Bioaktivitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Batang Mahkota Dewa (The Bioactivity and Antioxidant Activity of Stem Extracts of Mahkota Dewa)
Bioaktivitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Batang Mahkota Dewa
(The Bioactivity and Antioxidant Activity of Stem Extracts of Mahkota
Dewa)
Ganis Lukmandaru*, Anisa A Gazidy Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,
Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Sleman
* Penulis korespondensi: [email protected]
Abstract
Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.] is commonly used by Indonesian for
medicinal purposes. This study elucidated the bioactivity and antioxidant activity of mahkota dewa
stem and extractive compound analysis. The base part stem powder of 40 mesh was extracted
successively with n-hexane, ethyl acetate, methanol, and hot-water. The analysis of extractive
compound consisted of identification of secondary metabolites by chemical reaction, colorimetric,
and gas chromatography – mass spectrometry (GC-MS). Bioactivity experiments involved
antitermitic test to dry-wood termites (Cryptotermes cynocephalus Light) and brine shrimp
lethality test (BSLT). Antioxidant activity was examined by 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl
(DPPH) method. The analysis of extractive compound by qualitative method showed that
terpenoid, steroid, alkaloid, and saponin were detected. Further, the quantitative analysis showed
the low level of total phenolic compound while flavonoids were not detected. GC-MS analysis
showed that the 11 main components was dominated by fatty acid methyl esters. The n-hexane
and ethyl acetate soluble fractions were toxic to dry-wood termites (termites mortality of 41-95%)
and exhibited the lowest weight loss of paper disc (0.37-1.60 mg). BSLT showed that all fractions
were highly toxic (LC 50 ≤30 ppm). DPPH method gave the level of antioxidant activity in relatively low inhibition values (7.59-18.12%).Keywords: antioxidant, antitermite, brine shrimp lethality, extractive, Phaleria macrocarpa
Abstrak
Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.] merupakan salah satu tumbuhan obat yang
digunakan oleh masyarakat Indonesia, terutama pada bagian buah, daun, dan kulit batang.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bioaktivitas dan aktivitas antioksidan ekstrak batang
mahkota dewa dan analisis komponen ekstraktifnya. Serbuk batang bagian pangkal lolos 40 mesh
diekstraksi berurutan dengan n-heksana, etil asetat, metanol, dan air panas. Identifikasi metabolit
sekunder dianalisis dengan reaksi kimia, kolorimetris, dan kromatografi gas- –spektrometer massa
(KG-SM). Uji bioaktivitas terdiri dari sifat anti rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus
Light) dan uji kematian larva udang (UKLU). Aktivitas antioksidan diuji dengan metode 1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Analisis kualitatif menunjukkan ekstrak tersebut mengandung
terpenoid, steroid, alkaloid, dan saponin. Ekstrak batang mahkota dewa mengandung fenolat total
-1sebesar 1,9 mg SAG g ekstrak. Analisis KG-SM menunjukkan adanya 11 komponen utama yang
didominasi senyawa asam lemak metil ester. Mortalitas rayap kayu kering fraksi terlarut n-heksana
dan etil asetat sebesar 41,67-95% dan kehilangan berat paper disc 0,37-1,60 mg. Nilai UKLU
50 - 1
- 1
- 1 .
- 1
- 1
- 1
- – 49,16; r
- 1 .
- A
- 1
- Alkaloid Saponin
- Tanin Steroid - ->Terpenoid Flavonoid
- Kadar fenolat total (mg
- 1
- Kadar flavonoid (mg SKT
- 1
menunjukkan keempat fraksi terlarut sangat beracun dan berpotensi sebagai antikanker (LC ≤
30 ppm). Metode DPPH menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dengan nilai inhibisi relatif
rendah (7,59-18,12%).Kata kunci: antioksidan, antirayap, ekstraktif, kematian larva udang, Phaleria macrocarpa Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstrak Batang Mahkota Dewa [Phaleria Macrocarpa (Sheff) Boerl.]
114 Ganis Lukmandaru, Anisa A Gazidy J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016 Pendahuluan
Penggunaan bahan alam sebagai obat telah banyak dimanfaatkan dan telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengembangkan potensinya karena mengandung komponen bioaktif. Beberapa diantaranya dikembangkan sebagai obat penyakit degeneratif yang meliputi kanker, jantung, stroke , diabetes, dan osteoporosis. Menurut Harmanto (2001), telah banyak jenis tanaman yang diduga dan diyakini dapat menyembuhkan penyakit kanker, salah satunya adalah mahkota dewa [Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl.].
Mahkota dewa merupakan tumbuhan asli Indonesia dengan habitat asalnya dari Papua. Tumbuhan ini tergolong perdu yang tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1200 m dpl (Simanjuntak 2008). Pembudidayaan tidak terlalu sulit karena dapat diperbanyak dengan cara vegetatif maupun generatif. Oleh karena itu, tanaman yang mudah ditemukan dan mampu tumbuh dengan baik di Indonesia ini memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan.
