Kejadian Luar Biasa FLU BURUNG

Bencana,bencana,dan bencana

  Dalam lima tahun terakhir ini ulan September 2005, pemerintah

B

  KUTILANG INDONESIA aktif terlibat menyatakan Kejadian Luar Biasa Flu dalam kegiatan-kegiatan respon dan

  Burung. Merebaknya kasus flu burung pengurangan resiko bencana. ini telah menempatkan negara kita sebagai negara dengan jumlah korban manusia meninggal akibat virus H5N1 terbanyak. Tak lama berselang, ditengah kekhawatiran erupsi G.Merapi, Provinsi DI.

  Yogyakarta dan sebagian wilayah Jawa Tengah diguncang gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter.

  Gempa inipun akhirnya disusul dengan erupsi G.Merapi pada tanggal

  14 Juni 2006. Seperti memenuhi dugaan para ahli vulkanologi, sejak tanggal 26 Oktober 2010, G.Merapi kembali meletus.

  KUTILANG

  INDONESIA hadir dengan visi kelestarian satwa burung dan kesejahteraan masyarakat. Meski demikian, setiap kejadian bencana pasti mengusik rasa kemanusiaan kami, terlebih ketika bencana itu melanda DI.Yogyakarta, tempat kami dibesarkan.

  Kejadian Luar Biasa FLU

BURUNG

  Berdasarkan pengalaman lapangan Rumor berkembang di masyarakat selama tiga tahun, KUTILANG bahwa penyebab flu burung adalah

  INDONESIA juga menerbitkan buku burung liar. Bahkan beberapa Pedoman Pemantauan Flu Burung pengamat burung mulai khawatir (Avian Influenza) pada Burung Air dan dapat tertular virus flu burung saat

  Unggas yang telah didistribusikan mengamati burung migran. secara luas kepada seluruh instansi

  Masyarakat awam yang panik pemerintah yang bertanggung jawab berusaha membasmi dan mengusir dalam pemantauan flu burung. burung-burung liar yang ada di sekitar Pendistribusian ini juga disertai dengan permukiman. Kenyataan ini jelas kegiatan pelatihan, meski baru terbatas merupakan langkah mundur bagi di Kalimantan dan Jawa. gerakan konservasi burung yang tengah dirintis oleh KUTILANG

  INDONESIA.

  Bekerjasama dengan Indonesian Ornithologist Union

  Hasil hasil kegiatan KLB Flu Burung berikut ini dapat dimiliki

  (IdOU), KOMNAS FBPI (Komite

  dalam bentuk soft file dan hard file (selama masih ada

  Nasional Pengendalian Flu Burung dan

  persediaan ) cukup dengan mengganti biaya DVD dan ongkos kirim sebesar Rp 150.000,00. Silahkan kontak kami lewat

  Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi

  email di:

  Influenza), dan jaringan komunitas

  a. Abstrak hasil surveilans flu burung

  pengamat burung di

  b. Buku Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu

  Indonesia, KUTILANG INDONESIA

  Burung pada Burung Liar

  melakukan Surveilans pada burung liar

  c. Buku Pedoman Pemantauan Flu Burung (Avian Influenza)

  dan unggas ternak, memetakan lokasi-

  pada Burung Air dan Unggas

  lokasi kematian massal unggas ternak

  d. Film Seri Tehknik Lapangan dan Pengambilan sampel dalam

  di kecamatan Galur, Kabupaten

  Pemantauan Flu Burung (Avian Influenza) pada Burung Air

  Kulonprogo serta terlibat aktif dalam dan Unggas ternak

  e. Peta Outbreak Avian Influenza tahun 2003 – 2006 di

  penyusunan Strategi dan Rencana Aksi

  Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, DI.Yogyakarta

  Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia.

Gempa bumi, 27 Mei 2006

  Menyadari belum memiliki pengalaman dalam respon bencana, KUTILANG INDONESIA bergabung bersama lembaga-lembaga yang telah berpengalaman untuk bersama-sama membantu korban gempa bumi. Selain menjadi sekertariat bagi posko LINGKAR RELAWAN DAN LSM JOGAKARTA, kami juga bergabung dalam jaringan SUARA KORBAN BENCANA, menjadi salah satu mitra kerja OXFAM GB, ATLAS LOGISTIC, IRE dan RHK Project Management.

