J01105

Agros Vol.15 No.2 Juli 2013: 458-467

ISSN 1411-0172

A G R O S
JURNAL ILMIAH ILMU PERTANIAN
(SCIENTIFIC JOURNAL OF AGRICULTURAL SCIENCE )
Vol. 15 No.2, Juli 2013

Keragaan Teknologi dan Tingkat Adopsi PTT Padi Gogo di Kabupaten
Merauke, Papua (Afrizal Malik) ……………………………………………..

243

Korelasi Hasil Kedelai dan Biomasa Gulma dengan Waktu Penyiangan
Tanpa Olah Lahan (Ahadiyat Yugi R. dan M. Soekotjo) …………………….

254

Peran Komplek Organik-Kation-Lempung Dalam Pengelolaan hara Spesifik
Lokasi Padi Sawah (Andriko Noto Susanto) …………………………………


260

Pertumbuhan dan Hasil Galur dan Varietas Kacang Tanah Lahan Kering
Maluku Tengah (A. Arivin Rivaie) ...................................................................

285

Karakter Agronomi dan Heterosis baku Sepuluh Genotipe Padi Hibrida
Introduksi Daerah Sub-Tropis (Bambang Sutaryo) ..........................................

291

Pengaruh Penggunaan Pupuk Guano Fosfat Terhadap Karakter Agronomi
dan Kandungan Gizi Jamur Merang (Maria Theresia Darini) ………………..

300

Profitabilitas Usaha Tani Nilam di Kabupaten Keerom Papua (Herman
Tangkelayuk) ………………………………………………………………….


307

Kinerja Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan Dua Desa Kabupaten GarutJawa Barat (Ikin Sadikin) .................................................................................

342

Warna Jelly Drink Pepaya Pada Variasi Konsentrasi Ekstrak Somba dan
Lama Penyimpanan (Isti Handayani dan Sujiman) ………………………….

356

Potensi dan Kendala Pengembangan padi di Kalimantan Barat (Juliana C.
Kilmanun) ………............................................................................................

368

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JANABADRA
AGROS


Vol. 15

No. 2

Hlm. 243-509

Yogyakarta, Juli 2013

ISSN 1411 – 0172

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

Pengaruh Aplikasi Kombinasi Dekomposer Jerami Pada Padi Sawah
(Karsidi Permadi, Wage Ratna Rohaeni, Bambang Sunandar) ....................

375

Risiko Produksi Jagung Hibrida Pioneer di Lahan Pasir Pantai (Retno
Lantarsih) …………………………………………………………………..


382

Perlakuan Awal Pada Bahan Dasar Pengolahan Produk Lidah Buaya
(Rosanna Christiningsih dan M.Th. Darini) .............................................…

397

Respon Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Buncis Terhadap
Pemberian Tiga Jenis Mulsa (Rosi Widarawati dan Utomo) …………......

404

Produksi Basah Rumput Irian Sebagai Pakan Ternak Dengan
Menggunakan Pupuk Kandang (Selvia Tharukliling) …..............................

410

Uji Adaptasi Jagung Komposit dan Hibrida Lahan Kering Kabupaten
Seram Bagian Barat (Sheny Sandra Kaihatu dan Rein E Senewe) ..........…


417

Peranan KUD Tani Binangun Dalam Menyalurkan Pupuk Bersubsidi di
Kecamatan Banguntapan Bantul (Sipri Paramita dan Sugiyono) ................

427

Pengaruh Jerami dan Sistem Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan
Produktivitas Padi Sawah Irigasi (Sri Karyaningsih) ...................................

433

Analisis Ekonomi Dampak Erupsi Merapi Pada Usaha Peternakan Ayam
Petelur: Studi Kasus pada Dumpuh Farm (Sudarisman) ..............................

445

Reposisi Budaya Agraris Untuk Penguatan Jati Diri Bangsa (Sulistiya) ….


450

Potensi Pencemaran Lingkungan Sistem Usaha Tani Padi (Tinjung Mary
Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham) ...........................

458

Keragaan Beberapa Varietas Ubi Jalar di Lahan Sawah (Tri Hastini dan
Karsidi Permadi) ...........................................................................................

468

Stabilitas Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Produktivitas
Padi Sawah di Jawa Barat (Hasmi Bandjar, Nana Supriatna, dan Wage
Ratna Rohaeni) .............................................................................................

