View of HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSKIA KOTA BANDUNG TAHUN 2009-2010
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN : 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398 Vol. 2, No 7 Juli 2017
HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS DENGAN PERDARAHAN
POSTPARTUM DI RSKIA KOTA BANDUNG TAHUN 2009-2010
Heny Puspasari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon Kikipramana211@yahoo.co.id Abstrak
Penyebab kematian maternal secara langsung yang tertinggi disebabkan oleh perdarahan. Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian akibat perdarahan obstetri sekitar 25%. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa tinggi hubungan antara umur dan parsitas dengan pendarahan pada saat past partum di RSKIA Kota Bantung periode 2009-2010. Metode penelitian yang digunakan disini berbentuk metode analitik. Data diambil dari setiap catatan medik periode 2009-2010. Penelitian ini menemukan sedikitnya 76 pasien, atau 2,48% dari 3060 ibu mengalami pendarahan post partum pada saat bersalin. Perdarahan post partum tertinggi berada di kisaran 20-35 tahun yaitu 3,4 % secara statistik terdapat dampak yang cukup mencolok P<0,05 antara umur dengan perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum tertinggi pada paritas >4 yaitu 9,9 % secara statistik terdapat dampak yang cukup mencolok P<0,05 antara paritas dan perdarahan postpartum. Nilai risiko relative (RR) meningkat pada paritas >4, memiliki risiko 7 kali dibandingkan paritas 2-4. Dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakan, penulis berkesimpulan bahwa secara statistik terdapat keterikatan yang cukup mencolok antara paritas dan perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum tinggi berada di kisaran usia 20-35 tahun yang mempunyai paritas ≥ 4 sebanyak 97,4 %.
Kata kunci: Paritas, Umur dan Perdarahan Postpartum Pendahuluan
Tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi menjadi ukuran kemampuan pelayanan obstetrik suatu negara. Indonesia termasuk negara yang tinggi AKI dan membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas dalam proses pembangunan kesehatan bangsa. Upaya ini memerlukan dukungan dari seluruh pihak terutama bidan sebagai pelaksana dan pengelola pelayanan kebidanan di masyarakat (Manuaba: 2006)
Penelitian WHO menyebutkan pada tahun 2005 total kematian ibu berbisar di angka 500 ribu per tahun. Adapun survei demografi menuturkan bahwa angka kematian Heny Puspasari
ibu di Indonesia tahun 2007 berkisar di angka 228/100.000 keliharan hidup. Jumlah tersebut tergolong tertinggi dan masuk dalam daftar negara dengan total kematian ibu tertinggi di ASEAN. Angka ini masih jauh dari target yang diharapkan yaitu sebesar 125 untuk 100.000 kelahiran hidup di tahun 2010 (BPS dan ORC Macro: 2003).
Perdarahan postpartum adalah latar belakang atas tingginya morbiditas ibu saat melahirkan. Penyebab utama kematian ibu dikelompokkan dalam dua jenis, yakni penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung terkait erat dengan kondisi kesehatan ibu sejak proses kehamilan, proses persalinan dan postpartum yaitu perdarahan sebesar 28%, eklamsi sebesar 24%, infeksi sebesar 11%, komplikasi
purperium sebesar 8%, abortus sebesar 5%, partus lama/macet sebesar 5%, trauma,
obstetrik sebesar 5%, emboli obstetrik sebesar 3%, dan faktor lain-lain sebesar 11%,
sedangkan penyebab tidak langsung lebih obstetrik (5%), emboli obstetrik (3%), lain- lain (11%), adapun penyebab morbiditas tidak langsung memiliki kaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, geografi serta perilaku budaya yang terangkum dalam 2 teori yang bertajuk 4 terlalu, yakni; terlalu muda, tua, banyak, dan sering/rapat. Di samping teori 4 terlalu, kondisi ini juga berkaitan dengan teori lain bertajuk 3 terlambat, yakni terlambat mengambil keputusan, membawa, dan mendapat pelayanan (Depkes: 2007).
Berdasarkan profil kesehatan Jawa Barat, pada tahun 2004 angka kematian ibu sebanyak 47,47% dan 20 kasus pada tahun 2007. Bandung merupakan kota yang besar akan tetapi angka kematian ibu dan bayinya masih tinggi (Depkes: 2006).
Perdarahan postpartum adalah pendarahan dimana penderita mengalami kehilangan sedikitnya 500 ml darah dan/atau lebih pasca kelahiran pervaginam. Perdarahan postpartum dapat dikategorikan perdarahan primer (sejak kelahiran sampai 24 jam postpartum) dan sekunder (24 jam sampai 6 minggu postpartum). Perdarahan dalam hal obsetri cenderung berakibat fatal untuk ibu dan janin. Kondisi ini daoat diperarah apabila ibu tidak mendapat pertolongan pertama (Varney: 2007).
