Sambutan dari Pusat Riset dan Studi Ilmiah Ilmu Hadits

Nama buku

: Hukmu al ‘Amal Bi al Hadîts al Dha’îf

Judul terjemah

: Hukum Mengamalkan Hadits Yang Lemah

Penulis

: Dr Asyrif bin Sa’id

Penerjemah

: Neni Kurniati, Lc

Penerbit

: Maktabah as Sunnah

Jumlah Halaman


: 146

1

Bismillahirrahmanirrahim
Sambutan dari Pusat Riset dan Studi Ilmiah Ilmu Hadits
Segala puji bagi Allah SWT, Kami memujinya, meminta
pertolongannya

dan

memohon

ampunan-Nya,

Kami

berlindung


kepada Allah SWT dari kejahatan jiwa dan perbuatan yang
tercela. Siapa yang diberi hidayah Allah SWT maka tidak akan
sesat. Dan siapa yang sesat tidak akan mendapatkan hidayahNya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT dan tiada
sekutu bagi-Nya.

Dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah

hamba dan Rasul-Nya.
Allah

SWT

berfirman,



Wahai

orang


yang

beriman

bertaqwalah kamu kepada Allah SWT dengan taqwa yang benar
dan

janganlah

kamu

meninggal

kecuali

kamu

berada

dalam


keadaan muslim.” QS Ali Imran : 102. Allah SWT berfirman, “
Wahai

sekalian

manusia,

bertaqwalah

kepada

Tuhanmu

yang

telah menciptakanmu dari satu jiwa dan menciptakan darinya
pasangan-pasangannya
SWTmemperkembang


dan

biakan

dari

pada

laki-laki

dan

keduanya
perempuan

Allah
yang

banyak, dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT yang dengan
mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain ,

peliharalah tali silaturahmi sesungguhnya Allah SWT selalu
menjaga dan mengawasi kamu.” QS An Nisa’ : 1. Allah SWT
berfirman,

“Wahai

orang-orang

yang

beriman

bertakwalah

lepada Allah SWT dan berkatalah perkataan yang benar niscay
Allah

SWT

mengampuni


memperbaiki
bagimu

bagi

kamu

dosa-dosamu

dan

amalan-amalanmu
barang

siapa

dan

mentaati


Allah SWT dan rasulnya maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan.” QS Al Ahzab: 70-71.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah yang
ada dalam

Al Qur’an dan hidayah yang paling baik, hidayah
2

Muhammad SAW. Perkara yang paling buruk adalah perkataan
baru

yang

direkayasa.

Segala

sesuatu


yang

baru

adalah

bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan ada
dalam neraka.
Segala puji bagi Allah SWT yang telag memerintahkan
kita untuk menaatinya dan menaati Nabi-Nya SAW, mengikuti
sunnahnya yang mulia, menjauhi bid’ah dan hawa nafsu. Allah
SWT

berfirman,

“Taatilah

Allah

SWT


dan

Rasul-Nya

supaya

kamu sekalin dikasihi oleh Allah SWT.” QS Ali Imran: 132.
Allah

SWT

berfirman,

kamu

akan

mendapatkan


“Dan

apabila

hidayah.

Dan

kamu

taat

tidak

kepada-Nya,

lain

kewajiban

Rasulullah SAW kecuali untuk menyampaikan amanat Allah SWT
yang jelas.” QS An Nur : 54. Allah SWT berfirman, “Wahai
orang-orang yang beriman taatilah Allah SWTdan Rasul-Nya
dan

janganlah

kamu

merusak

pahala

amal-amalmu.”

QS

Muhammad : 33. Allah SWT berfirman, “Taatilah Allah SWT dan
Rasul-Nya,

dan

janganlah

kamu

saling

berbantah-bantahan

yang menyebabkan kamu mejadi gentar dan hilang kekuatan.” QS
Al Anfal : 46. Allah SWT berfirman, “Siapa yang menaati
Rasulullah SAW maka telah menaati Allah SWT.” QS An Nisa’ :
80.
Allah SWT berfirman, “Segala perintah Rasulullah SAW
kepadamu, kerjakanlah! dan segala larangannya, jauhilah!” QS
Al Hashar : 7. Allah SWT berfirman, “Apabila kamu berbeda
pendapat dalam suatu hal maka kembalikanlah kepada Allah
SWT

dan

Rasul-Nya

jika

kamu

benar-benar

beriman

kepada

Allah SWT dan hari akhir.” QS An Nisa’ : 59. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan masalah ini sangat banyak.
Allah

SWT

memerintahkan

untuk

mengikuti

rasul-Nya,

memperingati dan mengancam orang-orang yang mengingkari-Nya.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah, apabila kamu benar-benar
mencintai Allah SWT maka taatilah Aku, maka Allah SWT akan
3

mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, sesungguhnya Allah
SWT maha pengampun dan maha penyayang.” QS Ali Imran : 31.
Allah SWT berfirman, “ Sesungguhnya pada diri Rasulullah
SAW terdapat suri tauladan yang baik.” QS Al Ahzab : 21.
Allah SWT berfirman, “Demi Allah, sesungguhnya mereka pada
hakekatnya tidak akan beriman sampai
sebagai

hakim

kemudian

dalam

mereka

perkara

tidak

yang

keberatan

mereka menjadikanmu
mereka

perselisihkan,

dalam

hati

terhadap

keputusanmu dan mereka menerima sepenuhnya.” QS An Nisa’ :
65. Allah SWT berfirman,” Sesungguhnya jawaban orang-orang
yang

beriman

Rasulullah

apabila

SAW

agar

mereka

Rasul

dipanggil

mengadili

Allah

mereka

SWT

ialah

dan

ucapan

kami mendengar dan kami patuh dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung.” QS An Nur : 51. Setiap orang yang memahami
ilmu syariah menyakini bahwa hadits adalah sebagai pentafsir
al qur’an, penjelas segala sesuatu dalam al qur’an berupa
hukum-hukum dan permasalahan agama. Keduanya harus ditaati.
Sunnah tidak dapat dipisahkan dari al qur’an, bahkan
keberadaannya

adalah

sebagai

penjelas

bagi

al

qur’an,

sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, “Dan kami
telah menurunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan.” QS An

Nahl : 44. Rasulullah

SAW bersabda, “Bukankah aku telah diberikan al qur’an dan
yang

serupa

dengannya1.”

Dalam

sebuah

riwayat,”

bukankah

segala sesuatu yang diharamkan oleh Rasulullah SAW itu sama
dengan apa yang diharamkan oleh Allah SWT. “
Bentuk
adalah
1

ketaatan

dengan

kepada

mengikuti

Nabi,

sunnah

setelah
dan

beliau

wafat,

hidayahnya.

Karena

Sahih, Telah ditakhrij dalam buku “Al Fusul fi Sirah Al

Rasul” (Fase-Fase Sejarah Rasulullah SAW) diteliti oleh
penyusun
4

seandainya

tanpa

loyalitas

tersebut,

akan

berakhirlah

risalah Nabi terakhir bersamaan dengan wafatnya. Hal ini
dapat mengancam eksistensi ajaran agama Islam sampai hari
kebangkitan.
Sumber dari segala kebaikan adalah dengan mengikuti Al
Quran dan sunah, mengikuti petunjuk keduanya, menyelam di
lautan keduanya dan kebaikan keduanya yang global. Tidak ada
yang lebih memberi petunjuk, membahagiakan dan mensucikan
bagi jiwa dari memahami Al Quran dan sunah , mengetahui
pengetahuan didalam keduanya, memikirkan makna-makna yang
terkandung didalamnya dan melaksanakan tujuannya. Disemua
inilah akan didapatkan kesucian hati , kemurnian akal dan
kesempurnaan jiwa.
Semua orang tahu bahwa sunah pada awalnya belum disusun
dalam buku akan tetapi dihafalkan didalam hati. Bahkan awal
pertama akan disusunnya sunah terjadi perselisihan pendapat
yang

akhirnya

ditetapkan

kebolehan

untuk

menyusun

sunah

negara

islam,

berdasarkan bukti yang ada sesuai tempatnya.
Ketika

islam

mulai

tersebar,

meluas

berpencarnya para sahabat diberbagai negri, banyaknya yang
meninggal diantara mereka, menyebarnya bid’ah dan semakin
sedikitnya

yang

mempunyai

hafalan

yang

baik

menyebabkan

pentingnya untuk menyusun dan menulis hadits, karena akal
menghafal dan tulisan menjaga. Pada masa kekhalifahan Imam
yang terkenal adil Umar bin Abdul Aziz beliau menulis surat
kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm Al Anshory
pegawai dan hakim di kota yang berisi, lihatlah apa yang ada
pada hadits Rasulullah SAW maka tulislah sesungguhnya aku
takut hilangnya ilmu dan meninggalnya ulama.1
Para sahabat muslim sangat berhati- hati dan teliti
dalam
1

menerima

hadits

dan

riwayat,

menyandarkan

Al Bukhori di Shohihnya (1/194-Al Fath)
5

setiap

perkataan

kepada

yang

mengatakannya.

