EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI KOMUNIKASI (Studi Fenomenologi Eksistensi Jamu Tradisional Di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta Periode April-Juli 2017) - UMBY repository
EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI KOMUNIKASI (Studi Fenomenologi Eksistensi Jamu Tradisional Di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta Periode April-Juli 2017) SKRIPSI Oleh : RANI WAHYU PERMATA 13071118
Untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Komunikasi & Multimedia
Universitas Mercu Buana Yogyakarta Dosen Pembimbing: Dr. Heri Budianto, S.Sos, M.Si PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI & MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2017
ABSTRAK
Jamu tradisional merupakan warisan dari nenek moyang berupa ramuan tradisional sebagai upaya pengobatan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tujuan: mencegah datangnya penyakit, menjaga kesehatan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga saat ini serta untuk mengetahui bagaimana eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan sumber data utama yang terdiri dari pembuat jamu tradisional, apoteker, dan konsumen jamu tradisional, konsumen obat herbal terstandar dengan menggunakan metode fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan: observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu tradisional di Yogyakarta masih mampu bertahan di tengah arus modernisasi zaman. Eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal terstandar karena ada faktor-faktor yang melatarbelakanginya, diantaranya: 1) faktor internal terdiri dari warisan leluhur, menggunakan bahan tradisional 2) faktor eksternal terdiri dari adanya kepercayaan masyarakat pada jamu tradisional, harga yang terjangkau. Eksistensi yang ditunjukkan oleh jamu tradisional di Yogyakarta dapat dilihat dari jamu tradisional masih tetap ada dari tahun 1992 hingga saat ini, tidak hanya masyarakat lokal yang membeli jamu tradisional tapi juga warga luar negeri, konsumen yang meningkat setiap tahunnya.
Kata kunci :Eksistensi,Jamu Tradisional,Obat Herbal Terstandar, Modernisasi Zaman.
ABSTRACT Traditional herbal medicine is a legacy of ancestors in the form of traditional ingredients as
a treatment effort and used by the community for the purpose: to prevent the coming of the disease,
maintain body health. This study aims to: Know the factors that affect traditional herbalism still
exist to this day and to know how the existence of traditional herbal medicine in the presence of
herbal medicine standardized in the modernization of Yogyakarta.This research uses qualitative descriptive approach with main data source consisting of
traditional herbal medicine maker, pharmacist, and consumer of traditional herbal medicine,
consumer of standardized herbal medicine by using phenomenology method. Data collection
techniques used: observation, interviews, and documentation.The results show that traditional herbal medicine in Yogyakarta is still able to survive in the
midst of modernization era. The existence of traditional herbal medicine in the presence of herbal
medicine is standardized because there are factors behind it, including: 1) internal factors consist
of ancestral heritage, using traditional materials 2) external factors consist of the public trust in
traditional herbal medicine, affordable price. Existence shown by traditional herbal medicine in
Yogyakarta can be seen from traditional herbal medicine still existed from 1992 until today, not
only local people who buy traditional herbal medicine but also citizens abroad, consumers are
increasing every year.
Keywords: Existence, Traditional Herbal, Standarized Herbal Medicine, Modernization of the
timeBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keanekaragaman hayati di Indonesia bisa dikatakan sangatlah lengkap. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang sangat potensial bagi ditemukannya pengobatan herbal terbaik di dunia. Di mana berbagai jenis tanaman herbal bisa tumbuh dengan subur di Indonesia. Tanaman herbal adalah bahan utama dalam pembuatan jamu. Semua orang Indonesia pastilah mengenal jamu.
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Jamu merupakan ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan alam yang diracik tanpa menggunakan bahan kimia sebagai aditif (bahan tambahan). Jamu sering disebut sebagai ramuan tradisional karena jamu memang sudah dikenal sejak jaman nenek moyang sebelum ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan obat-obatan modern masuk ke Indonesia. Kebanyakan resep racikan jamu berumur puluhan atau bahkan ratusan tahun dan terus digunakan secara turun temurun sampai sekarang ini.
