Analisis Kinerja Instrumen Uji Formalin pada Tahu Berbasis Elektronik Nose

  ISSN 2301 – 4156 Sariayu Wulandari: Analisis Kinerja Instrumen Uji …

Analisis Kinerja Instrumen Uji Formalin pada Tahu

Berbasis Elektronik Nose

  

Sariayu Wulandari

  1 Abstract— Enose is an instrument that be able to discriminated odorant. This instrument is designed to detect formalin content in the tofu product. The aim of artificial olfaction machine design is to find the recommended method to detect content formalin with specified instrument. The instrument consisted of electronic module and pattern recognition systems. The electronic module is a typical application system, consisting of Arduino Uno R3 board, with ATMega 328 chip. In the pattern recognition system, is programmed in Matlab language using LRMA (Linear Regression Moving Average) for pre processing, wavelet and PCA (Principle Component Analysis) for feature extraction, and SVM (Support Vector Machines) for analysis method. Result of pattern recognition that value highest level of recognition is show with SVM method with a 100% of accuracy. Whereas, pattern recognition of unlearn data, the obtained accuracy is 98.33%.

  IntisariElektronik nose adalah instrument pendeteksi berdasarkan klasifikasi aroma seperti fungsi hidung manusia.

  Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum adanya alat pendeteksi formalin pada produk makanan, terutama pada tahu, karena harga instrument analisis modern sangat mahal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah rekomendasi metode yang paling tepat, untuk digunakan pada instrument pendeteksi formalin pada tahu. Rancang bangun enose deteksi formalin dibuat dengan cara perancangan modul elektronik dan sekaligus sistem pengenal polanya. Modul elektronik dirancang menggunakan board Arduino Uno R3, yang memakai chip ATMega 328. Pada sistem pengenalan pola, dilakukan dengan bahasa pemrograman matlab yang menggunakan preprocessing LRMA (Linear Regression Moving Average), ekstraksi ciri wavelet dan PCA (Principle Component Analysis) serta metode analisis SVM (Support Vector Machines) dan FCM (Fuzzy C Means). Hasil dari pengenalan pola data pembelajaran, tingkat pengenalan tertinggi adalah pada nilai maksimal bentuk lingkaran, yaitu 100%. Sedangkan tingkat pengenalan data bukan pembelajaran, adalah 98.33%. Kata kunci: enose, PCA, FCM, SVM KONSEP, LRMA

  I. P ENDAHULUAN Sesuai dengan isu strategis ketahanan pangan, terdapat arah kebijakan nasional tentang peningkatan mutu dan keamanan pangan [1]. Makanan yang aman dikonsumsi adalah makanan yang tidak mengandung bahan tambahan makanan berbahaya, diantaranya adalah borax dan formalin. Formalin mempunyai aroma khas, karena pada udara bebas, larutan formaldehid akan berwujud gas. Selain itu, aroma khas formalin juga disebabkan oleh kandungan methanol [2,3].

  Tahu, bakso dan sayuran merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Kandungan air dari ketiga makanan tersebut mencapai 52%, sebagai akibatnya daya tahan simpannya hanya berlangsung singkat. Beberapa penelitian menunjukan, bahwa ketiga bahan makanan tersebut sering ditambah dengan bahan pengawet untuk menambah daya tahan simpannya.

  Selama ini, sidak dilaksanakan dengan menggunakan alat uji kimia, proses pengujian dilakukan dengan mengambil sample, kemudian dihancurkan, lalu ditambahkan air dan larutan KMnO4. Jika larutan berwarna merah lalu memudar, kemungkinan bahan uji mengandung formalin. Cara ini tergolong murah, namun tingkat ketelitiannya masih kurang. Selain itu, bahan makanan yang di uji tidak dapat kembali ke wujud asal, membutuhkan preparasi sample dan membutuhkan waktu yang lama.

  Harapan baru sebagai alternatif instrument deteksi formalin yang lebih tepat dan mudah adalah Electronic Nose. Electronic Nose yang selanjutnya disebut enose dapat melakukan pendeteksian formalin berdasarkan aromanya. Pada umumnya, enose terdiri dari komponen larik sensor, sistem akuisisi data dan algoritma pengenalan pola.