Muhammad

mengatakan,” Sesungguhnya ilmu ini (hadits)

bin

Sirin

adalah agama,

maka lihatlah kepada siapa kamu menyandarkan agamamu.”1
Karena

itu

Isnad

(rantai

periwayatan

merupakan salah satu keistimewaan umat ini

hadits)

yang

merupakan agama,

tanpa isnad orang akan mengatakan apa yang dia suka.2
Ketika terjadi banyaknya fitnah, tersebarnya berbagai
kejahatan dan pendapat-pendapat yang merusak isnad merupakan
pelindung
awalnya

khusus.
mereka

Muhammad

tidak

bin

Sirin

menanyakan

mengatakan,”

tentang

isnad,

Pada
ketika

terjadi banyak fitnah, mereka berkata : beritahukan kepada
kami perawi yang baik. Maka lihatlah kepada ahli sunah dan
ambillah hadits dari mereka serta lihatlah ahli bid’ah dan
jangan mengambil hadits dari mereka.”3 Mulailah adanya ilmu
al-jarhu

wa

hadits yang

at

ta’dil

(ilmu

dikeluarkan oleh

untuk

mengetahui

perawi sekaligus

kebenaran
mengetahui

keadaan perawi hadits), menetapkan dasar-dasar dan kaidah
atau aturannya, tanpa nepotisme, karena para sahabat nabi
tidak takut akan celaan orang yang dengki.
Diantaranya
menyatakan

lemah

Ali

Al

hadits

Abdullah bin Ja\far

Madani,
yang

guru

Al

diriwayatkan

Bukhori

beliau

orang

tuanya

dan mengatakan,” Ini adalah agama.”.

Abu Daud penulis kitab Al Sunan juga menyatakan lemah hadits
yang diriwayatkan anaknya sebagai nasehat untuk umat islam.
Zaid

1

bin

Abi

Unaisah

mengatakan,”

Janganlah

kalian

Pembukaan Shohih Muslim ( 1/14) hadits ini telah diteliti

oleh penyusun di buku As Syama’il Al Muhammadiyah (nomor
417)
2

Dikatakan oleh Abdullah bin Mubarak , lihat pembukaan

Shohih Muslim ( 1/15)
3

Pembukaan Shohih Muslim (1/15) bab ke-lima
6

meriwayatkan hadits dari saudaraku Yahya.” Dan sebagainya
yang dilakukan ulama lain.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan sunah
sebagai penjelas Al Quran , cahaya

petujuk bagi orang-orang

yang berilmu, mentakdirkannya dari orang-orang bertakwa yang
menghafal

Al

pengeritik

Quran,

perawi-perawi

hadits

mengkhidmahkan

yang

dirinya

yang

berilmu

untuk

benar

yang

agama,

,

para

benar-benar

menjaganya

dengan

kehormatannya yang dengannya mencegah penyelewengan

dari

orang-orang fanatik, klaim para pendusta, kebohongan para
perusak

kerusakan para dajjal, pentafsiran orang –orang

yang bodoh. Maka mereka mengkualifikasikan penulisan hadits,
memisahkan yang shohih dari yang palsu erdasarkan apakah
hadits-hadits tersebut bisa diterima ataupu ditolak.
Para ulama telah meletakan kaidah-kaidah dan aturanaturan

untuk

masalah

ini,

yaitu

ilmu

ushul

(dasar-

dasar )hadits untuk menerima perawi dan menerima hadits yang
diriwayatkanya, apabila memenuhi syarat-syarat yang ada maka
haditsnya

diterima

dan

ditolak

apabila

tidak

memenuhi

syarat.
Telah

tersebar

murid-muridnya
lemah

dalam

luas

tentang

keutamaan

diantara

kebolehan
ibadah,

kebanyakan

mengamalkan

dan

mereka

ulama
hadits

mengira

dan
yang

tidak

adanya perbedaan pendapat dalam hal ini bahkan berkayakinan
bahwa Imam Nawawy menyebutkan kesepakatan ulama dalam hal
ini.
Para

peneliti

dari

ulama

menyatakan

ketidakbolehan

mengamalkan hadits lemah (dho’if) baik dalam hukum maupun
dalam

keutamaan

ibadah.

Golongan

yang

membolehkan

mengamalkan hadits dalam keutamaan ibadah walaupun hadits
dho’if, selama bukan merupakan hadits palsu ataupun benar-

7

benar

lemah

telah

menetapkan

syarat-syarat

penting

yang

harus dipenuhi dalam mengamalkan hadits tersebut.
Sayangnya banyak orang yang terlalu meudahkan syaratsyarat

yang

telah

ditetapkan

dalam

hal

ini,

mereka

mengamalkan hadits tanpa mengetahui kebenaran dan kelemahan
hadits,

apakah

kelemahan

yang

ada

dalam

hadits

tersebut

judul

penting

ringan ataupun berat.
Saudaraku tesis yang berisi seputar
ini,

ditulis

oleh

saudara

kita

yang

mulia

Asyrof

Bin

Sa’id .Terhimpun didalamnya pendapat-pendapat para ulama dan
menerangkan mazhab yang benar dalam hal ini yang harus kita
ikuti.

Jelas

dari

pendapat-pendapat

para

ulama

yang

ada

dalam tesis ini bahwa tidak ada ijma’ dan kesepakatan yang
menyatakan
keutamaan

bolehnya
ibadah.

mengamalkan

Semua

ini

hadits

akan

dho’if

menjadi

dalam

satu-satunya

tulisan yang lengkap, penuh dengan faidah, banyak manaat,
dan mulia.
Tesis ini sangat penting pada zaman kita dimana telah
benyak pendapat yang mengatakan bolehnya mengamalkan hadits
dho’if dalam keutamaan ibadah bahkan mengenggapnya sebagai
suatu

kaidah

yang

dapat

diterima.

Kebanyakan

mereka

melampaui pengamalan hadits dho’if diatas keutamaan ibadah
dan membolehkan pengamalan hadits dho’if dalam menetapkan
hukum selain hukum syar’I dan sebagainya. Bahkan sebagian
yan

lain

ada

yang

menolak

hadits

shohih

hanya

karena

bertentangan dengan pendapat mereka yang rusak dan tercela
kemudian

mereka

mengambil

hadits

dho’if

dalam

keutamaan

ibadah dengan alasan bahwa hadits tersebut sesuai dengan apa
yang

tersirat

dalam

Al

Quran,

demi

kebenaran

arti

dan

semacam alasan yang mereka buat.
Tesis ini bertambah penting ketika banyak pengingkaran
terhadap ekstensi agama, tingkatan kebodohan dari kebanyakan
8

perawi, banyaknya hukum cabang (far’u) yang mengenyampingkan
hukum

asli,

masalah

sehingga

berlalu

kemulian

begitu

saja

jiwa

tanpa

sudah
hukum,

hampir

hilang,

perginya

hukum

syar’I yang mengatur kepentingan individu dengan lainnya dan
hilangnya

nilai-nilai

luhur.