Penyebab utama perdarahan postpartum adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan kelainan pembekuan darah (DIC). Faktor
predisposisi perdarahan postpartum antara lain berkaitan dengan keadaan ibu sendiri
yaitu umur, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), janin besar, riwayat buruk persalinan sebelumnya, anemia berat, penolong persalinan, kehamilan ganda, hidramnion, partus lama, partus presipitatus, penanganan salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan,
Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
kelainan uterus, penggunaan oksitosin yang terlalu berlebihan dalam persalinan, tindakan operatif dengan anestesi yang terlalu dalam (Supandi: 2003). Dari faktor predisposisi yang ada di atas, peneliti hanya meneliti beberapa faktor yaitu umur dan paritas pada ibu bersalin dengan kejadian perdarahan postpartum.
Wanita dengan paritas >4 (grandemultipara) mengalami perdarahan postpartum sebesar 4 kali dibandingkan dengan wanita yang paritas rendah dan hal ini juga diperburuk dengan kejadian perdarahan yang dapat berulang pada persalinan selanjutnya (Prawirohardjo: 2002). Semakin tinggi paritas ibu semakin tinggi resiko terjadinya perdarahan postpartum karena dapat menyebabkan uterus menjadi lebih sulit kembali kebentuk semula. Karena setelah proses persalinan otot-otot uterus akan kembali kebentuk semula sehingga tidak terjadi perdarahan postpartum (Cuningham: 2005).
Paritas 2-4 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 4) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Wanita dengan paritas tinggi menghadapi risiko perdarahan akibat atonia uteri yang semakin meningkat. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 diantara wanita- wanita ini ternyata meningkat empat kali lipat bila dibandingkan dengan populasi umum wanita yang bersalin.
Ibu bersalin dengan umur yang terlalu muda atau terlalu tua dapat meningkatkan kasus pendarahan postpartum, karena kurun waktu reproduksi sehat yaitu antara umur 20-35 tahun (Prawirohardjo: 2002).
Uraian di atas kemudian membuat penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Umur dan Paritas Pada Ibu Bersalin dengan Kejadian perdarahan postpartum di RSKIA Kota Bandung pada Tahun 2009-2010.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode analitik. Data yang dingunakan adalah data sekunder yang diambil dari rekam medik periode 2009-2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang ada di RSKIA Kota Bandung baik ibu bersalin yang datang langsung maupun dari rujukan pada periode 2009 – 2010 yang berjumlah 3060 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Heny Puspasari
ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah; (1) sampel merupakan seorang pasien perdarahan postpartum baik rujukan maupun non rujukan, (2) memiliki catatan rekam medis yang lengkap, (3) jenis kelamin: perviginam, spontan, dan tindakan, (4) spondan/induksi dan oksitosin. Adapun kriteria eksklusi yang harus dipeneuhi untuk menjadi sampel adalah; (1) Gemelli, (2) janin besar, dan (3) secsio caesarea.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi. Adapun observasi yang dimaksud disini adalah pencatatan rekam medis ibu bersalin di RSKIA Kota Bandung periode 2009 – 2010.
Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis umum yang kerap digunakan di beberapa penelitian dengan disiplin ilmu kesehatan. Adapun teknik analisis yang dimaksud adalah teknik analisis univariate dan teknik analisis bivariate.
Analisis univariate dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data penelitian dapat dianalisis atau tidak. Di samping hal tersebut, analisis univariate juga berguna untuk beberapa hal lain, dua diantaranya adalah untuk melihat gambaran data yang masuk dan melihat nilai keoptimalan dari suatu data yang telah berhasil dikumpulkan.
Dalam pelaksanaannya analisis univariate menggunakan rumus sebagai berikut:
f
P x 100 %
NKeterangan P : Persentase F : Frekuensi N : Jumlah populasi Analisis ini digunakan untuk mencari hubungan dua variabel. Dalam penelitian ini digunakan uji chi-square dengan koefisien kontingensi untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel bebas.
Metode chi-square digunakan untuk mengadakan pendekatan (mengestimasi) dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan signifikan atau tidak. Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, maka
2 perlu diadakan teknik pengujian yang dinamakan pengujian X . Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
2 Analisis bivariat menggunakan uji chi-square (X
) dengan α 0,05 untuk melihat bagaimana hubungan antara umur dan paritas pada ibu bersalin dengan kejadian perdarahan postpartum di RSKIA Kota Bandung periode 2009-2010, dilakukan melalui statistik uji chi-square.