475

Pengaruh Kadar Air Awal Terhadap Pertumbuhan Jamur dan Kontaminasi
Aflatoksin Penyimpanan Jagung (Yunianta, Khusnan , Ali Agus, Nuryono,

Zuprizal) ……………………………...........................................................

483

Estimasi Pertumbuhan, Hasil, dan Kandungan Nutrisi Umbi gadung Pada
Berbagai Umur Panen (Zamroni) .................................................................

493

Respon Tiga Strain Ayam Pedaging Komersial Terhadap Aflatoksin B1
(Yunianta, Ali Agus, Nuryono, dan Zuprizal) ..............................................

499

459

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

460


A G R O S
JURNAL ILMIAH ILMU PERTANIAN
(SCIENTIFIC JOURNAL OF AGRICULTURAL SCIENCE )

Pelindung/Penasehat:
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Janabadra
Sidang Penelaah:
Sri Widodo (UGM)
T. Adisarwanto (Balitkabi)
Edhi Martono (UGM)
Sarlan Abdulrachman (Balitpa)
Sigit Supadmo Arif (PSPK)
Nur Basuki (Unibraw)
Mochamad Maksum (PSPK)
Achmadi Priyatmojo (UGM)
Sidang Penyunting:
Sulistiya (Ketua)
Cungki Kusdarjito
Retno Lantarsih
Penerbit:

Fakultas Pertanian Universitas Janabadra
Jln. Tentara Rakyat Mataram No. 55-57 Yogyakarta 55231, Indonesia
Tel.(0274) 561039 psw. 117, Fax. (0274) 517251
E-mail: agrosujb@yahoo.com.sg
Website: www.jurnalagros.webs.com
AGROS, Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian ( Scientific Journal of Agricultural Science )
(ISSN 1411 – 0172) terbit pertama kali tahun 1999, terbit dua nomor dalam satu tahun
(bulan Januari dan Juli), memuat naskah hasil penelitian atau studi pustaka, kajian buku
(book review), dan ulasan ilmiah (note).

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

461

POTENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN SISTEM USAHA TANI PADI
ENVIRONMENTAL POLLUTION POTENTIAL OF PADDY FARMING SYSTEM

Tinjung Mary Prihtanti1, Suhatmini Hardyastuti2, Slamet Hartono2, Irham2
1)


Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
2)
Pasca Sarjana Ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Rice farming systems are considered to have contributed to environmental contamination.
Farming systems of rice cultivation affects pollution levels of N. Nitrogen fertilizer application that
commonly used in rice cultivation became the main source of N pollution, such as pollution of the
atmosphere, aquatic systems, and groundwater. The study was conducted at Pereng, Mojogedang,
Karanganyar and Sukorejo, Sambirejo, Sragen, consist of organic and conventional farming
systems. The findings showed that the behavior of chemical fertilizers use by rice farmers with
conventional systems tend to be exaggerated. However, the higher the amount of fertilizer used may
not necessarily will give high productivity. Nitrogen pollution of organic farming systems was lower
than conventional systems. Based on farmers' perceptions, organic system capable to maintained
the quality of soil fertility, biodiversity, and reduce the pollution at the surrounding fields.
Key-words: paddy, farming system, pollution

INTISARI
Sistem usaha tani padi sawah dianggap memiliki kontribusi terhadap pencemaran

lingkungan. Sistem usaha tani yang diterapkan dalam budidaya padi mempengaruhi tingkat polusi
N. Aplikasi Nitrogen dalam pupuk yang biasa digunakan dalam budidaya padi menjadi sumber
utama polusi N, misalnya polusi atmosfer, sistem perairan, dan air tanah. Penelitian dilakukan di
Desa Pereng, Mojogedang, Karanganyar dengan di Desa Sukorejo, Sambirejo, Sragen, meliputi
petani padi sistem organik dan konvensional. Hasil kajian menunjukkan bahwa perilaku
penggunaan pupuk kimia oleh petani padi dengan sistem konvensional cenderung berlebihan.
Namun, semakin tinggi jumlah pupuk yang digunakan belum tentu menghasilkan produktivitas
yang tinggi. Polusi nitrogen yang dihasilkan sistem usaha tani organik lebih rendah daripada sistem
konvensional. Berdasarkan persepsi petani pelaku proses produksi, sistem organik mampu
memeliharan kualitas kesuburan tanah, memelihara keanekaragaman hayati di sekitar sawah, dan
mengurangi pencemaran sekitar lahan.
Kata kunci: padi, sistem usaha tani, pencemaran

PENDAHULUAN
1

Alamat penulis untuk korespondensi: Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas
Kristen Satya Wacana. Jln. Diponegoro 52 - 60 Salatiga 50711, telp. (0298) 321212,
tinjung.murjono@gmail.com.

