Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 1 Tahun 20131

BUPATI LOMBOK TIMUR

PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LOMBOK TIMUR,
Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 17 ayat (6), Pasal 21, Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (7),
Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (4) Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Timur Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu menetapkan
Peraturan


Bupati

tentang

Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan

Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Mengingat

:

1.

Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2.


Undang-Undang

Nomor

69

Tahun

Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II

1958

tentang

dalam Wilayah

Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 1655 );
3.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3029);

4.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3091) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4048);


5.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4189);

6.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang

Nomor

12


Tahun

2008 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
7.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);

8.

Undang-Undang

Nomor


12

Tahun

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
9.

Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4049);


10. Peraturan
Pedoman

Pemerintah
Pembinaan

Nomor
dan

79

Tahun

Pengawasan

2005

tentang

Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
11. Peraturan

Pemerintah

Nomor

58

Tahun

2005

tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis
Pajak Daerah yang dipungut berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun
2008

tentang

Kewenangan

Urusan


Pemerintahan

Pemerintahan

Kabupaten

yang
Lombok

menjadi
Timur

(Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2008
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lombok
Timur Nomor 1);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 7 Tahun
2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah di
Kabupaten Lombok Timur (Lembaran Daerah Kabupaten
Lombok Timur Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 4);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Timur
Tahun

2012

Nomor

12,

Tambahan

Lembaran

Daerah

Kabupaten Lombok Timur Nomor 11).

MEMUTUSKAN :
Menetapkan

:

PERATURAN

BUPATI

TENTANG

KETENTUAN

PELAKSANAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 12
TAHUN

2012

TENTANG

PAJAK

BUMI

DAN

BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1.

Daerah adalah Kabupaten Lombok Timur.

2.

Bupati adalah Bupati Lombok Timur.

3.

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset yang
selanjutnya

disebut

Dinas

adalah

Dinas

Pendapatan,

Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten Lombok Timur
atau Dinas yang tugas pokok dan fungsinya di bidang
pendapatan dan pengelolaan keuangan Daerah.
4.

Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
yang selanjutnya disebut Kepala Dinas adalah Kepala Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kabupaten
Lombok Timur atau Kepala Dinas pada Dinas yang tugas
pokok dan fungsinya di bidang pendapatan dan pengelolaan
keuangan Daerah.

5.

Pajak

Daerah

yang

selanjutnya

disebut

Pajak

adalah

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
6.

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

7.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan

daerah.
8.

Surat

Pemberitahuan

Bangunan

Perdesaan

Pajak

Terutang

Pajak

Bumi

dan

Perkotaan

yang

selanjutnya

disingkat SPPT PBB adalah surat yang digunakan
memberitahukan

besarnya

Pajak

Bumi

dan

dan

untuk

Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
9.

Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD,
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas umum daerah melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.

10. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk
sanksi administratif berupa bunga, denda atau kenaikan yang
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan

ketentuan

peraturan

perundang-udangan

perpajakan.
11. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat
SP2D

adalah

dokumen yang digunakan sebagai dasar

pencairan dana yang diterbitkan oleh Bendahara Umum
Daerah berdasarkan Surat Perintah Membayar.
12. Tempat Pembayaran adalah tempat yang ditetapkan Bupati
sebagai tempat pembayaran untuk menerima pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
13. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah
yang ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh
pengeluaran daerah.

14. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Bupati
untuk menerima dan menatausahakan setoran penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
15. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah

data,

keterangan,

dan/atau

bukti

yang

dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu

standar

pemeriksaan

untuk

menguji

kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau tujuan
lain

dalam

rangka

melaksanakan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan perpajakan daerah.
16. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil pemerintah
Kabupaten Lombok Timur atau Tenaga Ahli yang ditunjuk oleh
Bupati yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab
untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.
17. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir.
18. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference)
adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak
dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil
bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang
tidak

disetujui

dituangkan

dalam

Berita

Acara

Hasil

Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan
Wajib Pajak.
19. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas
yang

diselenggarakan

prosedur

pemeriksaan

oleh
yang

Pemeriksa
ditempuh,

Pajak

mengenai

pengujian

yang

dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan
kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan
pemeriksaan.
20. Bukti permulaan adalah keadaan dan/atau bukti-bukti, baik
berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda
yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana
sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara/Daerah.
21. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak
untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

22. Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas
Pendapatan,

Pengelolaan

Kabupaten

Lombok

perbedaan

antara

Keuangan

Timur,

dan

bertugas

pendapat

Wajib

Aset

untuk

Pajak

Daerah

membahas

dengan

Hasil

Pembahasan atas Tanggapan Wajib Pajak oleh Tim Pemeriksa
Pajak.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SKPD
PBB, adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan

besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
24. Surat Tagihan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan,yang selanjutnya disingkat STPD
PBB, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
25. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan

dalam

peraturan

penerapan

perundang-undangan

ketentuan

tertentu

perpajakan

daerah

dalam
yang

terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
Bumi

dan

Bangunan

Perdesaan

dan

Perkotaan,

Surat

Ketetapan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Surat
Tagihan Pajak Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat
Keputusan Keberatan.
26. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya
disingkat

SKPDLB,

adalah

surat

ketetapan

pajak

yang

menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang
atau seharusnya tidak terutang.

27. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang,
Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan
oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Bupati ini yaitu:
a.

tata cara pendataan dan pelaporan Objek Pajak;

b.

Tata cara penerbitan SPPT, SKPD, SKPDN;

c.

tata cara pengisian dan penyampaian SPOP, SPPT,

SKPD,

SKPDN;
d.

tata cara pembayaran, penyetoran, angsuran dan penundaan
pembayaran pajak;

e.

tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan;

f.

tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak;

g.

tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

h.

tata

cara

penghapusan

piutang Pajak

yang

sudah

kadaluwarsa; dan
i.

tata cara pemeriksaan Pajak.

BAB III
TATA CARA P E N D A F T A R A N , PENDATAAN DAN PENILAIAN
OBJEK

PAJAK DAN SUBJEK PAJAK
Bagian kesatu
Pendaftaran
Pasal 3

(1)

Pendaftaran objek pajak PBB-P2 dilakukan oleh subjek Pajak
dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP).

(2)

SPOP dan LSPOP diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta
ditandatangani

dan

disampaikan

ke

Dinas,

selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya
SPOP oleh Subjek Pajak atau kuasanya.
(3)

Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh di Dinas atau
ditempat-tempat lain yang ditunjuk.
Bagian kedua
Pendataan
Pasal 4

(1)

Pendataan subjek dan objek PBB-P2 dilakukan oleh Dinas
dengan menggunakan formulir SPOP dan LSPOP, dengan
ketentuan :

a. setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPOP dan LSPOP;
b. SPOP dan LSPOP sebagaimana pada huruf a, harus diisi
dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau kuasanya disertai dengan lampiranlampiran yang diperlukan dan disampaikan kepada Dinas;
c. sepanjang tidak ada perubahan data objek pajak, subjek
pajak maupun Wajib Pajak maka data SPOP dan LSPOP
dapat

digunakan

untuk

penetapan

PBB-P2

tahun

selanjutnya; dan
d. bentuk, isi formulir, dan petunjuk pengisian SPOP dan
LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagamana tercantum dalam lampiran I (satu) yang
merupakan

bagian

tidak

terpisahkan

dari

peraturan

Bupati ini;
(2)

Pendataan subjek dan objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud
dalam ayat dapat dilakukan dengan alternatif :
a. penyampaian

dan

pemantauan

pengembalian

SPOP,

adalah pendataan yang hanya dilaksanakan pada wilayah
desa yang belum mempunyai peta, merupakan wilayah
terpencil dan mempunyai potensi PBB-P2 relatif kecil,
penyebaran SPOP dilakukan alternatif secara perseorangan
berdasarkan sket/ peta blok yang ada kepada wajib pajak
atau kuasanya atau secara kolektif melalui aparat desa
dengan terlebih dahulu membuat sket / peta blok;
b. identifikasi

objek

pajak,

adalah

pendataan

yang

dilaksanakan pada wilayah desa, sudah mempunyai peta
yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak dan
merupakan hasil pendataan secara lengkap tiga tahun
terakhir tetapi belum mempunyai data administrasi PBBP2;
c. verifikasi

data

objek

pajak,

adalah

pendataan

yang

dilakukan pada wilayah desa yang sudah mempunyai peta
dan data administrasi PBB-P2 secara lengkap dalam tiga
tahun terakhir; dan
d. pengukuran bidang objek pajak, adalah pendataan yang
dilakukan pada wilayah desa yang hanya mempunyai sket
peta desa dan atau peta tetapi tidak dapat digunakan
untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
Pasal 5
(1)

Setiap objek pajak diberi NOP.

(2)

Struktur NOP terdiri dari 18 (delapan belas) digit, dengan
urutan :
a. digit ke-1 dan ke-2 merupakan kode propinsi;

b. digit ke-3 dan ke-4 merupakan kode kabupaten;
c. digit ke-5 sampai dengan digit ke-7 merupakan kode
kecamatan;
d. digit ke-8 sampai dengan digit ke-10 merupakan kode
kelurahan/ desa;
e. digit ke-11 sampai dengan digit ke-13 merupakan kode
nomor urut blok;
f. digit ke-14 sampai dengan digit ke-17 merupakan kode
urut objek pajak; dan
g. digit ke-18 merupakan kode tanda khusus;
(3)

Pemberian NOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
Pasal 6

(1)

Pendataan terhadap mutasi utuh tidak menghilangkan NOP
induk.

(2)

Pendataan terhadap mutasi pecah, masing-masing penerima
pecahan

mendapatkan

NOP

baru,

sisa

tanah

tetap

menggunakan NOP lama.
(3)

Pendataan terhadap mutasi pecah tanpa ada sisa maka NOP
diberikan kepada salah satu penerima mutasi pecah.