  Total sumbangan uang yang dipercayakan kepada KUTILANG INDONESIA untuk disalurkan kepada korban Gempa Bumi mencapai lebih dari 15 juta rupiah. Sumbangan ini berasal dari masyarakat dan komunitas pengamat burung dunia. Berbagai paket bantuan dari para donatur berupa bahan makanan, obat-obatan, hygiene kit dan perlengkapan pengungsian juga telah kami salurkan. Kurang lebih sejumlah 1055 shelter dan peralatan kesehatan telah difasilitasi dan didistribusikan kepada para korban bencana di kecamatan Lendah Kulon Progo.

  KUTILANG

  INDONESIA juga memfasilitasi tidak kurang dari 30 orang sukarelawan yang berasal dari kelompok mahasiswa, komunitas pengamat burung dan sahabat yang datang membantu. Di lapangan selain bekerjasama dengan warga masyarakat kami juga mendapatkan dukungan dari beberapa organisasi lokal seperti KOMUNITAS BIRU LANGIT dan CINDELARAS di Kecamatan Lendah serta FORUM MASYARAKAT KULONPROGO di Kecamatan Galur, keduanya di Kabupaten Kulonprogo.

  Dua minggu penuh pasca gempa bumi seluruh staff KUTILANG INDONESIA menghentikan aktifitas projek yang tengah dijalankan untuk membantu korban gempa bumi. Selanjutnya kami menugaskan seorang staff yang dibantu oleh beberapa orang yang telah berpengalaman khusus untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan guna membantu korban gempa bumi bangkit dari keterpurukan.

  Khusus donasi dari masyarakat pengamat burung dunia kami wujudkan dalam bentuk rumah dusun gesikan, Panggungharjo, Sewon, Bantul . Keluarga tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat panggilan ini perlu mendapatkan tempat berlindung yang lebih cepat karena memiliki kerentanan yang lebih tinggi daripada keluarga- keluarga lain, terlebih musim hujan telah tiba. Selain untuk tujuan kemanusiaan, harapan kami bantuan ini dapat menjadi refleksi bagi kita, pengamat burung, untuk selalu bersyukur telah dikarunia mata yang dapat melihat keindahan dari setiap kejadian alam yang terjadi. Dan hendaknya selalu dapat pula melihat dan bekerja dengan mata hati dalam visi menjaga alam ini dari upaya perusakan yang semakin memprihatinkan.

  Dalam kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan mandat yang kami terima dari korban gempa bumi berupa ucapan trimakasih yang sedalam-dalamnya kepada para donatur dan relawan yang telah dengan tulus iklhas membantu. Semoga seluruh amal kebaikan yang telah diberikan berbalas berkat yang melimpah dari Tuhan YME.

  Demikian halnya, KUTILANG INDONESIA juga mengucapkan terimakasih kepada kawan-kawan GLACIAL dari SMU I Magelang, PUSAT INFORMASI LINGKUNGAN INDONESIA dan kawan-kawan NGO Lingkungan di Bogor, Pak Fredy dari PT. Glorindo, Pak Tito dari PT. FMI, Mbak Agnes dari PT. Sosro, Ibu Lina dari PT.Combipar, HISWANA MIGAS, KIDDO BABY SHOP, Koperasi ABH Ds. Gebugan, juga kepada kawan- kawan pengamat burung di Jakarta

  Birdwatchers Community , Kawan-kawan

  pengamat burung dari KOPASUS Semarang, seluruh pengamat burung di DI.Yogyakarta, peserta Surabaya Water

  Bird Race , kawan-kawan dari

  Universitas Muria Kudus, pak Yamasaki dan kawan-kawan pengamat burung dari Jepang dan seluruh pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada KUTILANG INDONESIA untuk menyalurkan bantuan kepada korban Gempa Bumi.

  Proses Pembuatan Rumah Sementara

  KUTILANG INDONESIA melibatkan tetangga Bapak

Erupsi G.Merapi

  Selain meminjamkan beberapa binokuler untuk memantau aktivitas G.Merapi, dua bulan setelah erupsi Mei 2006, KUTILANG INDONESIA bersama warga Kinahredjo-Pelemsari bergotong-royong memperbaiki saluran air bersih. Hal ini mengawali interaksi intensif KUTILANG

  INDONESIA dengan KOMUNITAS LERENG MERAPI (KLM). Sebuah komunitas yang beranggotakan warga dari dusun-dusun tertinggi di lereng G.Merapi.

  KLM menggerakkan potensi warga untuk beradaptasi dengan perilaku G.Merapi. Hal ini dicapai dengan serangkaian kegiatan, diantaranya dengan menggiatkan kembali siskampling, pembangunan tower- tower pemantauan, dan pengembangan jaringan radio komunitas. Jaringan radio komunitas dibangun dengan mendirikan repeater VHF di beberapa titik sehingga masyarakat yang tinggal di seputaran lereng G.Merapi, khususnya di dusun-dusun tertinggi di empat Kabupaten dapat berkomunikasi dengan menggunakan handytalkie. Saat ini, dengan anggota lebih dari 700 orang, sekitar 200 orang anggota KLM secara aktif berkomunikasi melalui frekuensi 152.640 Mhz. Ketika pemerintah telah menyatakan status “waspada”, anggota KLM dengan sukarela akan secara intensif melaporkan perkembangan visual G.Merapi dari berbagai sisi. Hasil pemantauan ini dicek-silang dengan hasil pemantauan BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) dan menjadi landasan bagi anggota KLM untuk menggerakkan masyarakat menghindar dari dampak letusan.

  Profil anggota KLM sangat beragam, mulai dari petani, peternak, perangkat desa, pengusaha truk, dan penggali pasir.

  yang dibangun KLM menjadi media yang cukup strategis untuk menggerakkan potensi perekomnomian warga. Melalui media ini warga dapat bertukar pengalaman tentang teknik budidaya sayuran, ternak, serta membandingkan harga komoditas di beberapa pasar.

  Setelah erupsi G.Merapi 26 oktober 2010, KUTILANG INDONESIA bersama KLM kembali menggiatkan solidaritas antar warga masyarakat. Anggota KLM di kabupaten Boyolali menggerakkan warga dari dusun- dusun di kabupaten Boyolali secara bergiliran bergotong-royong membuka akses jalan, jaringan air bersih, membersihkan fasilitas umum, dan juga rumah-rumah warga yang terkena dampak langsung letusan di lereng selatan dan timur G.Merapi. Bahkan warga yang menjadi korban letusan juga terlibat aktif dalam kegiatan ini. Lewat tajuk kegiatan “Korban Merapi Peduli”, warga masyarakat bergotong-royong membersihkan bantaran sungai untuk menghindarkan warga di sekitar bantaran sungai dari bahaya banjir lahar dingin.

Dalam kondisi G.Merapi “aktif normal”, jaringan radio komunitas

  Burung dan Lingkungan

  “Jumlah pengamat burung di Jogja menjadi yang terbesar di Indonesia saat

  ini ”, demikian potongan surat elektronik Imam taufiqkurahman kepada

  beberapa ornitholog di Indonesia pada awal tahun 2011. Selain kuantitas, intensitas perjalanan lapangan pengamat-pengamat burung di DI.Yogyakarta juga dapat dikatakan paling tinggi. Minimal sebulan sekali para pengamat burung yang telah terwadahi dalam komunitas PPBJ (Paguyuban Pengamat Burung Jogja) mengadakan kegiatan pengamatan bersama dengan tajuk Jogja Bird Walk. Di DI.Yogyakarta juga telah berdiri satu klub pengamat burung yang beranggotakan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan satu klub pengamat burung yang beranggotakan pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU). Kontribusi para pengamat burung ini dalam penyelamatan keanekaragaman hayati juga mulai menampakkan hasilnya, diantaranya dengan adanya kegiatan penjagaan sarang burung pemangsa di habitatnya dari pencurian yang digelar dengan tajuk JOGJA BIRD RESCUE dan menyumbangkan informasi terbaru yang dapat terpercaya terkait kondisi keanekaragaman hayati.

  Kerja keras KUTILANG INDONESIA yang telah dimulai sejak dilahirkan ini, kini memang telah menampakkan hasilnya. Dalam lima tahun terakhir, KUTILANG INDONESIA bahkan telah mampu berswadaya dalam memfasilitasi berbagai kegiatan untuk terus mempromosikan kegiatan pengamatan burung sebagai salah satu upaya penyelamatan lingkungan.

Jogja Bird Walk

  Sejak diinisiasi tahun 2002, kini rata-rata setiap bulan sekali 20 orang berbekal binokuler mengunjungi berbagai habitat burung yang ada di DI.Yogyakarta. Dua lokasi yang paling sering dikunjungi adalah lereng selatan G.Merapi dan Pantai Trisik. JBW memang bukan agenda tunggal, diantara agenda rutin itu banyak pengamat burung yang melakukan kegiatan pengamatan baik secara individu maupun dalam kelompok kecil. Agenda pengamatan lain seperti MoBuPi (Monitoring Burung Pantai) dan Pengamatan Raptor Migran juga menjadi kegiatan yang menarik bagi para pengamat burung.

  Kegiatan ini terbukti memberikan sumbangan informasi yang penting. Diantaranya adalah catatan jenis baru untuk pulau Jawa bahkan Indonesia. Pada tanggal 1 Desember 2006, Iwan Londo, seorang pengamat burung dari Surabaya yang mendedikasikan dirinya sebagai pengamat burung pantai, berhasil mendokumentasikan burung Trinil Nordmann (Tringa guttifer) di Pantai Trisik. Dokumentasi foto ini menguatkan catatan perjumpaan Lim Wen Sin, pengamat burung senior dari Yogyakarta, yang pernah menjumpai jenis ini di Pantai Trisik pada 16 Oktober 2003. Informasi tentang jenis ini menjadi penting karena pada catatan terdahulu, burung pantai migran ini dicatat bermigrasi ke Indonesia hanya sampai Pulau Sumatra. Catatan selanjutnya adalah perjumpaan dengan Kaki rumbai merah (Phalaropus fulicaria) di Pantai Trisik oleh Imam Taufiqurahman. Jenis ini sebelumnya belum pernah tercatat bermigrasi sampai ke Indonesia, bahkan catatan di Indonesia merupakan catatan ke empat untuk wilayah Asia tenggara.

  Kumpulan catatan dari para pengamat burung ini juga penting sebagai dasar pengambilan keputusan bagi kebijakan pemerintah, khususnya di bidang konservasi sumber daya alam hayati. Dari kompilasi catatan para pengamat burung ini, kini kita tahu bahwa sekitar 70% dari total jenis burung pantai yang ada di Indonesia dapat kita temukan di Pantai Trisik. Pengetahuan ini tentunya menjadi bahan pertimbangan dalam rencana pemerintah mengeluarkan ijin tambang pasir besi di Pantai Trisik. Kompilasi catatan lain menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, 23 jenis burung dari 154 jenis yang pernah ditemukan di lereng selatan G.Merapi tidak tercatat kembali. Informasi ini penting bagi pengelola Taman Nasional Gunung Merapi dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan G.Merapi.

  Bukti lain manfaat dari kegiatan ini adalah catatan perjumpaan pertamakali dengan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dan perilaku survival beberapa jenis burung pasca erupsi G.Merapi

  26 Oktober 2010. Kedua informasi ini disumbangkan oleh para pengamat burung dari DI.Yogyakarta yang intensif memantau kondisi berbagai jenis burung di

Jogja Bird Rescue

  Catatan perjumpaan dengan individu muda Elang hitam (Ictinaetus malayensis) dalam survey burung pemangsa di lereng selatan G.Merapi pada pertengahan tahun 2010 cukup memberi bukti bahwa aktivitas perburuan burung pemangsa di lereng selatan G.Merapi telah berhenti.

Kesaksian ini juga diungkapkan oleh dua orang pemburu burung yang masih “memanen” beberpa jenis burung di lereng selatan G.Merapi. “Kalau burung elang kami sudah tidak pernah

  mengambil lagi!, karena jenis- jenis elang kan dilindungi”, demikian kesaksian mereka ketika bertemu beberapa pengamat burung di akhir tahun 2009.

  Fakta ini cukup menggembirakan. Publikasi secara luas dan pelibatan banyak pihak termasuk masyarakat di dusun Pelemsari, Desa Umbulhardjo dalam kegiatan Jogja Bird rescue yang telah digelar secara beruntun sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 ternyata memberi dampak positif. Meski demikian, hal ini bukan berarti tantangan yang dihadapi dalam konservasi burung pemangsa di lereng selatan G.Merapi telah usai.

  Tantangan baru tersebut hadir melalui sebuah fakta hilangnya telur dari satu- satunya sarang Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang pernah ditemukan di G.Merapi pada tahun 2008. Tim Jogja Bird rescue 4 tidak menemukan bukti bahwa telur tersebut dicuri oleh pemburu. Meski demikian penyebab pasti hilangnya telur Elang Jawa tersebut juga tidak dapat diketahui. Dugaan yang menguat adalah adanya pemangsaan telur tersebut oleh kawanan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memang banyak terdapat disekitar lokasi sarang. Belum lagi hipotesa ini terbukti, tantangan baru kini hadir, berupa hilangnya habitat di lokasi sarang Elang Jawa tersebut akibat gempuran awan panas yang menerpa daerah tersebut pada erupsi G.Merapi 26 Oktober 2010. Bahkan sampai dengan akhir tahun 2010 ini belum ada catatan perjumpaan dengan Elang jawa di G.Merapi. Tantangan baru yang lebih besar ini perlu dihadapi dengan strategi baru demi terciptanya kelestarian sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan umat manusia.

  Dokumentasi dalam bentuk film kegiatan JBR 1 dan JBR 3 dapat anda dapatkan dengan mengganti ongkos kirim sebesar RP 150.000,00. Anda dapat mengkontak kami lewat email:

Jogja Birdwatcher Community

  Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) merupakan wadah bagi individu dan organisasi pengamat burung yang ada di DI.Yogyakarta. Paguyuban ini tidak hanya menjadikan pengamatan burung sebagai hobi, namun juga menjadikannya sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan serta usaha konservasi alam khusunya kelestarian berbagai jenis burung.

  Keanggotaan yang bersifat cair menjadikan komunitas ini menjadi tempat yang nyaman untuk menyatukan banyak visi lembaga maupun individu-individu yang bernaung didalamnya. Lembaga-lembaga yang tergabung dalam PPBJ antara lain adalah KSSL (Kelompok Studi Satwa Liar) Fakultas Kedokteran Hewan UGM, KP3B (Kelompok Pengamat, Pemerhati,dan Peneliti Burung) Fakultas Kehutanan UGM, Matalabiogama (Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Biologi UGM), Bionic (Biology Ornythology) Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNY, KSB (Kelompok Studi Biologi) Fakultas Teknobiologi UAJY, Biolaska Fakultas Sainstek UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan KSH (Kelompok Studi Hijau) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain dari lingkungan universitas kelompok pelajar juga telah bergabung dalam PPBJ, diantaranya Schedultsem Birdwatching Club dari SMP 16 Yogyakarta, dan Alsoneta Birdwatching Club yang merupakan kumpulan pengamat burung yang masih duduk di bangku sekolah menengah umum.

  Jogja Bird Walk (JBW) merupakan salah satu kegiatan pengamatan burung yang rutin dilaksanakan setiap bulan. Selain menikmati keindahan beragam jenis burung di tempat hidupnya, JBW juga menjadi alat monitoring kondisi beberapa jenis burung yang telah dilindungi dan juga burung-burung yang melakukan migrasi. PPBJ juga menjadi wadah kegiatan diskusi isu-isu konservasi dan sharing kegiatan antar lembaga dalam PPBJ.

  Melimpahnya dokumentasi berupa foto berbagai jenis burung juga telah mendorong beberapa anggota PPBJ untuk terlibat aktif dalam pendirian komunitas fotografer keanekaragam hayati. Komunitas dunia maya yang terwadahi dalam sebuah portal

   ini kini tengah berkembang pesat dan menjadi portal dokumentasi

  keanekaragaman hayati pertama di Indonesia yang menampung foto-foto keanekaragaman hayati dari masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

  Lebih jauh untuk mengenal PPBJ dapat bergabung dengan Facebook di alamat: ppbj_jogja@yahoo.com

Jogja Environmental Education

  Menyambut baik permintaan dari kepala sekolah SMP 16 Yogyakarta yang mengharapkan adanya kegiatan ekstrakurikuler guna membangun kepedulian terhadap lingkungan hidup, Sejak tahun 2007, KUTILANG

  INDONESIA mulai mendampingi sekelompok pelajar di SMP 16 kota Yogyakarta. Kelompok pelajar yang kemudian menamakan diri SCHEDULTSEM BIRDWATCHING CLUB ini merupakan kelompok pengamat burung pertama yang hadir di lingkup sekolah menengah pertama di Indonesia.

  Selain aktif memantau burung-burung di berbagai tempat di DI.Yogyakarta, setiap hari sabtu anggota SCHEDULTSEM aktif mendiskusikan berbagai permasalahan lingkungan hidup dan konservasi burung. Hasil diskusi ini beberapa kali dituangkan dalam Majalah Dinding Sekolah, blog masing-masing anggota, dan artikel pada beberapa media. Beberapa prestasi dalam lomba pengamatan burung juga telah diraih, terakhir pada tahun 2010 tim SCHEDULTSEM meraih Juara Favorit dalam 1st Annual Baluran Britama Birding Competition di Taman Nasional Baluran.

  Tantangan kedepan yang dihadapi KUTILANG INDONESIA adalah keterbatasan sumberdaya dan memperluas jangkauan ke sekolah-sekolah lain. Kegiatan pendidikan lingkungan bukan barang baru bagi KUTILANG INDONESIA. Bahkan sejak dilahirkan, pendidikan lingkungan merupakan salah satu prioritas kegiatan yang digarap. KUTILANG INDONESIA juga merupakan salah satu lembaga yang turut membidani lahirnya JPL (Jaringan Pendidikan Lingkungan), yang kini telah menjadi lembaga payung bagi lembaga-lembaga yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan kegiatan ini. Banyak pilihan cara untuk menghadapi tantangan ini. Salah satu cara yang akan dipilih KUTILANG INDONESIA adalah dengan membangun pusat pendidikan lingkungan hidup dan konservasi burung serta mengoptimalkan jaringan internet sebagai media utama. Burung dan Masyarakat

  Hobi memelihara burung, konsumsi burung liar, dan perusakan habitat burung merupakan kombinasi masalah utama penyebab keterancaman punah berbagai jenis burung. Pemeliharaan dan penangkaran burung di alam merupakan jawaban tunggal untuk tetap melestarikan berbagai jenis burung tanpa mengurangi maanfaat ekonomi yang telah dinikmati oleh masyarakat.

  Teori yang telah diuji-coba oleh KUTILANG

INDONESIA lewat kegiatan pemasangan sarang buatan dan penanaman berbagai jenis vegetasi yang “disukai” burung ini ternyata juga telah

  dipraktekkan oleh masyarakat. KUTILANG INDONESIA terus berupaya mendokumentasikan praktek-praktek pemeliharaan dan penangkaran burung di alam yang telah dilakukan oleh masyarakat dan selanjutnya berencana mereplikasi praktek-praktek terbaik tersebut pada kawasan-kawasan lain.

  Gagasan restorasi habitat dan reintroduksi satwa liar, termasuk burung, sebenarnya bukan kegiatan baru dibidang konservasi keanekaragaman hayati. Meski demikian hampir semua lembaga yang bergerak di bidang konservasi satwa liar hanya menawarkan wisata alam sebagai nilai ekonomi dari keragaman hayati. KUTILANG INDONESIA tengah mengembangkan inovasi dari kegiatan ini, sehingga burung dan satwa liar yang telah berhasil ditingkatkan populasinya dari kegiatan pengelolaan habitat dapat dipanen secara berkelanjutan. Pelaksanaan kegiatan ini juga lebih diutamakan pada kawasan-kawasan budidaya, meski tidak menutup kemungkinan untuk dilaksanakan pada kawasan-kawasan zona penyangga kawasan pelestarian alam.

  Konsisten dengan Misi untuk mengembangkan inovasi konservasi satwa burung dan keanekaragaman hayati Indonesia berbasiskan riset, best practices, serta peningkatan partisipasi dan kemandirian masyarakat, maka pada tahap awal KUTILANG

  INDONESIA masih berkutat pada kegiatan penelitian dan uji coba.

Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ

  Membantu menampung satwa sitaan pemerintah adalah tujuan utama dari didirikannya PPSJ pada tahun 2003. Kegiatan ini dilatar-belakangi oleh fakta tidak adanya tempat dan biaya dari pemerintah untuk menampung satwa barang bukti hasil kejahatan di bidang peredaran illegal satwa liar dilindungi. Tegaknya hukum diharapkan menjadi salah satu pilar bagi turunnya tingkat keterancaman punah satwa liar di Indonesia.

  Tiga tahun berjalan, KUTILANG INDONESIA mulai melihat berbagai titik lemah dalam implementasi kegiatan ini. Diluar dugaan, rantai pertama pelaku peredaran illegal satwa liar dilindungi adalah warga masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Menghentikan peredaran satwa illegal tanpa disertai upaya pemberian alternatif sumber penghidupan atau pelegalan praktek pemanenan yang berkelanjutan akan menambah populasi masyarakat miskin. Kelemahan lain yang lebih mendasar adalah tidak tersedianya habitat yang memadahi untuk melepas-liarkan satwa hasil sitaan. Hal ini membuat jumlah satwa yang dirawat di PPSJ terus meningkat dan berkorelasi dengan terus membengkaknya anggaran untuk perawatan satwa.

  Mengacu kepada beberapa titik lemah ini, KUTILANG

  INDONESIA merubah strategi untuk menurunkan tingkat keterancaman punah satwa liar di Indonesia. Kegiatan baru yang dipilih adalah pengembangan penangkaran satwa liar dilindungi. Satwa liar hasil penangkaran diharapkan akan dapat memenuhi permintaan konsumen pemanfaat satwa liar dilindungi dan menekan tingkat penangkapan di alam. Para pemburu satwa liar dilindungi merupakan kelompok sasaran untuk dilatih menjadi para penangkar satwa profesional.