Segala

sesuatu

hanya

milik

benar

dalam

Allah SWT dan kepada-Nya lah semua kembali
Hal

ini

berpegang

merupakan

teguh

dengan

mempelajari keduanya

suatu
Al

aklamasi

Quran

dan

dan mengamalkan

yang
sunah

yang

apa yang

benar,

terkandung

dengan niat yang ikhlas dan tulus sebagaimana yang diajarkan
dalam syari’at . Barang siapa yang tidak mempunyai ilmu
tentang Al Quran dan sunah tidak mempunyai sinar hidayah
dan cahaya kenabian yang telah menerangi dajâjir1 syubhat
dan

kegelapan

turuhât2.

Walaupun

hal

ini

ada

karena

kebodohan akal seseorang, akalnya sulit mencapai kebenaran
yang jelas, hatinya kosong dari keimanan dan rasa takut
terhadap agama.
Saya memohon kepada Allah SWT untuk menjadikan kita
semua digolongan orang-orang yang mendengarkan petunjuk dan
mengerjakan kebaikan dan Allah SWT menunjukan kita semua
kepada

hal

yang

diridhinya.

Sesungguhnya

Allah

SWT

Maha

kuasa atas segala sesuatu
Maha suci Allah SWT Tuhan yang Mulia dengan segala
sifat-Nya, salam kepada para rasul, dan segala puji bagi
Allah SWT.
Ditulis
Abu Abdullah
Sayid bin Abbas bin Ali Al Jalimi
1

Bentuk jamak dari daijûr yang artinya kegelapan

2

Turuhât ; kebathilan, bentuk tunggalnya turhat. Arti

aslinya adalah jalan yang kecil yang terhapus dengan
jalan yang lebih besar
9

Pusat Riset dan Studi Ilmiah Keillmuan
Cairo 4 / 3 / 1411 H,

24 / 9 / 1990 M

Bismillahirrahmannirahim
Sambutan penulis
Segala puji bagi Allah SWT, Kami memujinya, meminta
pertolongannya

dan

memohon

ampunan-Nya,

Kami

berlindung

kepada Allah SWT dari kejahatan jiwa dan perbuatan yang
tercela. Siapa yang diberi hidadayah Allah SWT maka tidak
akan sesat. Dan siapa yang sesat tidak akan mendapatkan
hidayah-Nya. Aku bersdaksi tiada Tuhan selain Allah SWT dan
tiada

sekutu bagi-Nya.

Dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW

adalah hamba dan Rasul-Nya.
Allah

SWT

berfirman,



Wahai

orang

yang

beriman

bertaqwalah kamu kepada Allah SWT dengan taqwa yang benar
dan

janganlah

kamu

meninggal

kecuali

kamu

berada

dalam

keadaan muslim.” QS Ali Imran : 102.
Allah

SWT

berfirman,”Wahai

sekalian

manusia,

bertaqwalah

kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari satu jiwa dan
menciptakan
keduanya

darinya

Allah

pasangan-pasangannya

SWTmemperkembang

biakan

dan

dari

pada

laki-laki

dan

perempuan yang banyak, dan bertakwalah kamu kepada Allah
SWT yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain , peliharalah tali silaturahmi sesungguhnya
Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu.” QS An Nisa’ :
1.
Allah

SWT

berfirman,

“Wahai

orang-orang

yang

beriman

bertakwalah lepada Allah SWT dan berkatalah perkataan yang
benar

niscaya

Allah

SWT

memperbaiki

bagi

kamu

amalan-

amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu dan barang siapa

10

mentaati Allah SWT dan rasulnya maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan.” QS Al Ahzab: 70-71.
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah
yang ada dalam

Al Qur’an dan hidayah yang paling baik,

hidayah Muhammad SAW. Perkara yang paling buruk adalah yang
perkataan baru yang direkayasa. Segala sesuatu yang baru
adalah

bid’ah,

setiap

bid’ah

adalah

sesat

dan

setiap

kesesatan ada dalam neraka.
Tesis

ini

bagus,

saya

susun

didalamnya

apa

yang

terserak dan saya ikat serta satukan apa yang terpisah dari
pendapat-pendapat

ulama

salaf,

maupun

kontemporer

yang

merupakan ulama hadits yang terkenal dalam umat islam, baik
ulama maupun umat biasa, tentang bolehnya mengamalkan hadits
dho’if dalam keutamaan ibadah atau yang serupa dengannya
seperti nasehat-nasehat, kisah-kisah dan segala sesuatu yang
tidak ada hukumnya dalam agama dan tidak berhubungan dengan
masalah tauhid
Pembahasan tentang hal ini dibutuhkan banyak orang maka
menjadi salah satu kebutuhan yang sangat besar. Pembahasan
ini bertambah serius ketika semakin banyaknya orang yang
tidak mempunyai ilmu hadits dengan sangat berani menisbatkan
sebuah hadits kepada Rasulullah SAW, hadits yang baru dan
dibuat-buat. Lalu mengamalkan hadits dho’if yang dibuat-buat
tanpa membedakan yang indah dan yang buruk, yang benar dan
salah, berpedoman kepada kaidah itu saja, tanpa mengetahui
aturan-aturan
Mereka

tidak

dan

syarat-syarat

memperhatikan

yang

berlaku

keselamatan

didalamnya.

agama,

tidak

mengikuti sistematika yag dijalani oleh para ulama, maka
mereka membuka jalan bagi para pemalsu dan perekayasa hadits
serta

bid’ah.

Demi

Allah

SWT

kaidah

seperti

ini

telah

tersebar di manusia sebagaimana mengalirnya air dari tebing,
dan api didalam tanaman, mereka menerimanya dengan tenang,
11

menyandarkan kepadanya aturan mereka, menjalaninya sebagai
jalan mereka dan menjadikannya sebagai alasan dalam bid’ah,
hawa

nafsu

dan

mazhab

mereka,

kemudian

mengaku

ataupun

berpura-pura tidak tahu.
Mereka pasti mempunyai alasan dalam hal ini, bagaimana
tidak?

Menurut

mereka

Imam

Muhyiddin

An

Nawawi,

rahimahullahu telah melontarkan kesepakatan ulama tentang
bolehnya mengamalkan hadits dho’if padda keutamaan ibadah
disebuah buku yang bukan karyanya. Maka mereka beralasan
kepada hal ini sehingga sudut pandang mereka menjadi sempit.
Akan tetapi para peneliti hadits dari ulama setelah
mereka meneliti kembali apa yang di katakan oleh An Nawawi
dan mendiskusikannya . Sampai saat ini mayoritas ulama besar
kontemporer dari ulama-ulama hadits dari Mesir, Syam, Hijaz,
Yaman berpendapat harus meninggalkan kaidah ini , berhatihati dari akibat yang ditimbulkan , menyerahkan perkara ini
kepada ahli hadits dengan dalil yang kuat dan bukti yang
benar. Karena mereka sangat memahami kaidah ini. Sedangkan
orang

yang

mencetuskan

kaidah

ini

diagungkan,

walaupun

sebenarnya mereka melihat hal yang bertentangan akan tetapi
mereka

mengabaikannya,

mengingkari

dalil

yang

disebutkan

oleh ulama yang tidak sependapat, walaupun jumlah ulama yang
menentang lebih banyak dan lebih pintar. Tampaknya kebenaran
tdak selalu berdasarkan jumlah, akan tetapi dengan bukti dan
dalil. Saya dengan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT , saya
seorang hamba yang lemah, berusaha memaparkan masalah hadits
dho’if
golongan
1