Telah banyak manfaat yang diteliti dari setiap bagian mahkota dewa. Bagian ranting, kulit batang, biji tua, biji muda, buah tua, buah muda, daun, dan akar mahkota dewa mengandung senyawa antioksidan (Soeksmanto et al. 2008, Sofianti 2006). Beberapa penelitian melaporkan toksisitas bagian kulit batang (Hertiani & Pratiwi 2002), aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan sitotoksisitas bagian buah (Hendra
et al. 2011), sitotoksisitas ekstrak etanol
daging buah dan biji (Astuti et al. 2007), serta efektivitas biji buah mahkota dewa untuk pengawetan kayu kelapa dengan metode rendaman dingin terhadap serangan rayap kayu kering (Swandana 2009).
Meski sudah banyak penelitian mengenai tanaman mahkota dewa, namun penelitian mengenai bioaktivitas atau aktivitas antiokisdan di bagian batangnya serta sifat kimia metabolit sekundernya belum dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji bioaktivitas dan aktivitas antioksidan (AAO) yang terdapat pada bagian batang mahkota dewa. Identifikasi metabolit sekunder dengan reaksi kimia, kromatografi, kadar flavonoid, dan kadar fenolat total juga dilakukan karena berhubungan dengan aktivitas ekstraknya. Hasil yang diperoleh dari studi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan potensi mahkota dewa, khususnya pada bagian batang baik dalam dunia kedokteran maupun kehutanan.
Bahan dan Metode Penyiapan bahan
Penelitian ini menggunakan batang mahkota dewa bagian pangkal dengan diameter pangkal ±7,96 cm yang diambil di Dusun Gandok, Sleman, DI Yogyakarta. Batang ditebang dan diambil kemudian dipisahkan bagian dalam batang dan kulitnya. Bagian yang digunakan adalah bagian batang tanpa kulit, lalu dibuat serpihan dan dikeringudarakan selama seminggu. Batang yang sudah dalam kondisi kering udara dibuat menjadi serbuk lolos 40 mesh dan diukur kadar airnya.
Penyiapan ekstrak
Ekstraksi bertingkat dilakukan untuk mendapatkan ekstrak atau komponen dari serbuk 50 g kering udara dengan menggunakan beberapa pelarut, yaitu n- heksana, etil asetat, metanol, dan air/aquades. Tiap ekstraksi dilakukan secara refluks selama 6 jam dengan volume pelarut ±150 ml. Filtrat hasil penyaringan dari tiap ekstraksi dipekatkan dengan sehingga diperoleh padatan ekstrak untuk menghitung kadar ekstraktifnya berbasis serbuk kering oven.
C diatur dengan laju kenaikan suhu 4
=0,99) dari larutan katekin pada kisaran konsentrasi 0,05- 0,50 mg ml
Analisis kromatografi gas- spektrometri massa (KG-SM)
Ekstrak batang mahkota dewa dengan konsentrasi ±2 mg ml
dinjeksikan ke dalam kolom KG-SM (Shimadzu QP 2010). Jenis kolom adalah RTx-5MS (Restek Corp.) dengan panjang 30 m, suhu injektor dan detektor 250
°
C, dan suhu operasi 50-300
°
C. Kenaikan suhu pada 50-120
°
°
Absorbansi diketahui menggunakan spektofotometer UV-Vis pada 415 nm dan dibandingkan dengan kurva standar (y=3233x-668,6; r
C min
ditahan selama 1 menit kemudian suhu 120-300
°
C dengan laju kenaikan suhu 6
°
C min
kemudian ditahan selama 5 menit pada suhu tersebut dengan waktu retensi (Rt) total mencapai 60 menit. Kisaran berat molekul 50-500. Identifikasi senyawa dilakukan dengan menggunakan software Wiley Library.
Uji bioaktivitas Uji antirayap
Rayap kayu kering (Cryptotermes
cynocephalus Light) untuk pengujian
2
2 O 2%.
2 CO 3 7,5%. Larutan
Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.] Identifikasi metabolit sekunder Analisis fitokimia kualitatif
Pengujian setiap ekstrak yang didapatkan meliputi uji alkaloid dengan reagen Meyer dan uji tanin dengan reagen feriklorida di dalam tabung reaksi. Uji saponin dilakukan dengan metode pembuihan (froth test). Melalui kromatografi lapis tipis (silica gel 60 F
254
), dilakukan uji steroid dengan reagen Liebermann Burchard, terpenoid dengan reagen vanilin-asam sulfat, flavanoid dengan reagen alumunium triklorida. Larutan pengembang (eluen) yang digunakan adalah benzena:metanol (95:5, v/v) dan toluena : n-heksana : etil asetat (10:5:1, v/v/v). Setelah itu, bercak-bercak di KLT dilihat pada lampu UV untuk mendeteksi senyawa yang berhasil dipisahkan dengan masing-masing larutan pengembang.