  Penelitian tentang formaldehid sendiri telah dilakukan oleh beberapa peneliti lokal, diantaranya dilakukan oleh Hendrick [4] dan Baiq [5]. Hendrick melakukan penelitian tentang uji kandungan O2 pada bensin, alkohol dan minyak tanah dengan menggunakan metode Short Time Fourier Transform (STFT) untuk karakterisasi frekuensi sensor dan metode Linear Vector Quantization (LVQ) sebagai metode pembelajaran data. Dari penelitian tersebut, output jaringan mempunyai tingkat keberhasilan hanya 89,2%. Selain itu, Baiq melakukan uji formalin pada cumi-cumi dengan menggunakan metode analisis Principal Component Analysis (PCA). Diluar negeri, deteksi formalin juga dilakukan oleh Wang [6] yang melakukan penelitian mengenai deteksi formaldehid konsentrasi rendah dan Zhang [7] yang mendeteksi formaldehid pada gurita.

  Penelitian terdahulu mempunyai 2 aspek pembeda. Aspek pertama, sebagian besar penelitian menggunakan cumi dan gurita sebagai objek penelitian. Di Indonesia, kedua ikan tersebut jarang dikosumsi oleh masyarakat. Sedangkan aspek

1 Universitas Dian Nuswantoro Jl. Imam Bonjol No. 207 Semarang

  Telp. (024) 3517261 Fax. (024) 3569684 Kode Pos : 50131

  INDONESIA (e-mail: ayu_mtints11@mail.ugm.ac.id) Sariayu Wulandari: Analisis Kinerja Instrumen Uji…

  ISSN 2301 - 4156 kedua yaitu rendahnya tingkat keberhasilan dari pengenalan yang dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kedua aspek diatas menjadi pokok permasalahan utama yang akan diperbaiki dalam penelitian ini.

  II. M ETODOLOGI

  A. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian deteksi formalin pada tahu adalah Tahu formalin 70%, bakso formalin 70% dan sayur formalin 70%, untuk penelitian 1 dan untuk penelitian 2, bahannya adalah air murni, formalin dengan kadar 3%, 7%, 21%, 35% dan 70%, tahu (tahu persegi, tahu kotak, tahu bulat dan tahu buntal), serta tahu formalin (tahu yang telah dicelupkan pada larutan formalin dengan kadar 3%, 7%, 21%, 35% dan 70% ).

  B. Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk penelitian deteksi formalin pada tahu adalah board enose yang terdiri dari larik sensor yang ditempatkan pada chamber dan board arduino serta Kipas angin 2500 rpm dan driver motor DC, sensor gas yang digunakan pada penelitian adalah MQ2, MQ5, MQ6 dan MQ- Eng, catu daya 12V/ 5A dan 9V/1A, tabung reaksi (chamber) gas dan tabung gelas prepreparasi untuk mencampur odorant, PC yang digunakan untuk pengambilan data sampel dan perangkat untuk analisis data, vakum tube, yang digunakan untuk tempat menyimpan sensor setelah sensor digunakan.

  Instrument analisis pada penelitian ini adalah grafik Spider, digunakan untuk mengetahui repeatibilitas sensor, sedangkan grafik boxplot dan diagram pareto digunakan untuk mengetahui varian sensor, metode preprocessing LRMA (Linear Regression Moving Average), PCA (Principle component Analysis) dan DWT (Discrete Wavelet Transform) harr wavelet level 7 yang digunakan untuk ekstraksi ciri (dari 4 vektor ciri menjadi 2), metode SVM konsep (Support Vector Machine) dan FCM (Fuzzy C Means) untuk menentukan batas dan analisis klaster.

  Pada penelitian ini, enose terdiri dari dua bagian, yakni bagian perangkat keras yang difokuskan penyempurnaan sistem penanganan aroma (odor handling), bagian perangkat lunak yang difokuskan pada penyempurnaan sistem ekstraksi ciri berbasis PCA dan sistem analisis klaster.

  Penelitian dilakukan dengan 5 langkah sebagai berikut : 1) Preparasi Sample Pengambilan data sensing larik sensor. Pengambilan data masing-masing 3 kali dilakukan untuk air, formalin 70%, formalin 35%, formalin 21%, formalin 7%, formalin 3%, tahu kotak, tahu persegi, tahu bulat, tahu buntal, tahu formalin 70%, tahu formalin 35%, tahu formalin 21%, tahu formalin 7% dan tahu formalin 3%. Terdapat 45 data, dimana 45 didapat dari (15 odorant x 3 percobaan) 2) Pre Processing

  Masing-masing sinyal mempunyai jumlah sample 4000. Dilakukan denoising dan normalisasi baseline, menggunakan LRMA. Shifting à pemotongan tiap 1 periode sensor.