ini
dan

dengan

mendetail

dalil-dalil

dua

berdasarkan
mazhab1

pendapat

dengan

dua

menisbatkan

Saya menyebutkan dua mazhab dan tidak menyebut tiga mazhab

sebagaimana yang dikenal dalam kitab-kitab
tulisan

karena

kelompok-kelompok

buku

ini

manusia

memaparkan
dalam
12

hukum

dan tulisan-

tentang

pendapat

mengamalkan

hadits

setiap perkataan kepada yang mengatakan dan setiap dalil
sumbernya1

kepada

dengan

rinci

dan

penjelasannya

sambil

berdoa kepada Allah SWT semoga memberi rizki kepada saya dan
kalian semua berupa keikhlasan didalam ucapan dan perbuatan,
kemudahan dalam ilmu dan memahami serta adil kepada diri
sendiri dan orang lain. Amin .
Ketauhilah bahwa saya tidak mengenal seorangpun yang
menulis masalah ini kecuali :
Syeikh

terkenal

sekaligus

peneliti

hadits

zaman

keemasan Abdurrahman bin Yahya Al Mu’alimy Al Yamany. Beliau
menyebutkan dalam bukunya ( Al Anwar al Kasyifah lima fî
Kitâbi adhwa’I ala Al Sunnah min Al Tadhlil wa Al Mujazafah
) halaman : 91. Didalamnya masih ada tulisan yang belum
jelas

yang

juga

disebutkan

dalam

buku

(Al

fawa‘id

al

Majmu’ah fî Al Ahâdits al Maudhu’ah) yang ditulis oleh Imam
As Syaukani dan di teliti olehnya, pada halaman : 10. Saya
tidak tahu apakah sudah diperjelas atau belum.
Selain

beliau

ada

juga

yang

menulis

buku

(

Hukum

Mengamalkan Hadits Dho’if )
Yang lebih umum dari judul tesis saya. Diantaranya :
 Abu Ishaq Al Huwainy Al Atsary, menyebutkan dalam bukunya
( An Naqilah Fi Al Ahaditsi Dho’ifah Wa Al Bathilah )
jilid 1, halaman : 55. Beliau juga menulis buku
dho’if secara
ibadah.

Tesis

mutlak tanpa
ini

tentang

pengkhususkan dalam
keutamaan

ibadah

(Al

keutamaan

sebagaimana

judul. Telah saya susun sebuah pasal pada akhir buku ini yang
menyebutkan mazhab ketiga, yaitu mutlaknya menjadikan hadits
dho’if sebagai dalil serta mendahulukannya diatas qiyas dan
pendapat ulama biasa.
Demi Allah SWT kecuali bila sumber dalil tersebut diluar

1

jangkauan saya, hal ini sangat sedikit,maka saya menisbatkan
dalil kepada yang menyebutkannya.
13

Zillu Al Warîf Fî Hukmil Amal Bilhâdits Al Dho’if )

dan

setahu saya belum dicetak.
 Abdul Karim Bi Abdullah Al Khudhoir beliau menulis tesis
doktor yang membahas hal ini. Tesisnya bagus secara umum
sama dengan apa yang terkandung dalam tesis saya.
 Alawy al Maliky menulis buku ( Al Manhal Al Latif
Ahkâm Al Hadits Dho’if ) telah dicetak



dan belum saya

baca.
Sehubungan dengan pentingnya hal ini sebagaimana telah
saya sebutkan tadi, maka akan lebih dijelaskan lagi tentang
hal ini, insya’allah. Tidak ada dalam cakupan para penuntut
ilmu sesuatu yang telah disepakati hukumnya , dengan senang
hati saya akan menjelaskan apa yang saya ketahui, sebagai
nasehat untuk diri saya pribadi , persembahan untuk para
ulama hadits dan murid-muridnya. Ini adalah suatu hal yang
kecil

yang

dapat

saya

persembahkan

untuk

mereka.

Mereka

adalah orang yang pling berhak untuk dilayani dan ditolong
karena

mereka

adalah

manusia-manusia

yang

dipercaya

Rasulullah SAW untuk menjaga sunah-sunahnya. Mereka adalah
penjaga agama dan hukum syar’i. Merekalah pewaris segala
sesuatu yang ditinggalkan Rasulullah SAW berupa sunah dan
hukum

islam.

Mereka

adalah

manusia

pilihan

yang

menyeru

kebaikan dan mencegah kemunkaran. Mereka adalah manusia yang
pertama kali selamat di akhirat. Mereka hamba yang lebih
dahulu diciptakan. Tanpa mereka islam akan hilang, cahaya
syar’I akan terhapus dari dunia. Tanpa bergaul dengan mereka
dan melihat wajah mereka akan keruhlah wajah dunia.
Demi Allah SWT kalau bukan karena pena ditangan mereka,
perjalanan dalam
kalu

bukan

mencari hadits

karena

mereka

pembaringannya, manusia

tidak

dengan kaki-kaki
tidur

akan berada

dan

mereka,

bangun

dari

dalam kegelapan

yang

mencekam, kebingungan yang buta, tidak dapat membedakan yang
14

hak dari yang bathil, yang benar dari yang salah, akan
meningkatlah

suara

kedzoliman,

akan

hilanglah

hadits

Rasulullah SAW dalam tipu daya penipu dan dengki orang yang
dengki.
Ya Allah SWT jadikanlah kami diantara mereka, himpunlah
kami bersama golongan mereka, dan jangan jadikan kami fitnah
setelah mereka, jangan Kau haramkan bagi kami pahala mereka.
Ya Allah SWT jadikanlah kami mencintai mereka dan mereka
mencintai kami dan jadikanlah kami dari pengikut-pengikut
mereka dan pembawa panji-panji mereka, dan berikanlah kami
kemuliaan

tempat



tempat

tinggal

mereka

dan

kebaikan

perjalanan hidup mereka. Amin .
Saya akhiri sambutan ini dengan harapan semoga pembaca
dapat mengambil suatu manfaat, mendoakan saya agar mendapat
maaf dan ampunan-Nya. Sesungguhnya aku malu kepada Allah SWT
dari apa yang akan kamu dapatkan wahai pembaca dari panasnya
penaku,

hasil

pemikiranku

dan

sudut

pandangku

dengan

sedikitnya ilmu yang kumiliki serta terbatasnya kemampuan
saya dalam ilmu yang sangat mulia ini.
Wahai saudaraku seagama janganlah kamu mencela hinanya
penulis

buku

ini,

ringan

timbangannya

disisi

Allah

SWT

ataupun menghina suatu faidah didalamnya apalagi manakutnakuti orang muslim. Takutlah

kamu kepada Allah SWT dari

hal ini. Kepada Allah SWT lah aku meminta agar memberi ku
sema saudaraku petunjuk kepada yang banar dengan izinnya.
Sesungguhnya

Dia

memberi

petunjuk

kepada

siapa

yang

dia

kehendaki kepada jalan yang lurus.
Penulis menyusun buku ini sebagai berikut :
DAFTAR ISI:
I.Kata pengantar

: Menyebutkan pendapat mazhab-mazhab dalam
hukum

mengamalkan

keutamaan ibadah.
15

hadits

dho’if

pada

II.Pendahuluan

:Menyebutkan

perintah

hadits-hadits

untuk

shohih,

riwayat

hadits

perintah

untuk

serta

dho’if.
menjaga

mengikuti
menghindari

Juga

berisi

sunah-sunah

dan

ulama

yang

menyebarkannya.
III.Kemudian disusun dalam enam pasal :
1.Pasal pertama

:Menyebutkan
merupakan

dalil-dalil
dalil

kaidah

“kebolehan

mengamalkan hadits dho’if dalam keutamaan
ibadah”.
2.Pasal kedua

: Mengkaji dalil-dalil para ulama

3.Pasal ketiga

:Menyebutkan syarat-syarat yang ditetapkan
mazhab pertama yang mengklaim kaidah ini
serta mengkaji pendapat mereka.

4.Pasal keempat

: Menyebutkan mazhab kedua yang menyamakan
pengamalan

hadits

dho’if

dalam

hukum-

hukum, keutamaan ibadah dan lainnya.
5.Pasal kelima

:Kajian terhadap dalil-dalil mazhab kedua,
serta menyebutkan dalil-dalil mereka.