Analisis kadar fenolat total (KFT)
Pengujian ini dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu yang dimodifikasi (Gao
et al. 2006). Sebanyak 0,5 ml masing-
masing ekstrak yang telah dicairkan dengan pelarut metanol sehingga menghasilkan konsentrasi 1,0 mg/ml dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian 2,5 ml reagen Folin- Ciocalteu yang telah diencerkan 10 kali dimasukkan dalam tabung reaksi, dicampur, dan diinkubasi selama 2 menit sebelum ditambahkan 2 ml larutan Na
didiamkan selama 30 menit dan absorbansi dilihat pada 765 nm dengan spektrofotometer UV-Vis (Optima SP- 3000 Nano). Blanko larutan dibuat dengan perlakuan sama seperti di atas tetapi tanpa ekstrak. Pengukuran dibandingkan dengan kurva standar (y=113x
.6H
2
=0,99) dari larutan asam galat pada kisaran konsentrasi 0,025-0,20 mg ml
Analisis kadar flavonoid
Pengujian secara kolorimetris didasarkan pada metode alumunium triklorida (AlCl 3 ) (Diouf et al. 2009). Sebanyak 2 ml larutan ekstrak dan metanol pada konsentrasi 1,0 mg ml
dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan AlCl
3 .6H
2 O 2% dalam metanol. Larutan
dicampur lalu diinkubasi selama 1 jam pada temperatur 20 C. Blanko larutan yang digunakan adalah campuran ekstrak dengan metanol dengan konsentrasi 1,0 mg ml
tanpa penambahan AlCl
3
diambil dari koloni rayap yang diisolasi dengan kayu ganitri selama kurang lebih 1-2 minggu dengan kisaran suhu
1 adalah absorbansi
50 ) dengan selang kepercayaan 95%.
A adalah absorbansi dari kontrol (tanpa ekstrak) dan A
o
)/A
1
o
(2006). Sebanyak 0,1 ml larutan metanol dari ekstrak pada konsentrasi 100, 50, dan 25 ppm ditambahkan pada 5 ml larutan metanol radikal bebas DPPH. Larutan tersebut dicampur dengan cara dikocok dan disimpan dalam tempat gelap pada kondisi ambien selama 30 menit. Blanko larutan dengan perlakuan sama seperti di atas tetapi tanpa ekstrak atau metanol saja. Absorbansi diukur pada 512 nm dan aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai persentase penghambatan yang dihitung dengan rumus berikut: Penghambatan (%) = 100 x (A
picrylhydrazyl ) radical scavenging assay dilakukan mengacu Gao et al.
Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
Uji aktivitas antioksidan
C selama 24 jam. Setelah itu, dihitung jumlah larva udang yang mati kemudian dihitung mortalitasnya. Selanjutnya, nilai mortalitas teramati yang diperoleh dikoreksi dengan kontrol. Nilai mortalitas terkoreksi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : MT = (Ma-Mk)x 100/(100-Mk) dengan MT : Mortalitas teramati yang terkoreksi oleh mortalitas kontrol (%) Ma : Mortalitas teramati (%) Mk : Mortalitas kontrol (%) Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis probit dari Minitab 15 untuk mengetahui Lethal Concentration (LC
J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016
°
diambil 250, 50, dan 5 μl kemudian dimasukkan dalam tabung sehingga konsentrasi ekstrak menjadi 500, 100, dan 10 ppm dengan total 5 ml yang masing-masing dilakukan untuk 3 ulangan. DMSO digunakan sebagai kontrol negatif dan tektokuinon sebagai kontrol positif dimasukkan dalam tabung. Larva udang yang sudah menetas (10 ekor) dimasukkan ke dalam setiap tabung dan diinkubasi pada 26-28
3 )
C selama 12 jam kondisi terang dan 12 jam kondisi tanpa cahaya. Sebanyak 4 ml NaCl 3,8% dimasukkan dalam tabung pengujian. Dari setiap fraksi diambil 10 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 ml dimetil sulfoksida/DMSO [(CH
°
Larva udang (Artemia salina Leach) komersial (merk Breeders) ditetaskan di dalam air laut buatan (larutan NaCl 3,8%) dilengkapi dengan aerator pada suhu 26-28
Uji kematian larva udang (UKLU)
C. Ekstrak disiapkan dari masing-masing filtrat sebanyak 3; 6; dan 9,2 mg yang dihitung dari 2,5; 5,0; dan 7,5% dari berat piringan kertas selulosa/paper disc (ADVANTEC, diameter 8 mm). Ekstrak terlarut dalam 200 μl MeOH kemudian diinjeksikan dalam paper disc dengan micropipet masing-masing 3 ulangan. Paper disc yang telah diberi larutan didiamkan dalam suhu ruangan untuk melepaskan MeOH lalu ditimbang kembali untuk mengetahui berat selulosa beserta komponen kimia yang terserap. Kontrol positif yang digunakan adalah tektokinon komersial dengan konsentrasi 2,5% dari berat paper disc sedangkan kontrol negatif berupa pelarut MeOH saja. Selanjutnya, pengumpanan ini dilakukan dengan cara memasukkan paper disc dan 20 rayap kayu kering ke dalam botol kaca. Contoh uji diletakkan dalam ruangan yang sejuk dan gelap. Kematian/ mortalitas rayap diamati setiap hari selama 14 hari. Rayap yang sudah mati diambil agar tidak dimakan oleh rayap yang lain. Selanjutnya dihitung penurunan berat dari paper disc dan mortalitas rayap secara keseluruhan.
°
sebesar 27
Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.]
pada 512 nm. Asam galat komersial yang merupakan antioksidan alami digunakan sebagai kontrol positif. Seluruh analisis dilakukan dalam 3 ulangan dan dibuat rata-ratanya.
Hasil dan Pembahasan Kadar ekstraktif
Nilai kadar ekstraktif batang mahkota dewa dari setiap pelarut yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari proses ekstraksi berurutan diperoleh bahwa ekstrak n-heksana berwarna kuning, ekstrak etil asetat berwarna coklat kekuningan, ekstrak metanol berwarna cokelat, dan ekstrak air berwarna cokelat pekat hampir mendekati hitam. Kadar ekstraktif tertinggi terdapat pada fraksi terlarut air (2,68%), sedangkan kadar ekstraktif terendah terdapat pada fraksi terlarut n- heksana dan etil asetat yang memiliki nilai hampir sama (0,2%). Kadar ekstraktif total dari ekstraksi berturutan tersebut adalah 4,64%.
Nilai yang didapatkan dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Katrin dan Winarno (2008) pada ekstraksi simplisia kulit batang mahkota dewa dengan penggunaan larutan n-heksana, etil asetat, dan etanol. Pada setiap pelarut dilakukan ekstraksi dengan rendemen yang dihasilkan berturut- turut sebesar 1,24; 2,01; dan 10,45%. Perbedaan nilai tersebut diduga karena perbedaan bagian tanaman yang digunakan sedangkan persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini, yaitu semakin tinggi indeks polaritas larutan yang digunakan pada ekstraksi maka rendemen ekstraktif yang didapatkan cenderung lebih tinggi. Bauch et al. (1991) juga menyatakan bahwa komponen terlarut air berupa hemiselulosa larut dalam air sehingga dimungkinkan rendemennya lebih besar karena banyak gula yang terlarut.
Hasil identifikasi metabolit sekunder
Hasil identifikasi metabolit sekunder dengan reaksi kimia, kadar fenolat total, dan kadar flavonoid pada ekstrak batang mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel
1. Hasil pengujian komponen kimia secara kualitatif melalui tabung reaksi dan kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa batang mahkota dewa mengandung terpenoid, steroid, alkaloid, dan saponin. Dari pengujian kadar fenolat total, hanya fraksi terlarut metanol yang memberikan nilai positif walaupun sangat rendah, yaitu sebesar 1,9 mg SAG g
ekstrak dan pada pengujian kadar flavonoid tidak terdapat fraksi yang terdeteksi mengandung flavonoid. Bauch et al. (1991) menyatakan bahwa ekstraksi dengan pelarut nonpolar hingga semipolar akan melarutkan beberapa komponen seperti steroid yang juga merupakan bagian dari terpenoid. Namun, pada penelitian ini steroid terdeteksi pada pelarut polar, yaitu metanol. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini hampir mendekatai hasil penenltitian yang dilakukan oleh Katrin dan Winarno (2008) pada ekstraksi kulit batang mahkota dewa seperti terpenoid, steroid, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Namun, kadar flavonoid pada ekstrak batang mahkota dewa tidak terdeteksi dalam penelitian ini. Hal ini dapat diindikasikan dari warna batang mahkota dewa yang tidak berwarna gelap sehingga diduga tidak banyak senyawa fenolat yang terkandung seperti halnya kayu gubal pada pohon. Penelitian sebelumnya oleh Soeksmanto et al. (2007) menunjukkkan bahwa pada bagian buah muda dan buah tua mahkota dewa memiliki kandungan flavonoid yang tinggi. Gambar 1 Kadar ekstraktif (% berat kering serbuk) batang mahkota dewa dari ekstraksi berturutan dengan 4 pelarut berbeda. Tabel 1 Hasil identifikasi metabolit sekunder dengan reaksi kimia, kadar fenolat total, dan kadar flavonoid pada ekstrak batang mahkota dewa
Komponen Fraksi ekstrak
n -heksana Etil asetat Metanol Air
SAG g ekstrak)
g ekstrak)
Keterangan : SAG = setara asam galat, SKT = setara katekin + = terdeteksi - = tidak terdeteksi
Analisis kandungan kimia pada fraksi Terdapat enam puncak diantara ketiga terlarut n-heksana, etil asetat, dan fraksi terlarut yang berhasil dideteksi metanol batang mahkota dewa memiliki kesamaan Rt. Hal ini menggunakan KG-SM dapat dilihat dimungkinkan adanya senyawa yang pada Gambar 2a-c. Dari kromatogram sama dalam beberapa fraksi walaupun terlihat bahwa terdapat beberapa puncak dengan kadar yang berbeda karena utama yang dideteksi dari setiap fraksi pemisahan kandungan yang sempurna terlarut yang diujikan. Kisaran puncak sulit dicapai (Harborne 1987). fraksi terlarut n-heksana berada pada Rt
Hasil identifikasi dari spektrofotometer 30 hingga 40 menit, etil asetat pada Rt massa menunjukkan berat molekul 30 hingga 50 menit, sedangkan metanol dalam kisaran 184-504. Dari ekstrak pada Rt 20 hingga 40 menit. Pengujian terlarut etil asetat dideteksi 2 puncak (no
KG-MS tidak mendeteksi adanya 10 dan 11) yang relatif besar dan tidak puncak utama di bawah Rt 20 menit. diamati di ekstrak n-heksana maupun
Hal ini menunjukkan tidak metanol setelah Rt 40 menit. Demikian terdeteksinya komponen berat molekul pula komponen-komponen sebelum Rt rendah seperti zat yang mudah menguap 30 menit yang banyak muncul di ekstrak (volatile).
J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016 Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.] metanol meski kadarnya relatif kecil.
Dari pola retakan di spektrofotometer massa dan software Wiley Library, komponen 1 diduga mempunyai kerangka alkanadiol sedangkan komponen 2 merupakan komponen alkana siklik bernitrogen. Komponen 3 sampai 10 diduga dari golongan asam lemak metil ester alifatik, sedangkan komponen 11 merupakan benzena karboksilat. Komponen 8 merupakan komponen dengan jumlah terbesar, disusul komponen 5 dan 7. Kolom gas kromatografi yang digunakan dalam eksperiman ini tidak mendeteksi terpenoid, steroid, dan komponen lain yang telah terdeteksi melalui analisis secara kualitatif (Tabel 1). Identifikasi senyawa, khususnya yang bersifat non- polar dan semi-polar pada penelitian lanjutan dapat dilakukan menggunakan pengaturan kondisi kolom yang berbeda ataupun jenis kolom lainnya, komponen standar atau isolasi komponen untuk memastikan struktur kimia dari ekstrak batang mahkota dewa.
Bioaktivitas Aktivitas antirayap
Hasil perhitungan berat paper disc dan kematian rayap setelah perlakuan pemberian ekstrak dan pengumpanan terhadap rayap selama 14 hari beserta kontrol positif dan negatifnya dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Pada seluruh konsentrasi, penurunan berat terendah terdapat pada fraksi terlarut n- heksana (0,3-0,6 mg) sedangkan penurunan berat tertinggi terdapat pada fraksi terlarut air (11-14 mg). Nilai mortalitas rayap tertinggi dari setiap konsentrasi terdapat pada fraksi terlarut
n -heksana (82-95%) dan terendah pada
fraksi terlarut air (6-9%). Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan aktivitas terhadap rayap menurun seiring dengan pertambahan derajat polar pelarut yang digunakan. Ekstrak terlarut n-heksana memiliki nilai penurunan berat yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif (tektokuinon) pada konsentrasi yang setara (2,5%), sedangkan pada kontrol negatif berupa pelarut saja diketahui bahwa nilainya kurang lebih sama dengan fraksi terlarut air. Untuk kematian rayap, jika dibandingkan dengan tektokuinon, fraksi terlarut n- heksana memberikan nilai mortalitas rayap yang lebih tinggi. Kontrol negatif pelarut memberikan nilai mortalitas rayap yang lebih tinggi dibanding air tetapi tetap lebih rendah dibanding ketiga fraksi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi terlarut n-heksana memberikan hasil terbaik sebagai bahan pengawet kayu, yaitu dengan penurunan berat terendah dan mortalitas rayap tertinggi kemudian disusul dengan fraksi terlarut etil asetat. Hal ini diduga karena hasil pengujian kandungan kimia menunjukkan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung komponen kimia yang toksik terhadap serangga, yaitu alkaloid. Robinson (1995) menyatakan bahwa di alam alkaloid terkandung senyawa penolak serangga dan antijamur. Harborne (1987) menyatakan bahwa alkaloid merupakan senyawa yang sering kali beracun bagi manusia. Oleh karena itu, dimungkinkan kedua fraksi tersebut juga bersifat racun terhadap rayap. Fraksi terlarut metanol masih menunjukkan aktivitas ketahanan rayap yang jauh lebih baik dibanding dengan fraksi terlarut air. Namun, nilai penurunan berat dan mortalitas rayap yang diperoleh kurang memuaskan dibanding dengan fraksi terlarut n- heksana dan etil asetat meskipun memiliki kandungan steroid. Oleh karena itu, diduga alkaloid memegang peranan penting sebagai kandungan kimia yang sebaiknya dimiliki oleh bahan pengawet kayu.
J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016
Gambar 2 Hasil pengujian kromatografi gas ekstrak batang mahkota dewa; (a) n- heksana, (b) etil asetat, dan (c) metanol. Selain itu, hasil pengujian KG-SM pada fraksi terlarut metanol menunjukkan adanya beberapa senyawa yang terdeteksi pada Rt di bawah 30 menit yang tidak terdeteksi pada n-heksana maupun etil asetat (Gambar 2). Senyawa-senyawa tersebut diduga yang menyebabkan menurunnya keefektifan fraksi terlarut metanol sebagai racun terhadap rayap. Jika dibandingkan dengan kontrol positif berupa tektokuinon yang merupakan zat fenolat antirayap dalam kayu jati, maka ekstrak batang mahkota dewa dengan pelarut n- heksana menunjukkan efektivitas bahan pengawet yang lebih tinggi.
Pengamatan juga dilakukan terhadap aktivitas dan pola serangan rayap selama 14 hari. Pada hari ketiga pengamatan, rayap yang mati pada pengujian fraksi terlarut n-heksana sudah lebih dari setengah jumlah awal sedangkan rayap pada fraksi terlarut air masih sehat dan aktif (data tidak ditampilkan). Pada hari terakhir pengamatan, paper disc pada pengujian terhadap fraksi terlarut metanol dan air menjadi lebih tipis, bahkan ada yang sudah berlubang dan rayap yang tersisa masih aktif. Hal ini diduga karena fraksi terlarut metanol dan air merupakan makanan yang tepat bagi rayap karena mengandung gula. Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.]
Menurut Sjöström (1993), zat fenolat yang terkandung pada tumbuhan dapat melindungi kayu terhadap kerusakan mikrobiologi dan serangan serangga. Namun, dari hasil penelitian ini rendahnya kadar fenolat total pada batang mahkota dewa tidak mempengaruhi keefektifannya sebagai bahan pengawet. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Swandana (2007) yang menggunakan biji buah mahkota dewa, maka penggunaan ekstrak batang mahkota dewa tidak kalah efektif. Biji buah mahkota dewa menunjukkan efektivitas bahan pengawet dengan mortalitas sebesar 98,67%, sedangkan fraksi terlarut n- heksana pada batang mahkota dewa menunjukkan mortalitas rayap sebesar 95%. Hal ini dimungkinkan karena adanya senyawa yang sama pada kedua bagian tersebut yang sama-sama berpotensi toksik terhadap serangga, khususnya rayap.
2
18 n-heksana Etil asetat Metanol Air panas Kontrol pelarut Kontrol tektokinon
16
14
12
10
8
6
4
) .
Nilai UKLU
, dan 7,5% (
), 5% ( )
Jenis ekstrak Gambar 3 Kehilangan berat karena serangan rayap kering pada paper disc dengan perlakuan ekstrak batang mahkota dewa pada 3 konsentrasi berbeda, yaitu yaitu 2,5% (
menunjukkan konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari jumlah larva udang yang diujikan sehingga nilai yang semakin kecil menunjukkan derajat toksisitas yang tinggi.
50 yang
menggunakan analisis probit. Nilai LC
50
Namun, hal tersebut bersifat empiris atau berdasarkan pengalaman saja sehingga dilakukan pengujian melalui ekstraksi berurutan pada bahan untuk membuktikan pernyataan tersebut. Metode UKLU merupakan metode yang cepat, murah, dan sederhana. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan metode UKLU menunjukkan adanya korelasi terhadap uji spesifik anti kanker (Harmita & Radji 2008). Nilai mortalitas terkoreksi pada UKLU karena perlakuan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2. Seluruh fraksi batang mahkota dewa memiliki nilai mortalitas terkoreksi yang lebih tinggi dibanding kontrol positifnya, yaitu tektokuinon. Percobaan dilanjutkan dengan menghitung nilai LC
Selama ini batang mahkota dewa hanya disebutkan dapat digunakan sebagai sumber antikanker, khususnya kanker tulang (Soeksmanto et al. 2007).
K e h il an g an b e rat (m g )
2,50% 5% 7,50%
Jenis ekstrak Gambar 4 Persen kematian rayap kering yang diberi umpan paper disc dengan perlakuan ekstrak batang mahkota dewa pada 3 konsentrasi berbeda, yaitu 2,5% ( ),
5% ( ) , dan 7,5% ( ) .
Tabel 2 Mortalitas terkoreksi (%) larva udang karena perlakuan ekstrak batang mahkota dewa pada 3 konsentrasi berbeda (rerata 3 ulangan) Konsentrasi Mortalitas terkoreksi, % (ppm) n -heksana Etil asetat Metanol Air Tektokinon 500 100,00 100,00 100,00 100,00 84,21
100 100,00 96,67 96,67 65,00 35,00 10 100,00 96,67 86,67 23,33 0,00
50 LC (ppm) <10,00 <10,00 0,61 29,80 159,13
50 Di fraksi metanol dan air, nilai LC rayap lebih dipengaruhi oleh komponen
lebih kecil dari 30 ppm sedangkan nilai gula. Kemungkinan lainya adalah LC
50 fraksi terlarut n-heksana dan eti perbedaan membran kulit antara rayap
asetat tidak dapat dihitung secara persis dan larva udang yang berpengaruh karena pada larva udang mati pada terhadap respon masing-masing semua konsentrasi terendah (10 ppm). terhadap bahan kimia dari luar. Selain itu didapati bahwa terdapat
Aktivitas antioksidan (AAO)
kecenderungan menurunnya nilai mortalitas terkoreksi dari fraksi terlarut Uji AAO ini bertujuan untuk nonpolar menuju polar, khususnya mengetahui nilai penghambatan radikal fraksi terlarut air. Fraksi terlarut bebas oleh fraksi-fraksi terlarut batang metanol dan air menunjukkan mahkota dewa yang dalam penelitian ini bioaktivitas yang berbeda bila disebut sebagai penghambat. Metode ini dibandingkan dengan sifat didasarkan pada reduksi larutan metanol antirayapnya. Belum diketahui secara dari DPPH dengan adanya hidrogen pasti penyebab perbedaan tersebut yang menyumbangkan antioksidan tetapi diduga senyawa saponin yang akibat pembentukan DPPH-H non- terdapat pada ekstrak terlarut air lebih radikal (Gao et al. 2006). efektif terhadap larva udang dibanding terhadap rayap dan pada pengujian
123 J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016
Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.]
Jenis ekstrak Gambar 5 Nilai penghambatan (%) pada uji aktivitas antioksidan DPPH karena perlakuan ekstrak batang mahkota dewa pada 3 konsentrasi berbeda, yaitu yaitu 25 ppm ( ), 50 ppm ( ) , dan 100 ppm ( ) (rerata 3 ulangan). Transformasi tersebut memberikan perubahan warna dari ungu menjadi kuning yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis saat menghilangnya warna ungu pada 512 nm. Nilai penghambatan yang diperoleh pada pengujian AAO dapat dilihat pada Gambar 5. Dari empat fraksi terlarut batang mahkota dewa yang diujikan, semuanya memiliki nilai inhibisi yang tidak jauh berbeda, yaitu berada pada kisaran 7,59-18,12% dan berada di bawah kontrol positif asam galat (58- 93%) sehingga tidak dilakukan perhitungan nilai IC
50 . Namun,
keempatnya masih mampu menghambat radikal bebas atau dengan kata lain tetap berpotensi sebagai antioksidan walaupun dalam nilai rendah. Dari beberapa bagian tanaman di luar batang mahkota dewa, Soeksmanto et
al. (2007) mendapatkan semakin tinggi
kadar flavonoid, maka potensi antioksidannya akan semakin tinggi. Nilai penghambatan yang relatif rendah dari keempat fraksi ekstrak diduga disebabkan karena rendahnya kadar fenolat total, khususnya dari golongan flavonoid pada setiap fraksi batang mahkota dewa (Tabel 1). Hubungan kuat antara kadar fenolat total dan AAO diamati sebelumnya pada bagian daun, kayu atau kulit di spesies lainnya (Gao
et al. 2006, Wang et al. 2004). Di lain
pihak, pada bagian gubal pakel (Mangifera foetida) menunjukkan AAO yang lebih tinggi dari bagian terasnya (Lukmandaru et al. 2012).
Kesimpulan
Hasil ekstraksi batang mahkota dewa pada fraksi terlarut n-heksana, etil asetat, metanol, dan air menunjukkan kadar esktrak berturut-turut sebesar 0,20; 0,20; 1,56; dan 2,68%. Komponen kimia ekstrak batang mahkota dewa dari hasil pengujian kualitatif dan kuantitatif menunjukkan adanya senyawa terpenoid, steroid, alkaloid, fenolat, dan saponin. Hasil analisis kromatografi gas-spektrofotometer massa pada fraksi terlarut n-heksana, etil asetat, dan metanol mendeteksi beberapa komponen utama yang diduga memiliki kerangka asam lemak metil ester. Hasil pengujian bioaktivitas ekstrak batang mahkota dewa menunjukkan fraksi terlarut n-heksana dan etil asetat efektif terhadap uji antirayap, sedangkan keempat fraksi efektif pada uji kematian larva udang termasuk toksik dengan nilai LC
50 <30 ppm. Hasil J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis Vol. 14 No. 2 Juli 2016
pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak batang mahkota dewa memiliki nilai penghambatan yang relatif rendah melalui uji DPPH.
Edisi Pertama . Tangerang: Agromedika Pustaka.
Penerjemah., Bandung: Penerbit ITB. Simanjuntak P. 2008. Identifikasi senyawa kimia dalam buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa ), Thymelaceae. J Ilmu Kefarmasian Indones. 6(1):23-28. Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak
Tumbuhan Tinggi . Padmawinata K,
dan Mangifera odorata Griff. J Ilmu Kehutanan 6(1):18-29. Robinson T. 1995. Kandungan Organik
indica L., Mangifera foetida Lour,
Lukmandaru G, Vembrianto K, Gazidy AA. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol kayu Mangifera
Majalah Obat Tradisional 13(45):8- 15.
Katrin E, Winarno H. 2008. Aktivitas sitotoksik fraksi-fraksi ekstrak etil asetat kulit batang mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl] terhadap sel kanker manusia.
Indones. 13(2):65-70.
Hertiani T, Pratiwi SUT. 2002. Uji toksisitas kulit batang makuta dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap Artemia salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis fraksi aktif. Majalah Farmasi
Antioxidant, anti-inflammatory and cytotoxicity of Phaleria macrocarpa (Boerl.) Scheff fruit. BMC Compl Alt Med. 11:110-119.
Manurung J. (editor). Jakarta: EGC. Hendra R, Ahmad S, Oskoueian E, Sukari A, Shukor MY. 2011.
Analisis Hayati. Edisi Ketiga .
Harmita, Radji M. 2008. Buku Ajar
Harmanto N. 2001. Sehat dengan Ramuan Tradisional Mahkota Dewa.
Ucapan Terima Kasih
kedua. Padmawinata, K. dan I. Soediro, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan . Terbitan
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
TL. 2006. Antioxidant activity of extracts from the bark of Chamaecyparis lawsoniana (A. Murray) Parl. Holzforschung 60: 459-462.
85. Diouf PN, Stevanovic T, Cloutier A. 2009. Antioxidant properties and polyphenol contents of trembling aspen bark extracts. Wood Sci Technol. 43:457-470. Gao H, Shupe TF, Hse CY, Eberhardt
W, Kubel H. 1991. On the causes of yellow discolorations of oak heartwood (Quercus sect. Robur) during drying. Holzforschung 45:79-
Yogyakarta. pp 1-4. Bauch J, Hundt H, Weißmann G, Lange
Proceedings of International Conference on Chemical Sciences .
flesh and seed extract of ethanol and its effect against P53 and Bcl-2 genes expression of normal cell.
macrocarpa (Scheff) Boerl fruit
Cytotoxicity of Phaleria
Daftar Pustaka Astuti E, Raharjo TJ, Eviane D. 2007.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada LPPM UGM yang telah membiayai sebagian penelitian ini melalui Hibah Kolaborasi Dosen- Mahasiswa UGM 2012 No:LPPM- UGM/3580/BID.I/2012.
P. 2008. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa, Phaleria macrocarpa
(Scheff) Boerl. (Thymelaceae). rendaman dingin terhadap serangan
Biodiversitas 8(2):92-95. rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. [Skripsi].
Sofianti D. 2006. Potensi antioksidasi Yogyakarta: Universitas Gadjah daun mahkota dewa (Phaleria Mada..
macrocarpa (Scheff.) Boerl).
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Wang SY, Wu JH, Cheng SS, Lo CP, Bogor.. Chang HN, Shue LF, Chang
ST. 2004. Antioxidant activity of Sjöström E. 1993. Wood Chemistry: extracts from Calocedrus formosana
Fundamentals and Application . 2nd
leaf, bark, and heartwood. J Wood
Edition . New York: Gulf 50:422-426.
Sci.
Professional Publishing. Swandana I. 2010. Uji efikasi ekstrak
Riwayat naskah:
biji buah mahkota dewa (Phaleria
Naskah masuk (received): 10 Januari 2016 macrocarpa (Scheff.) Boerl) untuk
Diterima (accepted): 20 Februari 2016
pengawetan kayu kelapa (Cocos
nucifera L.) dengan metode Bioaktivitas dan Aktivitas Ekstarak Batang Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff) Boerl.]