  Interpolasi data hasil shifting (menyamakan 1 periode=1000 sample). Penyusunan Matrix ciri (45000x4), dimana 45000 dari (45 odorant x 8 sample) 3) Ekstraksi Ciri

  Ekstraksi ciri menggunakan PCA sehingga didapat matrix PC1 dan PC2 (45000x2). Melakukan perhitungan nilai standart deviasi, maksimum, minimum, variance, mean dari tiap 1000 data PCA. Penyusunan Matrik ciri (45x2) dimana 45 adalah jumlah odorant.

  4) Analisis Klaster Melakukan klastering SVM, dengan ,mencari persamaan batas klaster. Mencari prosentase tingkat pengenalan masing- masing klaster dari masing-masing nilai.

  5) Analisis Klaster Melakukan Klasifikasi FCM untuk mencoba klasifikasi nonlinear, untuk hasil PCA dari penelitian 2, 3 dan 4. Mencari prosentase tingkat pengenalan masing-masing klaster dari masing-masing nilai. Membandingkan metode SVM dan FCM

C. Instrument Analisis

  III. H ASIL DAN P EMBAHASAN Hasil klastering data pembelajaran menggunakan nilai standart deviasi, maksimal, minimal, varian dan rerata dijabarkan sebagai berikut : A. Standar Deviasi Langkah awal penyusunan metode SVM konsep adalah dengan menentukan persamaan garis pada masing-masing batas klaster.

D. Alur Penelitian

1 Bat as 2

  0.5

  3

  1

  1

  1

  3

  2

  1 331

  2

  3

  2 21 3

  2 A1 F3 F7 F21 F35 F70 TF3 TF7 TF21 TF35 TF70 TK TP TB TBT

  3

  B a ta s

   1 Gbr. 3 Klaster PCA Dari Nilai Minimal Gbr. 3 memperlihatkan tentang Klasterisasi PCA pada dari nilai minimal. Dari grafik tersebut titik-titik ciri pada grafik PCA, dibagi menjadi 4 klaster, yaitu klaster tahu, tahu formalin, formalin dan air. Pola yang benar terdapat 37 titik dari 45 titik, sehingga dengan SVM konsep, tingkat pengenalan klaster PCA dari nilai standar deviasi adalah 82,2%. Pemisahan klaster antara tahu dan tahu formalin ataupun dengan tahu formalin, bisa dilakukan, walaupun jaraknya relatif pendek.

  Gbr. 1 Klaster PCA dari Nilai Standar Deviasi Gbr. 1 memperlihatkan tentang Klasterisasi PCA pada dari nilai standar deviasi. Dari grafik tersebut titik-titik ciri pada grafik PCA, dibagi menjadi 4 klaster, yaitu klaster tahu, tahu formalin, formalin dan air. Pola yang benar terdapat 38 titik dari 45 titik, sehingga dengan SVM konsep, tingkat pengenalan klaster PCA dari nilai standar deviasi adalah 84,4%. Pemisahan klaster antara tahu dan tahu formalin ataupun dengan tahu formalin, bisa dilakukan, walaupun jaraknya relatif pendek.

  Tahu Formalin 3-70% (100%) Formalin (6.6%) TP= 84.4%

  KLASTER TAHU Tahu (100%) Formalin 3-7% (40%) KLASTER TAHU FORMALIN

  KLASTER AKUADENIM Akuadenim (100%) KLASTER FORMALIN Formalin 21-70% (53.3%)

  Ba tas

  3 A1 F3 F7 F21 F35 F70 TF3 TF7 TF21 TF35 TF70 TK TP TB TBT

  2

  2

  2

  1

  3

  1 PCA Percobaan 4 Minimal 1st Principal Component

  2 n d P ri n c ip a l C o m p o n e n t

  32

  3

  1

  2

  1

  3

  2

  1

  3

  2

  1

  1

  1

  1 3 2

  2

  0.5

  3

  1

  1

  1

  2

  C. Minimal Langkah awal penyusunan metode SVM konsep adalah dengan menentukan persamaan garis pada masing-masing batas klaster.