Rumus chi-square sebagai berikut: 2
2 fo fe
X fe
Keterangan: X2 = Nilai chi-square ∑ = jumlah fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan
total baris total kolom
fe =
total nilai pengamatan
nilai kritis: X
2
v = (b-1) (k-1) b = jumlah baris k = jumlah kolom
2
tolak Ho bila X (α, v)
Setelah melakukan beragam analisis di atas peneliti kemudian melakukan tindak lanjut Kemudian dilakukan perhitungan risiko relatif (RR) dan koefisien kontingensi (C) untuk memperkuat adanya hubungan sebab akibat. Makin tinggi nilai risiko relatif dan koefisien kontingensi kemungkinan adanya hubungan sebab akibat menjadi semakin besar.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Rateinside nsi kelompok yang terpapar Risiko Relatif (RR) Rate insidensi kelompok yang tidak terpapar
Rumus koefisien contingensi: 2 X
C 2 N
X Heny Puspasari
Keterangan: C : coefisien kotingensi
2 X : Chi kuadrat
N : Total populasi RR : Risiko Relatif
Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009- 2010 mengenai hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian Pendarahan
Postpartum. Jumlah sampel sesuai dengan tujuan penelitian dan yang memenuhi
kriteria inklusi dari variabel yang telah ditentukan adalah 3060 orang. Dari seluruh sampel diperoleh ibu yang mengalami perdarahan postpartum sebanyak 76 orang (2,48%).
1. Prevalensi Ibu Bersalin
Prevalensi ibu bersalin di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1 Prevalensi ibu bersalin Perdarahan Postpartum
Total Tahun Ya Tidak n % n % N
Tahun 155 65 4,0 96,0 1615 2009
Tahun 143 11 0,8 99,2 1445 2010
4 Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa prevalensi ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum tahun 2009 lebih tinggi dibanding pada tahun 2010.
2. Distribusi Perdarahan Postpartum berdasarkan usia ibu bersalin
Data distribusi umur ibu dengan Perdarahan Postpartum di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum Tabel 2 Distribusi Umur Dengan Perdarahan Postpartum Umur
3 99,1 1436
10 >4 37 78,7
1 2-4 10 21,3
Umur
Total20-35
N % N
Tabel 4
Distribusi Paritas Dengan Perdarahan Postpartum Pada Umur 20-35 Tahun
ParitasData distribusi paritas bersalin dengan Perdarahan Postpartum pada umur 20-35 tahun di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
4. Distribusi Paritas Dengan Perdarahan Postpartum Pada Umur 20-35 Tahun
>4 38 9,9 346 90,1 384 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat kelompok paritas yang berisiko terjadi perdarahan postpartum yaitu paritas >4 kali sebanyak 9,9%.
2-4 13 0,9 142
Perdarahan Postpartum
Total Ya Tidak N % N % N5 98,0 1240
1 25 2,0 121
Tabel 3
Distribusi Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
Paritas Perdarahan Postpartum Total Ya Tidak N % N % NData distribusi paritas bersalin dengan Perdarahan Postpartum di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
3. Distribusi Perdarahan postpestrum berdasarkan parsitas ibu
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat kelompok umur 20-35 tahun mengalami perdarahan lebih tinggi dibanding umur <20 dan >35.
<20 12 1,9 606 98,1 618 20-35 47 3,4 1348 96,6 1395 >35 17 1,6 1030 98,4 1047
37 Heny Puspasari
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat kelompok paritas yang terjadi perdarahan postpartum pada umur 20-35 tahun yaitu paritas >4 kali sebanyak 78,8%.
5. Hubungan Antara Umur Ibu Bersalin Dengan Perdarahan Postpartum
Data hubungan antara umur ibu dengan perdarahan postpartum di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5 Hubungan Umur Ibu Dengan Perdarahan Postpartum
Perdarahan Postpartum
TotalUmur Ya Tidak RR N N N
<20 tahun 12 606 618 0,74 20-35 tahun 47 1348 1395 1,93
>35 tahun 17 1030 1047 0,55
2
2 X hitung = 8,463 x Tabel = 5,991 C = 0,053 Df = 2 p value = 0,01(p<0,05)
2 Dari perhitungan dengan softawe SPSS diperoleh nilai chi-square sebesar x
2
hitung (8,463) > x tabel (5,991), pada dk 2, pada taraf signifikansi 0,05 dan p_value (0,01) < 0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara umur dengan perdarahan postpartum. Hal ini terlihat dari chi-square hitung yang lebih besar dari chi-square tabel.
6. Hubungan Antara Paritas dengan Perdarahan Postpartum
Data hubungan antara paritas ibu bersalin dengan perdarahan postpartum di RSKIA Kota Bandung periode tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Hubungan Paritas Ibu Dengan Perdarahan Postpartum Perdarahan Postpartum Total
Paritas RR Ya Tidak N N N
1 25 1215 1240 0,72 2-4 13 1423 1436
>4 38 346 384
7 Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
2
2 X hitung = 102,997 x Tabel = 5,991 C = 0,180
Df = 2 p value = 0,000 (p<0,05)
2 Dari perhitungan dengan softawe SPSS diperoleh nilai chi-square sebesar x
2
hitung (102,997) > x tabel (5,991), pada dk 2, pada taraf signifikansi 0,05 dan p_value (0,000) < 0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan perdarahan postpartum. Hal ini terlihat dari chi-square hitung yang lebih besar dari chi-square tabel.
B. Pembahasan 1. Prevalensi Ibu Bersalin Yang Mengalami Perdarahan Postpartum
Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah seluruh ibu bersalin yang datang sendiri maupun rujukan yang tercatat dalam rekam medik Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Bandung, Berdasarkan data yang telah dikumpulkan di RSKIA Kota Bandung periode 2009 - 2010 diperoleh data 3060 ibu bersalin, yang sudah memenuhi kriteria inklusi.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa prevalensi perdarahan
postpartum periode 2009 - 2010 yang tertinggi terdapat pada tahun 2009 dengan persentase 4,0% dan prevalensi pada tahun 2010 dengan persentase 0,8%.
Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami perdarahan postpartum serta angka kejadian perdarahan postpartum mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2010 yang cukup baik, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kualitas pelayanan dari tenaga kesehatan di RSKIA Kota Bandung meningkat sehingga menyebabkan penurunan kejadian perdarahan
postpartum . Angka perdarahan postpartum tersebut bila dibandingkan dengan teori
yang menyatakan bahwa kejadian perdarahan postpartum sebesar 5% dari seluruh persalinan tidak jauh berbeda dari hasil studi yang dilaporkan oleh Mochtar, dkk. Di RS dr. Pirngadi Medan (1965- 1969) yang menyatakan bahwa kejadian perdarahan postpartum sebesar 5,1% dari seluruh persalinan.
2. Distribusi perdarahan postpartum berdasarkan umur ibu
Pada table 2 dapat diketahui bahwa persalinan terbanyak pada umur 20 - 35 tahun yaitu mencapai 1395 orang dari seluruh persalinan pada tahun 2009 - 2010, umur <20 tahun sebanyak 618 orang dan umur >35 tahun sebanyak 1047 orang. Heny Puspasari
Dengan adanya sebagian besar persalinan terjadi pada umur reproduksi sehat menunjukkan bahwa masyarakat sudah memahami tentang kesehatan reproduksinya. Ini merupakan bukti bahwa pemerintah cukup berhasil dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi kepada calon ibu walaupun masih ada sekitar 1047 orang ibu bersalin pada umur >35 tahun.
Bila kehamilan terjadi diluar umur reproduksi sehat dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. keadaan ini disebabkan oleh belum matangnya atau sudah tidak sempurna lagi alat reproduksi.
3. Distribusi perdarahan postpartum berdasarkan paritas
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa paritas yang berisiko mengalami perdarahan postpartum yaitu paritas >4 yaitu sebanyak 38 orang (9,9%). Kehamilan yang optimal adalah kehamilan anak ke 2 - 4. kehamilan pertama dan setelah ke empat mempunyai risiko yang meningkat Setelah proses persalinan otot-otot uterus akan kembali kebentuk semula, akan tetapi pada multiparitas karena kehamilan yang beturut-turut menyebabkan uterus menjadi lebih sulit kembali kebentuk normal. Wanita dengan paritas tinggi (grandemultipara) mengalami perdarahan postpartum sebesar 4 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang paritas rendah.
4. Hubungan antara umur ibu dengan perdarahan postpartum
Setelah dilakukan penghitungan secara statistik dengan uji chi square,
2
diperoleh nilai chi-square sebesar x tabel (5,991), pada taraf signifikansi 0,05 dan p_value (0,01) < 0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara umur dengan perdarahan postpartum. Hal ini terlihat dari nilai chi-square hitung yang lebih besar dari chi-square tabel.
Besarnya risiko relatif pendarahan postpartum pada kelompok ibu umur <20 tahun memiliki risiko 0,74 kali dibandingkan kelompok ibu umur >35 tahun. Dengan demikian, semakin dewasa umur pasien, berhubungan dengan semakin besarnya kemungkinan ibu tersebut mengalami kasus perdarahan postpartum.
5. Hubungan antara paritas dengan perdarahan postpartum
Setelah dilakukan penghitungan secara statistik dengan uji chi square,
2
2
diperoleh nilai chi-square sebesar x hitung =102.997 > x tabel (5,991) pada dk 2,
Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
pada taraf signifikansi 0,05 dan p_value (0,000) <0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel paritas dengan variabel perdarahan postpartum. Hal ini terlihat dari nilai chi-square hitung yang lebih besar dari chi-square tabel. Besarnya risiko relatif pendarahan postpartum pada kelompok ibu dengan paritas >4 memiliki risiko 7 kali dibandingkan kelompok ibu dengan paritas 2 - 4. Dengan demikian, semakin besar jumlah paritas ibu, berhubungan dengan semakin besarnya kemungkinan pasien tersebut mengalami kasus perdarahan postpartum.
Wanita dengan paritas tinggi berisiko besar mengalami perdarahan
postpartum . Angka kematian maternal pada paritas ini lebih tinggi karena pada
grandemultipara otot-otot uterus sudah sangat tegang. Dilihat dari hasil penelitian di atas maka ada kesesuaian antara penelitian dengan teori yang menyebutkan bahwa lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. yaitu dari teori Fuchs dkk (1985) melaporkan bahwa terdapat 5.785 wanita yang telah melahirkan 7 anak atau lebih ternyata insiden perdarahan postpartum ditemui sebesar 2,7%, pada wanita ini meningkat empat kali lipat dibanding dengan populasi obstetri umum.
6. Hubungan antara paritas dengan umur ibu yang mengalami perdarahan
postpartum
Setelah dilakukan penghitungan secara statistik dengan uji chi square,
2
2
diperoleh nilai chi-square sebesar x hitung =64,608 > x tabel (9,48773) pada dk 4, pada taraf signifikansi 0,05 dan p_value (0,000) <0,05. Ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel paritas dengan umur ibu yang mengalami perdarahan postpartum.
Dari hasil perhitungan koefisien kontingensi diperoleh C= 0,678. Dengan demikian keeratan hubungan antara paritas dengan umur ibu yang mengalami perdarahan postpartum termasuk cukup erat.
Wanita dengan paritas tinggi berisiko besar mengalami perdarahan
postpartum walaupun ibu berada pada umur 20-35 tahun. Angka kematian maternal
pada paritas ini lebih tinggi karena pada grandemultipara otot-otot uterus sudah sangat tegang. Dilihat dari hasil penelitian di atas maka ada kesesuaian antara penelitian dengan teori yang menyebutkan bahwa lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Heny Puspasari Kesimpulan
Dari analisis dan pembahasan di atas penulis telah mendapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi perdarahan postpartum di RSKIA Kota Bandung periode 2009-2010 adalah 2,48% dari seluruh persalinan.
2. Perdarahan postpartum tertinggi berdasarkan umur ibu yaitu 20-35 tahun sebanyak 3,4% dan pada ibu bersalin dengan paritas >4 sebanyak 9,9%.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian perdarahan
postpartum. Risiko kelompok ibu dengan umur 20-35 tahun yaitu 1,93 kali, hal
ini disebabkan dari 47 orang pada usia 20-35 tahun yang mempunyai paritas >4 sebanyak 97,4 %.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian perdarahan postpartum. Risiko kelompok ibu paritas >4 yaitu 7 kali dibandingkan paritas 2-4.
Hubungan Antara Umur Dan Paritas Dengan Perdarahan Postpartum
BIBLIOGRAFI
BPS-Statistics Indonesia and ORC Macro. 2003. Indonesia Demographic and
Health Surveys (IDHS) 2002-2003 . Maryland: USA. Also AIDH 1994 and
1997 Cuningham FG. William Obstetric. 22 nd, Vol 1. Ed New york MC : Graw Hill,
2005; 445-6, 704-9, 823-49 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Profil Kesehatan Provinsi
JawaBarat . Jakarta: Depkes R Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2007.
Disudur dari http://www.depkes.go.id tanggal 29 Desember 2010 Manuaba, at all. 2006. Buku Ajar Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
EG Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonatal . Jakarta: JNPKKR - POGI
Supandi AM, dkk. 2003. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Perdarahan Postpartum Di Kota Palu . Yogyakarta: FK UGM
Varney, H, at all. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. edisi 4.volume 2. Jakarta: EGC