalah bau

2.

Anaerobik : 60-90%

1.
2.

Oxidation Ditch
Instalasi tidak
menimbulkan bau
Tidak membutuhkan
lahan yang luas

1.

Membutuhkan operator
yang terdidik
2. Monitoring harus rutin
3. Pemeliharaan aerator
cukup tinggi
> 98%

Fakultatif: 80-95%
Maturasi : 60-80%

Sumber : Analisis, 2006
Perhitungan Dimensi IPLT
Perhitungan
dimensi
tiap
unit
pengolahan dilakukan berdasarkan jumlah
debit timbulan lumpur tinja pada akhir tahun
3
perencanaan, sebesar 6 m /hari dengan
pertimbangan rentang debit pada awal
dengan akhir tahun perencanaan tidak
terlalu jauh. Denah IPLT terlihat pada
gambar 2.
Manajemen Pengelolaan IPLT
Dalam
rangka
menentukan
keberhasilan kinerja pengelolaan IPLT,
diperlukan
suatu
organisasi
dan
manajemen pengelolaan IPLT. Pada Kota
Salatiga direncanakan pengelola IPLT
berada di bawah Dinas Kebersihan. Agar
IPLT dapat beroperasi dengan kinerja yang
baik, maka diperlukan struktur organisasi
yang pasti, kualitas sumber daya manusia,
jumlah
personilnya
serta
adanya
pengaturan pembagian tugas yang jelas
dari masing-masing bagian.
Adapun susunan pengelola dan jumlah
personil yang diperlukan dalam menunjang
operasional IPLT idealnya adalah sebagai
berikut:
1. Seorang kepala instalasi
2. Seorang tenaga supervisi
3. Seorang tenaga laboratorium
4. Seorang tenaga mekanik
5. Seorang tenaga administrasi
6. Seorang tenaga mandor
7. Dua orang tenaga keamanan (jaga
siang/malam)
8. Tenaga kebersihan sesuai kebutuhan
9. Pengemudi/operator truk tinja
Diantara
point-point
di
atas,
persyaratan yang harus dipenuhi untuk

tenaga pengelola di instalasi khususnya
adalah point 1, 2, 3 dan 4. Untuk efisiensi
tugas dan tanggungjawab maka jumlah
personil pengelola IPLT Kota Salatiga yang
bertugas direncanakan sebanyak 3 orang,
yaiu seorang operator lapangan, seorang
operator truk tinja dan 1 orang tenaga
keamanan.
Aspek Finansial
Untuk dapat memutuskan layak atau
tidaknya suatu gagasan usaha perlu
dipertimbangkan adanya aspek finansial.
Aspek finansial dalam studi kelayakan
bukan hanya mempertimbangkan jumlah
modal yang diperlukan, tetapi pertimbangan
lainnya seperti tingkat rentabilitas, jangka
waktu pengembalian modal dan lain
sebagainya, juga perlu diperhatikan
Estimasi Biaya Investasi
Perhitungan biaya pembangunan
merupakan perhitungan rencana biaya
investasi
yang
diperlukan
dalam
pembangunan instalasi pengolahan lumpur
tinja dengan kolam stabilisasi di Kota
Salatiga,
berdasarkan
taksiran
atau
perkiraan karena masih dalam rencana dan
belum diputuskan untuk dilaksanakan.
Berdasarkan hasil perhitungan maka biaya
investasi
sebesar
Rp.722,207,600.00.
Biaya
ini
sudah
termasuk
Pajak
Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10 %.