(4)

Terhadap NOP yang hilang diberikan NOP baru.
Pasal 7

Persyaratan dikeluarkannya NOP :
a.

melampirkan copy bukti kepemlikan (sertifikat) dan atau
penguasaan atau pemanfaatan;

b.

surat keterangan kepemilikan, warisan, hibah dan sejenisnya
dari desa/ kelurahan yang diketahui oleh Camat; dan

c.

mengisi formulir SPOP dan LSPOP disertai tanda tangan Wajib
Pajak atau kuasanya.
Bagian ketiga
Penilaian
Pasal 8

(1)

Penilaian adalah kegiatan Dinas terhadap Objek PBB-P2
untuk menetapkan NJOP.

(2)

Kegiatan penilaian dapat dilaksanakan melalui :
a. Penilaian massal, dimana nilai jual objek bumi dihitung
berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang terdapat pada
setiap Zona Nilai Tanah (ZNT) sedangkan NJOP Bangunan
dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan
(DBKB); dan/ atau

b. Penilaian individu diterapkan pada objek umum yang
bernilai tinggi atau objek pajak khusus.
(3)

Objek Pajak yang dinilai dalam kegiatan penilaian terdiri atas:

a. Objek Pajak standar yaitu Objek Pajak dengan kriteria luas
tanah paling banyak 5.000 m2 (lima ribu meter persegi),
jumlah lantai bangunan paling banyak 3 dan luas
bangunan

paling

banyak

1.000

m2

(seribu

meter

persegi);dan

b. Objek Pajak non standar adalah Objek Pajak dengan
kriteria luas tanah lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter
persegi), jumlah lantai bangunan lebih dari 3 dan luas
bangunan lebih dari 1.000 m2 (seribu meter persegi).
(4)

Kegiatan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tiga pendekatan penilaian, meliputi :
a. pendekatan data pasar;
b. pendekatan biaya; dan/ atau
c. pendekatan kapitalisasi pendapatan.

(5)

Penilaian dengan pendekatan data pasar dilakukan dengan
objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah
diketahui dengan melakukan beberapa penyesuaian.

(6)

Penilaian dengan pendekatan biaya dilakukan untuk penilaian
bangunan dengan cara memperhitungkan biaya-biaya yang
dikeluarkan

untuk

membangun

baru

dikurangi

dengan

penyusutan.
(7)

Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan pada objekobjek yang menghasilkan (komersil) dengan cara menghitung
atau memproyeksikan seluruh pendapatan atau sewa dalam
satu

tahun

terhadap

objek

pajak

dikurangi

dengan

kekosongan, biaya operasional, dan hak pengusaha.
(8)

Pelaksanaan kegiatan teknis penilaian menjadi kewenangan
Kepala Dinas.

(9)

Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan, dan
penilaian Objek dan Subjek Pajak dalam rangka pembentukan
dan/atau pemeliharaan basis data, Dinas dapat bekerja sama
dengan Kantor Pertanahan, dan/atau instansi lain yang
terkait.

(10) Pendataan dan penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan
Bangunan

dalam

rangka

pembentukan

dan/atau

pemeliharaan basis data dapat dilakukan oleh pihak ketiga
yang memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan dan
ditunjuk oleh Dinas.

BAB IV
TATA CARA PENERBITAN SPPT, SKPD, DAN SKPDN
Pasal 9
(1)

SPPT diterbitkan pada setiap tahun pajak.

(2)

Penerbitan

SPPT sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

didasarkan pada SPOP.
(3)

SPOP disampaikan oleh wajib pajak kepada Bupati melalui
Kepala Dinas paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh wajib pajak.

(4)

Penerbitan SPPT dilakukan oleh Kepala Dinas.
Pasal 10

(1)

Penerbitan

SPPT dilakukan

secara

massal

atau

secara

individual.
(2)

Penerbitan SPPT secara massal dilaksanakan pada awal
tahun pajak untuk semua objek pajak.

(3)

Penerbitan

SPPT

secara

individual

dilakukan

atas

permohonan wajib pajak.
Pasal 11
SPPT secara individual dapat berbentuk:
a.

salinan SPPT;

b.

SPPT Objek Pajak Baru;

c.

SPPT Mutasi; atau

d.

SPPT Pembetulan.
Pasal 12

SPPT bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah dan/
atau bangunan.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan petunjuk
pengisian SPPT diatur oleh Kepala Dinas.
Pasal 14
Salinan SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
a diterbitkan apabila SPPT wajib pajak rusak atau hilang.
Pasal 15
(1) SPPT Objek Pajak Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf b diterbitkan apabila dilakukan pendaftaran objek
pajak baru yang belum terdaftar pada administrasi Dinas.

(2)

Kondisi Objek Pajak belum terdaftar pada administrasi
Dinas disebabkan karena:
a. adanya perubahan alam;
b. adanya perubahan peruntukan objek pajak yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat; atau
c. adanya perubahan administrasi pemerintahan.
Pasal 16

SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diterbitkan
sesuai dengan tahun perolehan hak.
Pasal 17
(1)

SPPT mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
c

diterbitkan apabila terdapat perubahan data objek pajak

dan/atau subjek pajak.
(2)

Perubahan

data

objek

pajak

disebabkan

adanya

pemecahan dan/atau penggabungan objek pajak.
(3)

Perubahan data subjek pajak disebabkan adanya peralihan
hak antara lain karena waris, jual beli, atau hibah.
Pasal 18

SPPT pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
d

diterbitkan apabila

terdapat

kesalahan

tulis,

kesalahan

hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Pasal 19
Kepala Dinas atas permohonan wajib pajak dapat menerbitkan
Surat Keterangan NJOP apabila SPPT dalam tahun pajak berjalan
belum diterbitkan.
Pasal 20
(1)

Kepala

Dinas

atas

permohonan

wajib

pajak

dapat

membatalkan ketetapan SPPT sebagai akibat dari penerbitan
SPPT yang tidak benar.
(2)

Penerbitan SPPT yang tidak benar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disebabkan antara lain:
a. SPPT ganda;
b. objek pajak tidak ada;
c. objek pajak/subjek pajak yang dinyatakan batal demi
hukum; dan/atau
d. penetapan sebagai wajib pajak atas suatu objek pajak
yang belum diketahui wajib pajaknya.

Pasal 21
(1)

SPPT ditandatangani Kepala Dinas dalam bentuk:
a. tanda tangan basah;
b. cap tanda tangan; atau
c. cetakan tanda tangan.

(2)

Penandatanganan

SPPT yang

diterbitkan

secara

massal

dilakukan dengan:
a. cap tanda tangan atau cetakan tanda tangan untuk
objek pajak dengan ketetapan pajak sampai dengan Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah); dan
b. tanda tangan basah untuk objek pajak dengan ketetapan
pajak lebih dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3)

Penandatanganan SPPT yang diterbitkan secara individual
dapat dilakukan dengan:
a. cap tanda tangan atau cetakan tanda tangan untuk
objek pajak dengan ketetapan pajak sampai dengan Rp.
500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan
b. tanda tangan basah untuk objek pajak dengan ketetapan
pajak lebih dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Pasal 22

(1)

SPPT yang diterbitkan disampaikan secara langsung kepada
Wajib Pajak atau dapat melalui petugas tingkat kecamatan,
desa/kelurahan, dusun/ lingkungan.

(2)

Wajib pajak menandatangani tanda bukti penerimaan SPPT
dan mencantumkan tanggal diterimanya SPPT tersebut.
Pasal 23

(1)

Tanggal

jatuh

tempo

pembayaran

pajak

yang

terutang

ditentukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak diterimanya SPPT.
(2)

Tanggal

jatuh

tempo

pembayaran

pajak

yang

terutang

dituangkan dalam SPPT.

BAB V
TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN
SPOP, SPPT, SKPD, DAN SKPDN

Pasal 24
Wajib pajak mengajukan permohonan penerbitan SPPT secara
individual, surat keterangan NJOP, dan pembatalan ketetapan
SPPT secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan
mengisi formulir yang telah disediakan.

Pasal 25
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilampiri
dengan persyaratan administrasi sebagai berikut:
a.

penerbitan SPPT secara indiviual:
1. salinan SPPT:
a) fotokopi identitas pemohon;
b) surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
c) Fotokopi SPPT tahun sebelumnya;
d) Surat

keterangan

SPPT

rusak

atau

hilang

dari

Kepala Desa setempat;
e) Bukti pembayaran PBB 5 (lima) tahun sebelumnya.
2. SPPT objek pajak baru:
a) fotokopi identitas pemohon;
b) surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
c) SPOP yang telah

diisi

dengan

benar,

jelas,

lengkap dan ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya;
d) fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah;
e) denah lokasi objek pajak yang berbatasan langsung;
f)

surat keterangan dari pihak yang berwenang mengenai
alasan/penyebab pendaftaran objek pajak baru;

g) surat pengantar dari Kepala Desa setempat.
3. SPPT mutasi objek/subjek pajak:
a) fotokopi identitas pemohon;
b) surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
c) SPOP yang telah

diisi

dengan

benar,

jelas,

lengkap dan ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya;
d) fotokopi SPPT tahun pajak

yang

bersangkutan dan

bukti pelunasan pajak 5 (lima) tahun terakhir;
e) fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah;
f)

fotokopi dokumen perolehan hak;

g) denah lokasi objek pajak yang berbatasan langsung;
h) SSPD BPHTB yang sudah divalidasi.
4. SPPT pembetulan:
a) fotokopi identitas pemohon;
b) surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
c) SPOP yang telah

diisi

dengan

benar,

jelas,

lengkap dan ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya;
d) SPPT asli tahun pajak yang bersangkutan dan bukti
pelunasan pajak 5 (lima) tahun terakhir; dan
e) fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah.

b.

surat keterangan NJOP:
1. fotokopi identitas pemohon;
2. surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
3. fotokopi bukti kepemilikan hak atas tanah;
4. fotokopi SPPT tahun sebelumnya dan bukti pelunasan
pajak 5 (lima) tahun terakhir.

c.

pembatalan ketetapan SPPT:
1. fotokopi identitas pemohon;
2. surat kuasa bagi yang diberi kuasa;
3. SPPT asli tahun yang bersangkutan;
4. surat pengantar dari Kepala Desa setempat.
Pasal 26

(1)

Dinas melakukan pemeriksaan

berkas

permohonan paling

lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya berkas
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(2)

Dinas dalam melaksanakan pemeriksaan berkas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

dapat melakukan

peninjauan ke lokasi dan/atau meminta dokumen penunjang
selain yang dipersyaratkan.
(3)

Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaskud pada ayat (1)
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
Dinas untuk

Kepala

mengabulkan atau menolak permohonan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
(4)

Keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diberikan:
a. paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap dan benar bagi permohonan
salinan SPPT dan surat keterangan NJOP;
b. paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap dan benar bagi permohonan
pendaftaran objek pajak baru;
c. paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap dan benar
permohonan

mutasi

objek

bagi

pajak/subjek

pajak,

dan

pembetulan SPPT;
d. paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan secara lengkap dan benar bagi permohonan
pembatalan SPPT.
(5)

Apabila jangka waktu

sebagaimana

ayat (4) telah terlampaui dan tidak ada
maka permohonan dianggap dikabulkan.

dimaksud

pada

suatu keputusan,

Pasal 27
(1)

Dalam hal

Keputusan

Kepala

Dinas

mengabulkan

permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3)
digunakan sebagai dasar:
a. pembenahan/pemutakhiran basis data pajak pada Dinas;
b. penerbitan SPPT secara individual.
(2)

Keputusan

Kepala

Dinas

mengabulkan

permohonan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf a,
diwujudkan

dalam

bentuk penerbitan salinan SPPT atau

surat keterangan NJOP.
(3)

Kepala

Dinas

mengabulkan

permohonan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf b, huruf c, dan
huruf d ditetapkan dengan keputusan Kepala Dinas.
Pasal 28
Kepala Dinas dapat menerbitkan SKPD dalam hal-hal sebagai
berikut:
a.

SPOP tidak disampaikan wajib pajak dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari dan setelah wajib pajak ditegur secara
tertulis oleh Kepala Dinas; atau

b.

berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak

yang terutang lebih besar dari jumlah pajak

yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib
pajak.
Pasal 29
(1)

Penerbitan SKPD dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari
setelah tanggal surat teguran diterima wajib pajak.

(2)

Penerbitan SKPD dalam hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 uruf b didasarkan laporan hasil pemeriksaan kantor
atau lapangan yang dilakukan oleh Dinas.
Pasal 30

Penandatanganan SKPD dilakukan oleh Kepala Dinas dengan
tanda tangan basah.
Pasal 31
SKPD disampaikan kepada wajib pajak secara langsung atau
dapat

melalui

petugas

tingkat

kecamatan,

desa/kelurahan,

dusun/lingkungan.
Pasal 32
(1)

Tanggal

jatuh

tempo

pembayaran

pajak

yang

terutang

ditentukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterbitkan SKPD.
(2)

Tanggal

jatuh

tempo

dituangkan dalam SKPD.

pembayaran

pajak

yang

terutang

BAB VI
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN ANGSURAN, DAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Bagian Kesatu
Pembayaran
Pasal 33
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi paling lama
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Pasal 34
(1)

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur

nasional,

pembayaran

atau penyetoran pajak

dapat

dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(2)

Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara
nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk pula hari
libur dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.
Pasal 35

Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dapat dilakukan ke Kas Umum Daerah, melalui Petugas Pemungut,
Petugas Penerima Setoran (PPS) PBB Kecamatan, Bendahara
Penerimaan Dinas, Petugas Online Payment System (OPS), atau
tempat pembayaran lain yang ditunjuk dengan menggunakan
SPPT, SKPD dan STPD.
Pasal 36
(1)

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran melalui Petugas
Pemungut memperoleh Tanda Terima Sementara (TTS) dan
pembayaran diangap sah apabila Wajib Pajak telah menerima
SSPD sebagai pengganti TTS dari petugas pemungut.;

(2)

SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) divalidasi/ dicap
oleh

pejabat

yang

berwenang,

aslinya

disertai

SPPT

dikembalikan ke Wajib Pajak yang bersangkutan.
(3)

SSPD dibuat rangkap 4 (empat) yang terdiri dari :
a. lembar ke-1 diberikan kepada Wajib Pajak;
b. lembar ke-2 dan ke-3 diberikan kepada Kas Umum Daerah;
c. lembar ke-4 untuk petugas penerima setoran.

Bagian Kedua
Penyetoran
Pasal 37
(1)

Petugas Pemungut dalam waktu 1 x 24 jam wajib menyetorkan
hasil pungutan PBB-P2 kepada Petugas Penerima Setoran
Kecamatan.

(2)

Penyetoran

Pajak

Perkotaan

oleh

Bumi
Petugas

dan

Bangunan

Penerima

Perdesaan

Setoran

dan

Kecamatan

dilakukan ke Kas Umum Daerah paling lama 7 (tujuh) hari
sejak diterima dari Petugas Pemungut maupun dari Wajib
Pajak dengan menggunakan Daftar Penerimaan Harian (DPH).
(3)

Apabila waktu penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka
penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(4)

Bank pemegang Kas Umum Daerah mencatat penerimaan
PBB-P2 dalam rekening penerimaan daerah.

(5)

Bank pemegang Kas Umum Daerah melaporkan penerimaan
PBB-P2 kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas setiap hari
Senin pada

minggu berikutnya

setelah PPS Kecamatan

menyetor penerimaan PBB-P2 dengan melampiri SSPD lembar
ke-3.
Bagian Ketiga
Angsuran
Pasal 38
(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Permohonan Angsuran
Pembayaran secara tertulis untuk mengangsur pembayaran
pajak yang masih harus dibayar kepada Bupati melalui Kepala
Dinas.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
diajukan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah SPPT
diterima Wajib Pajak disertai alasan dan jumlah pembayaran
yang dimohon untuk diangsur.

(3)

Apabila batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak
karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan Wajib
Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Kepala
sepanjang

Wajib

Pajak

dapat

membuktikan

Dinas

kebenaran

keadaan di luar kuasanya tersebut.
(4)

Bentuk format surat permohonan angsuran pembayaran oleh
wajib pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati ini.

Pasal 39
(1)

Atas dasar Surat Permohonan Angsuran dari Wajib Pajak,
Kepala Dinas menugaskan Staf terkait untuk melakukan
penelitian

sebagai

bahan

pertimbangan

disetujui

atau

tidaknya permohonan angsuran.
(2)

Berdasarkan hasil pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala Dinas atas nama Bupati menerbitkan Keputusan
berupa menerima seluruhnya, sebagian atau penolakan dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas
permohonan diterima dengan lengkap.

(3)

Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak dapat
lagi diajukan permohonan untuk mengangsur pembayaran.

(4)

Wajib Pajak yang masih punya tunggakan utang pajak tahun
sebelumnya, tidak dapat mengajukan angsuran pembayaran.

(5)

Masa angsuran utang pajak tidak melebihi jangka waktu 12
(dua belas) bulan.

(6)

Bentuk format Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Lampiran V dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
Bagian Keempat
Penundaan Pembayaran
Pasal 40

(1)

Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Permohonan Penundaan
Pembayaran secara tertulis untuk menunda pembayaran
pajak yang masih harus dibayar kepada Bupati melalui Kepala
Dinas.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
diajukan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah SPPT
diterima Wajib Pajak dengan disertai alasan penundaan.

(3)

Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar
kekuasaannya,

permohonan

Wajib

Pajak

masih

dapat

dipertimbangkan oleh Kepala Dinas sepanjang Wajib Pajak
dapat membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya
tersebut.
(4)

Bentuk format permohonan penundaan pembayaran oleh
wajib pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Bupati ini.

Pasal 41
(1)

Atas dasar Surat Permohonan Penundaan, Kepala Dinas
menugaskan Staf terkait untuk melakukan penelitian sebagai
bahan pertimbangan disetujui atau tidaknya permohonan
penundaan;

(2)

Berdasarkan hasil pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat

(1),

Kepala

Dinas

menerbitkan

Keputusan

berupa

menerima atau penolakan dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja sejak berkas permohonan diterima dengan
lengkap.
(3)

Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat lagi
diajukan permohonan untuk menunda pembayaran.

(4)

Wajib Pajak yang masih punya tunggakan utang pajak tahun
sebelumnya,

tidak

dapat

mengajukan

penundaan

pembayaran.
(5)

Masa penundaan utang pajak tidak melebihi jangka waktu 12
(dua belas) bulan.

(6)

Bentuk format Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Lampiran VI dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB VII
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
Pasal 42
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Bupati melalui
Kepala Dinas atas:
a.

SPPT PBB;

b.

SKPD PBB; dan

c.

SKPDLB PBB.
Pasal 43

(1)

Wajib

Pajak

dapat

mengajukan

keberatan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 42 jika:
a. wajib pajak berpendapat bahwa luas objek pajak bumi
dan/atau bangunan atau nilai jual objek pajak bumi
dan/atau

bangunan

tidak

sebagaimana

penafsiran

peraturan

mestinya;

dan/atau
b. terdapat

perbedaan

perundang-

undangan PBB.
(2)

Keberatan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

diajukan secara :
a. perorangan atau kolektif untuk SPPT PBB; atau
b. perorangan untuk SKPD PBB dan SKPDLB PBB.

(1)

dapat

Pasal 44
(1)

Pengajuan keberatan SPPT PBB secara kolektif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a dilakukan untuk
setiap SPPT PBB yang bernilai sampai dengan Rp. 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) diajukan secara tertulis kepada Bupati
melalui

Kepala

Dinas

dengan

melampirkan

persyaratan

sebagai berikut:
a. asli SPPT PBB, SKPD PBB, SKPDLB PBB yang diajukan
keberatan; dan
b. surat keterangan Lurah/ Kepala Desa setempat.
(2)

Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT PBB,

SKPD PBB, dan SKPDLB PBB, kecuali apabila

Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
(3)

Surat Keberatan yang diajukan harus ditandatangani oleh
Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk.

