BAB II DESIANA MAYA PANGESTIKA PBSI'12

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti,

  dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

  Soekarsono dan Relevansinya sebagai Bahan Pengajaran Sastra di SMA . Lia

  Venti meneliti tentang empat nilai moral yaitu: (1) aspek moral tentang hubungan manusia dengan diri sendiri yang meliputi: kejujuran, optimis, pemberani, pekerja keras, tanggung jawab, dan pembohong, (2) aspek moral tentang hubungan manusia dengan orang lain meliputi: dermawan, suka membantu, setia kawan, dan suka memberi nasehat. (3) aspek moral tentang hubungan manusia dengan lingkungan alam, adalah: menjaga kelestarian alam, dan (4) hubungan manusia dengan Tuhan- Nya, meliputi shalat dan bersyukur.

  Mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan Lia Venti tersebut, maka peneliti juga akan melakukan penelitian tentang nilai-nilai moral dalam sebuah novel, yang berjudul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Menebus Impian Karya Abidah El

  Khalieqy dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Penelitian ini

  memiliki keunggulan dibanding penelitian yang sebelumnya, yaitu terletak pada sumber data dan metode penelitian yang digunakan.

  Sumber data dalam penelitian Lia Venti adalah novel Nyanyian Lembayung karya Sin Soekarsono, sedangkan pada penelitian ini adalah novel Menebus Impian

  8 karya Abidah El Khalieqy. Serta metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lia Venti menggunakan metode deskriptif. Sedangkan pada penelitian yang saya lakukan menggunakan metode deskriptif analisis. Dengan metode deskriptif analisis pada penelitian ini, dapat mendeskripsikan setiap nilai-nilai moral dan menganalisis setiap nilai-nilai moral dalam novel Menebus Impian dengan baik.

  Analisis penelitian dalam penelitian ini mengungkapkan makna dari sebuah kata, ungkapan, monolog, dialog, serta narasi yang terdapat dalam novel Menebus Impian, kemudian dikelompokkan ke dalam nilai-nilai moral, dikaji kemudian disimpulkan secara jelas. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian sebelumnya hanya menganalisis data-data, kata, dan ungkapan yang mengandung aspek moral tentang hubungan manusia dengan diri sendiri, aspek moral tentang hubungan manusia dengan orang lain, aspek moral tentang hubungan manusia dengan lingkungan alam. Sedangkan pada penelitian yang saya lakukan, hasil analisisnya mengenai nilai-nilai moral yang terdapat dalam kriteria pembelajaran tentang nilai- nilai moral/budi pekerti yang terdapat pada jenjang Sekolah Menegah Pertama (SMA). Sebagaimana yang dikemukakan tentang nilai-nilai moral yang dapat diajarkan pada siswa SMA dari pendapatnya Zuriah.

B. Moral dalam Sastra

  Hadiwardoyo (1990:13) menyatakan bahwa moral menyangkut kebaikan, dan orang yang tidak baik (keburukan) disebut sebagai orang yang tak bermoral.

  Maksudnya adalah orang baik adalah orang yang berakhlak sedangkan orang yang tidak baik adalah orang yang tidak memiliki moral. Dengan demikian, baik buruknya seseorang menurut pendapat Hadiwardoyo dapat dilihat dari akhlaknya.

  Moral pada hakikatnya merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Hadikusumo (1995:45), yang menyatakan bahwa dalam pendidikan selalu terimplisit nilai-nilai. Nilai dapat dijadikan ukuran oleh suatu masyarakat untuk menetapkan mana yang benar, yang baik, dan sebagainya. Moral adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting, berguna bagi kemanusiaan. Dengan demikian, moral berkaitan dengan nilai-nilai masyarakat mengenai baik/benar dan buruknya suatu hal yang berguna bagi manusia.

  Menurut Nurgiyantoro (2010: 320), moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai kebenaran. Dengan demikian moral dalam karya sastra dapat dilihat dari perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila yang dimiliki setiap tokoh karya sastra.

  Menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010:320) moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Jadi, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan demikian moral dalam sebuah karya sastra berisi tentang nilai-nilai kebenaran dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dengan tujuan agar seseorang dapat membedakan antara nilai baik dan buruk.