Fa’idah

: Menyebutkan usaha pemimpin islam dalam
hadits : Syu’bah
meneliti

hadits

keutamaan

bin Al Hujaj dalam
yang

ibadah,

berkaitan
untuk

dengan

memastikan

kebenaran perawi haditsnya dan perjalanan
yang dilalui dalam hal ini.
6.Pasal ke-enam

:Penguraian

tentang

membolehkan
secara

mazhab

pengamalan

mutlak

serta

ke-tiga
hadits

yang

dho’if

mendahulukannya

diatas qiyas dan pendapat ulama. Tanpa
mengkhususkan

dalam

keutamaan

ibadah.

Maksud dari hadits dho’if disini adalah

16

hadits

hasan

(

yang

baik

)

dan

yang

mendekatinya.
IV.Lampiran

: Menyebutkan satu persatu hadits-hadits
dho’if

dan

hadits-hadits

palsu

yang

terkenal , sebagai peringatan agar tidak
menyatakannya sebagai hadits shohih dan
mengamalkannya.
V. Penutup .
Allah SWT yang menghendaki sesuatu, cukup bagiku Allah
SWT sebaik-baiknya wakil.!!!

Ditulis oleh:
Hamba yang mengharap ampunan Tuhannya yang
Mulia
Abu Al Yasari Asyrof bin Sa’id
Allah SWT memperbaiki keadaannya
Cairo 4 Dzulqo’dah 1410 H
Bertepatan dengan 28 mei 1990 M
Kata pengantar
Perlu diketahui bahwa ulama dalam hukum mengamalkan
hadits dho’if pada keutamaan ibadah ada dua mazhab 1:
Pertama

: Boleh dengan syarat –syarat yang berbeda menurut
pendapatulama yang
Islam

Al

dikumpulkan oleh Syeikh

Hafiz

Ibnu

Hajar

Al

Asqolany

rahimahullahu. Akan disebutkan secara rinci.
Kedua

: Tidak boleh , karena adanya kesamaan keutamaan
ibadah dengan hukum-hukum dalam pengamalan hadits
dho’if

1

Lihat catatan kaki nomor 1
17

Mazhab yang pertama, dikatakan oleh segolongan ulama
yang

dipimpin

oleh

Syeikh

Muhyiddin

An

Nawawi

rahimahullahu. Yang telah menyatakan kesepakatan ulama akan
bolehna hal ini di dalam buku yang tidak dia tulis sendiri.
Bahkan memubahkan mengamalkan hadits dho'if dalam keutamaan
ibadah

dan

menambahkan

yang

serupa

syarat

mengamalkan hadits
ibadah

1

dengannya.

lain

yang

Tetapi

harus

dho'if kecuali

beliau

dipenuhi

khusus dalam

tidak
dalam

keutamaan

. Kemudian ditambahkan oleh Al Hafiz Al Alâi

hadits

yang

diamalkan

jangan

terlalu

lemah

,

agar
beliau

menyatakan kesepakatan ulama dalam hal ini. Ibnu Daqiq

Al

Iid menyebutkan dua syarat lain yaitu : pertama, hadits
dho'if itu harus benar -benar ada berdasarkan sumber yang
asli

artinya

Kedua

tidak

tersebut

bukan

merupakan

menganggap

ketika

hadits

sebagai

mengamalkannya,

rekayasa

penetapan
akan

seseorang.

hadits

tetapi

dho'if

dimaksudkan

untuk berhati-hati .
Syarat tersebut telah dikumpulkan oleh : Al Hafiz Ibnu
Hajar , sebagaimana disampaikan oleh murid beliau Syamsudin
al Sakhowy di buku ( Al Qoul Al Badi’ Fî Al Sholat Alal
Habib Al Syafi’ ) halaman 255.
Kemudian diikuti oleh An Nawawi rahimahullahu, begitu
juga para ulama lain seperti Al Suyuthi, Al Haitamy, Ibnu
Urrôk dan masih banyak lagi. An Nawawi rahimahullahu adalah

1

Ini yang dimaksud kebanyakan ulama, An Nawawi

rahimahullahu tidak menyebutkan selain syarat ini, ini
merupakan perkataan yang benar dibandingkan dengan apa yang
dikatakan Syeikh Nawawy dalam Matan at Taqrib yang dijeaskan
oleh As Suyuthi dalam kitab At Tadrib ( 1 / 298 ), beliau
juga menyebutkan syarat lain yang akan saya bahas pada pasal
ke-tiga. Insyaallah .
18

ulama

pertama2

memperkenalkan

masalah

ini

dengan

bentuk

seperti ini. Orang yang melihat pendapat para ulama yang
sebelum An Nawawi rahimahullahu tidak akan menemukan ulama
yang mengatakan bolehnya bahkan mubahnya masalah ini. Akan
tetapi yang ada hanyalah terlalu memudahkan dalam “isnad”
rantaian

perawi

berkaitan

hadits-hadits

dengan

keutamaan

dan

ekstensi

ibadah,

pahala

hadits
dan

yang

hukuman,

nasehat, kelembutan, sejarah, kisah - kisah dan yang serupa
dengannya. Abu Umar Bin Al Solah rahimahullahu sebagaimana
disebutkan dalam buku (ulumul hadits) mazhab ulama dalam hal
ini

hanya

mengkhususkan

pada

masalah

terlalu

memudahkan

dalam rantaian perawi hadits-hadits dan ekstensi hadits itu
sendiri sebagaimana yang telah disebutkan. Ketika

Imam An

Nawawi rahimahullahu meringkas kitab Ibnu Solah (Al Irsyad)
dan

(

At

Taqrîb)

menambahkan

masalah

hukum

mengamalkan

hadits dho'if menurut pemahaman dan keyakinannya………………
Akan saya paparkan untuk pembaca secara rinci apa – apa
yang saya globalkan disini. Akan disebutkan apa yang ada
antara pendapat-pendapat ulama salaf dengan tarekatnya dan
antara

pendapat

Imam

Nawawi

dengan

pengikutnya

berupa

perbedaan- perbedaan.

2

Mengkhususkan Nawawy sebagai yang pertama kali

memperkenalkan , untuk membedakan dengan orang lain yang
menukil perkataan An Nawawy, sedangkan pendapatnya tidak
dikenal, kemudian menjadi dasar hukum bagi orang sesudahnya.
Sebagaimana yang terjadi pada Imam Nawawy. Penulis
mengangkat hal ini sehingga tidak seorangpun mengaku bahwa
si fulan termasuk mereka. Sedangkan dia tidak dikenal,
sebagaimana yang terjadi pada Imam nawawy. Maka penyusun
akan berkata : tetapi dia tidak terkenaldan orang tidak
meriwayatkan darinya. Maka berhati-hatilah.
19

Terlalu

memudahkan

masalah

isnad

,

tidak

berarti

mengamalkan ekstensi yang ada dalam isnad tersebut. Akan
tetapi mengandung makna selain yang dikenal atau masyhur
dari kaidah ini.1 Akan saya paparkan usaha sebagian para
2

hufadz dan pemimpin mereka

dalam mencari isnad hadits yang

berkaitan degan keutamaan ibadah, sampai jelas dalilnya .
ini adalah sebagian contoh yang menyatakan bahwa kaidah3 ini
belum

ditolak

oleh

mereka

hanya

tidak

boleh

diceritakan

kecuali oleh orang yang meriwayatkannya. Sedangkan seluruh
ulama salaf membolehkan apabila perbuatan mereka menunjukan
sikap mazhab tertentu secara jelas. Jika tidak maka tidak
boleh.