(4)

Dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh Kuasa yang
ditunjuk Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan:
a. surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB
yang terutang lebih dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah);
b. surat kuasa, untuk Wajib Pajak Badan.
Pasal 45

(1)

Pengajuan keberatan untuk SPPT PBB secara perorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a
dilakukan untuk setiap SPPT PBB lebih dari Rp. 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah).

(2)

Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. asli SPPT PBB yang diajukan keberatan;
b. penghitungan jumlah PBB yang terutang menurut Wajib
Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan
keberatannya;
c. fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa
Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
d. fotocopy bukti kepemilikan tanah dan sejenisnya;
e. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan atau surat keterangan
dari Lurah/ Kepala Desa setempat; dan
f. fotocopy pembayaran rekening listrik bulan terakhir.

(3)

Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT PBB, kecuali apabila Wajib Pajak melalui Lurah/ Kepala
Desa setempat dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4)

Tanggal Penerimaan surat keberatan yang dijadikan dasar
untuk memproses surat keberatan adalah :
a. tanggal terima surat keberatan, dalam hal disampaikan
secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada
Dinas; atau
b. tanggal tanda pengiriman surat keberatan, dalam hal
disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 46

(1)

Pengajuan

keberatan yang

tidak

memenuhi

persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 atau Pasal 45,
dianggap bukan sebagai surat keberatan sehingga tidak dapat
dipertimbangkan.
(2)

Dalam hal pengajuan keberatan tidak dapat dipertimbangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak masih
dapat mengajukan keberatan kembali sepanjang memenuhi
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
atau Pasal 45 ayat (3).
Pasal 47

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB
yang terutang dan pelaksanaan penagihannya.
Pasal 48
Keputusan atas pengajuan keberatan SPPT PBB, SKPD PBB, dan
SKPDLB PBB diberikan oleh :
a.

Kepala Dinas, dalam hal jumlah PBB

yang terutang bernilai

sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
b.

Bupati, dalam hal jumlah PBB yang terutang lebih dari
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49

(1)

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ditetapkan
berdasarkan

hasil

penelitian

pada

Dinas

dan

apabila

diperlukan, dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2)

Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam
laporan hasil penelitian.

(3)

Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, Kepala Dinas
terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis mengenai
waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib
Pajak.

(4)

Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada
Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf
a,

penelitian

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

dilaksanakan oleh Dinas.
Pasal 50
(1)

Keputusan Kepala Dinas atas pengajuan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf a disertai laporan hasil penelitian
keberatan diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Keberatan.

(2)

Kepala

Dinas meneruskan

berkas

pengajuan

Keberatan

kepada Bupati a ta s pe nga ju an keb e rata n sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dalam jangka waktu
paling

lama

15

(lima belas)

hari

kerja

sejak

tanggal

diterimanya Surat Keberatan.
Pasal 51
(1)

Bupati sesuai kewenangannya dalam jangka waktu paling
lama

12

(dua

belas)

bulan

terhitung

sejak

tanggal

diterimanya surat keberatan, harus memberikan keputusan
atas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf b.
(2)

Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau
menambah besarnya jumlah PBB yang terutang.

(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah terlampaui dan Keputusan belum diterbitkan, pengajuan
Keberatan dianggap dikabulkan dan diterbitkan Keputusan
sesuai dengan pengajuan Wajib Pajak dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu
dimaksud berakhir.

(4)

Dalam hal Keputusan keberatan menyebabkan perubahan
data dalam SPPT PBB, SKPD PBB, dan SKPDLB PBB, Dinas
menerbitkan SPPT PBB, SKPD PBB, SKPDLB PBB baru
berdasarkan keputusan Keberatan tanpa mengubah saat jatuh
tempo pembayaran.

(5)

SPPT PBB, SKPD PBB, SKPDLB PBB baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak bisa diajukan Keberatan.
Pasal 52

Bentuk formulir yang digunakan dalam rangka pengajuan dan
penyelesaian keberatan PBB ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala
Dinas.

BAB VIII
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN
SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 53
(1)

Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangi atau membatalkan SPPT PBB, SKPD PBB
atau STPD PBB.

(2)

Pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal penerbitan
SPPT PBB, SKPD PBB atau STPD PBB memang tidak benar.

(3)

Permohonan pembatalan SPPT PBB, SKPD PBB atau SPTD
PBB yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)
diajukan secara perseorangan, kecuali SPPT PBB dapat juga
diajukan secara kolektif.

(4)

Permohonan pengurangan atau pembatalan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. Surat permohonan pengurangan atau pembatalan;
b. Fotocopy identitas Wajib Pajak,

atau kuasa Wajib Pajak

dalam hal dikuasakan;
c. nama dan alamat wajib pajak;
d. dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa
objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat
dibatalkan; dan
e. dokumen pendukung lainnya.
Pasal 54
Tanggal

penerimaan

surat

permohonan

pengurangan

atau

pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) adalah:
a.

tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan
disampaikan langsung oleh Wajib Pajk atau kuasanya kepada
petugas

Tempat

Pelayanan

Terpadu

atau

petugas

yang

ditunjuk;
b. tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal
permohonan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman
surat.
Pasal 55
Bentuk formulir pengurangan atau membatalkan SPPT PBB, SKPD
PBB atau STPD PBB ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas.

Pasal 56
Kepala Dinas atas nama Bupati berwenang memberikan Keputusan
atas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT PBB, SKPD
PBB, atau STPD PBB yang tidak benar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1).
Pasal 57
(1)

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan
dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan;

(2)

Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam
laporan hasil penelitian;

(3)

Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendahrendahnya

setingkat

eselon

III

terlebih

dahulu

memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian
di lapangan kepada Wajib Pajak.
Pasal 58
(1)

Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 6 (enam ) bulan
sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, harus memberi keputusan atas
permohonan Wajib Pajak.

(2)

Keputusan Kepala Dinas atas permohonan pengurangan atau
pembatalan SPPT PBB, SKPD PBB, atau STPD PBB yang tidak
benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
mengabulkan

sebagian

atau

seluruhnya,

atau

menolak

permohonan Wajib Pajak.
(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah terlampaui dan Kepala Dinas tidak memberi suatu
keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak
dianggap dikabulkan dan Kepala Dinas harus menerbitkan
keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak
jangka waktu dimaksud berakhir.

(4)

Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Kepala Dinas harus
memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang
menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
atau

seluruhnya

permohonan

Wajib

Pajak

sebagimana

dimaksud pada ayat (2).
Pasal 59
(1)

Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat mengurangi atau menghapuskan Sanksi Administrai
yang tercantum dalam SKPD PBB atau STPD PBB.

(2)

Pengurangan

atau

penghapusan

sanksi

administrasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib
Pajak dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan
Wajib Pajak.
(3)

Permohonan

pengurangan

atau

penghapusan

sanksi

administrasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit memuat:
a. surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi;
b. fotocopy identitas Wajib Pajak,

atau kuasa Wajib Pajak

dalam hal dikuasakan;
c. nama dan alamat wajib pajak;
d. alasan

pengurangan

atau

penghapusan

sanksi

administrasi; dan
e. dokumen pendukung lainnya yang dapat menunjukkan
bahwa pengenaan sanksi administrasi bukan karena
kesalahan Wajib Pajak.
Pasal 60
Tanggal

penerimaan

surat

permohonan

pengurangan

atau

penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (3) adalah :
a.

tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan
disampaikan langsung oleh Wajib Pajk atau kuasanya kepada
petugas

Tempat

Pelayanan

Terpadu

atau

petugas

yang

ditunjuk;
b. tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal
permohonan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman
surat.
Pasal 61
Ketentuan

mengenai

bentuk

formulir

pengurangan

atau

penghapusan sanksi administrasi PBB atas SKPD PBB atau STPD
PBB ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Pasal 62
(1)

Kepala Dinas atas nama Bupati dapat memberikan Keputusan
atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2),
dalam

hal

besarnya

sanksi

administrasi

paling

Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

banyak

(2)

Bupati

dapat memberikan Keputusan atas permohonan

pengurangan

atau

penghapusan

sanksi

administrasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2), dalam hal
besarnya sanksi administrasi lebih dari

Rp. 75.000.000,00

(tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 63
(1)

Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada
Kepala Dinas sebagimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1),
Kepala Bidang
permohonan

Pajak dan Bagi Hasil meneruskan berkas
pengurangan

atau

penghapusan

sanksi

administrasi yang tercantum dalam SKPD PBB atau STPD PBB
kepada Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh)

hari

kerja

sejak

tanggal

penerimaan

surat

permohonan.
(2)

Dalam hal kewenangan memberikan keputusan berada pada
Bupati sebagimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), Kepala
Dinas meneruskan berkas permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam
SKPD PBB atau STPD PBB kepada Bupati dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan
surat permohonan.
Pasal 64

(1)

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan
dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.

(2)

Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam
laporan hasil penelitian.

(3)

Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendahrendahnya

setingkat

Eselon

III

terlebih

dahulu

memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian
di lapangan kepada Wajib Pajak.
Pasal 65
(1)

Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam ) bulan sejak
tanggal

penerimaan

dimaksud

dalam

surat

Pasal

60,

permohonan
harus

memberi

sebagaimana
Keputusan

pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
(2)

Keputusan

Bupati

atas

permohonan

pengurangan

atau

penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam
SKPD PBB atau STPD PBB sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1), dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya,
atau menolak permohonan Wajib Pajak.

(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah

terlampaui

dan

Bupati

tidak

memberikan

suatu

Keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak
dianggap

dikabulkan

dan

Bupati

harus

menerbitkan

Keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak
jangka waktu dimaksud berakhir.

(4)

Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Bupati harus
memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal y