BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Pengertian - Jahdan Hanifullah BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Pengertian Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan manusia hal ini

  memiliki arti bahwa pada usia ini mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan perubahan yang mengarah perubahan yang bersifat regresif yaitu terjadi kemunduran fungsi fungsi fisikdan psikologis (Pamungkas, 2009).

  Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia (Affandi, 2008).

  Usia lanjut dikatakan sebagai sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1999 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

  Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usia 65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia bukan suatu penyakit, namun tahap lanjut dari suatu proses suatu proses suatu kehidupan yang di tandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individu (Hawari, 2001).

2. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.

  a.

  Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

  b.

  Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun lebih.

  c.

  Lansia Resiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dangan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

  d.

  Lansia Potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003). e.

  Lansia Tidak Potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes, 2003).

  3. Karakteristik Lansia

  Menurut Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.

  13 tentang Kesehatan).

  b.

  Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladiktif.

  c.

  Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

  4. Batasan Umur Lanjut Usia

  Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia pendapat berbagai ahli yang yang dikutip dari Nugroho (2000). a

  Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas”. b

  Menurut World Health Organization (WHO) 1)

  Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun 2)

  Lanjut Usia (elderly) : 60-79 tahun 3)

  Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun 4)

  Usia Sangat Tua (very old) : Di atas 90 tahun

5. Perubahan Sistem Tubuh Lansia (Nugroho, 2000)

  a Perubahan Fisik

  1) Sel

  Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanis, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

  2) Sistem Persyarafan

  Rata-rata berkurannya sarf neocartical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalm merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dalam stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

  3) Sistem Pendengaran

  Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa dan stres.

  4) Sistem Penglihatan

  Timbul sklerosis pada sfinger pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh), dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodsi, menurunnya lapangan pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan. 5)

  Sistem Kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

  Kehilangan elastisitas pembuluh darah,kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer. 6)

  Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Suhu tubuh menurun (hipotermi) secar fisiologis kurang lebih 35 drajat celcius. Hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil ,dan tiidak memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

  7) Sistem pernafasan

  Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,menurunny aktvitas dari silia, kapasitas residu meningkat, menarik nanfas menjadi berat, kapasitas penafasan maksimal menurun, dan kedalaman nafas menurun,kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan otot pernafasan. 8)

  Sistem Endokrin Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, BMR, daya pertukaran gas, serta sekresi hormon kelamin. 9)

  Sistem Gastrointestital Kehilangan gigi, indra pengecap mengalami penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah, dan dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah. 10)

  Sistem Genitourinaria Ginjal mengecil dan nenfron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang

  (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengosentrasi urine, berat jenis urin menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitas menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit di kosongkan sehingga meningkat retensi urin. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga kurang lebih 75% dari besar normalnya .

  11) Sistem Integumen

  Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit bersisik dan kasar, menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telingga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbunhan kuku menjadi lambat, kuku jari menjadi rapuh dan keras, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

  12) Sistem Muskuloskeletal

  Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot otot menjadi kram dan tremor.

B. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Karena Kematian Pada Lansia

  Kecemasan (Anxiety) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

  Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2007). Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasikan sebagai stimulus kecemasan (Videbeck, 2008).

  Kecemasan sangat mengganggu homeostasis dan fungsi individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian (Maramis, 2005). Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar. Walaupun merupakan hal yang normal dialami namun kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas (Maramis, 2005).

  Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kecemasan adalah suatu kondisi psikologis individu yang berupa ketegangan, kegelisahan, kekhawatiran sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang bersifat mengancam.

  Kematian merupakan suatu peristiwa yang tak dapat di hindari. Tidak ada seorangpun yang dapat menyangkal bahwa suatu hari nanti tubuh akan menjadi tua dan cepat atau lambat tubuh akan menjadi rusak dan mati. Menurut Easwaran (2000) memanadang kematian bukan sebagai akhir dari keberadaan, walaupun secara fisik telah mati tetapi jiwa manusia akan tetap hidup terus.