Menurut ahli bahasa Jawa Kuno, istilah “jamu” berasal dari singkatan dua kata bahasa Jawa Kuno yaitu “Djampi” dan “Oesodo”. Djampi berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa dan ajian-ajian sedangkan Oesodo berarti kesehatan. Pada abad pertengahan (15-16 M), istilah oesodo jarang digunakan. Sebaliknya istilah jampi semakin popular diantara kalangan keraton. Kemudian sebutan “jamu” mulai diperkenalkan kepada public oleh “dukun” atau tabib pengobat tradisional. Bukti bahwa jamu sudah ada sejak jaman dulu dan sering dimanfaatkan adalah dengan adanya relief Candi Borobudur pada masa Kerajaan Hindu-Budha tahun 722 M, di mana relief tersebut menggambarkan kebiasaan meracik dan minum jamu untuk memelihara kesehatan. Bukti sejarah lainnya yaitu penemuan prasasti Madhawapura dari peninggalan Kerajaan Hindu-Majapahit yaitu adanya profesi “penjual
Jamu di Indonesia pertama kali muncul di lingkungan istana, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta. Dahulu resep jamu hanya dikenal di kalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Sampai permulaan abad XX tradisi meracik jamu tersebut masih menjadi sesuatu yang eksusif dan hanya dikerjakan oleh kalangan tertentu saja. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, orang-orang lingkungan keraton mulai mengembangkan dan mengajarkan bagaimana meracik jamu kepada masyarakat di luar benteng keraton dan menyebar di seluruh wilayah di Jawa sehingga keberadaan jamu sangat identik dengan
Bagi masyarakat Indonesia, jamu adalah resep tradisional turun temurun dari leluhur yang dipercaya berkhasiat sebagai obat untuk menghilangkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan kesehatan. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayunya. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sejak dahulu berupa tanah yang subur dengan hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas menjadikan keberadaan jamu sangat eksis tersebar luas di Indonesia.
Jamu merupakan ramuan tradisional yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Jenis jamu pada umumnya dibuat dengan mengacu resep peninggalan leluhur. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun.
Jamu merupakan warisan budaya bangsa yang sudah digunakan secara turun menurun. Indonesia memiliki keunggulan dalam hal pengembangan jamu dengan 9.600 jenis tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan dasar jamu. Selain itu, pemerintah juga sudah menggolongkan tanaman obat yang merupakan bahan baku pembuatan jamu ke dalam sepuluh
akses pada tanggal 9 Maret pukul 18.02
1 . diakses pada tanggal 9 Maret
2 Joko Prasetiyo, “Jamu-Nusantara”,
komoditas potensial untuk dikembangkan. Dari sisi perekonomian, industri jamu telah berkontribusi sangat besar bagi pendapatan nasional, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan lapangan kerja. Bahan baku yang hampir sekitar 99% yang digunakan merupakan produk dalam negeri dinilai mampu membawa multiplier effect yang cukup signifikan dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia mulai dari sektor hulu (pertanian) hingga sektor hilir yang meliputi perindustrian dan perdagangan. (GP Jamu, 2008)
Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki sebagai industri berbasis sumberdaya lokal, KADIN dalam visi 2030 dan Road Map Industri Nasional merekomendasikan jamu sebagai klaster industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurun angka kemiskinan dan atas dasar kearifan lokal dan potensi yang dimiliki produk Jamu, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi telah mencanangkan gerakan “Jamu Brand Indonesia” sebagai bagian dari kegiatan menyatukan merek jamu dalam satu payung Brand Indonesia.
Namun di tengah keberhasilan tersebut masih banyak kendala yang dihadapi oleh industri jamu nasional. Seiring perkembangan zaman keberadaan jamu semakin tergeser dari kehidupan masyarakat oleh kehadiran berbagai macam minuman maupun obat modern. Keampuhan obat modern yang dianggap lebih cepat dalam menyembuhkan penyakit menjadikannya sangat populer di kalangan masyarakat. Apalagi dalam dunia kedokteran, obat-obatan modern selalu diberikan kepada pasiennya sebagai resep utama untuk penyembuhan.