Bertentangan

kesepakatan
sedangkan

atau
yang

dengan

ijma’
mereka

apa

dalam
nukil

hal

yang
ini.

adalah

dinukil

berupa

Bagaimana
masalah

bisa

terlalu

dimudahkannya masalah isnad yang berkaitan dengan keutamaan
ibadah yang jumlahnya bisa dihitung jari. Kemudian mereka
berselisih pendapat dalam arti ‘terlalu memudahkan isnad’
sebagaimana akan dijelaskan.
Mazhab kedua , diceritakan4 oleh sebagian ulama salaf
seperti Yahya Bin Mu’in
Dapat dipahami dari perkataan sebagian mereka seperti
Imam Muslim Bin Al Hujaj di pendahuluan shohihnya , di
tampakan

5

dari Abi Abdullah Al Bukhori kemudian diikuti

oleh segolongan ulama yang sedikit terlambat dari mereka dan
1

Yang dimaksud adalah kaidah dalam mengamalkan hadits

dho'if.
2

Yaitu pemimpin orang mukmin dalam hadits Abu Bastom

Syu’bah Bib

Al Hujaj rahimahullahu.

3

Yang dimaksud adalah terlalu memudahkan dalam isnad hadits

4

Oleh Inbu Sayid an Nas di buku (Uyun Al Atsar)

5

Ditampakan oleh Al Qosimy

di buku Al Qowa’id.

semuanya akan diterangkan pada bab ke-tiga
20

Yang

diikuti mayoritas ulama kontemporer. Mereka mengatakan hal
ini dengan dalil-dalil yang tidak cukup untuk ditulis dalam
pendahuluan ini. Namun akan dibahas pada pasal selanjutnya.
Ini adalah mazhab yang benar menurut pendapatku ( penyusun).
Akan saya paparkan bagi orang yang berkecimpung dalam
masalah ini dalil-dalil sebagian ulama yang memerintahkan
untuk beragama sebagaimana yang telah ditetapkan pada hadits
Rasulullah SAW yang tidak lemah, anjuran untuk menghafal
hadits

dan

dipercaya

menerimanya

serta

dari

menjaga

perawi

sunah

dan

–perawi

yang

menyebarkannya

dapat
dengan

membedakan yang shohih dari yang bathil dan yang baik dari
yang buruk.
Pendahuluan
Anjuran untuk mengikuti hadits-hadits yang shohih ,
menghindari meriwayatkan hadits dari perawi yang lemah dan
anjuran untuk menjaga sunah serta menyebarkannya.
1. Abu Bakar Al Khotib dalam bukuya ( Al Kifayah Fii Ilmi
Riwayah)mengatakan :1
Bab dalam memilih pendengar hadits yang dapat dipercaya
Dan dibencinya meriwayatkan dari perawi yang lemah
Diterangkan

dalam

isnadnya

diceritakan

oleh

Thowus

Bin

Kaisân
1. Disandarkan kepada Al Syafi’I rahimahullah yang berkata:
paman saya Muhammad Bin Ali Bin Syafi’ berkata : dia
memuji hisyam bin urwah dari ayahnya Urwah Bin Zubair
yang

mengatakan

,”

Sesungguhnya

jika

saya

mendengar

hadits yang saya anggap baik, maka tidak suatu apapun
1

Di sebutkan dalam kitab Al Umm jilid 6 / 91
21

yang

mencegah

saya

untuk

menyebutkannya

kecuali

saya

takut akan didengar seseorang kemudian mengikuti hadits
tersebut,

yang

demikian

apabila

aku

mendengarnya

dari

orang yang tidak kupercaya. Kadang aku mendengar hadits
dari perawi yang kupercaya, sedangkan bila kumendengarnya
dari perawi yang tidak kupercaya maka aku tidak berbicara
tentang hadits tersebut.”
Syafi’I berkata :
Ibnu

Sirin,

Ibrohin

Al

Nakh’i

dan

banyak

ulama

dari

thabi’in tidak menerima hadits kecuali dari perawi yang
dikenalnya

dan

menghafal

hadits.

Tidak

pernah

kulihat

salah seorang dari ulama mengatakan hal yang bertentangan
dengan

mazhab

ini.

Thowus

jika

mendengar

seseorang

menyebutkan hadits beliau berkata,” jika hadits ini dari
perawi

yang

hafiz

dan

mali’1,

maka

riwayatkanlah

jika

tidak maka jangan menyebutkan hadits ini.”
2. Khotib menyandarkan kepada Ya’qub Bin Sufyan, berkata :
dia memuji Abu Bakir yang berkata : Ibnu Wahab berkata
kepadaku : Malik berkata kepadaku, yaitu Ibnu Abbas,”
saya datang kepada a’isyah binti Sa’ad bin Abi Waqosh,
maka saya bertanya kepadanya tentang beberapa hadits ,
tetapi hati ini tidak ridho untuk meriwayatkan hadits
darinya karena dia perawi yang lemah.”
Malik

berkata

mereka

hidup

:

aku

pada

mengenal

masa

banyak

shahabat,

perawi

tetapi

diantara

aku

bertanya mengenai sesuatu apapun kepada mereka .

tidak
seakan

Malik menganggap lemah para perawi tersebut.

1

Laki –laki mali’ yaitu yang dapat dipercaya. Sebagaimana

dalam kitab Mukhtar shohah. Jika dikatakan

lelaki mali’

artinya

mata

lelaki

yang

mulia

yang

memenuhi

dengan

kesempurnaannya. Sebagaimana dalam buku Al Mu’jam Al Wasith
22

3. Dalam sebuah hadits yang disandarkan kepada ya’kub bin
Sufyan juga, beliau berkata : saya mendengar Aba Basyir
Bakar Bin Kholaf
berkata :

berkata :

Abdurrahan Bin Al Mahdi

Tidak layak bagi seseorang menyibukan diri

menulis

hadits

sedikit

dari

dari

apa

perawi

yang

yang

ditulisnya

lemah,
dia

maka

akan

paling

kehilangan

sejumlah apa yang dia tulis dari hadits-hadits dho'if,
dia

akan

kehilangan

hadits

dari

perawi

yang

dapat

dipercaya.1
2. Celaan

Imam

Muslim

kepada

para

perawi

hadits-hadits

dho'if dan munkar yang menyebarkannya kepada masyarakat
awam

.

serta

mewajibkan

periwayatan

dari

perawi

yang

dikenal dengan kebenaran sumbernya
4.Imam Muslim rahimahullahu dalam pendahuluan shohihnya
mengatakan

2

,’ Sesungguhnya Allah SWT mengasihi kamu dengan

penciptaanmu. Aku ingat bahwa kamu ingin meneliti sejumlah
hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam sunah-sunah
agama dan hukum-hukumnya dan yang berkaitan dengannya berupa
pahala, hukuman, anjuran, larangan dan sebagainya..kemudian
beliau berkata3, “ Apabila hal ini seperti yang telah kami
sebutkan, maka tujuan mencapai kebenaran yang sedikit lebih
utama

dari

bertambahnya

kerusakan.

Sebagian

orang

yang

memenfaatkan keadaan ini memperbanyak hadits-hadits dho'if
dan mengumpulkan pengulangan- pengulangan dalam hadits demi
kepentingan suatu golongan dari orang-orang yang dikaruniai
Allah SWT sedikit kepandaian dan pengetahuan dengan berbagai
sebab dan alasannya.