  Menurut Parlmutter dan Hall (1985) kematian adalah suatu kejadian yang terjadi pada saat pernafasan dan denyut jantung berhenti. Tidak ada oksigen yang mengaliri pembuluh darah sehingga sel otak tidak lagi hidup dan orang segera mati.

  Weenolsen (1997) mendefinisikan kemtaian merupakan sebagian suatu perampasan dan penghanyuatan, menghilangkan kontrol yang telah di perjuangkan dengan gigih sejak awl hidup.kematian menimbulkan ketidakberdayaan yang menyebabkan munculnya ketakutan.

  Beberapa pengertian kematian di atas tersebut dapat di simpulkan bahwa kematian adalah suatu proses terpisahnya tubuh dengan jiwa yang terjadi karena pernafsan dan denyut jantung berhenti bekerja .

  Templer (dalam Hartono, 1996) menjelaskn kecemasan menghadapi kematian sebagian suatu kondisi emosional yang tidak menyenangkan , yang di alami seseorang ketika memikirkan kematian. Kecemasan menghadapi kematian muncul karena di latar belakangi oleh ketidaktahuan seseorang mengenai tempat,waktu,dan cara mati, serta adanya kehidupan setelah kematian (Schulz, 1978).

  Berdasarkan teori diatas, dapat di simpulkan bahwa kecemasan karena kematian pada lansia adalah suatu keadaan emosional yang subyektif, yang tidak menyenangkan, yang terjadi pada saat lansia karena memekirkan kematian.

2. Teori Kecemasan

  Stuart (2007) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, diantaranya : a.

  Faktor predisposisi Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas: 1)

  Teori psikoanalitik Menurut Sigmund Freud kecemasan dimulai pada saat bayi sebagai akibat dari rangsangan tiba-tiba dan trauma lahir.

  Kegelisahan berlanjut dengan kemungkinan bahwa lapar dan haus mungkin tidak puas. Kecemasan primer karena itu keadaan tegang atau dorongan yang dihasilkan oleh penyebab eksternal.

  Lingkungan mampu mengancam serta memuaskan. Ini ancaman

implisit predusposes orang untuk kecemasan dikemudian hari.

  Freud mengatakan struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu id, ego dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan supergeo. Menurut teori psikoanalitik, ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antara id dan superego, yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi. 2)

  Teori interpersonal Sullivan tidak setuju dengan Freud, ia mengatakan ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat

  3) Teori prilaku

  Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya.

  4) Kajian keluarga

  Kajian keluarga menunjukkan bahawa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

  Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi.

  5) Kajian biologis

  Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Selain itu kesehatan umum seseorang mempunyai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.

  b.

  Faktor presipitasi Faktor presipitasi dibedakan menjadi : 1)

  Faktor eksternal :

  a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

  2) Faktor internal :

  a) Usia

  Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada diri seseorang yang lebih tua usianya.

  b) Jenis kelamin

  Gangguan panik merupakan suatu gagasan cemas yang ditandai dengan kecemasan yang spontan dan episodik.

  Gangguan ini lebih sering dialami wanita daripada pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan kecemasan. Perbedaan ini bukan hanya dipengaruhi oleh faktor emosi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detail, sedangkan laki-laki cara berfikirnya cenderung global atau tidak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaannya.

  c) Tipe kepribadian

  Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius dan ingin serba sempurna.

  d) Lingkungan dan situasi

  Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati.

3. Gejala-gejala Kecemasan Karena Kematian

  Kecemasan yang di alami oleh seseorang selalu di sertai dengan beberapa gejala yang menunjukan bahwwa orang tersebut cemas. Gejala gejala ini mengacu pada gejala gejal kecemasan. Menurut Daradjat (1985) berpendapat bahwa gejala kecemasan dapat di kelompokan menjadi 2, yaitu: a.

  Gejala Fisik: Ujung jari terasa dingin, penccernaan tidak teratur, detak jantung cepat, keringat berlebihan ,insomnia, anoreksia, kepala pusing dan sesak nafas, gemetar. b.

  Gejala psikis: Perasaan takut,merasa akan di timpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, sulit kosentrasi, tak berdaya, hilang rasa percaya diri, tidak tentram, gelisah dan ingin lari dari kenyataan hidup.