19

Jurnal PRESIPITASI
Vol. 3 No.2 September 2007, ISSN 1907-187X

Gambar 2 Denah IPLT

Perhitungan Kelayakan Finansial
Pendapatan yang akan diperoleh
IPLT berasal dari penarikan retribusi
penyedotan lumpur tinja. Diasumsikan
besarnya retribusi yang dipungut adalah
3
sebesar Rp. 50.000/m . Asumsi ini diambil
dari 4% dari pendapatan per kapita ratarata menurut PDRB Kota Salatiga tahun
2005 yaitu sekitar Rp. 1,250,000.00 per
bulan. Selain itu asumsi retribusi juga
berdasarkan
pendekatan
ketetapan
retribusi kota lain seperti Kota Semarang
yang menetapkan retribusi penyedotan
kakusnya sebesar Rp. 60.000, sesuai
dengan Perda Kota Semarang No. 5 tahun
2000 mengenai penyedotan kakus, Kota
Magelang menetapkan retribusinya sebesar
3
Rp. 50.000/m , dan Kota Palangkaraya
menetapkan
retribusi
sebesar
Rp.
50.000/m3.
Untuk menentukan apakah IPLT layak
atau tidak secara aspek finansial, akan
dianalisa dengan menggunakan 3 metode,
yaitu pacback period, internal rate of return
dan Benefit Cost/Ratio.
a. Metode payback period (Periode
pengembalian).
Payback period tidak dapat dicapai
sampai dengan akhir tahun perencanaan.
Hal ini berarti pendapatan IPLT tidak dapat

20

Keterangan :
1. Bak pengumpul 6. Manuver Truk Tinja
2. Bak Anaerobik
7. Lokasi TPA Ngronggo
3. Bak Fakultatif
8. Sumur Air
4. Bak Maturasi
9. Kali Ngronggo
5. Bak Pengering Lumpur

menutupi biaya investasi dan operasional
IPLT.
Sehingga
secara
finansial
pembangunan IPLT tidak layak untuk
dilaksanakan.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate return adalah tingkat
bunga yang menghasilkan NPV (Net
Present Value) sama dengan nol. Besarnya
IRR tidak dapat ditentukan secara langsung
dan harus dicari dengan cara trial and
errors. Asumsi yang digunakan tingkat suku
bunga sebesar 12 %.
Kriteria untuk menentukan kelayakan
suatu proyek ialah bilamana IRR lebih
besar dari tingkat suku bunga. Dari hasil
perhitungan tidak dapat ditentukan nilai IRR
karena sampai dengan tingkat bunga paling
rendah, yaitu 1%, tidak dapat dilakukan
interpolasi sehingga tidak tercapai net
present value sebesar 0 (nol). Dengan
demikian pendirian proyek ini dapat
dikatakan layak menurut perhitungan
internal rate of return.
c. Benefit/Cost Ratio
Perhitungan
benefit/cost
ratio
merupakan salah satu cara untuk
menentukan apakah suatu proyek layak
atau tidak untuk dilaksanakan. Pada
perhitungan ini nisbah manfaat biaya yang
dilihat adalah tidak hanya manfaat atau

Nasrullah
Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

benefit yang didapat dari IPLT dalam
bentuk penarikan retribusi tetapi juga dari
manfaat sosial ekonomi, dalam hal ini
adalah pemanfaatan lumpur kering menjadi
pupuk organik dan penurunan biaya
perawatan kesehatan melalui pencegahan
berjangkitnya penyakit akibat pencemaran
limbah manusia.
Dari
hasil
analisis
dengan
menggunakan Benefit-Cost Ratio diperoleh
nilai rasio yaitu 0,98 < 1, hal ini
menunjukkan berdasarkan analisis ini IPLT
tidak layak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka
rencana pembangunan IPLT dinyatakan
tidak layak secara finansial. Akan tetapi
karena
pembangunan
proyek
ini
berdasarkan instruksi dari Dinas Pekerjaan
Umum Pusat maka pembangunan IPLT
dapat direalisasikan karena masih banyak
aspek lain yang dapat mendukung rencana
pembangunan IPLT, yaitu aspek teknis,
sosial ekonomi, lingkungan dan Regulasi
(Kodoatie, 2001).
Aspek Sosial Ekonomi
Analisis ekonomi suatu proyek tidak
hanya memperhatikan manfaat yang dapat
dinikmati
dan
pengorbanan
yang
ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh
semua pihak dalam perekonomian. Dalam
analisis ini hanya dibatasi pada manfaat
sosial ekonomi. (Husnan dan Muhammad,
2000)
Hasil Kuesioner
Untuk mengetahui respon dan
kondisi lingkungan masyarakat baik yang
berada di sekitar lokasi IPLT dan
masyarakat perkotaan (di luar lokasi) yang
akan mendapat pelayanan pengurasan
lumpur tinja IPLT Kota Salatiga maka
dilakukan
survei
sosial
ekonomi
masyarakat berupa kuesioner. Kuesioner
yang disebarkan sebanyak 40 eksemplar
dengan jumlah responden yang dipilih
secara acak di Kota Salatiga.
Dari
hasil
kuesioner,
warga
berpotensi sebagai sasaran pelayanan
karena sudah memiliki sarana tangki septik,
kemampuan dan kemauan membayar
retribusi
dan
dukungan
terhadap
pemerintah
Kota
Salatiga
untuk
mengoperasikan
IPLT.
Responden
sebagian besar berdomisili di perkotaan,
tetapi ada juga yang di pedesaan. Dengan
demikian asumsi bahwa warga perkotaan

akan lebih sering melakukan pengurasan
dibanding pedesaan adalah benar.
Manfaat Sosial Ekonomi
Manfaat dari suatu proyek dapat
diklasifikasikan menjadi manfaat langsung
(direct benefits), manfaat tak langsung
(indirect benefits), dan manfaat tak kentara
(intangible benefits). (Nitisemito, 1994).
1. Manfaat langsung
Manfaat langsung suatu proyek adalah
kenaikan
nilai
hasil
produksi
barang/jasa atau penurunan biaya
sebagai akibat langsung dari proyek.
(Nitisemito, 1994). Manfaat langsung
dari IPLT adalah :
a. Dapat mengurangi pencemaran air
permukaan di sungai/kali yang ada di
Salatiga yang dapat mengganggu
kehidupan organisme air, karena
warga/instansi yang membuang limbah
tinjanya ke sungai/kali sembarangan
akan
dikenakan
denda
bahkan
hukuman pidana sesuai perda yang
berlaku.
b. Meningkatkan
kesehatan
dan
kenyamanan lingkungan Kota Salatiga
2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat
yang ditimbulkan secara tidak langsung dari
suatu proyek yang merupakan multiflier
effects. (Nitisemito, 1994)
Manfaat
tidak
langsung
dari
pembangunan IPLT antara lain:
a. Mengurangi
biaya
perawatan
kesehatan
melalui
pencegahan
berjangkitnya
penyakit
akibat
pencemaran limbah manusia
b. Lumpur kering dari IPLT dapat didaur
ulang menjadi pupur organik yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis.
(Anonim, 2000)
3. Manfaat Nyata (Tangibel Benefits)
Manfaat nyata adalah manfaat yang
dapat diukur dalam bentuk nilai uang.
Contoh manfaat nyata adalah dengan
meningkatnya
kesehatan
masyarakat
berarti dapat meningkatkan produktivitas
kerja sehingga meningkatkan penghasilan
masyarakat.
4. Manfaat Tak Nyata (Intangible Benefit)
Manfaat tak kentara dari suatu proyek
adalah manfaat yang sukar dihitung dengan
uang. Misalnya manfaat dalam bentuk
perbaikan Lingkungan hidup, berkurangnya
penganguran,
peningkatan
ketahanan
nasional dan lain sebagainya. (Nitisemito,
1994)

21

Jurnal PRESIPITASI
Vol. 3 No.2 September 2007, ISSN 1907-187X

Contoh dari manfaat tak kentara ini adalah:
a. Dengan adanya IPLT akan sangat
membantu pemerintah Kota Salatiga
dalam usaha meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman pada wilayah
perkotaan. Hal ini disebabkan air
limbah
domestik
tidak
langsung
dibuang ke sungai sehingga estetika
lingkungan baik di sekitar permukiman
maupun disekitar daerah aliran sungai
akan tetap terjaga termasuk pula
penurunan pencemaran air tanah dapat
diminimalisir.
b. Meningkatkan kesehatan masyarakat
c. Memperpanjang
harapan
hidup
manusia
Dari beberapa jenis manfaat proyek
diatas dapat dilihat bahwa IPLT dapat
memberikan manfaat baik dinilai secara
tidak nominal. Menurut Kadariah dkk (1978)
bahwa
proyek
memberikan
dan
menghasilkan pengembalian sosial atau
social return terhadap pemerintah dan
masyarakat. Untuk riil tolok ukur aspek
sosial ini sangat sulit karena bersifat
intangible sehingga nilainya tidak dapat
dikonversikan ke suatu nilai uang. Mungkin
yang bisa dilihat adalah bahwa dengan
adanya suatu proyek pada suatu daerah
maka
akan
menaikkan
pendapatan
masyarakat setempat, rasa keamanan yang
lebih besar dan rasa kenyamanan.
Aspek Lingkungan
Pembangunan
IPLT
harus
memperhatikan pertimbangan lingkungan
sebagai salah satu kriteria pokoknya.
Apabila tidak, maka pembangunan instalasi
tersebut akan dapat mengakibatkan
kerugian, baik kerugian fisik (alam
lingkungan) maupun non fisik (sosio
budaya) pada lingkungan sekitarnya
dan/atau pada proyek itu sendiri, dalam
jangka panjang maupun dalam jangka yang
cukup panjang.
Beberapa peraturan perundangundangan pengelolaan lingkungan hidup
yang harus diketahui dalam perencanaan
pembangunan IPLT yang berkaitan erat
dengan lingkungan hidup baik alam
maupun sosial, yaitu :
1. UU RI No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah RI No.27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan

22

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistem
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990
tentang
Pengendalian
Pencemaran Air
6. Keputusan
Presiden
Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1990
tentang badan Pengendalian Dampak
Lingkungan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
1982 tentang Tata Pengaturan Air
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan
9. Keputusan
Kepala
Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan
No.Kep-124/KABAPEDAL/12/1997
tentang
Panduan
Kajian
Aspek
Kesehatan
Masyarakat
Dalam
Penyusunan AMDAL
10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup RI No. Kep-11/MENLH/3/ 1994
tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan
Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup RI No.Kep-12/MENLH/3/1994
tentang
pedoman
umum
upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya
pemantuan lingkungan
Perkiraan Dampak Negatif
1. Tahap Prakonstruksi
Kemungkinan terjadinya kekhawatiran
masyarakat setempat akan bau busuk dari
kegiatan
IPLT
sehingga
akan
menyebabkan
protes
penolakan
dibangunnya sarana IPLT di dekat lokasi
mereka. Kemungkinan ini terjadi sangat
kecil karena calon lokasi IPLT masih satu
lokasi dengan TPA Ngronggo yang berjarak
sekitar 1 km dari pemukiman terdekat.
Namun jika terjadi, masalah ini dapat
diatasi dengan melakukan penyuluhan dan
penyebaran informasi kepada penduduk
melalui
kegiatan
penyuluhan
akan
pentingnya IPLT serta proses pengolahan
yang terjadi secara umum serta dampakdampak yang mungkin ditimbulkan oleh
IPLT
2. Tahap Konstruksi
Pada tahap ini diperkirakan dampak
potensial utama yang mungkin timbul
adalah debu dan ceceran tanah akibat
mobilitas kendaraan proyek yang keluar
masuk ke lokasi IPLT Permasalahan ini
dapat diatasi dengan penyiraman jalan
secara berkala.

Nasrullah
Studi Kelayakan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

3.

Tahap Operasi
Dampak potensial yang ditimbulkan
pada sistem pengolahan lumpur tinja
adalah resiko pencemaran kualitas air dan
masalah bau.. Pemecahan masalah ini
hanya
dapat
diselesaikan
dengan
pelaksanaan operasi sesuai prosedur
dimuali dari masa ”start-up” hingga operasi
yang harus dikontrol secara cermat.
Termasuk pembuangan endapan lumpur
dari kolam anaerobik dan fakultatif harus
dilaksanakan secara teratur agar proses
pengolahan tetap berjalan efektif.
Sedangkan untuk mengatasi masalah
bau
busuk
dapat
diatasi
dengan
membangun daerah penyangga antara
IPLT dengan daerah terdekat yang paling
sensitif terhadap bau busuk.
Perkiraan Dampak Positif
Selain adanya dampak negatif yang
mungkin
timbul,
pada
dasarnya
pembangunan IPLT memiliki dampak positif
yang menjadi tujuan utamanya, terutama
bagi masyarakat dan Kota yang memiliki
IPLT. Dampak positif tersebut antara lain :
1. Menurunnya
pencemaran
air
permukaan akibat dari pembuangan
limbah tinja secara sembarangan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
Dengan
adanya
IPLT
diharapkan
semua
kegiatan
penyedotan kakus di Kota Salatiga
membuang limbah tinjanya ke IPLT dan
apabila terjadi pelanggaran maka harus
mendapat tindakan tegas sesuai Perda
yang diberlakukan.
2. Penurunan angka kesakitan akibat
penyakit yang disebabkan buruknya
sanitasi lingkungan.
Aspek Regulasi
Peraturan yang perlu dimiliki/diketahui
sebelum mendirikan suatu investasi proyek,
dalam hal ini adalah pembangunan IPLT
adalah :
1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan
kesempatan keleluasan kepada Daerah
untuk menyelenggarakan Otonomi
Daerah secara luas, nyata, dan
bertanggungjawab.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : Kep-23/MEN/1999 tentang
Ketentuan Upah Minimum Regional.

4. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah
dan
Retribusi
Daerah
sebagaimana diubah dengan UU No.
34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1997 tentang Retribusi Daerah
6. Surat Ijin Lokasi.
7. Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Aspek regulasi/pengaturan merupakan
salah satu aspek yang penting untuk
diperhatikan karena aspek ini sangat
membantu percepatan tercapainya peran
serta masyarakat dalam memanfaatkan
IPLT minimal setelah
diterbitkannya
peraturan oleh Pemda Kota Salatiga.
Dengan
adanya
peraturan
tersebut
diharapkan mampu mendorong masyarakat
yang berada di Kota Salatiga untuk
memanfaatkan jasa pelayanan IPLT. Selain
itu, perlu juga diterbitkan peraturan
penggunan desain tangki septik dan
pembagian
area
kotor
di
daerah
pemukiman.

KESIMPULAN
Pembangunan IPLT di Kota Salatiga
dapat dikatakan layak secara teknis karena
pengguna tangki septik di Kota Salatiga
meningkat dan berpotensi melakukan
pengurasan lumpur tinja secara rutin
sehingga desain instalasi dapat optimal
melakukan pengolahan sampai akhir tahun
perencanaan. IPLT layak dibangun secara
sosial ekonomi karena dari hasil kuesioner
dapat dikatakan warga berpotensi sebagai
sasaran pelayanan karena sudah memiliki
sarana tangki septik, kemampuan dan
kemauan
membayar
retribusi
dan
dukungan terhadap pemerintah Kota
Salatiga untuk mengelola IPLT. Selain itu
IPLT juga memiliki manfaat sosial ekonomi
baik manfaat langsung, tidak langsung,
nyata dan manfaat tidak nyata. Selain itu
IPLT layak didirikan berdasarkan hasil
analisis lingkungan, karena pembangunan
IPLT tidak memiliki dampak negatif yang
signifikan
dan
apabila
terdapat
kemungkinan terjadinya dampak negatif
maka semua dampak negatif yang
ditimbulkan dari prakonstruksi, konstruksi
dan pasca konstruksi dapat diminimalisir
melalui
rencana
pemantauan
dan
pengelolaan lingkungan.
Jika
dilihat
berdasarkan
analisa
kelayakan finansial, rencana pembangunan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota

23

Jurnal PRESIPITASI
Vol. 3 No.2 September 2007, ISSN 1907-187X

Salatiga tidak layak untuk direalisasikan
dengan alasan :
a. Total payback period tidak mampu
menutupi
modal
investasi
dan
operasional sampai dengan akhir tahun
perencanaan.
b. Tingkat pengembalian bunga dari hasil
perhitungan internal rate of lebih kecil
dari nilai bunga bank yang diasumsikan
yaitu sebesar 12%
c. Nilai benefit/cost ratio kurang dari 1
yaitu 0,98. Dalam perhitungan ini
manfaat
tidak
langsung
juga
diperhitungkan.
Aspek regulasi/pengaturan merupakan
salah satu aspek yang penting untuk
diperhatikan karena aspek ini sangat
membantu percepatan tercapainya peran
serta masyarakat dalam memanfaatkan
IPLT minimal setelah
diterbitkannya
peraturan oleh Pemda Kota Salatiga.
Dengan
adanya
peraturan
tersebut
diharapkan mampu mendorong masyarakat
yang berada di Kota Salatiga untuk
memanfaatkan jasa pelayanan IPLT.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989.
Small Town Sanitation
West Java. Bandung
______. 1997. Pembangunan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja Sistem
Kolam. Departemen Pekerjaan
Umum Dirjen Cipta Karya. Jawa
Tengah
______. 1998. “ Pendayagunaan Prasarana
PLP”. Departemen PU Kantor
Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan
CV Krida Karya. Semarang.
______.
1998.
Peraturan
Daerah
Kotamadya Dati II Magelang No. 3
Tahun 1998 (Lembaran Daerah
No. 4 seri B No. 2 tanggal 31 Maret
1999) pada Bab VIII pasal 13
Tentang Retribusi Penyedotan
Kakus
______. 2000. Peraturan Daerah Kota
Semarang No. 5 tahun 2000
Tentang Penyedotan Kakus
______. 2000. Training Of Participant
(TOP) Modul 3 : Perencanaan,
Desain dan Pembiayaan IPLT.
Balai Pelatihan Air Bersih dan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman-Dep. Kimbangwil
______. 2002. Peraturan Daerah Kota
Palangkaraya No. 24 Tahun 2002
Tentang Retribusi Penyedotan
Kakus

24

______. 2003. Pedoman Pengelolaan Air
Limbah
Perkotaan.
Direktorat
Jendral Tata Perkotaan dan
Pedesaan. Jakarta
Darmasetiawan, Martin. 2004. Sarana
Sanitasi
Perkotaan.
Ekamitra
Engineering. Jakarta
Diana, Anastasia,. Akt.SE & Setiawati,
Lilis.2003.Perpajakan
Indonesia
Konsep, Aplikasi dan Penuntun
Praktis.Andi.Yogyakarta
Hindarko, S., Santika, Sri S., 2003.
Mengolah air Limbah : Supaya
Tidak mencemari Orang Lain.
Penerbit Esha. Jakarta.
Husnan,
Suad
&
Muhammad,
Suwarsono.2000. Studi Kelayakan
Proyek Edisi Keempat. UPP AMP
YKPN. Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J. 2001. Analisis Ekonomi
Teknik. Andi. Yogyakarta
Mara, Duncan. 2001. Pengolahan Air
Limbah di Daerah Iklim Panas
(Terjemahan). ITB. Bandung
Nitisemito, Alex S,Drs.Ec &Burhan, Umar,
M, Drs,M.S.2004.Wawasan Studi
Kelayakan
dan
Evaluasi
Proyek.PT.Bhumi Aksara.Jakarta
Soeharto, Imam. Ir. 1995. Manajemen
Proyek Dari Konseptual sampai
Operasional. Erlangga. Jakarta
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan
Air Limbah. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta