TERAPI PRIBADI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI TINGKAT SARJANA

  Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol. 3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 20-21 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559

TERAPI PRIBADI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI TINGKAT SARJANA

1 Mahargyantari P. Dewi

  2 3 Nurul Qomariah Taufik Rahman 4 1,2 Soedarsono

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma (mp_dewi@staff.gunadarma.ac.id)

3 4 Perpustakaan Universitas Gunadarma (opix_adm@yahoo.com) Lembaga Pengembangan Universitas Gunadarma (sdarsono@staff.gunadarma.ac.id) ABSTRAK

  Menurut Garfield (1980) terapi pribadi adalah fenomena proses-proses yang terjadi pada diri konselor terapis. Idealnya terapi pribadi ini dialami mahasiswa psikologi sejak tingkat sarjana. Mahasiswa psikologi tingkat sarjana cenderung dididik menjadi terapis sejak awal, dan bukannya menjadi klien terlebih dahulu. Akibatnya, sejak pendidikan tingat sarjana mahasiswa cenderung tidak mengenali dirinya sendiri, konflik-konfliknya sendiri. Salah satu mata kuliah yang berpeluang untuk terapi pribadi adalah psikologi konseling. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah manfaat mata kuliah psikologi konseling bagi pengenalan diri mahasiswa dan masalah-masalah apa yang dihadapinya. Hasilnya menunjukkan bahwa mata kuliah psikologi konseling bisa atau tidak bisa sebagai cara untuk mengenali diri. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa setelah menempuh mata kuliah psikologi konseling tidak berarti terbebas dari masalah-masalah dan konflik-konflik pribadi. Kata kunci: terapi pribadi, mahasiswa tingkat sarjana

  ABSTRACT According to Garfield (1980) personal therapy is a phenomenon processes in therapist themselves. Ideally, the personal therapy can be occurred in undergraduate psychology student from the beginning. Commonly, undergraduate student tends to be a therapist from the beginning of the study, and not to be client. Consequencely, the undergraduate student did not aware about themselves since the first class,including as their own conflict. One of subject that has an opportunity for personal therapy is counseling psychology. Over all, this research aim to study about the advantages of counseling psychology for student and to understand about the students and their problems. The result is counseling psychology subject can be the way for student to know themselves and otherwise. Beside that, this research find out that after they took counseling psychology subject it does not mean that student will be free from problems and personal conflict. Keywords: personal therapy, undergraduate student

  

PENDAHULUAN informasi bahwa psikologi yang

  Sejarah pendidikan psikologi di dipelajari akan digunakan untuk orang di Indonesia tanpa disadari dibentuk oleh luar dirinya. Kedua, dari milis Himpsi suatu pemikiran ”Psikologi Untuk Jaya (Himpunan Psikologi Indonesia Anda”. Indikasi ini dapat diperoleh wilayah Jakarta) melalui tulisan salah melalui beberapa hal. Pertama, selama seorang pakar psikologi senior yang kuliah mahasiswa mendapatkan mengatakan bahwa: ...Prof Slamet

  Terapi Pribadi Pada Mahasiswa Psikologi

  A116

  (Mahargyantari P. Dewi) Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol. 3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 20-21 Oktober 2009

ISSN: 1858-2559

  memang melihat psikologi sebagai profesi (waktu itu untuk bantu psikiater). Karena itu lulusan awalpun profesi, ISPsi/Himpsi pun berideologi profesi........... Baru pada periodenya Fuad Hassan, Psikologi Indonesia menjadi teori, dan Prof Mulyono (alm) menjadikannya Terapan (melalui acara TV Psikologi untuk anda).” (Mailist beranda@

  himpsijaya.org; Sent: Wednesday, July 30, 2008 11:36:39 AM).

  Ketiga , dalam pertemuan IPK

  (Ikatan Psikologi Klinis) di kampus III Universitas Sanata Darma Yogyakarta (27 Juni 2008) telah ditemukenali bahwa banyak terapis yang tidak mengetahui ”Siapa Dirinya?”. Temuan ini diperoleh setelah para anggota melakukan diskusi parelel untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan profesinya.

  Mata kuliah Psikologi Konseling sendiri bagi mahasiswa bertujuan untuk memahami dan menjelaskan perubahan perilaku yang terjadi pada klien. Kata kerja ”memahami dan menjelaskan” sendiri merupakan pengejawantahan dari aspek kognitif dan bukannya dalam ketrampilan. Selain itu, perubahan perilaku pada klien juga tidak mencakup perubahan dalam diri konselor. Kondisi inilah yang berakibat pada mahasiswa program profesi psikologi yang ternyata secara umum juga tidak mengetahui dirinya, tidak menyadari adaanya perubahan- perubahan dalam dirinya. Hal ini terungkap dari beberapa workshop yang diadakan oleh program profesi psikologi di Universitas Gunadarma, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dimana Penulis terlibat sebagai instruktur.