Agros Vol.15 No.2 Juli 2013: 458-467

ISSN 1411-0172

Sebagai negara yang dianugerahi
kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang
unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah,
serta budaya masyarakat yang menghormati
alam, Indonesia mempunyai modal dasar yang
luar biasa untuk mengembangkan pertanian
ramah lingkungan. Padi merupakan salah satu
komoditi sasaran utama pengembangan
pertanian organik. Provinsi Jawa Tengah
merupakan salah satu sentra produksi utama
padi di Indonesia, berkontribusi rata-rata 15
persen per tahun terhadap produksi padi
nasional dan menjadi pelopor pengembangan
pertanian padi organik Indonesia.
Kabupaten Karanganyar dan Sragen
merupakan dua wilayah pelopor sistem
budidaya padi organik di Indonesia, bahkan
salah satu desa di dua kabupaten tersebut
pernah mendapat sertifikasi lembaga sertifikasi
organik (LSO) pada tahun 2011. Dalam satu
tahun, petani padi di dua wilayah kabupaten
tersebut menanam padi tiga kali setahun.

Mengandalkan saprodi kimia
(pupuk pabrikan/pestisida
kimiawi) dosis tinggi
melebihi dosis rekomendasi
wilayah

1. Kelompok
petani
sistem UT
konvensional

INPUT

Tidak menggunakan saprodi
kimiawi dan mengandalkan
bahan alami/organik
sebagai input

Sistem
Usaha
Tani
Padi

Kabupaten Karanganyar dan Sragen,
masih diandalkan menjadi wilayah produsen
utama beras Provinsi Jawa Tengah, sekaligus
sebagai perintis pertanian padi organik.
Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem
produksi pertanian yang terpadu, dengan cara
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
agro-ekosistem
secara
alami,
sehingga
menghasilkan pangan dan serat yang cukup,
berkualitas,
dan
berkelanjutan. Pertanian
organik
dalam
pengelolaannya
tidak
menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari
bahan kimia, melainkan dengan menggunakan
bahan organik. Usaha tani padi lahan sawah di
dua wilayah kabupaten tersebut, dapat
dikelompokkan secara sederhana menjadi
empat kelompok sistem usaha tani, tampak
pada Gambar 1.
Sistem usaha tani padi sawah dianggap
memiliki sumbangan terhadap pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan yang
muncul dari penerapan sistem usaha tani padi
antara lain emisi gas rumah kaca (GRK)

2. Kelompok
petani sistem
UT semi
organik/
LEISA

3. Kelompok
petani padi
sistem UT
organik

Mengurangi ketergantungan
pupuk/pestisida kimiawi, dan
memanfaatkan sumberdaya di
sekitar lahan

OUTPUT
4. Kelompok
petani sistem
usaha tani
organik
murni

Mengandalkan pupuk/
pestisida organik, serta
menjaga pola tanam dan
lingkungan usaha taninya
terbebas cemaran kimia

Gambar 1. Sistem Usaha Tani Padi di Kabupaten Karanganyar dan Sragen
dan polusi nitrogen. Pengolahan tanah,
pengairan, dan pemupukan pada lahan sawah
yang menyebabkan emisi GRK, serta polusi

nitrogen. Sistem usaha tani yang diterapkan
dalam budidaya padi memengaruhi tingkat
polusi N. Aplikasi Nitrogen dalam pupuk yang