1

Dalam buku Al Ma’rifah karangan Al Baihaqy (2: 449)

2

Syarhun Nawawy

(1 : 45 )

3

Syarhun Nawawy

(1 : 47 )
23

Kemudian menyebutkan sistem yang dijalaninya dalam
menyusun

shohihnya

,

dan

mengatakannya

kepada

sebagian

perawi hadits yang jujur dan dapat dipercaya, kepada orangorang yang dituduh sebagai pemalsu hadits dan membuat-buat
hadits

begitu

juga

kepada

orang

yang

mayoritas

hadits-

haditsnya munkar dan salah. Beliau berkata :Semoga Allah SWT
mengasihimu,

kalau

bukan

karena

kita

melihat

banyaknya

pemalsu yang mengklaim dirinya sebagai ahli hadits kemudian
melontarkan
dengan

hadits-hadits

meninggalkan

diriwayatkan
dikenal

oleh

dengan

dho'if

,

hadits-hadits

para

perawi

kejujuran

serta

riwayat
shohih

yang

dapat

sifat

yang

munkar

terkenal

yang

dipercaya

amanahnya.

dan

Setelah

mengetahui tentang mereka dan mendengar pengakuan dari mulut
mereka.Kebanyakan

orang

yang

menyebarkan

hadits

dho'if

adalah al aghbiya’1 dari golongan manusia, mereka pengingkar
dan berasal dari golongan yang tidak disenangi. Diantara
yang mencela hadits riwayat mereka adalah ulama ahli hadits,
seperti : Malik Bin Abbas, Syu’bah Bin Al Hujaj, Sufyan Bin
Uyaynah, Yahya Bin Sa’id Al Quthôn, Abdurrahman Bin Mahdi
dan seterusnya. Mudah bagi kami untuk menjawab persoalan ini
berupa

perbedaan

memberitahumu

dan

tentang

hasil,
golongan

tetapi
yang

agar

kami

menyebarkan

bisa

hadits-

hadits yang munkar dengan perawinya yang lemah dan tidak
dikenal kemudian mereka menyebarkan hadits-hadits tersebut
kepada orang awam yang tidak mengetahui aib

mereka .maka

mudah bagi kami menjawab pertanyaanmu.
Ketahuilah
bahwa

setiap

orang

,

semoga

harus

bisa

Allah

SWTmemberimu

membedakan

antara

taufik
riwayat

hadits yang shohih dari yang dho’if, antara perawi yang kuat
1

Dikatakan An Nawawi dalam Syarhun Nawawy, mereka adalah

orang yang bodoh, tidak mempunyai ilmu dan tidak mempunyai
kecerdasan
24

dan dapat dipercaya dari yang suka membuat hadits-hadits
dho'if. Supaya mereka tidak meriwayatkan hadits kecuali dari
perawi

yang

diketahui

kebenaran

sumber

haditsnya

dan

Al

Sitâroh1 dari orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya.
Serta

berhati-hati

dari

mereka

apabila

mereka

termasuk

golongan yang senang memalsukan hadits dan orang –orang yang
sesat dari ahli bid’ah.
Dalil yang menyatakan wajibnya hal yang kami paparkan
tadi

tanpa

boleh

menentangnya

,

firman

Allah

SWT,”Hai

orang-orang yang beriman apabila datang kepadamu oran fasik
yang membawa suatu kabar, maka carilah kejelasannya supaya
kamu

sekalian

kamu.”

Allah

tidak
SWT

dibodohi,

berfirman,”

maka

menyesali

Diantara

perbuatan

saksi-saksi

yang

kalian sukai.” Allah SWT berfirman,” Dan datangkanlah dua
orang saksi yang adil diantara kamu.”
Ayat-ayat Al Quran yang kami sebutkan diatas menunjukan
bahwa kabar yang dibawa orang fasik tidak dapat diterima dan
kesaksian dari saksi yang tidak adil ditolak.
Kabar

walaupun

berbeda

arti

dengan

kesaksian

dalam

beberapa segi, tetapi mempunyai banyak kesamaan dari segi
yang lain. Kabar yang dibawa orang fasik ditolak menurut
ulama sebagaimana ditolaknya kesaksian mereka. Dengan ini
sunah menunjukan penolakan riwayat yang munkar dalam kabar
(hadits) seperti Al Quran menolak kabar yang dibawa oleh
orang fasik. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW yang
terkenal , “ Barang siapa yang menisbatkan kepadaku sebuah
hadits yang palsu, maka dia termasuk golongan pendusta.”
3. Pernyataan Abi Hatim Bin Hibban Al Busty

rahimahullah

dalam pengantar tentang para rowi yang lemah
1

An Nawawi berkata Al Sitâroh dengan kasroh pada huruf sin

adalah alat untuk menutup. Dalam kalimat ini berarti
menjaga.
25

5.Beliau mengatakan

1

: ( Mencegah secara keras kebohongan

terhadap Rasulullah SAW)
Beliau

menyandarkan

periwayatan

hadits

kepada

abdullah

bin amru bin ash , beliau mengatakan, bahwasanya Rasulullah
SAW

bersabda

,”

sampaikanlah

apa

yang

berasal

dariku

walaupun hanya satu ayat dan katakanlah apa yang berasal
dari

bani

isra’il,

dan

kamu

tidak

berdosa,

akan

tetapi

barang siapa yang sengaja berbohong atasku maka siapkanlah
tempat duduknya dari api neraka.”2
Abu Hatim mengatakan dalam perintah Rasulullah SAW kepada
umatnya untuk menyampaikan hadits kepada generasi setelah
mereka

dengan

hadits

menunjukan

penyampaian

menyebutkan

ini

bahwa

balasan

neraka

Rasulullah

haruslah

apa

yang

bagi

pendusta

SAW

menetapkan

telah

disampaikan

Rasulullah SAW, yang merupakan sunah pekerjaan nabi ataupun
sunah taqriry artinya yang Rasulullah SAW tidak mengatakan
sesuatu ketika melihat suatu perbuatan. Namun tidak semua
orang

termasuk

dalam

perkatan

nabi

SAW,”

Allah

SWT

memudahkan seseorang” yaitu seluruh ahli hadits. Akan tetapi
yang termasuk dalam arti literal hadits ini hanyalah orang
yang

mengamalkan

hadits

shohih

saja

tanpa

hadits

yang

lemah.
Saya takut orang yang meriwayatkan apa yang dia dengar
berupa hadits yang shohih dan lemah termasuk golongan yang
pendusta atas Rasulullah SAW jika dia mengetahui apa yang
dia riwayatkan.
1

Halaman : 6

2

hadits shohih ,diriwayatkan oleh Al Bukhori dalam

shohihnya, buku hadits para nabi, bab yang menyebutkan
tentang bani israil nomor ( 3461), dan At Thurmuzi dalam al
ilmu nomor (2671) dan juga ulama lainnya selain mereka dari
hadits Abdullah Bin Amru

RA
26

Membedakan antara rawi yang adil, yang lemah dan yang
harus ditinggalkan berdasarkan hukum yang yang jelas dari
Allah SWT.
6.Beliau

menyandarkan

periwayatan

hadits

kepada

samroh

bin jundub RA yang mengatakan , Rasulullah SAW bersabda :“
Barang siapa yang
dia

terlihat

mengatakan suatu hadist dariku, kemudian

seperti

pendusta,

sunguh

dia

salah

satu

pendusta”1
Kemudian

beliau

menyandarkan

periwayatan

hadits

kepada

Mughiroh Bin Syu’bah RA, Rasulullah SAW bersabda,” Barang
siapa yang

meriwayatkan suatu hadist dariku, kemudian dia

terlihat seperti pendusta, sunguh dia salah satu pendusta”2
Kemudian beliau berkata : dalam hadits ini menunjukan
kebenaran atas apa yang telah kami sebutkan, bahwa seorang
ahli

hadits

jika

meriwayatkan

sesuatu

yang

bukan

dari

Rasulullah SAW dan dia mengetahui hal tersebut, maka dia
adalah

seorang

pendusta.

diatas

lebih

menguatkan.

bersabda,”
dariku,
1

Barang

kemudian

siapa
dia

Karena
Karena

yang

terlihat

makna
itu

eksternal

Rasulullah

meriwayatkan
seperti

hadits
SAW

suatu

hadist

pendusta.”