  1

  3 3 2

  3

  2

  2 n d P rin c ip a l C o m p o n e n t

  2 PCA Percobaan 4 Standar Deviasi 1st Principal Component

  1.8

  1.6

  1.4

  1.2

  0.8

  1

  0.6

  0.4

  0.2

  4

  3.5

  3

  2.5

  2

  1.5

  1

  2

  1

  3

  3

  1

  2

  3

  2

  3

  1

  2

  1

  3

  2 2 11 2 133

  1

  2

  2

  1 3 1

  1

  2

  3

  1

  3

  1

  2

  2

  • 0.5
  • >1.5 <>4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5
  • 2
  • B. Maksimal

      3

      1.4

      1

      3

      3

      1

      2

      2

      2

      3

      2 n d P ri n c ip a l C o m p o n e n t

      2 PCA Percobaan 4 Maksimal 1st Principal Component

      1.8

      1.6

      1.2

      3

      1

      0.8

      0.6

      0.4

      0.2

      7

      6

      5

      4

      3

      2

      D. Variance Langkah awal penyusunan metode SVM konsep adalah dengan menentukan persamaan garis pada masing-masing batas klaster.

      1

      1

      2

      1

      1

      2

      2

      1

      3

      2

      1

      3

      1

      2

      3

      3

      2

      1

      1

      3

      2 A1 F3 F7 F21 F35 F70 TF3 TF7 TF21 TF35 TF70 TK TP TB TBT

      Gbr. 2 Klaster PCA Dari Nilai Maksimal Langkah awal penyusunan metode SVM konsep adalah dengan menentukan persamaan garis pada masing-masing batas klaster. Gbr. 2 memperlihatkan tentang Klasterisasi PCA pada dari nilai maksimal. Dari grafik tersebut titik-titik ciri pada grafik PCA, dibagi menjadi 4 klaster, yaitu klaster tahu, tahu formalin, formalin dan air. Pola yang benar terdapat 39 titik dari 45 titik, sehingga dengan SVM konsep, tingkat pengenalan klaster PCA dari nilai standar deviasi adalah 86,6%.

      1

      2

      3

      1

      23

      3

      33

      2

      2

      1

      1

      TP= 84.4%

      PCA Percobaan 4 Variance

    4 Gbr. 5 memperlihatkan tentang Klasterisasi PCA pada

      3

      3.5

      dari nilai variance. Dari grafik tersebut titik-titik ciri pada

      2

      grafik PCA, dibagi menjadi 4 klaster, yaitu klaster tahu, tahu

      A1

      3

      1 F3

      formalin, formalin dan air. Pola yang benar hanya terdapat 27 t

      2.5 F7

      n titik dari 45 titik, sehingga dengan SVM konsep, tingkat e

    KLASTER FORMALIN F21

      n o Formalin 21-70% (60%) pengenalan klaster PCA dari nilai standar deviasi adalah 60%. p

      2 F35

      m Tahu Formalin 7% (6.6%) o KLASTER AKUADENIM

      F70

      Dari ke-5 nilai tersebut, yaitu nilai deviasi standar, maksimal, C

      Akuadenim (100%) l

      1.5

      a

      TF3

      minimal, variance dan mean, dicari tingkat pengenalan dari ip

      Batas 1 c

      TF7

      2

      n

      1 KLASTER TAHU

      ri

      3

      3 3 klaster yang terbaik. Tingkat pengenalan tertinggi adalah pada 3 2 TF21

      3

      1 P

      2 Tahu (100%)

      d

      1 2 TF35 nilai maksimal, dengan nilai 86,67%.

      n Formalin 3-7% (40%)

      0.5

      2

      2

      32

      2 Batas 2

      2

      23

      23

      2 TF70

      3

      1

      31

      2

      3

      1

      23

      1

      2

      1

      3

      2 TK

      Konsep Multiklaster digunakan untuk melihat, sampai

      TP

    • 0.5 TB pada prosentase berapa, formalin masih bisa dikenali enose.