Dalam dua puluh tahun terakhir telah marak peredaran jamu berbahan baku kimia dan makin memprihatinkan dalam lima tahun terakhir yang telah berpotensi mencemarkan perkembangan jamu tradisional. Selain itu, produk jamu impor yang dengan mudah ditemukan di pasar dalam negeri juga memberikan dampak yang rentan terhadap persaingan dan citra jamu terutama bagi industri skala kecil. Hal ini dikarenakan kemampuan dan daya saing produk jamu dari usaha kecil yang belum terstandarisasi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional
Perkembangan zaman menjadikan perkembangan jamu saat ini tidak hanya dibuat secara tradisional tetapi juga diproduksi secara modern. Jamu-jamu modern diproduksi melalui pabrik- pabrik jamu besar di Indonesia seperti jamu pegal linu, galian singset yang dikemas menarik dan dapat digunakan secara praktis atau cepat, demikian pula halnya dengan jamu untuk anak. Saat ini telah diproduksi secara modern oleh pabrik jamu besar untuk anak-anak dengan khasiat menjaga kesehatan badan, menambah nafsu makan, mencegah cacingan dan masuk angin, perut kembung serta susah tidur. Jamu-jamu modern diproduksi dengan alasan lebih praktis digunakan karena konsumen tinggal menyeduh dengan air panas atau dingin. Rasa dari jamu tersebut juga tidak lagi pahit karena telah ditambah ekstrak rasa buah-buahan seperti mangga, jeruk, dan strawberry bahkan dengan rasa coklat, namun produk jamu anak-anak masih terbatas untuk menambah nafsu makan saja belum dikembangkan untuk gejala penyakit lainnya.
Anggapan bahwasanya mengkonsumsi obat modern lebih cepat menyembuhkan penyakitpun semakin mematahkan keberadaan obat-obatan tradisional, seperti Jamu. Jamu sebagai salah satu bukti napak tilas perjalanan kehidupan nenek moyang terdahulu, saat ini jejaknya semakin menghilang dan terus bergeser menuju kepunahan. Pergeseran kebudayaan yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman serta pilihan menerapkan pola hidup serba instan menjadi tren di masyarakat sehingga mengakibatkan keterpurukan bagi dunia perjamuan.
Perubahan karakter masyarakat yang sudah bermetamorfosis dengan dunia modern juga menjadi pemicu utamanya. Usia yang lama lantas tidak menjamin suatu kepopuleran, buktinya saja keberadaan jamu yang sudah ribuan tahun berkiprah menemani masyarakat bisa terhimpitkan seiring berjalannya waktu.
Walaupun belum pernah dikaji mengenai persepsi masyarakat mengenai jamu, namun pada tahun 2008, masyarakat Indonesia tampak sudah jarang mengonsumsi jamu. Berbagai macam obat (farmasi maupun jamu impor) yang beredar tampak lebih berhasil dalam menarik minat masyarakat Indonesia untuk mengonsumsinya. Karena jamu merupakan produk warisan budaya bangsa dan berkontribusi besar bagi penciptaan tenaga kerja domestik, kita perlu menciptakan
Namun, di Dusun Sukoharjo di daerah Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuat jamu, hampir semua rumah di dusun tersebut memproduksi Jamu. Masyarakat di Dusun Sukoharjo merupakan masyarakat pendatang dari desa Jonggolan Kabupaten Sukoharjo, yang dikenal sebagai sentra pembuatan jamu tradisional di Indonesia.
Keberhasilan dalam menjaga eksistensi jamu tidak terlepas dari peran para perempuan di Dusun Sukoharjo. Jamu-jamu tersebut diproduksi dan didistribusikan oleh para perempuan ke berbagai penjuru di daerah Condongcatur dan sekitarnya. Karena masih adanya masyarakat yang tetap setia mengkonsumsi dan mempercayai jamu sebagai obat mujarab untuk menjaga kesehatan tubuh sehingga menjadikan keberadaan jamu tetap dikenal dan tumbuh di masyarakat.
Karena latar belakang diatas yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di Yogyakarta, serta faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga saat ini. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menjawab keingin tahuan peneliti terkait bagaimana eksistensi jamu tradisional dan faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi jamu tradisional
1.2 Rumusan Masalah
Merumuskan masalah memiliki peran penting dalam penelitian, karena merupakan alat penggerak untuk mencari data dalam penelitian. Dan untuk perumusan masalah dapat di tarik dari latar belakang masalah yaitu :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga saat ini di tengah kehadiran obat herbal terstandar?
2. Bagaimana eksistensi jamu tradisional dalam perspektif sosiologi komunikasi di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian ini, yaitu untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu tradisional masih tetap eksis hingga saat ini di tengah kehadiran obat herbal terstandar
2. Mengetahui bagaimana eksistensi jamu tradisional dalam perspektif sosiologi komunikasi di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman Yogyakarta
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat yang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis Sebagai hasil karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah referensi atau informasi yang berkaitan dengan masalah sosial di masyarakat.
2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan menambah wawasan tentang jamu tradisional khususnya jamu tradisional di tengah modernisasi zaman pada masyarakat Yogyakarta serta dapat mengetahui eksistensi jamu tradisional di tengah perubahan sosial budaya.
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Eksistensi Jamu Tradisional
Definisi jamu atau obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Yuliarti, 2008: 4). Masyarakat Indonesia mengenal jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan.
Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu. Secara sederhana jamu dapat diartikan sebagai ramuan dari berbagai bahan-bahan alami yang dengan cara-cara tertentu dan pengolahan sederhana mampu menghasilkan produk berkhasiat dan berguna untuk menyembuhkan penyakit.
Jamu tradisional adalah warisan nenek moyang maka sudah sepatutnyalah kita melestarikannya. Penulisan obat tradisional atau jamu tradisional, merupakan suatu kewajiban moral dalam melestarikan kebudayaan seperti yang digariskan oleh Garis-Garis besar Haluan Negara. Jamu sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia seharusnya menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Seperti layaknya batik yang kini mendunia, jamu seharusnya juga begitu. Jamu seharusnya perlu terus dikembangkan tapi dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai jamu. Seharusnya kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah dianugerahkan suatu warisan yang sungguh luar biasa yang bisa kita jadikan sebagai tanda pengenal sekaligus kebanggaan bagi diri kita sendiri sebagai suatu bangsa. Manfaat Jamu Jamu mempunyai beberapa manfaat yaitu (Yuliarti, 2008: 11): 1) Menjaga kebugaran tubuh Berbagai jenis jamu memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu, serta capek-capek. 2) Menjaga kecantikan Jamu selain untuk menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan, beberapa hal termasuk diantaranya menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan sebagainya.
3) Mencegah penyakit Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah gangguan-gangguan kesehatan ringan, misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah cacat pada janin. 4) Mengobati penyakit Manfaat jamu yang paling dikenal oleh masyarakat adalah untuk mengobati penyakit.
Sehubungan dengan mahalnya biaya pengobatan, jamu mulai dilirik sebagai pengganti obat. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati berbagai jenis penyakit, misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem, hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolestrol, lepra, lever, luka, malaria, muntaber, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.
1.5.2 Modernisasi Zaman
Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa latin “modernus” (modo:baru saja) atau model baru,dalam bahasa Perancis disebut Moderne. Modernisasi secara etimologi berasal dari kata modern. Kata modern dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman, dapat juga diartikan maju,baik.
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti terbaru, mutakhir, atau sikap dan cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai
dengan tuntutan masa kiniMenurut Nurcholish Madjid, pengertian modernisasi hampir identik dengan pengertian rasionalisasi, yaitu proses perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak rasional dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang rasional. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di bidang
Menurut Koentjaraningrat, sebagaimana dikutip Faisal Ismail, mendefinisikan modernisasi sebagai suatu usaha secara sadar yang dilakukan oleh suatu bangsa atau negara untuk menyesuaikan diri dengan konstelasi dunia pada suatu kurun tertentu di mana bangsa
Dampak Modernisasi Dampak-dampak positif dari modernisasi antara lain adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan, kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam segala bidang, keinginan masyarakat untuk selalu mengikuti perkembangan situasi di sekitarnya, serta adanya sikap hidup mandiri.
Sementara beberapa di antara dampak-dampak negatif dari modernisasi adalah bercampurnya kebudayaan-kebudayaan di dunia dalam satu kondisi dan saling mempengaruhi satu sama lain, baik yang baik maupun yang buruk, materialisme mendarah daging dalam tubuh masyarakat modern, merosotnya moral dan tumbuhnya berbagai bentuk kejahatan, meningkatnya rasa individualistis dan merasa tidak membutuhkan orang lain, 5 Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal 589.
6 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1997), hal 172.
7 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta: Titian Ilahi Press:
serta adanya kebebasan seksual dan meningkatnya eksploitasi terhadap wanita Affandi Kusuma membagi dua bagian tentang dampak modernisasi tersebut, yaitu;
a. Dampak Positif Perubahan Tata Nilai dan Sikap (Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional).
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju).
Tingkat Kehidupan yang lebih Baik (Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat).
b. Dampak Negatif Pola Hidup Konsumtif (Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada).
Sikap Individualistik (Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial).
Gaya Hidup Kebarat-baratan (Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain).
Maryam Jameelah, Islam dan Modernisme, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal 45
8
Kesenjangan Sosial (Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan). Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
1.5.3 Teori Rasionalitas Max Weber
Pemikiran Weber yang dapat berpengaruh pada teori perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Pemikiran Weber rasionalitas meliputi empat macam model yang ada di kalangan masyarakat. keberadaan rasionalitas itu dapat berdiri sendiri tetapi juga simultan yang secara bersama menjadi acuan perilaku masyarakat. empat macam model rasionalitas menurut Weber : (Salim, 2002: 39)
a) Tradisional rationality Yang menjadi tujuan adalah perjuangan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat (sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rational). Setiap kehidupan masyarakat seringkali dikenal adanya aplikasi nilai, setiap kegiatan selalu berhubungan dengan orientasi nilai kehidupan sehingga norma hidup bersama tampak lebih kokoh berkembang. Contoh: upacara perkawinan yang menjadi tradisi hampir semua kelompok etnis di Indonesia.
b) Value oriented rationality (wertrationalitat) Suatu kondisi dimana masyarakat melihat nilai sebagai potensi hidup, sekalipun tidak aktual dalam kehidupan keseharian. Kebiasaan ini di dukung oleh perilaku kehidupan agama (nilai agama) serta budaya masyarakat yang berurat-berakar dalam kehidupan (tradisi), sebagai contoh: orang kerja keras membanting tulang di Jakarta, kemudian setahun sekali mudik di kampung daerah.
c) Affective rasionality
Jenis rasional yang bermuara dalam hubungan emosi yang sangat mendalam, dimana ada relasi hubungan khusus yang tidak bisa diterangkandi luar lingkaran tersebut. Contohnya: hubungan suami-istri, ibu-anak.
d) Purposive rationality/Rasionalitas Instumental Bentuk rational yang paling tinggi dengan unsur pertimbangan pilihan yang rasional sehubungan dengan tujuan tindakan dan alat yang dipilihnya. Di setiap komunitas masyarakat, kelompok masyarakat, etnik tertentu, ada banyak unsur rasionalitas yang paling popular yang banyak diikuti oleh masyarakat. sebagai contoh: rasionalitas ekonomi seringkali menjadi pilihan utama di banyak masyarakat. sepanjang sejarah kehidupan rasionalitas ini bisa menggerakkan banyak perubahan sosial, mengubah perilaku kehidupan orang-perorangan secara kontekstual. Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Max Weber, yang dapat berpengaruh dalam perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki, penulis memilih model tradisional rationality/tindakan tradisional. Dilihat dari Buk Sum, pembuat dan penjual jamu tradisional di Dusun Sukoharjo, yang menjadi tujuan adalah perjuangan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat sehingga ada yang menyebut sebagai tindakan yang non-rational.
Tradisional rationality terlihat juga pada jamunya sendiri yang masih tradisional dengan menggunakan bahan-bahan atau ramuan dari alam tanpa campuran obat-obatan kimia.
Dengan cara menjual jamu tradisional adalah salah satu bentuk tradisional rasionality yang juga merupakan usaha untuk mempertahankan nilai-nilai kultur budaya jawa, dan juga berusaha mewariskan nilai-nilai tradisional jawa secara utuh sehingga rasionalitas nilai adalah apa yang mereka pertahankan dengan cara dan rasionalitas tradisional.
Menurut Himes dan Moore yang dikutip Soelaiman, perubahan sosial memiliki tiga dimensi, yakni:
a. Dimensi struktural yang mengacu pada perubahan dalam bentuk struktur masyarakat,
menyangkut perubahan dalam peranan, muncul peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga sosial.
b. Dimensi kultural yang berorientasi pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat.
Perubahan ini meliputi inovasi kebudayaan, difusi, dan integrasi. Inovasi kebudayaan merupakan komponen internal yang menciptakan perubahan sosial, sedangkan integrasi merupakan hasil penyatuan unsur-unsur buaya menjadi budaya baru.
1.6 Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran peneliti ditemukan penelitian yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian peneliti dapat mengetahui bagian dan hal apa saja yang telah diteliti agar tidak terjadi pengulangan penelitian. Berikut penelitian terdahulu yang menjadi rujukan oleh peneliti.
Dalam penelitian yang berjudul “ Eksistensi Jamu Cekok di Tengah Perubahan Sosial (Studi di Kampung Dipowinatan, Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta) oleh Sekar Ageng Kartika, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta 2012. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu cekok masih tetap eksis dan mengetahui eksistensi jamu cekok di tengah perubahan sosial.
Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji eksistensi jamu serta ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jamu masih tetap eksis hingga saat ini. Perbedaan lainnya adalah pada penelitian ini berfokus pada eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di Yogyakarta.
Sedangkan penelitian ini dilakukan di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman,Yogyakarta
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian Metode merupakan suatu pendekatan yang di perlukan dalam penelitian guna memecahkan suatu masalah. Metode penelitian merupakan cara utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam pembuatan karya ilmiah tentunya peneliti menggunakan metode penelitian yang disesuaikan dengan tema penelitian yang diangkat. Peneliti juga harus memahami metodologi penelitian yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara) sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, dengan kata lain metode ini adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008: 6).
Pendapat lain dikemukakan oleh Kirk dan Miller yang mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, atau gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual atau akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Selain itu, fungsi dan pemanfaatan penelitian kualitatif salah satunya untuk menelaah latar belakang misalnya masalah sosial. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengkaji permasalahan mengenai eksistensi jamu eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern pada modernisasi zaman di Yogyakarta.
Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitatif(Sevilla, dkk, 1993:73) adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat modern yang terjadi di saat modernisasi zaman di Yogyakarta.
Sedangkan model penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi fenomenologi. Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomenadan logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Denny Moeryadi, 2009).
Dimana model penelitian fenomenologi ini merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya. Ditinjau dari hakekat pengalaman manusia dipahami bahwa setiap orang akan melihat realita yang berbeda pada situasi yang berbeda dan waktu yang bebeda.
Ada beberapa ciri-ciri pokok fenomenologis yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis menurut Moleong( 2008:8) yaitu: (a) mengacu kepada kenyataan, dalam hal ini kesadaran tentang sesuatu benda secara jelas (b) memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi –situasi tertentu. (c) memulai dengan diam.
Langkah pertama dalam penelitian fenomenologi melakukan penelitian fenomenologi adalah meneliti fenomena yang akan dikembangkan. Selanjutnya peneliti mengembangkan pertanyaan penelitian. Dalam mengajukan pertanyaan penelitian ada dua hal yang perlu dipertimbangkan yaitu : (a) apakah unsur yang penting dari pengalaman atau perasaan, (b) apakah keberadaan pengalaman menentukan hakikat manusia. Sumber data dari penelitian ini adalah fenomena yang sedang dipelajari yang berupa pengalaman subjek yang diteliti. Data akan dikumpulkan melalui wawancara langsusng, observasi, menggunakan video, catatan lapangan. Data yang dikumpulkan diperoleh dari wawancara mendalam antara peneliti dengan informan (subjek).
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologi adalah sebuah penelitian yang mengamati tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia Dimana para peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis akan meneliti dan mengobservasi serta wawancara secara alamiah terhadap para pembuat jamu tradisional di Dusun Sukoharjo di daerah Condong Catur, Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuatan jamu tradisional.
Sementara periodesasi dalam penelitian ini diambil pada April 2017- Juli 2017 .Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah para pembuat jamu di Dusun Sukoharjo di daerah Condong Catur, Sleman, Yogyakarta.
1.7.2 Teknik pengumpulan data Wawancara Metode wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan yang berlangsung secara sistematis dan terorganisasi, hasil percakapan tersebut dicatat atau direkam oleh pewawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari narasumber seperti pendirian, pandangan, persepsi, sikap, atau perilaku yang berkaitan dengan masalah atau isu yang diangkat. Wawancara ini bersifat wawancara tidak terstruktur karena wawancara yang dilakukan tidak memiliki setting wawancara dengan sekuensi pertanyaan yang direncanakan yang dia akan tanyakan kepada narasumber. Dengan kata lain pewawancara dalam wawancara tak terstruktur secara khas hanya mempunyi satu daftar tentang topik atau isu, sering dinamakan sebagai satu interview guide yang secara khas dicakup.
Wawancara juga akan melihat narasumber secara fungsinya, yakni narasumber utama dan narasumber pendukung. Narasumber utama adalah pembuat jamu, dan narasumber pendukung adalah konsumen jamu tradisional dan jamu modern. Observasi Observasi yang dilakukan penulis adalah dengan melihat secara langsung lokasi salah satu sentra jamu tradisional secara langsung yaitu di Dusun Sukoharjo di daerah Condongcatur, Sleman, Yogyakarta yang merupakan dusun pembuatan jamu tradisional dan melihat bagaimana aktivitas keseharian dari para pembuat jamu. Pengertian observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan langsung di lapangan. Dalam hal ini pengamatan dilakukan dalam lingkungan kegiatan ilmiah.
Studi Kepustakaan Penelitian ini juga akan mengunakan studi kepustakaan (studi literatur) atau dokumentasi yang berasal dari data penelitian terdahulu atau dari data sumber- sumber pustaka yang lain yang relevan dengan masalah yang diteliti sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan.
1.7.3 Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang peneliti peroleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (Moleong, 2008:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.
Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data. Langkah pengumpulan data menurut Burhan Bungin (2003:70) diawali dengan pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi, reduksi data, reduksi data, display data, verifikasi dan dan penegasan kesimpulan.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Pada BAB IV ini, penulis akan memaparkan data-data informasi yang diperoleh selama melaksanakan penelitian di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta. Data tersebut berupa data wawancara, observasi langsung serta dokumen-dokumen sebagai data tambahan dalam penyusunan penelitian ini. Fokus yang diteliti terkait eksistensi jamu tradisional di tengah kehadiran obat herbal terstandar pada modernisasi zaman di Yogyakarta. Selain itu, pada BAB ini data akan dianalisis sesuai dengan teori yang dipaparkan pada BAB II.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif karena peneliti ingin memaparkan situasi atau peristiwa, mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi menurut kejadian apa adanya di lapangan. Penelitian ini juga menggunakan perspektif sosiologi komunikasi, dimana penulis meneliti tentang struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial didalam masyarakat di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Yogyakarta.
Penulis juga meneliti tentang bagaimana masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo, dan bagaimana mereka berkomunikasi dengan sesamanya maupun dengan pembeli jamu tradisional.
Masyarakat dan komunikasi merupakan salah dua dari ruang lingkup sosiologi komunikasi, dimana menurut Ralph linton (Soekanto:24:2003), masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Sedangkan komunikasi menurut Onong Uchyana (2002:11), mengatakan bahwa komunikasi sebagai proses, pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran ata perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informas atau opini yang muncul dari benak komunikator. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, maupun kegairahan yang muncul dari dalam hati.
Masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo berasal dari Dusun Sukoharjo Makmur, Sukoharjo, Solo. Mayoritas pekerjaan masyarakat yang ada di Dusun Sukoharjo adalah pembuat dan penjual jamu tradisional. Sumber data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pembuat dan penjual jamu tradisional di Dusun Sukoharjo, Condongcatur, Apoteker di Apotik Hidayah, dan konsumen jamu tradisional dan konsumen obat herbal terstandar.
3 Hasil Penelitian
3.1 Deskripsi Jamu Tradisional
3.1.1 Pengertian Jamu Tradisional
Di Indonesia, jamu sudah dikenal sejak lama. Merupakan obat tradisional, jamu berasal dari kata jampi yang berarti ‘ramuan ajaib’ dalam karma Jawa Kuno. Jampi berarti penggunaan mantera oleh dukun, sedangkan menjampi berarti ‘menyembuhkan dengan magis atau mantera’ (Tilaar, 2010). Artinya, saat dukun membuat jamu, dia harus berdoa meminta restu dari Tuhan.
Ada berbagai pendapat mengenai pernyataan ini. Orang Sunda mendefinisikan jampi sebagai penyakit, roh, wabah/gangguan, atau pengaruh jahat. Di Bali, penjampi berarti mengucapkan suatu mantra yang digunakan pada luka dan guna-guna magis. Menurut orang Jawa, jampi (karma regional), selain japa, berarti ‘suatu magis/mantera, terutama untuk menyembuhkan’.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata jamu berasal dari gabungan dua kata, yaitu
jampi dan oesodho. Di sini, jampi berarti usaha untuk mencari kesembuhan dan agar tubuh
tetap sehat, caranya dengan mantra (doa) atau tumbuhan obat. Sedangkan oesodho berarti kesehatan atau sehat yang diperoleh melalui pengobatan atau tindakan lainnya. (Tilaar,
Jamu adalah obat tradisional yang mengandung seluruh bahan tanaman yang ada dalam resep dan disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, serbuk, cair, pil, atau kapsul. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kategori ini adalah aman sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, dan klaim khasiat harus dapat dibuktikan berdasarkan data empiris. (BPOM, 2005)
Pengolahan dan pemanfaatan jamu pun dilakukan secara turun-temurun berdasarkan resep warisan leluhur, kepercayaan, budaya dan kebiasaan bangsa ini. Masyarakat Indonesia telah menggunakan pengobatan tradisional jauh sebelum ada pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern.
3.1.2 Bahan-Bahan Jamu Tradisional
Ramuan jamu tradisional dibuat untuk berbagai keluhan penyakit. Selain itu jamu tradisional yang dibuat oleh Buk Sum Gito juga menyediakan bermacam-macam pilihan jamu seperti:
1) Kunyit Asam Kunyit Asam merupakan paduan dari tumbuhan Curcuma domesticae dan Tamarindi pulpa, yang berkhasiat untuk menjaga badan tetap sehat, ramping, dan wangi. Kunyit seringkali ditambahkan ke dalam ramuan beras kencur untuk meningkatkan kebugaran dan daya tahan tubuh. Kunyit aman dikonsumsi karena hasil uji toksisitas akut menunjukkan nilai LD50 simplisia sebesar 2,5g/kg bb. Tidak ada efek toksik dan tidak ada perubahan berat organ (National Toxicology Program, 1993) 2) Beras Kencur Beras Kencur sebagai minuman jamu tradisional, selain mengandung beras dan kencur, seringkali ditambahkan juga jeruk nipis dan kunyit. Beras mengandung tinggi karbohidrat, protein dan vitamin B1. Sedangan kencur memiliki kandungan pati, mineral dan minyak atsiri, yang antara lain berupa sineol, asam sinamat, borneol, kamphene, dan asam anisat. Jeruk nipis ditambahkan ke dalam ramuan beras kencur untuk penyegar karena mengandung vitamin C.(Anonim,2005) 3) Jahe Mual dan muntah pada kehamilan dapat diatasi dengan jahe. Rimpang jahe mengandung minyak esensial dan oleoresin, monoterpen aldehid dan alkohol. Rasa pedas dan tajam yang berfungsi sebagai antiemetik adalah gingerol dan shogaol (Balittro,2011) 4) Temulawak Temulawak berfungsi untuk pembangkit nafsu makan, membersihkan perut dan melancarkan ASI, temulawak juga berfungsi sebagai obat maag, susah buang air besar, bisul, exim, sebagai obat radang hati dan menurunkan kolestrol. Temulawak mengandung minyak astiri yang dapat menghambat perkembangan bakteri.
Temulawak (Curcuma scanthorriza juga populer di kalangan masyarakat (terutama di Jawa), karena dipercaya mampu meningkatkan stamina tubuh, sebagai antiradang, menambah nafsu makan, juga untuk mencegah dan mengobati penyakit lever
3.1.3 Cara Membuat Jamu Tradisional Ramuan jamu tradisional dibuat sama untuk mengatasi berbagai keluhan penyakit.
Bahan-bahan tersebut dicuci bersih kemudian dikupas. Bahan-bahan yang sudah dikupas dan dicuci tersebut ditumbuk kemudian direbus hingga mendidih atau hingga matang.
Rebusan yang sudah matang dibiarkan sampai agak dingin, kemudian disaring dengan saringan. Rebusan yang sudah disaring dibiarkan dalam panci selanjutnya siap untuk dijual.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buk Sum Gito yang menyatakan bahwa: “.....Prosesnya ya ditumbuk, cuma kan semua bahan-bahan harus di cuci bersih ya.
Kalau sudah biasa kan cuma dikira-kira bisa, gausah ditimbang atau ditakar,ya di kira-kira aja, nanti soalnya kan ga mesti dapet berapa botol, mba...” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito)
Hal ini bertujuan agar jamu yang dihasilkan dalam keadaan segar dan mengutaman kualitas jamu. Hal ini dipertegas kembali oleh Buk Sum Gito yang mengatakan membeli bahan-bahan jamu setiap hari sekali, dan paling lama menyimpan barang-barang tersebut selama dua hari.
“......Belanjanya kalo dari Solo ga setiap hari, soalnya beli banyak sekalian, kalo pas sudah habis ya nanti tergantung bikinnya. Kalo misalkan habis beli setiap hari, kadang dua hari sekali di Pasar Colombo....” (wawancara dengan Buk Sum Gito pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 15:25 di rumah Buk Sum Gito) Pernyataan diatas menyatakan bahwa jamu tradisional buatan Bum Sum Gito selalu menyajikan jamu dalam keadaan segar dan mengutamakan kualitas jamu. Jika ada jamu yang tidak habis terjual, sisa jamu akan dibuang. Menurut Buk Sum Gito menjaga kualitas jamu dan cita rasa jamu sangatlah penting karena pembelipun bisa merasakan jamu yang dijual dalam keadaan segar.
3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi Jamu Tradisional
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam diri pemilik dan pembuat jamu tradisional. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1) Melestarikan Warisan Leluhur