  Berdasarkan pengertian moral dari para ahli tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa moral adalah sekumpulan nilai yang ada dalam masyarakat baik nilai baik, nilai benar yang tergambar dalam sebuah sikap, akhlak, perilaku seseorang kepada orang lain. Dalam kaitannya dengan moral dalam karya sastra, maka moral dalam karya sastra adalah sekumpulan nilai baik dan benar yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca agar pembaca memiliki kemampuan untuk membedakan antara nilai baik dan nilai buruk.

  Nilai moral memiliki hubungan dengan nilai budi pekerti. Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Cahyoto (dalam Zuriah, 2008:67) yang menyatakan bahwa ruang lingkup pembahasan nilai budi pekerti bersumberkan pada etika atau filsafat moral yang menekankan unsur utama kepribadian, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani dan kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum nilai-nilai moral masyarakat. Kebajikan atau kebaikan merupakan watak unggulan yang berguna dan menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain sesuai dengan pesan moral.

  Unsur-unsur budi pekerti dapat berupa hati nurani, kebajikan, kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, kesopanan, kerapian, keikhlasan, kebijakan, pengendalian diri, keberanian, bersahabat, kesetiaan, kehormatan, dan keadilan. Dengan demikian, budi pekerti berkaitan dengan moral karena budi pekerti merupakan etika praktis atau terapan yang bersumber kepada masyarakat (kesusilaan atau moralitas, agama, hukum dan adat istiadat setempat), maka konsep budi pekerti menjadi lebih luas lagi dengan menyerap aspek budi pekerti dari lingkungan yang makin meluas. Dari lingkungan yang makin meluas inilah budi pekerti mengandung nilai moral lokal (aturan keluarga, kerabat, dan tatanan lingkungan setempat), nasional (tatanan demokrasi, loyalitas, nasionalisme, undang-undang, hukum, hak asasi manusia), dan internasional (hukum internasional, hubungan dan kerjasama antar bangsa, perdamaian keamanan).

  Menurut Sedyawati (dalam Paul, 2002 :27) budi pekerti dapat diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut.

  1. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan

  2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri

  3. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan keluarga

  4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa 5. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.

  Sedangkan nilai-nilai budi pekerti yang ditawarkan dalam penanaman nilai pada jenjang pendidikan formal menurut Paul (2002 :62-64) adalah:

  1. Religiositas meliputi : (a) Mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan, (b)Sikap toleran, Mendalami ajaran agama.

  2. Sosialitas meliputi : (a) Penghargaan akan tatanan hidup bersama secara positif, (b) Solidaritas yang benar dan baik, (c) Persahabatan sejati, (d) Berorganisasi dengan baik dan benar, (e) Membuat acara yang sehat dan berguna.

  3. Gender meliputi : (a) Penghargaan terhadap perempuan, (b) Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan, (c) Menghargai kepemimpinan perempuan.

  4. Keadilan meliputi : (a) Penghargaan pada kebenaran sejati dan orang lain secara mendasar, (b) Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang, (c) Keadilan berdasar hati nurani.

  5. Demokrasi meliputi : (a) Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama secara saling menghormati, (b) Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan.

  6. Kejujuran : (a) Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama

  7. Kemandirian meliputi : (a) Keberanian untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar dalam kebersamaan, (b) Mengenal kemampuan diri, (b) Membangun kepercayaan diri, (c) Menerima keunikan diri.

  8. Daya juang meliputi : (a) Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan, (b) Bersikap tidak mudah menyerah.

  9. Tanggung jawab meliputi : (a) Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup, (b) Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban, (c) Mengembangkan hidup bersama secara positif.

  10. Penghargaan terhadap lingkungan alam meliputi : (a) Menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang, (b) Mencintai kehidupan, (c) Mengenali lingkungan alam dan pencapaiannya.

  Zuriah (2008:68-70) menyebutkan delapan belas nilai moral yang terdapat dalam nilai budi pekerti yaitu sebagai berikut.

  1. Meyakini Adanya Tuhan Yang Maha Esa

  Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  Seseorang yang yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa biasanya dia memiliki sikap yang meyakini, dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Menaati Ajaran Agama

  Menaati ajaran agama adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kepatuhan, tidak ingkar, dan taat menjalankan perintah dan menghindari larangan agama. Menaati ajaran agama ini dilakukan dengan wujud adanya kepatuhan seseorang terhadap ajaran agama yang mereka anut yaitu mereka tidak pernah melanggar perintah agamanya, selalu melaksanakannya sesuai dengan ketentuan agama, tidak ingkar janji bila berjanji dan selalu taat menjalankan perintah dan menghindari laranganNya.

  3. Sikap Toleransi

  Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi adalah sikap menerima kenyataan bahwa kita ini dapat berbeda, tetapi tetap merasa satu keluarga.

  4. Memiliki Rasa Menghargai Diri Sendiri

  Memiliki rasa menghargai diri sendiri adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri dengan memahami kelebihan dan kekurangan dirinya. Seseorang yang memiliki rasa menghargai diri sendiri biasanya adalah orang yang telah mampu memahami kelebihan dan kekurangan dirinya dengan baik.

  5. Tumbuhnya Disiplin Diri

  Tumbuhnya disiplin diri adalah sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku. Seseorang dikatakan disiplin apabila melakukan pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan waktu dan tempatnya, serta dikerjakan dengan penuh kesadaran, ketekunan dan tanpa paksaan dari siapa pun atau ikhlas.

  6. Mengembangkan Etos Kerja dan Belajar

  Mengembangkan etos kerja dan belajar adalah sikap dan perilaku sebagai cerminan dari semangat, kecintaan, kedisiplinan, kepatuhan atau loyalitas, dan penerimaan terhadap kemajuan hasil kerja atau belajar. Seseorang yang memiliki etos kerja dan belajar yang baik biasanya dapat dilihat dari semangat, kecintaan, kedisiplinan dan loyalitas yang ia berikan terhadap pekerjaan atau sekolah.

  7. Tanggung Jawab

  Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

  8. Memiliki Rasa Keterbukaan

  Memiliki rasa keterbukaan adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya keterusterangan antara apa yang dipikirkan, diinginkan, diketahui, dan kesediaan menerima saran serta kritik dari orang lain. Seseorang yang memiliki rasa keterbukaan biasanya memiliki rasa keterusterangan yang tinggi mengenai apa yang dipikirkan, diinginkan dan ia ketahui dari orang lain.

  9. Mampu Mengendalikan Diri

  Mampu mengendalikan diri adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dirinya sendiri berkenaan dengan kemampuan, nafsu, ambisi, keinginan, dalam memenuhi rasa kepuasan dan kebutuhan hidupnya. Seseorang yang dapat mengendalikan dirinya adalah orang yang mampu mengatur antara kemauan, nafsu, ambisi, keinginan secara bersama-sama dalam memenuhi rasa kepuasan dan kebutuhan hidupnya.

  10. Mampu Berpikir Positif

  Berpikir positif merupakan sikap mental yang melibatkan proses memasukkan pikiran-pikiran, kata-kata, dan gambaran-gambaran yang konstruktif (membangun) bagi perkembangan pikiran. Pikiran positif menghadirkan kebahagiaan, sukacita, kesehatan, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Mampu berpikir positif adalah sikap dan perilaku seseorang untuk dapat berpikir jernih, tidak buruk sangka, mendahulukan sisi positif dari suatu masalah.

  11. Mengembangkan Potensi Diri

  Mengembangkan potensi diri adalah sikap dan perilaku seseorang untuk dapat membuat keputusan sesuai dengan kemampuannya mengenal bakat, minat dan prestasi serta sadar akan keunikan dirinya sehingga dapat mewujudkan potensi diri yang sebenarnya. Seseorang yang dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik biasanya memiliki kemampuan untuk mengenal bakat, minat dan prestasi yang ia miliki.

  12. Menumbuhkan Cinta dan Kasih Sayang

  Menumbuhkan cinta dan kasih sayang adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya unsur memberi perhatian, perlindungan, penghormatan dan pengorbanan terhadap orang yang dicintai dan dikasihi. Seseorang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang akan menunjukkan perhatian, perlindungan dan penghormatan kepada orang yang dia cintai.

  13. Memiliki Kebersamaan dan Gotong Royong

  Memiliki kebersamaan dan gotong royong adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan adanya kesadaran dan kemauan untuk bersama-sama, saling membantu dan saling memberi tanpa pamrih. Dalam gotong royong dapat menumbuhkan sikap saling membantu dan saling memberi.

  14. Memiliki Rasa Kesetiakawanan

  Memiliki rasa kesetiakawanan adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kepeduliaan kepada orang lain, keteguhan hati, dan rasa cinta terhadap orang lain dan kelompoknya. Seseorang yang memiliki kesetiakawanan akan memiliki rasa kepeduliaan terhadap orang lain.

  15. Saling Menghormati

  Saling menghormati adalah sikap dan perilaku untuk menghargai dalam hubungan antarindividu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang berlaku.

  Sikap menghormati yang dimiliki seseorang dimaksudkan untuk saling menghormati antarindividu dan kelompok agar sesuai dengan norma dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat.

  16. Memiliki Tata Krama dan Sopan Santun

  Memiliki tata krama dan sopan santun adalah sikap dan perilaku sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang tanpa menyinggung atau menyakiti serta menghargai tata cara yang berlaku sesuai dengan norma, budaya dan adat istiadat. Tata karma dan sopan santun diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam bertindak dan bertutur kata terhadap orang tanpa menyinggung.

  17. Memiliki Rasa Malu

  Memiliki rasa malu adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan tidak enak hati, hina, rendah karena berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani, norma dan aturan. Dengan demikian, biasanya orang yang memiliki rasa malu merasa rendah hati untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatinya.

18. Menumbuhkan Kejujuran

  Menumbuhkan kejujuran adalah sikap dan perilaku untuk bertindak dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak berbohong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah dan tidak dikurangi, serta tidak menyembunyikan kejujuran.

  Berdasarkan penjelasan mengenai jenis nilai budi pekerti tersebut, maka peneliti menggunakan jenis nilai budi pekerti dari pendapatnya Zuriah.

C. Nilai-Nilai Moral Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA

  Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, sastra diharapkan dapat membentuk manusia yang lebih baik. Belajar sastra sama artinya dengan belajar tentang kehidupan. Karya sastra berperan penting dalam pembentukan jiwa dan watak anak. Dengan membaca novel, anak akan belajar tentang nilai-nilai kehidupan, kearifan, moralitas, kebaikan, dan membentuk kepribadian tanpa merasa dipaksa dan digurui.

  Dilihat dari konteks demikian, sastra menjadi sangat penting karena mengandung nilai-nilai moral.

  Menurut Baribin (1990:12-13) mengatakan bahwa apresiasi adalah kegiatan melakukan 1. Pertimbangan, penilaian, 2. Pemahaman dan pengenalan yang tepat, 3.

  Pernyataan yang memberikan penilaian terhadap karya sastra. Cakupan apresiasi itu sangat luas, meliputi segala aspek kehidupan manusia, khususnya yang mengandung nilai pada tingkatan yang lebih tinggi seperti kesenian (lukis, musik, sastra, dan lain- lain), budi pekerti, serta agama.

  Tarigan (1984:233) mengatakan bahwa apresiasi sastra adalah penafsiran kualitas karya sastra pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar serta kritis. Apresiasi sastra ini diwujudkan dengan nilai moral/ budi pekerti yang terdapat dalam sebuah karya sastra, yang kemudian dimasukkan ke dalam pengajaran sastra di SMA.

  Kriteria pemilihan bahan ajar sastra menurut Rahmanto (1988:26) bahan pengajaran yang disajikan kepada para siswa harus sesuai dengan kemampuan siswanya pada suatu tahapan pengajaran tertentu. Selanjutnya Rahmanto (1988:27-33) mengemukakan agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Aspek tersebut adalah bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya.

  Materi tentang nilai moral itu dapat diajarkan pada siswa Kelas XI semester I melalui aspek membaca dengan standar kompetensi “memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan” dan kompetensi dasar “menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan” (BSNP, 2006: 32). Aspek membaca yang diajarkan di SMA dapat membantu siswa untuk menganalisis unsur- unsur ekstrinsik sebuah novel. Unsur ekstrinsik dalam novel adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar, di antaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan sebagainya. Dari kesemua unsur ekstrinsik tersebut dapat mempengaruhi mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra mengenai nilai sosial, nilai budaya, serta nilai moral, yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Sehingga siswa dapat memetik nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra tersebut, serta dapat menjadikannya sebagai patokan untuk menentukan nilai benar/baik dalam lingkungan masyarakat, keluarga, serta sekolah.