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

biasa digunakan dalam budidaya padi menjadi
sumber utama polusi N. Pupuk N yang
diberikan pada tanaman padi, sebagian hilang
melalui berbagai mekanisme, antara lain
ammonia volatilization, denitrification, dan
leaching.
Kehilangan
tersebut
dapat
menyebabkan masalah lingkungan misalnya
polusi atmosfer, sistem perairan, dan air tanah
(Choudhury & Kennedy 2005).
Sistem usaha tani ramah lingkungan
mampu mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan. Reijntjes et al. (1999) melaporkan
beberapa hal negatif yang terjadi akibat
penerapan HEIA (High External Input in
Agriculture), antara lain efisiensi pupuk buatan
terbukti rendah, yakni sekitar 40 hingga 50
persen Nitrogen hilang jika diberikan di lahan
kering dan 60 hingga 70 persen hilang pada
padi sawah. Pada kondisi kurang mendukung
(curah hujan tinggi, musim kemarau panjang,
erosi tinggi, kandungan bahan organik rendah),
maka efisiensi akan rendah lagi; pupuk buatan
bisa menggangu kehidupan dan keseimbangan
tanah, aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk
mineral nitrogen menyebabkan pengasaman
dan menurunkan pH tanah serta ketersediaan
fosfor bagi tanaman; penggunaan pupuk buatan
NPK yang terus menerus menyebabkan
penipisan unsur hara mikro; sumber daya
(khususnya fosfat) untuk produksi semakin
tampak keterbatasannya, di tingkat usaha tani,
hal ini berarti akan meningkatkan harga pupuk
dan akan menyulitkan petani; meningkatkan
risiko global melalui pelepasan Nitrogen
Oksida pada atmosfir dan lapisan atasnya.
Menurut Viet-Ngu & Aluddin (2009), neraca
nitrogen yang diidentifikasi secara spasial dan
temporal dapat digunakan untuk indikator
keberkelanjutan suatu sistem pertanian karena
nilai dari input-output tersebut dapat
mengindikasikan kelebihan atau kekurangan
nitrogen yang mengarah kepada efisiensi
pengelolaan dan konservasi lingkungan.

463

Penanaman padi sistem organik mulai
gencar dilakukan untuk mengurangi dampak
kerusakan lingkungan. Kajian ini bertujuan
menggali potensi pencemaran dalam bentuk
surplus nitrogen, yang bersumber dari
penggunaan pupuk oleh petani. Tujuan
selanjutnya adalah mengkaji adakah pengaruh
surplus nitrogen dari penggunaan pupuk
tersebut terhadap produktivitas.
METODE PENELITIAN
Kajian ini mengambil kasus usaha tani
padi lahan sawah sistem organik dan
konvensional di Desa Pereng, Mojogedang,
Kabupaten Karanganyar dan Desa Sukorejo,
Sambirejo,
Kabupaten
Sragen.
Dalam
pemilihan sampel penelitian, seluruh petani
padi sistem organik di dua wilayah kabupaten
tersebut dipilih menjadi responden (sampel
jenuh atau sensus) sejumlah 37 petani organik,
sedangkan pengambilan sampel responden
sistem non organik berdasarkan kuota mengacu
metode Gay & Diehl (1992), bahwa penelitian
deskriptif
korelasional
dan
penelitian
perbandingan kausal paling sedikit 30 elemen
per kelompok maka ditentukan jumlah
responden sistem non organik sejumlah 40
orang per kabupaten, diambil secara acak dari
kecamatan yang sama dengan dipilihnya
responden sistem organik. Kriteria petani
organik: (a) tidak menggunakan pupuk
pabrikan, (b) tidak menggunakan pestisida
kimia, (c) menggunakan sarana produksi antara
lain kotoran ternak, urine ternak, kompos, sisa
tanaman, mulsa pupuk hijau, pemberian musuh
alami, dan lain-lain yang bukan hasil pabrikan,
baik untuk pemupukan ataupun untuk
pengendalian hama, penyakit, dan gulma
tanaman.
Tulisan ini menekankan pada analisis
deskriptif. Potensi pencemaran nitrogen
mengacu rumus neraca hara, yang juga disebut
kondisi kesetimbangan bahan, menyebutkan

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

bahwa hara dalam suatu sistem pertanian tidak
hilang dan bahwa input hara berakhir dalam
timbunan cadangan atau aliran output. Dengan
kata lain, input hara ditransformasikan ke
dalam barang yang berguna (contoh: pangan)
dan barang yang merusak (contoh: polusi).
Secara matematis disajikan sebagai berikut.
z=a’x – b’y, di sini z adalah neraca hara dan
menyamai jumlah hara yang memasuki sistem
dikurang dengan jumlah hara yang keluar dari
sistem. Variabel x dan y adalah vektor input
dan output dari suatu
proses produksi,
sedangkan a dan b adalah vektor koefisien
yang mewakili kadar hara dalam input dan
output. Koefisien ini dinamakan koefisien
konversi
hara.
Suatu
situasi
neraca
mengindikasikan
bahwa
ada
suatu
kesetimbangan dalam agihan sistem pertanian
yang dipilih (Viet-Ngu & Aluddin 2009).
Pencemaran pada tanah dan lingkungan sawah
dilihat melalui metode skoring dari jawaban
petani tentang kondisi sawah dan sekitarnya.
Analisis tabel digunakan untuk lebih

464

memperjelas pembahasan temuan penelitian di
lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebiasaan Petani dalam Pengunaan Pupuk
Pupuk yang digunakan petani padi di wilayah
penelitian dikelompokkan menjadi pupuk
kandang, pupuk tunggal, maupun pupuk
majemuk. Jumlah dan jenis sarana produksi
usaha tani yang digunakan petani padi, baik
sistem organik maupun konvensional, tidak
terlalu berbeda antarmusim tanam, namun
beberapa
petani
sistem
konvensional
mengurangi penggunaan pupuk urea dan ZA di
musim hujan. Gambaran rata-rata tingkat
penggunaan sarana produksi oleh petani
responden disajikan pada Tabel 1.
Temuan
penelitian
menunjukkan
bahwa dalam pemakaian pupuk, baik jenis
maupun dosis yang digunakan petani padi
sawah dengan sistem konvensional di
Kabupaten
Karanganyar
dan
Sragen,
menunjukkan kecenderungan tidak sesuai
dengan rekomendasi anjuran yang tercantum

Tabel 1. Jumlah Pupuk yang Digunakan dalam Usaha tani Padi Sawah
Jumlah pengunaan (kg/ha)

Jenis sarana produksi
MT 1
Sistem organik
Pupuk organik padat
Sistem Konvensional
Pupuk kandang
Pupuk urea
Pupuk ZA
Pupuk TSP/SP36
Pupuk phonska/ NPK

MT 2

MT 3

St. Dev.
Rata-rata

6.176,34

6.176,34

6.176,34

6.176,34

5.044,38

4.063,00
286,29
206,35
135,36
152,04

4.484,02
342,61
227,18
250,76
205,30

4.420,30
322,61
226,63
250,29
208,83

4.322,44
332,61
226,90
212,14
188,72

3.688,01
338,36
127,90
242,19
196,17

dalam ‘Acuan Penetapan Rekomendasi Pupuk
N,P, dan K pada Lahan Sawah Spesifik Lokasi

(per kecamatan)’ Keputusan Menteri Pertanian
tahun 2007. Untuk tanah normal, pemerintah

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

memberikan rekomendasi pupuk untuk
tanaman padi sebagai berikut. Urea sebesar 200
kg hingga 250 kg, SP36 atau TSP 100 kg
hingga 150 kg, dan KCl 75 kg hingga 100 kg.
Jika menggunakan pupuk majemuk (NPK)
dosisnya adalah 100 kg urea dan 300 kg NPK.
Dosis tersebut disesuaikan kembali dengan
surat
rekomendasi
pemerintah
yang
mempertimbangkan kondisi lahan wilayah
Sragen dan Karanganyar. Kebutuhan pupuk
kandang dalam pertanaman padi minimal satu
ton per hektar. Pada pertanaman sistem

465

organik, pupuk kandang atau kompos matang
yang digunakan sebagai pupuk dasar kurang
lebih sebanyak lima ton per ha.
Kombinasi jenis pupuk yang diterapkan
petani padi di dua kabupaten sangat bervariasi.
Petani padi di Kabupaten Karanganyar
menggunakan jenis pupuk yang lebih bervariasi
dibandingkan Kabupaten Sragen, dalam hal ini
setidaknya terdapat 27 kombinasi jenis pupuk
yang digunakan responden. Jumlah petani padi
berdasarkan jenis pupuk yang digunakan di
wilayah penelitian, tampak pada Gambar 2.

Gambar 2. Jumlah Responden Petani Padi di Kabupaten Sragen dan Karanganyar berdasarkan Kombinasi
Jenis Pupuk yang Digunakan

(Keterangan: Pupuk N yakni urea, pupuk P yakni TSP dan atau SP36, pupuk K yakni KCL, pupuk S
yakni ZA, pupuk majemuk yakni NPK dan atau phonska)
pengetahun petani responden akan manfaat dan
Kombinasi jenis dan dosis pupuk yang
dosis pupuk yang tepat, kurang dipahami.
digunakan petani padi di wilayah penelitian,
Biasanya jumalh dan jenis yang dipilih
cenderung sama tiap musim. Dapat dikatakan,

466

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

digunakan pada pertanaman padinya mengacu
pada kebiasaan turun temurun, saran teman,
ketersediaan modal, dan bantuan pemerintah
dalam pemilihan dan penggunaan pupuk.
Capaian produktivitas usaha tani
dipengaruhi banyak faktor, antara lain tingkat
penggunaan pupuk. Gambaran persentase
jumlah petani berdasarkan distribusi tingkat
penggunaan input pupuk dengan capaian
produktivitasnya, tampak pada Tabel 2. Jenis
pupuk yang dimunculkan dalam tabel tersebut
adalah faktor produksi utama yang digunakan
oleh seluruh petani, sedangkan pupuk jenis lain
yang hanya digunakan sebagian kecil petani,
tidak ditampilkan.
Dosis anjuran menjadi patokan
klasifikasi dosis tingkat sedang, sedangkan
dosis di bawah dosis anjuran menjadi dosis
rendah dan dosis di atas dosis anjuran menjadi

dosis tinggi. Tampak dari Tabel 3, secara
umum, semakin banyak jumlah pupuk
digunakan
tidak
selalu
menghasilkan
produktivitas yang tinggi.
Potensi Polusi Nitrogen Sistem Usaha tani
Organik dan Konvensional. Kelebihan
nitrogen dari kegiatan pertanian akan
mempercepat proses eutrophication yang dapat
merusak keanekaragaman hayati. Di air tanah
(air minum), nitrat yang cukup tinggi
konsentrasinya dapat merusak kehidupan, baik
kesehatan ternak maupun manusia dan
meningkatkan biaya yang tinggi dalam
pemurnian air. Polusi air tanah secara potensial
lebih bermasalah dibanding air permukaan
karena sekali terkena polusi, akan dibutuhkan
waktu yang lama untuk pebaikan menjadi
normal bahkan ketika sumber polusinya

Tabel 2. Persentase Jumlah Petani Padi berdasarkan Penggunaan Pupuk dan Capaian Produktivitas
Jenis Sarana Produksi
Pupuk kandang
rendah (< 1 ton/ha)
sedang (1,1 – 5 ton/ha)
tinggi (> 5 ton/ha)
Pupuk urea
rendah (< 200 kg/ha)
sedang (200 – 250 kg/ha)
tinggi (> 250)
Pupuk TSP/SP 36
rendah (< 75 kg/ha)
sedang (75 – 150 kg/ha)
tinggi (> 150 kg/ha)
Pupuk phonska
rendah (< 150 kg/ha)
sedang (150 – 300 kg/ha)
tinggi (> 300 kg/ha)

Produktivitas sistem UT konvensional
rendah
sedang
tinggi
< 4,5
4,6 – 7,5
> 7,5
Jumlah
ton/ha
ton/ha
ton/ha

Produktivitas sistem UT organik
rendah
sedang
tinggi
< 4,5
4,6 – 7,5
> 7,5
Jumlah
ton/ha
ton/ha
ton/ha

11,25
17,5
3,75

8,75
22,5
15

3,75
5
12,5

23,75
45
31,25

0
0
0

10,81
29,73
10,81

5,41
21,62
21,62

16,22
51,35
32,43

8,75
6,25
17,5

20
7,5
18,75

10
2,5
8,75

38,75
16,25
45

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

7,5
5
20

13,75
8,75
23,75

10
5
6,25

31,25
18,75
50

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

16,25
8,75
7,5

16,25
22,5
7,5

12,5
5
3,75

45
36,25
18,75

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

sudah diatasi. Emisi oksida nitogen (gas rumah
kaca yang andil dalam perubahan iklim) dari
pupuk anorganik yang berlebihan dan gas
amoniak yang secara tidak langsung terbentuk

dari pupuk kandang merupakan permasalahan
pula. Amoniak, sekali tertimbun di tanah, juga
andil dalam pengasaman tanah dan air (Anonim
2001). Perbedaan surplus nitrogen dari