Disini

Hadits shohih, diriwayatkan Muslim dalam pengantar buku

shohihnya ( halaman 62 – dengan penjelasan Nawawi) dan Ibnu
majah dalam pengantar kitab sunahnya, bab melarang keras
kesengjaan berbohong ats Rasulullah SAW, hadits nomor 39.
2

Hadits shohih, yang diriwayatkan dengan lafadz ( barang

siapa yang mengatakan suatu hadits dariku): Imam Muslim pada
pengantar buku shohihnya halaman : 62. Dan thurmudzi

di al

ilmu nomor 2799 dengan lafadz ( siapa yang meriwayatkan):
Ibnu Majah pada al mukoddimah nomor 40 dari hadits Ali bin
Abi Tholib RA. Mereka bertiga mempunyai hadits-hadits dengan
banyak dalil. Saya cukupkan dengan menyebutkan ke benaran
hadits-hadits mereka.
27

Rasulullah SAW tidak mengatakan ,”..dan diyakini bahwa dia
seorang pendusta…”
Setiap orang yang ragu dengan apa yang diriwayatkannya
pakah hadits yang shohih atau lemah, dia termasuk dalam
makna hadits ini. Walaupun dia belum mempelajari sejarah
nama-nama rawi yang dapat dipercaya dan
lemah

dan

para

perawi

hadits-hadits mereka

yang

dibolehkan

dan yang

rawi-rawi yang
berdalil

dengan

tidak, kecualiuntuk

hadits

ini.
Wajib bagi setiap orang yang mengikuti sunah agar tidak
menyepelekan sejarah,

agar tidak

termasuk dalam

atas Rasulullah SAW. Minimal mengetahui aturan

pendusta

menetapkan

hadits-hadits tertentu. Sehingga menjadi dalil baginya atas
ulama: bahwa ini khobar wahid (hadits yang diriwayatkan oleh
kurang dari 3 orang pada setiap masa) dari rawi yang dapat
dipercaya

dalam

agamanya,

yang

dikenal

jujur

dalam

ucapannya, masuk akal dengan perkataannya, sangat mengetahui
makna yang terkandung dalam kalimat hadits, terbebas dari
kebohongan ketika mendengar apa yang dia riwayatkan dari
satu orang perawi yang serupa dengan keadaannya, ilmunya dan
sifat-sifatnya sehingga periwayatan hadits ini sampai kepada
Rasulullah SAW dengan cara mendengar langsung dari perawi
sebelumnya.
7.Beliau menyandarkan periwayatan hadits ke-empat kepada
Abi Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,”Seseorang
itu akan berdosa jika mengatakan semua yang dia dengar”1
1

Ini adalah perkataan shahabat, atau hadits yang perawinya

hanya sampai
biasa
Karena
(

sahabat atau

mengutamakan
itu

bertambah

beliau

rawi

yang

meneliti

kuatnya

thabi’in. Nawawi

rawi

lebih

sambungan

kuat

maka

dapat

rahimahullahu

secara

antar

mutlak.

rawi.

diterima)

Kaidah

bukannya

ditolak. Yang rincinya bisa dilihat di buku Mustolah al
28

Abu

Hatim

menatakan,

hadits

ini

merupakan

peringatan

untuk orang yang selalu mengatakan apa yang dia dengar,
sampai

mereka

mengetahui

mengesampingkan yang

benar

keshohihan

tidak shohih,

hadits

dengan

sebagaiman yang

telah

kami sebutkan tadi.
Kemudian

beliau

menyebutkan

perintah

untuk

mengeritik

rawi yang lemah, beliau berkata :1
8.Tidak

ada

mempelajari

satu

ilmu

ini

zamanpun
dari

yang

zaman

lebih

kita.

mewajibkan

Terutama

dengan

meninggalnya ulama yang ahli dalam bidang ini dan sedikitnya
pelajar

yang

mempelajari

ini2,

ilmu

karena

mereka

sibuk

hadits.
Perkataan sahabat ini ( atsar) ada yang tidak menerapkan
kaidah ini, diantara yang mengkhususkan dengan penambahan
sambungan antar rawi : Ali Bin Hafs Al Mada’I, seorang yang
jujur.

Beliau

ditentang

oleh

6

orang

hufadz

(

yang

menghafal lebih dari 100.000 hadits) yang diketuai oleh Ibnu
Mahdi .Telah dijelaskan hadits yang perawinya hanya sampai
thabi’in : imam para ulama dalam Ilmu al Ilal.

Ulama yang

dikenal dengan hafalannya, keritikannya dan kekuatannya : Al
Darulquthni rahimahullahu
diteliti

oleh

Imam

ini adalah salah satu hadits yang

Muslim.

Sebagaimana

Ilzamat wa tatabbu’) milik Imam
Atsar

dalam

buku

(

Al

Muslim. Hadits nomor 1.

ini dibenarkan oleh perkataan Umar dan Ibnu Mas’ud RA

dengan lafadz ,” Seseorang itu akan berdosa jika mengatakan
semua
berdua

yang

dia

dalam

dengar”.

pengantar

Muslim
buku

meriwayatkan

shohihnya

,

bab

dari

mereka

ke-tiga

larangan mengatakan semua yang didengar. Halaman: 74-75.
1

Halaman ; 11

2

Bagaimana dengan zaman sekarang?? Allah SWT lah tempat

kita memohon bantuan.
29

:

mempelajari

ilmu

yang

ada

pada

zaman

ini.

Maka

mereka

terbagi menjadi dua kelompok : yang pertama pelajar yang
mencari hadits ke negri-negri lain mayoritas tekad mereka
adalah

untuk

menulis

hadits,

mengumpulkannya

tanpa

menghafalkannya dan mempunyai ilmu ini serta membedakan yang
shohih dari yang lemah . mazhab yang kedua ahli fikih yang
menyibukan

diri

untuk

menghafal

pendapat-pendapat

dan

perbedaan pendapat antar ulama, lupa untuk sunah dan maknamakna

yang

terkandung

didalamnya,

cara

menerima

hadits,

membedakan yang shohih dan yang lemah dari hadits serta
meninggalkan seluruh sunah dibelakang punggung mereka.
Rasulullah

SAW

telah

mengabarkan

bahwa

ilmu

akan

berkurang pada akhir zaman, menurut saya semua ilmu akan
berambah pada akhir zaman kecuali ilmu ini (ilmu hadits)
karena ilmu ini berkurang setiap hari. Seakan akan ilmu yang
dikabarkan

Rasulullah

SAW

kepada

umatnya

akan

berkurang

pada akhir zaman adalah ilmu yang berkaitan dengan sunahsunah

yang

mengetahui

mana
yang

ilmu

ini

lemah

dan

hanya
harus

bisa

dikuasai

ditinggalkan

dengan

dari

para

perawi.
Abi Hatim mengatakan setelahnya :1
9.Barang siapa yang tidak menjaga sunah Rasulullah SAW.
Membedakan yang shohih dari yang lemah, tidak mengetahui
yang

rawi

yang

kuat

diantara

para

ahli

hadits,

tidak

mengetahui yang lemah dan yang harus ditinggalkan diantara
para ahli hadits, tidak mengetahui rawi yang wajib diterima
1

Halaman :13. Maksud hadits ini sebagai ancaman bagi orang

yang menempatkan dirinya pada kondisi yang tidak sesuai,
mennyandarkannya

kepada

yang

bukan

ahlinya,

menisbatkan

dirinya kepada Rasulullah SAW semua hadits yang dia dengar
tanpa membedakan yang shohih dari yang lemah, dan memberi
fatwa berdasarkan itu semua.
30

hadits yang diriwayatkan sendirian, dari mereka yang tidak
wajib

diterima

penambahan

diriwayatkannya,

tidak

lafadznya

ahli

dalam

dalam

hadits

mengetahui

yang

makna-makna

yang terkandung dalam lafadz hadits dan menyatukan haditshadits

yang

berlawanan

secara

literal,

tidak

bisa

menjelaskan yang global dari hadits, tidak bisa menyimpulkan
yang rinci dari
(hadits

yang

hadits, tidak mengetahui naskh dan mansukh

menggantikan

sudah
hukum

diangkat
hadits

hukumnya

tersebut)

dan

,

hadits

tidak

yang

mengetahui

lafadz khusus yang dimaksud secara umum dan lafadz umum yang
dimaksud

secara

mengandung

khusus,

makna

tidak

wajib

dan

mengetahui
fardhu

dan

perintah

yang

perintah

yang

mengandung makna keutamaan d