4. Faktor resiko yang mempengaruhi kecemasan

  Menurut Stuart dan Sudden (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor resiko tingkat kecemasan yaitu sebagai berikut : a.

  Jenis kelamin Stres sering dialami oleh wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Kaplan and Sadock (1998) menyatakan bahwa kurang lebih 5% dari populasi, kecemasan pada wanita dua kali lebih banyak daripada pria, lebih tinggi kecemasan yang dialami oleh wanita kemungkinan disebabkan wanita lebih mempunyai kepribadian lebih labil, uga adanya pera hormon yang mempengaruhi kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas dan curiga.

  b.

  Umur Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan danberbagai masalah.

  c.

  Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan mengakibatkan seseorang mengalami stress. Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudahmengalami stres dibanding dengan mereka yang status pendidikan yang lebih tinggi atau baik.

  d.

  Lingkungan dan Sanitasi Seseorang yang berada dilingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami stress.

  e.

  Sosial Budaya Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang kuat umumnya lebih sukar mengalami stress.

  f.

  Keadaan Fisik Seseorang yang mengalami gangguan fisikseperti cedera,penyakit badan, operasi, aborsi lebih mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stress. Pada ibu hamil terjadi perubahan fisik, penampilan terasa kurang menarik, mual muntah karena perubahan hormon menyebabkan munculnya emosi yang memicu munculnya kecemasan.

  g.

  Tipe Kepribadian Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri- ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius dan ingin serba sempurna. h.

  Stres / potensi stresor Stersor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu melakukan adaptasi. i.

  Maturasi (kematangan).

  Individuyang memiliki kematangan kepribadian sehingga Lebih sukar mengalami gangguan terhadap stres, karena individu yang matang mempunyai daya adaptasi yanglebihbesar terhadap stresor yang timbul, sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matangyaitu yang tergantung pada peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguann akibat stres. j.

  Teori Biologi Peneliti biologis pada penghambat asam sistem neurotransmiter

  gamma aminobutyricacid (GABA), serotanim dan neropinetrin

  memainkan peran utama dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Gangguan kecemasan juga bersifat diturunkan kurang lebih 25% generasi pertamanya juga kan terkena. Sebanyak 50% anak kembar satu sel telur dan 155 pada dua telur dari yang mengalami gangguan kecemasan. k.

  Teori Psikologis Dua faktor pikitan utama tentang faktor psikologis yang menyebabkan perkembangan gangguan kecemasan umum adalah bidang psiko analitik dan bidang kognitif perilaku. Teori psiko analitik kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antra dua elemen kepribadian id dan super ego. Id mewakili dorongan insting sedangkan teori kognitif perilaku yaitu pandangan perilaku kecemasan yang merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengggangu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku beranggapan bahwa kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Kognitif perilaku yaitu menghipotensikan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang dihadapi. Ketidak akuratan tersebut disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam lingkungan oleh distorsi pemprosesan informasi untuk mengatasinya.

5. Ciri ciri kecemasan

  Menurut Nevid (2005), seseorang yang mengalami kecemasan akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut : a.

  Ciri fisik dari kecemasan Gelisah, gugup, banyak berkeringat, mulut atau kerongkonganterasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung berdetak kencang, suara yang bergetar, pusing, merasa lemas, tangan yang dingin, sering buang air kecil, terdapat gangguan sakit perut atau mual, muka memerah, leher atau punggung terasa kaku, merasa sensitif atau mudah marah.

  b.

  Ciri behavioral dari kecemasan Seseorang yang mengalami kecemasan biasanya akan menunjukkan perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen,ataupun perilaku terguncang.

  c.

  Ciri kognitif dari kecemasan Khawatir tentang sesuatu bahkan terhadap hal-hal sepele, perasaan terganggu terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, sangat waspada, khawatir akan ditinggal sendiri, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah, berpikir tentang hal-hal yang mengganggusecara berulang-ulang.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Karena Kematian Pada Lansia.