467

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

dilakukannya usaha tani dengan sistem organik
dan konvensional, tampak pada Tabel 3.
Mengacu Tabel 3, kelebihan nitrogen
cenderung tinggi terjadi pada sistem usaha tani
konvensional. Variasi nilai suplus nitrogen
antarpetani sistem usaha tani konvensional
lebih besar, menunjukkan variasi yang tinggi
dalam penggunaan pupuk sumber N yang
mengakibatkan luasnya penyimpangan surplus
nitrogen dari nilai rata-ratanya. N
Nitrogen merupakan faktor pembatas
dalam peningkatan produksi tanaman padi.
Penambahan pupuk N sangat diperlukan untuk
peningkatan produksi padi tetapi tidak semua
pupuk N yang diberikan diserap oleh tanaman.
Beberapa hasil penelitian menjelaskan potensi
polusi nitrogen sebagai berikut.
a. Menurut Sismiyati & Ismunadji (1997
dalam Dollyno & Sugiyanta 2006) lebih
dari 50 persen pupuk N yang diberikan
tidak dapat digunakan oleh tanaman padi.
b. Partohardjono (1999 dalam Dollyno &
Sugiyanta 2006) menyatakan bahwa input

N dari pemupukan 60 hingga 90 kg N per
ha pada lahan sawah, 50 persen
diantaranya diserap tanaman, lima persen
terlarut dalam air, 20 hingga 30 persen
hilang dalam bentuk gas NH3, lima persen
hilang dalam bentuk gas N2O, sedangkan
sisanya tidak terhitung dalam neraca.
c. Penelitian Ismunadji et al (1975 dalam
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id) menyebutkan, di Indonesia kehilangan N dari
pupuk dapat mencapai 52 hingga 71
persen. Pada umumnya kehilangan N
tersebut makin banyak dengan semakin
tingginya takaran pemupukan N yang
diberikan.
Penelitian pembuatan kompos dari
kotoran hewan menunjukkan bahwa 10 hingga
15 persen dari N dalam bahan kompos akan
hilang sebagai gas NH3 selama proses
pengomposan. Selain itu dihasilkan pula lima
persen CH4 dan sekitar 30 persen N2O yang
berpotensi untuk mencemari lingkungan
sekitarnya (Stevenson 1982).

Tabel 3. Potensi Polusi Nitrogen Sisem Usaha tani Padi Lahan Sawah
Sistem Usaha tani
Organik
Konvensional

Keterangan
Jumlah rata-rata unsur Nitrogen yang disediakan pupuk
(kg/ha/MT)
Jumlah rata-rata unsur N yang diserap oleh tanaman
(kg/ha/MT)
Jumlah rata-rata unsur N yang hilang sebagai unsur N 2O
(kg/ha/MT)
Jumlah rata-rata unsur N yang hilang sebagai unsur NH 3
(kg/ha/MT)
Jumlah surplus Nitrogen (kg/ha/MT)
(1-(2+3+4))
St.Dev. surplus nitrogen

d. Penggunaan kompos pupuk kandang dapat
mengurangi sumber
polusi
karena
menstabilkan N yang mudah menguap
menjadi bentuk lain seperti protein.

103,145

2.235,302

30,943

670,591

30,943

670,591

10,314

223,530

30,943

670,591

25,272

516,442

Kualitas Tanah Sawah demgan Sistem
Usaha tani Organik dan Konvensional.
Kegiatan pertanian memengaruhi kualitas tanah

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

dan lingkungan. Gambar 3
menunjukkan
persentase
jumlah
petani
berdasarkan
persepsinya terhadap kualitas lahan sawah, nilai
persepsi diberikan nilai tiga untuk jawaban
yang menunjukkan persepsi tinggi, dua untuk
sedang, dan satu untuk jawaban yang termasuk
kategori persepsi rendah. Tampak pada gambar
tersebut, petani sistem organik memiliki
persepsi yang cenderung baik terhadap kualitas
lahan sawah mereka, antara lain merasakan
kemudahan olah tanah sawah, lahannya juga
tidak cepat kering, lapis olahnya cukup dalam,
serta banyak menemukan cacing tanah di
sawahnya. Hal ini membuktikan bahwa
pemakaian organik beberapa tahun terbukti
mampu memelihara kualitas tanah tetap gembur
(tidak padat dan keras), senada penelitian
Prayoga (2008). Berdasarkan survei penelitian,
bahkan tidak ditemukan petani organik yang
termasuk dalam kategori persepsi rendah
tentang kualitas tanah.

468

Biodiversitas Lingkungan Sawah dengan
Ssistem Organik dan Konvensional
Biodiversitas atau keragaman hayati merupakan
indikator keberhasilan sistem pertanian
berlanjut
dalam
memelihara
kesehatan
lingkungan,
yakni
ditunjukkan melalui
keanekaragaman hayati, yakni keberadaan flora
dan fauna, maupun keseimbanganperan atau
relung ekologi spesies yang ditemukan.
Persepsi petani tentang keragaman hayati yang
ada di sekitar pertanaman padinya, ditunjukkan
pada Gambar 4. Hasil penelitian mendapatkan
petani sistem organik terhadap beberapa
indikator keragaman hayati menunjukkan
persepsi yang lebih baik daripada petani sistem
non-organik, bahkan tidak ditemukan petani
sistem organik yang termasuk dalam kategori
berpersepsi rendah terhadap keragaman hayati
peratanaman padinya.

Gambar 3. Prosentase Jumlah Petani berdasarkan Persepsi terhadap Fungsi Pemeliharaan Kualitas
Tanah dari Sistem Usaha tani Padi Sawah.

Potensi Pencemaran (Tinjung Mary Prihtanti, Suhatmini Hardyastuti Slamet Hartono, Irham)

469

Gambar 4. Prosentase Jumlah Petani berdasarkan Persepsi terhadap Fungsi Pemeliharaan
Biodiversitas dari Sistem Usaha tani Padi Sawah.
Potensi Pencemaran Lingkungan Sawah
dengan Sistem Usaha tani Organik dan
Konvensional.
Pencemaran
lingkungan
ditandai keberadaan beberapa hewan maupun
tumbuhan yang memiliki kepekaan terhadap
perubahan lingkungan. Gambar 5 menunjukkan
prosentase jumlah petani berdasarkan persepsi
petani terhadap keberadaan fauna maupun
kondisi lingkungan yang dapat menjadi
indikator terjadinya pencemaran lingkungan.
Berdasarkan Gambar 5 tampak bahwa
jumlah petani sistem usaha tani organik
memberikan persepsi yang tinggi terhadap
fungsi pencegahan pencemaran lingkungan,
dibandingkan persepsi petani sistem usaha tani
konvensional. Hasil analisis penelitian juga
tidak menemukan petani yang memberikan
persepsi rendah terhadap fungsi pemeliharaan
kualitas lingkungan dari sistem usaha tani padi
organik, artinya, sistem organik memberikan
fungsi pemeliharaan kualitas lingkungan
ataupun penghindaraan potensi pencemaran di
lingkungan pertanaman padi, lebih baik
daripada sistem usaha tani konvensional.

KESIMPULAN
Perilaku penggunaan pupuk kimia oleh
petani padi sistem konvensional cenderung
berlebihan. Namun, semakin tinggi jumlah
pupuk yang digunakan tidak selalu tentu
menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sistem
usaha tani organik mampu memelihara
kesehatan lingkungan sawah. Polusi nitrogen
yang dihasilkan sistem usaha tani padi organik
lebih rendah daripada sistem konvensional,
serta mampu memeliharan kualitas kesuburan
tanah, memelihara keanekaragaman hayati di
sekitar sawah, dan mengurangi pencemaran
sekitar lahan.

ISSN 1411-0172

Gambar 5. Prosentase Jumlah Petani berdasarkan Persepsi terhadap Fungsi Pemeliharaan
Kualitas Lingkungan dari Sistem Usaha tani Padi Sawah.
.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2001. Multifunctionality: Towards an Analytical Framework, Paris.
------------ 2012. Pemupukan Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id. Diunduh
2012.

12 Mei

Dollyno, Ericson, & Sugiyanta. 2006. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk Hijau dan Jerami
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Makalah Seminar Program Studi Agronomi
Fakultas Pertanian IPB.
Choudhury & IR Kennedy. 2005. Nitrogen Fertilizer Losses from Rice Soils and Control of
Environmental Pollution Problems. Communications in Soil Science and Plant Analysis. 36:
1625-1639.
Gay, L.R. & Diehl, 1992. Research Methods for Business and management . Macmillan
Publishing Co. New York.

Prayoga, Adi. 2008. Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha tani Padi Organik Lahan
Sawah. Jurnal Teknologi (3) XXII, September 2008: 122-131.
Reijntjes, Coen Dkk. 2002. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta

Reinhard S, Lovell Knox C.A., Thijssen G. 2002. Analysis of Environmental Efficiency
Varation. American Journal of Agricultural Economics 84(4), 1054-1065.
Stevenson, FJ. 1982. Humus Chemistry Genesis, Composition, Reaction . John Wiley and
Sons. New York.

Dokumen yang terkait