Sarang buatan untuk Gelatik Jawa

  Lima dari 20 sarang buatan yang dipasang di Kompleks Candi Prambanan pada bulan Juli 2006 telah digunakan untuk bersarang oleh Gelatik Jawa (Padda oryzivora). Dua sarang buatan digunakan bersarang pada musim berbiak tahun 2007 dan sisanya pada musim berbiak tahun 2008. Total sebanyak 18 anak Gelatik Jawa dihasilkan dari kelima sarang buatan tersebut. Selain Gelatik Jawa, satu sarang buatan juga digunakan bersarang oleh burung Kerak kerbau (Acridotheres javanicus).

  Kegiatan yang didukung pendanaan dari Ford Motor

  Company ini membuktikan bahwa populasi burung yang terancam

  punah dapat kita tingkatkan dengan kegiatan penangkaran burung di alam. Management Hotel Melia Purosani saat ini tengah berupaya mereplikasi kegiatan ini untuk menyelamatkan populasi Gelatik Jawa yang bersarang pada salah satu sisi atap Hotel berbintang lima ini.

  Pemasangan sarang buatan dan juga tempat mandi, minum, dan pakan burung sudah jamak dilakukan di kota-kota besar di Eropa dan Amerika. Di Bogor dan Bandung kegiatan serupa juga pernah dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan lingkungan. Sejak tahun 1997 di daerah Wonosobo dan Kendal , Jawa tengah, Mojokerto, Jawa Timur dan beberapa perkebunan sawit di Sumatra juga mencatat kerbehasilan penggunaan sarang buatan untuk mengembangkan populasi Serak Jawa (Tyto alba) guna mengatasi serangan hama tikus. Di kawasan Taman Nasional Bali barat dan di Pulau Nusa Penida, penggunaan sarang buatan juga sudah dilakukan sebagai bagian dari program reintroduksi Curik Bali (Leucopsar

  rothschildi ).

  Tantangan selanjutnya adalah terus mempromosikan kisah-kisah sukses ini sehingga pemerintah dan masyarakat dapat mereplikasinya sebagai bagian dari upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia. KUTILANG INDONESIA telah memulai kegiatan ini dengan mendistribusikan lebih dari 50 sarang buatan kepada anggota masyarakat yang ingin menangkarkan burung di alam di sekitar pekarangan rumah mereka. Kegiatan ini merupakan salah satu agenda yang akan dilanjutkan oleh KUTILANG INDONESIA pada tahun-tahun mendatang.

Pemanenan Anis Merah di Bali

  Anis merah (Zoothera citrina) merupakan jenis burung paling populer dalam setiap event lomba burung berkicau saat ini. Hal ini mendorong tingginya angka perburuan di berbagai habitat Anis merah sehingga mengakibatkan penurunan populasi yang sangat tajam di Pulau Jawa. Pada tahun 2007 KUTILANG INDONESIA mendapatkan informasi bahwa supplay Anis merah di pasar-pasar burung di P.Jawa ternyata berasal dari P.Bali. Dengan dukungan pendanaan dari Rufford Small

  

Grant Foundation , KUTILANG INDONESIA melakukan penelitian awal

guna menilai kelestarian praktek pemanenan Anis merah ini.

  Pada musim panen Anis merah tahun 2008/2009 di dua Kabupaten di P.Bali, kami menghitung tidak kurang dari 116.000 anakan burung Anis merah dijual dengan total nilai berkisar 38,1 milliar rupiah. Anakan anis merah tersebut dipanen terutama dari areal perkebunan kopi rakyat pada umur 4 sampai 10 hari setelah menetas dan dikirim keluar Bali pada umur 16 – 18 hari. Dari total 50 sarang Anis merah yang kami monitoring hanya 6% yang tidak terpanen oleh para petani pengelola kebun kopi.

  Beberapa petani kami ketahui telah menerapkan beberapa teknik untuk meningkatkan jumlah pakan anis merah akan tetapi belum memiliki teknik untuk menjaga kelestarian populasi Anis merah di kebun mereka. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani menganggap bahwa pada suatu saat anakan Anis merah tidak akan memiliki nilai ekonomi lagi seperti sebelum tahun 1990an, saat burung ini belum diminati sebagai burung peliharaan.

  Dari hasil penelitian ini, KUTILANG INDONESIA melihat tantangan kedepan adalah membangun ikatan kerjasama antara kelompok-kelompok penyelenggara lomba burung berkicau dengan kelompok-kelompok petani pemanen anakan Anis merah. Perlu dibangun kesadaran bahwa kedua kelompok ini memiliki ikatan saling ketergantungan. Jika para petani tidak menyisakan sebagian dari anakan Anis merah untuk menjadi indukan baru, maka suatu saat populasi Anis merah di P.bali akan punah. Jika hal ini terjadi maka pemelihara burung Anis merah akan jauh berkurang sehingga kelas lomba burung Anis merah tidak akan dapat diselenggarakan lagi. Oleh karena itu sudah saatnya para penyelenggara lomba burung hanya mengijinkan burung- burung yang dibeli dari para petani yang menyisakan sebagian anakan untuk menjadi indukan baru yang diperbolehkan untuk diikutsertakan dalam lomba burung berkicau.

  Selanjutnya praktek-praktek pemanenan berbagai jenis burung lain seperti Anis Kembang (Zoothera interpres) di Manggarai, NTT; Sikatan cacing (Cyornis banyumas) di Girimulyo, Kulonprogo, DI.Yogyakarta; Kucica kampung (Copsychus

  

saularis ) dan Kucica hutan (Copsychus malabaricus) di berbagai wilayah di

  Sumatera dan Kalimantan; Cendet (Lanius schach) di Madura dan Pati, Jawa Tengah; dan jenis-jenis burung lain yang banyak dilombakan dapat mereplikasi praktek pemanenan burung secara berkelanjutan seperti yang akan dikembangkan di Bali. KUTILANG INDONESIA melihat bahwa metode ini akan lebih mampu menjamin kelestarian berbagai jenis burung dan sekaligus meningkatkan pendapatan para petani pengelola lahan.

  Sebuah film dokumenter berjudul “BERKAH DI KEBUN KOPI” yang

Pemanenan Burung air di Pantai utara Pulau Jawa

  Surya Purnama, salah seorang peneliti di KUTILANG

  INDONESIA, mencatat sejak bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007, seorang pengepul burung air buruan di Indramayu, Jawa barat, dapat mengeluarkan uang sampai enam ratus juta rupiah untuk membeli burung dari para pemburu. Praktek perburuan burung untuk tujuan konsumsi ini telah berlangsung sejak tahun 1950an. Kini jumlah pemburu terus menurun seiring dengan menurunnya jumlah burung yang dapat ditangkap. Hal ini diduga terjadi akibat perubahan habitat burung menjadi areal tambak intensif untuk udang dan bandeng. Selain menurunkan populasi burung yang dapat diburu, konversi tambak telah menghilangkan hutan magrove yang melindungi daratan di sepanjang pantai utara Kabupaten Indramayu dari terjangan ombak laut Jawa. Kini indramayu bagian utara, seperti kota-kota lain di sepanjang pantai utara Jawa selalu dilanda banjir rob!

  Saat jumlah tangkapan masih banyak, seperti pengakuan seorang pemburu burung di daerah Demak, Jawa tengah, seorang pemburu dapat mengumpulkan uang 1,5 – 2,5 juta rupiah setiap bulan. Dengan pendapatan ini pemburu dapat menabung untuk menyewa sawah dan setelah beberapa tahun bahkan dapat membeli sawah garapan. Peningkatan kesejahteraan ini diakui oleh beberapa orang pemburu yang mampu mengembangkan teknik-teknik baru guna meningkatkan jumlah tangkapan mereka.

  Peningkatan kembali kesejahteraan para pemburu burung di Pantai Utara Jawa ini merupakan sebuah tantangan kedepan. Restorasi hutan magrove dan hutan rawa di pantai utara jawa merupakan jawaban untuk melindungi daratan pulau Jawa dari banjir rob dan abrasi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai utara jawa. Ringkasan Laporan Keuangan Pengemba Penerimaan Pemanfaatan Sumber Lingkungan lain Hibah Burung dan ngan 6% Modal 3%

  22% Burung dan 12% Masyarakat Bencana Respon Kerjasama 27% Kegiatan

  54% 63% Administras i

  13%

  

Total Anggaran 2001 - 2005 2006 - 2010

( juta ) ( juta ) Penerimaan 5.518 6.739 Pemanfaatan 5.512 6.414 Keberlanjutan 6.000.000 325