  Menurut Hurlock (1993) kecemasan menghadapi kematian yang dialami lansia dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu ketidakpastian adanya kehhidupan setelah kematian dan seperti apa kehidupan tersebut.

  Penelitain Lucas, Templer, Ruff, dan Franks (Schulz, 1978) mendapatkan kecemasan menghadapi kematian cendrung tinggi bila hubungan antara orang tua dan anak rendah atau kurang harmoniis, sedangkan Levy (1984) menemukan kecemasan menghadapi kematian cendrung rendah pada oarang yang menerima dukungan emosional seperti simpati dan pengertian dari orang lain.

  Pollak dalam Bishop (1994) mendapati orang orang yang merasa sejahtera dan mampu menikmati hidup memiliki kecemasan menghadapi kematian lebih rendah dalam menghadapi kematian.

  Faktor lain yang dapat mengurangi kecemasan karena kematian adalah pendidikan tentang kematian (kastenbaum, kuiken, dan madison dalam Boishop, 1994). Pendidikan tentang kematian menambah pengetahuan seseorang mengenai kematian sehingga orang tersebut mampu mendiskusikannya dan lebih realitas dalam menghadapi kematian.

  Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa faktor faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan karena kematian pda lansia mengacu pada faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan karena kematian, yaitu: keharmonisan hibungan keluarga, dukungan emosional, perasaan sejahtera, religiutas, dan pendidikan tentang kematian.

7. Tingkat Kecemasan

  Tingkat kecemasan menurut Stuart (2007) dan Videbeck (2008) terbagai menjadi 4 yaitu: a

  Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupam sehari-hari: ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas (Stuart, 2007). Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkatkan dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berfikir, bertindak, merasakan dan melindungi dirinya sendiri (Videbeck, 2008) b

  Kecemasan sedang Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya (Stuart, 2007). Merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya (Videbeck, 2008). c

  Kecemasan Berat Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal ini. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area ini (Stuart, 2007). Dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respons takut dan distres (Videbeck, 2008). d

  Kecemasan sangat berat atau panik Berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan: jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Stuart, 2007). Semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze- yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap di tempat dan berjuang atau menjadi beku dan tidak dapat melakukan sesuatu (Videbeck, 2008).

  Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang Repon Cemas

  Sumber: Stuart (2007) Untuk mengukur sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan ringan, sedang, berat dan berat sekali (panik) digunakan alat ukur kecemasan yang dikenal dengan Hamilton Anxiety Rating

  Scale (HARS) . HARS merupakan salah satu skala yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keparahan kecemasan (Mc Dowell, 2006).

  Skala kecemasan ini terdiri dari 14 item yang masing-masing item merupakan gejala kecemasan dan mengukur kedua kecemasan psikis (mental agitasi dan tekanan psikologis) dan kecemasan somatik (keluhan fisik berkaitan dengan kecemasan). Setiap item yang dinilai pada skala bernilai 0 (tidak merasakan) sampai 4 (parah). Dengan kisaran skor nilai total 0-56, dimana kurang dari 14 menunjukan tidak ada kecemasan, 14-20 menunjukan kecemasan ringan, 21-27 menunjukan kecemasan sedang, 28-41 menunjukan tingkat kecemasan berat dan 42-56 menunjukan kecemasan berat sekali/panik.

  Sedangkan untuk mengukur tingkat kecemasan terhadap kematian menggunakan alat ukur Death Anxiety Questionnaire yang merupakan salah satu skala yang dikembangkan untuk mengukur tingkat kecemasan kematian. Terdiri dari 15 item, untuk masing masing item menunjukan respon pasien. Setiap item dinilai pada skala bernilai 0 (tidak merasakan) sampai 2 (sangat banyak). Dengan kisaran skor nilai total 0-30, dimana kurang dari 7 menunjukan tidak ada kecemasan, 7-13 menunjukan kecemasan ringan, 14-20 menunujukan kecemasan sedang, 20-26 menunjukna tingkat kecemasan berat, 27-30 menunjukan kecemasan sangat berat.

  (Conte, Weiner & Plutchik, 1982).