    KLASTER TAHU FORMALIN

      TBT

      Tahu Formalin 3-70% (93.3%) Dari hasil analisis klaster dengan SVM konsep, diketahui

    • 1
    • 2

      2

      4

      6

      8

      10

      12

      14

      bahwa enose telah mampu mengenali prosentase larutan

      1st Principal Component formalin terkecil hingga 3%.

      Gbr. 4 Klaster PCA Dari Nilai Variance

      PCA Percobaan 4 Standart Deviasi

      1

      3 TF3

      Gbr. 4 memperlihatkan tentang Klasterisasi PCA pada

      2

      0.9

      3 TF7

      2

      dari nilai variance. Dari grafik tersebut titik-titik ciri pada

      TF21

      0.8

      grafik PCA, dibagi menjadi 4 klaster, yaitu klaster tahu, tahu

      TF35

      1

      2 TF70

      1

      formalin, formalin dan air. Pola yang benar terdapat 38 titik t

      0.7

      n

      TK

      e n dari 45 titik, sehingga dengan SVM konsep, tingkat

      3

      o

      TP

      p

      0.6

      m

      2

      pengenalan klaster PCA dari nilai standar deviasi adalah

      TB

      o

      1 C

      1

      l

      2 TBT 0.5 2 3 84.4%.

      a ip c n

      0.4

      ri

      3 P

      1

      d n

    E. Mean

      0.3

      2

      3

      2

      2

      1

      3

      1

      0.2 Langkah awal penyusunan metode SVM konsep adalah

      2

      13

      dengan menentukan persamaan garis pada masing-masing

      0.1 batas klaster.

      0.5

      1

      1.5

      2

      2.5

      3 1st Principal Component

      PCA Percobaan 4 Mean

    1 Gbr. 6 Analisis 2 Klaster antara Tahu dan Tahu Formalin

      1

      0.8 A1

      0.6 F3

       1 s ta Berikutnya dilakukan analisis 2 klaster antara tahu dan t

      0.4 F7

      a

      2

      n B e

      3

      n F21

      3 tahu formalin sesuai dengan tingkat prosentase larutan terkecil

      o

      1

      3

      p

      0.2

      1

      3 F35

      2

      3

      1

      m

      1

      3 2 yaitu 3%. Tabel hasil analisis klaster antara tahu dengan tahu

      o

      2

      1 F70

      C

      1

      2

      l

      2

      1

      3 2 2 1 formalin diperlihatkan pada Tabel 1.

      1

      2

      a TF3

      3 3 1 3 2

      ip

      2

      2

      c TF7

      1 3

      1

      n

      2

      1

      3

      3

      3

    • 0.2

      ri

      TF21

      P

      1

      d

      TF35

      n

    • 0.4

    2 TF70

      2

      3 TK

    • 0.6

      TP

    • 0.8 TB

      TBT

    • 1
    • 1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2

      0.2

      0.4

      0.6

      0.8

      1 1st Principal Component

      Gbr. 5 Klaster PCA Dari Nilai Mean Sariayu Wulandari: Analisis Kinerja Instrumen Uji…

      ISSN 2301 - 4156

    • 1

      4

      7

      7

      3

      7 x

      1 -0 .2

      3

      7

      7 x

      2 - .1

      5

      9 Y &gt; .5

      8

      3

      TP=100% Y &lt; .5

      4

      7 x

      1 -0 .2

      3

      7

      7 x

      2 - .1

      5

      9 Gbr. 7 Grafik Hasil SVM Optimal Penelitian diakhiri dengan pengujian 60 sample odorant dengan data tingkat pengenalan klaster diperlihatkkkan pada

      Tabel 3.

      T ABEL

      8

      1 Support Vectors

    • 0.5

      INGKAT P ENGENALAN D ATA U JI Percobaan TP FCM Lingkaran (%)

      Tahu Formalin 7 &amp; 70% (20%) Tahu (50%) Dari tabel tersebut, pada klaster tahu, untuk nilai maksimal, minimal, variance dan mean, masih tercampur dengan tahu formalin 70%, yaitu pada nilai minimal dan mean, sehingga pada nilai minimal dan mean tersebut terdapat percampuran ciri yang tidak wajar. Namun demikian, tingkat pengenalan klaster dapat diperbesar. Tingkat pengenalan tertinggi adalah pada klaster nilai standar deviasi, maksimal dan variance yang mencapai 100%. Sedangkan pengenalan terendah adalah pada klaster mean (66,67%).

      T ABEL

      I H ASIL A NALISIS K LASTER A NTARA T AHU DAN T AHU F ORMALIN NAMA TINGKAT PENGENALAN KLASTER TINGKAT PENGENALAN (%) TAHU TAHU FORMALIN

      Standar deviasi Tahu (100%) Tahu Formalin

      21-70% (100%) 100 Maksimal Tahu (91,6%)

      Tahu Formalin (86,6%) 100 Tahu Formalin

      7-21%(13,3%) Tahu (8,3%) Minimal Tahu (100%) Tahu Formalin

      21-70% (66,6%) 88,8

      Tahu Formalin 21-70% (33,3%)

      Variance Tahu (100%) Tahu Formalin 3-70% (100%) 100 Mean

    • 6 -5 -4 -3 -2 -1

      Tahu (50%) Tahu Formalin 3-70% (80%) 66,67

      98.33 Minimal

      SVM Optimasi Kernel Linear Nilai Std P4

      76.67 Maksimal

      Standart Deviasi

      1

      0.5

      1

      1.5

      2

      2.5

      3

      3.5 1st Principal Component

      2 n d P rin c ip a l C o m p o n e n t

      III G RAFIK T

    • SVM Optimal Untuk meningkatkan kinerja dari sistem pengenalan, kemudian analisis klaster diujicobakan menggunakan SVM optimal, yaitu menggunakan SVM kernel linear.

      Standar deviasi 100 100 Maksimal 100 100 Minimal 88,89 92,57 Variance 100 100 Mean 66,67 88,89 Hasil perbandingan tingkat pengenalan antara metode SVM konsep dan SVM optimal diperlihatkan pada Tabel 2, tingkat pengenalan dari metode SVM optimasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan SVM konsep. Hasil SVM Optimal diperlihatkan pada Gbr. 7.

      2 A NTARA SVM KONSEP DAN SVM O PTIMAL NAMA TP SVM konsep (%) TP SVM Optimal (%)

      T ABEL

      88.33 Variance

      70 Mean

      80 IV. P ENUTUP Berdasarkan perancangan dan hasil pengukuran sebuah instrument deteksi formalin pada tahu dapat disimpulkan bahwa :

    2 H ASIL A NALISIS K LASTER P ENELITIAN

      1. Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan, maka dihasilkan rekomendasi metode sesuai dengan penelitian 4, dengan sistem ekstraksi ciri yang menggunakan nilai maksimal dan analisis klaster FCM bentuk lingkaran. 2. dengan metode FCM bentuk lingkaran dan elip pada penelitian 2,3 dan 4, tingkat pengenalan klaster yang tertinggi dari data pembelajaran adalah pada nilai

      Vector Quantization”, Makalah Tesis jurusan Teknik Elektro Fakultas maksimal, yaitu bernilai 100%, pada nilai maksimal pada Teknologi Industri ITS, 2011. penelitian 4.

      [5] Baiq Laely H dkk, “Penggunaan Perangkat Deret Sensor Gas Dalam Usaha Penentuan Formalin Pada Bahan Makanan”, Makalah Tesis Jurusan Kimia Fakultas MIPA ITS, 2011 [6] Wang, Ed., “Detection Low Concentration Of Formaldehid Methode,

      EFERENSI R With Sno2 Gas Sensor”, in Proc 13 International Symposium, 2008, [1] Frederic, Joseph., “Formaldehyde Chemistry”, German : Reinhold 973-0-7121-0453-2/08. Publishing, p.397, 2008.

      [7] Jun Zhang, “Determination Freshwater Fish [2] Wen Zeng dkk, “Selective Detection of Formaldehyde Gas Using a [8] Freshness with Gas Sensor Array”, IEEE Std 978-0-7695-3507-4/08, Cd-Doped TiO2-SnO2 Sensor”, Cinii, Japan, 2007.

      2009. [3] Zang dkk, “Detection formaldehyde on the Octopus”, IEEE, 2008, [9] E Std 978-0-7695-3507-4/08, 2009

      978-1-4244-4520-2/08. [4] Hendrick dkk, “Klasifikasi Odor pada Ruang Terbuka dengan Menggunakan Short Time Fourier Transform dan Neural Learning Sariayu Wulandari: Analisis Kinerja Instrumen Uji…

      ISSN 2301 - 4156