8. Pencegahan Kecemasan

  Menurut Hawari (2008), kecemasan dapat dicegah dengan: a Makan makanan yang baik dan halal secara tidak berlebihan dan mengandung gizi seimbang. b Tidur secukupnya, 7-8 jam semalam. c

  Olahraga, untuk meningkatkan kekebalan fisik dan mental, minimal dengan jalan kaki, lari pagi atau senam. d Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. e Banyak bergaul. f

  Pengaturan waktu dalam kehidupan sehari-hari (manajemen waktu yang baik dan kedisiplinan diri). g Rekreasi. h Mengatur keuangan dengan baik.

i Kasih sayang, support dan motivasi.

C. Musik sebagai Terapi Kecemasan 1. Pengertian Musik

  Musik merupakan suatu sarana yang bermanfaat dan mudah diperoleh (Meritt, 2003). Semua jenis musik dapat digunakan dalam terapi, tidak hanya musik klasik saja, asalkan musik yang akan digunakan memiliki ketukan 70-80 kali per menit yang sesuai dengan irama jantung manusia, sehingga mampu memberikan efek terapeutik yang sangat baik terhadap kesehatan (Indriya, Dani dan Indri Guli, 2010).

  Menurut Campbell (2001) musik merupakan suatu bentuk seni yang menyangkut organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan keadaan diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi dalam alur waktu dan ruang tertentu. Musik dapat menyebabkan terjadinya kepuasan estetis melalui indera pendengaran dan memiliki hubungan waktu untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan kesinambungan. Musik didefinisikan sebagai suara dan diam yang terorganisir melalui waktu yang mengalir (dalam ruang), beberapa kesimpulan sementara dan pertanyaan yang muncul adalah musik berasal dari suara, suara berasal dari vibrasi dan vibrasi adalah esensi dari segala sesuatu (Amsila, 2011).

  Musik adalah bunyi atau nada yang menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang disukainya. Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang (Farida, 2010).

  Melalui musik juga seseorang dapat berusaha untuk menemukan harmoni internal (inner harmony). Jadi, musik adalah alat yang bermanfaat bagi seseorang untuk menemukan harmoni di dalam dirinya. Hal ini dirasakan perlu, karena dengan adanya harmoni di dalam diri seseorang, ia akan lebih mudah mengatasi stres, ketegangan, rasa sakit, dan berbagai gangguan atau gejolak emosi negatif yang dialaminya. Selain itu musik melalui suaranya dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis tersebut kembali ke vibrasi yang normal, sehat, dan dengan demikian memulihkan kembali keadaan yang normal (Merrit, 2003).

2. Terapi Musik

  Terapi musik terdiri dari dau kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Kata musik dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khususdalam rangkaian terapi musik (Djohan, 2006)

  Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik di mana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini, 2008). Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisi intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004).

  Terapi musik adalah terapi yang dilakukan dengan memberikan stimulasi musik, dimana musik tersebut masuk kedalam pikiran melalui sensasi auditori. Suara musik atau musik yang lembut dapat mengurangi stres, presepsi nyeri, cemas dan perasaan terisolasi (De Laune dan Ladner, 2006).

  Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan musik modern lainnya.

  Beberapa manfaat terapi music menurut American Music Therapy Association (2009) adalah: a.

  Menurunkan ansietasdan stress b. Mengurangi nyeri c. Menenangkan bayi dan anak-anak d. Menurunkan efek samping kemoterapi e. Membantu pasien stroke dan pasien parkinson untuk dapat berjalan normal f.

  Mengurangi lama perawatan di rumah sakit g.

  Menurunkan stress pada orang sehat

  Pada saat musik diterima oleh daun telinga, maka diteruskan ke telinga tengah yang akan menggetarkan membran tympani, dengan getaran ini maka maleus, incus, dan stapes ikut bergetar, suara tersebut masuk ke telinga dalam (koklea) melalui fanestra ovalis, disini getaran suara akan membangkitkan impuls saraf yang akan mempengaruhi sistem limbik, yang pertama akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan. Kedua diterima Hipotalamus mempengaruhi struktur basal "forebrain" termasuk sistem limbik, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi neokorteks. Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi endokrin, memori, dan lain-lain. Di

  

hipothalamus maka respon dari musik yang tenang akan menimbulkan

ketenangan dan mengurangi rasa nyeri.

  Layman (2001) mengemukakan bahwa seseorang akan merespon musik dengan baik pada menit ke 20-60 setelah musik diperdengarkan.

3. Musik Religi

  a Definisi Terapi Musik Religi

  Musik religi mampu mendamaikan hati seseorang yang hatinya sedang cemas, senang, gelisah, sedih dan sedang jatuh cinta beranjak ke arah suatu yang ditujunya, yakni untuk mendapatkan sesuatu yang lebih damai, tentram dan bahkan mampu menambah keimanan, setidak-tidaknya mengingatkannya. Musik religi terkadang merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan oleh seseorang setelah mendengar musik berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja tidak membatasi pihak lain yang berbeda iman dan kepercayaan untuk mereguk nikmat irama dan syair musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan musik religi Islam akan merasakan ketenangan dalam hatinya, yang mendorong berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain, seperti musisi (Indriya, Dani dan Indri, Guli, 2010).

4. Murottal Al Qur’an

  a Definisi Terapi Murottal Al Qur’an

  Al Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al Qur’an adalah kitab suci yang diyakini kebenarannya, dan dijadikan salah satu syarat keimanan bagi setiap muslim. Dalam sejarah turunnya Al Qur’an Ayat suci Al Qur’an diturunkan di kota Makkah dan di kota Madinah Munawarah (Siswantinah, 2011).

  Terapi dengan menggunakan lantunan murottal Al Quran (selanjutnya disebut Terapi murottal Al Qur’an), ternyata sudah memasyarakat di kalangan tertentu pemeluk agama Islam. Tujuan mereka bukan sebagai terapi suara, tapi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah SWT). Hal ini mendatangkan gagasan untuk mengetahui tanggapan otak ketika mendengarkan lantunan murottal Al Qur’an. Tidak saja melihat respon secara umum, tapi juga dengan lebih detail, seperti melihat daerah korteks otak manakah yang memberikan respon relaksasi setiap 10 detik sejak diberikan stimulasi (Siswantinah, 2011).

D. Kerangka Teori

  Kecemasan

  Faktor-faktor yang Teori Kecemasan:

Penurunan Tingkat

  Jenis

  mempengaruhi 1.

  Kecemasan karena Faktor predisposisi kecemasan:

  • kematian TeoriPsikonalitik
  • Jenis Kelamin
  • Teori Interpersonal • Umur
  • Teori Prilaku • Tingkat Pendidikan
  • Teori Keluarga • Lingkungan /
  • Teori Biologis Sanitasi 2.

  Faktor presipitasi

  • Sosial Budaya
  • TERAPI MUSIK

    Eksternal • Keadaan Fisik
  • &

    Internal • Kepribadian

    Murottal Al Quran

    • Potensi Stressor/ Stres • Maturasi

Gambar 2.2 kerangka teori menurut Stuart dan Sudden (1998), Videbeck (2008),

  Stuart (2007), Suhartini (2008) E.

   Kerangka Konsep

  Variabel Independen Variabel Dependen: Terapi musik Religi

  KECEMASAN Terapi Murottal Quran

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

B. Hipotesis

  Saryono (2011) mengatakan hipotesis penelitian sebagai terjemahan dari tujuan penelitian ke dalam dugaan yang jelas. Berdasarkan uraian teorisasi diatas dapat ditarik hipotesis penelitian yaitu: 1.

  Ada perbedaan kecemasan pada lansia dalam menghadapi kematian sebelum dan sesudah diberikan terapi musik religi.

  2. Ada perbedaan kecemasan pada lansia dalam menghadapi kematian sebelum dan sesudah diberikan terapi murottal al quran.

  3. Ada perbedaan yang signifikan antara terapi musik religi dan murottal al quran terhadap penurunan kecemasan.