  Menurut Corey (2005), diskusi tentang konselor sebagai orang yang mengalami proses terapeutik menimbulkan debat pada pendidikan bagi konselor: apakah seseorang harus diharuskan berperanserta dalam konseling atau terapi sebelum menjadi praktisi. Menurut pandangan Corey konselor dapat memperoleh manfaat yang besar dari pengalamannya menjadi klien.

  Psikoanalisa menamakan fenomena proses-proses yang terjadi pada diri konselor terapis sebagai terapi pribadi (Garfield, 1980). Terapi pribadi sendiri dipengaruhi oleh Freud dan psikoanalis lainnya dengan alasan bahwa seorang terapis membutuhkan pengetahuan yang dekat dengan dirinya sendiri. Ia harus menyadari konflik-konfliknya sendiri dan bagaimana pengaruhnya pada orang lain. Kepribadian dan masalah yang dihadapinya akan mengganggu dalam proses psikoterapeutik dengan kliennya (Garfield, 1980; Strozier & Stacey, 2001; Belows, 2007). Dalam beragam penelitian ditemukan bahwa terapi pribadi merupakan hal yang mendasar dan penting, dapat meningkatkan kesadaran diri dan kemauan untuk berperanserta dalam terapi jika dibutuhkan (Strozier & Stacey, 2001), meningkatkan identitas profesional (Wiseman & Egozi, 2006; Belows, 2007), meningkatkan hubungan interpersonal (Belows, 2007), menurunkan gangguan pengaruh tritmen (Belows, 2007), serta menurunkan kesulitan profesional dan burnout (Wiseman & Egozi, 2006).

  Yalom (dalam Corey, 2005) sangat merekomendasikan bahwa trainee harus terlibat dalam terapi pribadinya sendiri, yang merupakan isi yang paling penting dalam training psikoterapi. Yalom memiliki alasan yang didasarkan bahwa instrumen yang paling bernilai bagi terapis adalah dirinya sendiri. Yalom percaya bahwa tidak ada cara yang lebih baik bagi trainee untuk mempelajari psikoterapi daripada menjadi klien.

  Tujuan penelitian ini adalah meneliti manfaat mata kuliah psikologi konseling bagi pengenalan diri

  Terapi Pribadi Pada Mahasiswa Psikologi

  A117 Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol. 3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 20-21 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559

  mahasiswa dan masalah-masalah apa yang dihadapinya selama kuliah berkaitan dengan mata kuliah tersebut.

  Pengaruhnya lebih ke orang lain daripada untuk diri sendiri. Yang berpengaruh lebih pengalaman hidup.”

  Sementara K berpendapat: “Lebih

METODE PENELITIAN

  Pengetahuan Diri Sendiri Setelah Belajar Psikologi Konseling

  Bagi N, menempuh mata kuliah psikologi konseling adalah penunjang dalam pengenalan diri, ” Salah satu

  A118

  Terapi Pribadi Pada Mahasiswa Psikologi

  1. Masalah Kuliah Pengalaman emosional (rasa takut) yang tidak menyenangkan dengan dosen dapat mempengaruhi kemajuan subyek dalam hal akademik. N merasa tidak nyaman dalam bimbingan dan suka mengembangkan pikiran-pikiran negatif terhadap dosen tersebut, yang sebenarnya

  Pada saat dan setelah menempuh mata kuliah Psikologi Konseling, subyek penelitian masih memiliki beberapa masalah pribadi yang belum terpecahkan, yaitu: masalah pacar, kuliah, keluarga, dan keinginan untuk bekerja.

  Permasalahan Pribadi Setelah Belajar Psikologi Konseling

  penunjang saja untuk mengenali diri sendiri.... Dari konseling sendiri misalnya membuat orang menjadi nyaman, saya tahu bagaimana saya ingin diperlakukan orang lain.” .

  mudah untuk berbicara dengan orang lain, komunikasi, memahami lawan bicara. Lebih terbuka dengan saran orang lain. Belajar menerima orang lain yang tidak sama dengan kita.”

  Berdasarkan jawaban dapat diketahui bahwa di satu pihak beberapa subyek masih belum mengetahui mengenai siapa dirinya setelah belajar Psikologi Konseling, sementara di pihak lain beberapa subyek merasa lebih mengenal diri sendiri. Beberapa subyek yang merasa bahwa setelah belajar Psikologi Konseling, mereka dapat memahami posisi orang lain dibandingkan bagi diri mereka sendiri serta lebih memahami diri mereka sendiri berdasarkan pengalaman hidup yang dialami. Hal ini dilaporkan oleh H, K, dan R. Bagi H dan K, pengaruhnya lebih ke orang lain, dan bagi diri mereka sendiri pengalaman hidup lebih banyak berpengaruh. H berpendapat:

  keterbukaan juga komunikasi: ”Lebih

  Penelitian ini menggunakan wawancara kelompok terarah, dimana peneliti melakukan wawancara dengan pedoman berhadapan dengan beberapa subyek. Subyek penelitian terdiri dari lima orang yang telah menempuh mata kuliah psikologi konseling, yaitu: A (Perempuan; 21 tahun), H (laki-laki; 21 tahun), K (Perempuan ; 21 tahun), C (Laki-laki; 21 tahun), R (Perempuan; 21 tahun), dan N (Perempuan ; 21 tahun). Kelima subyek tersebut adalah mahasiswa fakultas psikologi tingkat sarjana di Universitas Gunadarma.

  Menempuh mata kuliah psikologi konseling, bagi A, C, dan N memiliki pengaruh positif untuk membuka diri dan pengenalan diri. Bagi A pengaruhnya pada keterbukaan: “ Ber-pengaruh

  pengalaman hidup, ada pengaruhnya sih tapi sedikit, lebih banyak dari pengalaman hidup.”

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil wawancara ditemukan dua hal penting berdasarkan tujuan penelitian yaitu pengetahuan diri sendiri setelah belajar Psikologi Konseling dan permasalahan pribadi setelah belajar Psikologi Konseling.

  besar, soalnya dulu saya orangnya introvert, jadi setelah saya dapat psikologi konseling saya baru mulai terbuka.” Sementara bagi C, selain Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol. 3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 20-21 Oktober 2009

ISSN: 1858-2559

  hal itu akan semakin menghambat kemajuan studinya, berikut penuturan N:

  “….saya punya masalah dengan mata kuliah saya bu. PI saya belum selesai, saya takut sama dosen pembimbing saya, bingung harus berkata apa kalau lagi bimbingan. Misalnya dosen itu nanya tentang tulisan yang saya buat, saya jadi bingung mau neranginnya karena udah takut duluan. Sampai- sampai kalau saya lewat ruangan dia saya takut, bayangin dosen itu. Saya merasa apa saya yang nggak nyambung dan nggak mampu… , kok kalau lagi ditanya saya nggak bisa jawab. Saya bingung, kalau saya sudah buat perbaikan sesuai dengan apa yang dia mau, tapi waktu ketemu lagi saya disalah-salahin terus disuruh ngerubah lagi. Saya juga punya masalah sama orang tua, karena orang tua selalu memberi dukungan sama saya, mengenai PI, saya jadi nggak enak kok PI-nya belum selesai-selesai juga. “ “Iya bu, dulu-dulu saya sebenarnya udah pernah ngalamin kejadian sama dosen itu dan itu mungkin nyebabin saya teringat masa lalu waktu bimbingan ke dia. Dulu waktu kuliah dosen itu pernah ngajar salah satu mata kuliah. Terus ada tugas presentasi, waktu kelompok saya presentasi dikomen nin sama dosen itu di depan kelas dengan kalimat yang nggak enak. Bahasa yang digunakan dosen itu waktu ngomong didepan kelas membuat saya tidak nyaman.”

  Selain hubungan dengan dosen, pengumpulan tugas-tugas di akhir kuliah dapat menjadi masalah emosi bila dikumpulkan dalam jangka waktu yang bersamaan dengan ujian. Hal ini disertai juga dengan masalah dengan teman dan pacar. Hal ini dialami oleh K, yang menyatakan:

  ”Kalau sebagai mahasiswa, paling kalau deadline tugas deket-deket ujian, trus kalo dosennya ga enak. Kalau temen, sama temen yang sensi. Kalo sama pacar, saya suka bermasalah kalo lagi telepon (karena saya disini pacar di Tanggerang) suara pacar saya nadanya tinggi, saya langsung “kenapa sih?”. Terus sama keluarga, saya paling nggak suka kalau disuruh-suruh berulang kali, padahal yang tadi disuruh aja belum saya kerjain udah disuruh lagi, saya jadi kesel.”

  2. Masalah Pacar Hampir semua subyek merasakan masalah pacar. Cinta menjadi masalah bagi salah satu A karena merasa ingin sekali untuk mendapatkan pacar. A melaporkan:

  ” Kalau saya, pas kemaren saya jatuh cinta, saya sempat shock gitu. O o begitu toh rasanya jatuh cinta. Saya sempat kacau, tapi saya berusaha biar semua urusan saya nggak kacau gara-gara masalah ini aja. Terus masalah sama temen kalau pas kerja kelompok, gimana caranya supaya mereka mau ikut kerja, susah banget, tapi akhirnya sekarang saya jadi belajar ikhlas, ya sudahlah.”

  Sementara C merasa bingung saat merasakan jatuh cinta. C melaporkan:

   “…. karena saya belum punya pacar... Kadang-kadang saya ingin meluk seseorang tapi nggak ada.”

  Pacar yang terlalu ingin memiliki bagi H membuat subyek merasa tidak nyaman dan lebih memprioritaskan keluarga. H melaporkan:

  ”Kalau sama pasangan saya lebih cuek, kalau dia nuntut ini itu ya saya bisanya cuma sampai di sini aja, saya juga lebih memprioritaskan masalah yang terjadi sama keluarga dari pada sama pasangan saya.”

  3. Komunikasi Dengan Keluarga Komunikasi dengan keluarga merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan, dan terkadang membuat suasana menjadi kurang menyenangkan.

  Masalah dalam keluarga yang dialami subyek dapat mempengaruhi subyek

  Terapi Pribadi Pada Mahasiswa Psikologi

  A119 Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol. 3 Oktober 2009 Universitas Gunadarma - Depok, 20-21 Oktober 2009 ISSN: 1858-2559

  semangat selama berada di kampus. Hal ini terjadi pada semua subyek. Menurut penuturan K, masalah keluarga bisa tercampur dengan kuliah:

  Psychotherapy: An Eclectic Approach

  Terapi Pribadi Pada Mahasiswa Psikologi

  Psychotherapy Research, 16(3), 332-347.

  29(2), 181-195 [8] Wiseman, H. & Egozi, S. 2006. “Personal therapy for Israeli school counselors: Prevalence, parameters, and parameters, and professional difficulties and burnout”.

  Clinical Social Work Journal,

  “The relevance of personal therapy in the education of MSW students”.

  [7] Strozier, A. L & Stacey, L. 2001.

  Nursing Research , 14(2), 93-102.

  “Exploring the Listening Experiences during Guided Imagery and Music Therapy of Outpatients with Depression”. Journal of

  McGraw-Hill, Boston. [6] Mei, H.C. & Mei, M. F. 2006.

  Comprehensive Stress Management .

  . John Wiley and Son, New York. [5] Greenberg, J.S. 2002.

  [4] Garfield, S. L. 1980.

  “Saya kalau ada masalah di keluarga, suka berdampak di kehidupan saya yang lain, seperti di kampus, jadi suka kecampur. Saya juga nggak mau begitu, saya berusaha menyembunyikan masalah saya, saat sekitar saya tertawa saya ikut tertawa, tapi tetap ketahuan juga kalau saya lagi ada masalah. Saya tahu hal itu karena saat saya ada masalah, banyak teman yang nanya ke saya, “kamu kenapa sih hari ini kok lain, ada apa?”. Tapi sekarang saya sudah mulai bisa memisahkan masalah keluarga dan di luar rumah, saya nggak boleh mencampuradukkannya.”

  . Seven Edition. Brooks/Cole – Thompson Learning, Belmont.

  Practice of Counseling and Psychotherapy

  Bahnhofstrasse. [3] Corey, G. 2005. Theory and

  Odyssey: New Directions in Energy Psychology . Ias Publications:

  [2] Benor, D. 2002 . “Self-Healing: Meridian-based Therapies and EMDR”. Dalam Willem Lammers & Beate Kircher (Eds.). The Energy

  “Psychotherapists' Personal Psychotherapy and Its Perceived Influence on Clinical Practice”. Bulletin of the Menninger Clinic, 71(3), 204-226.

  DAFTAR PUSTAKA [1] Bellows, K. S. 2007.

  Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan pendekatan kuantutatif dengan subyek yang lebih besar dan/atau subyek pada mahasiswa tingkat magister profesi.

  Penelitian menemukan bahwa mata kuliah Psikologi Konseling bisa merupakan cara untuk mengenali diri maupun tidak. Namun demikian, bagi subyek yang melaporkan sudah dapat mengenali diri maupun yang belum keduanya sama-sama memiliki masalah-masalah dan konflik-konflik pribadi yang tidak terpecahkan.

  ”Kalau uang saku habis untuk beli buku rasanya sedih, karena itu bu, saya berusaha untuk membuat tulisan dikoran. Jadi hasil dari menulis bisa saya pakai buat beli buku.” PENUTUP

  4. Keinginan untuk bekerja Subyek C memiliki masalah dalam hal keuangan. Subyek memiliki keinginan untuk mendapatkan penghasilan tambahan melalui hasil usahanya sendiri agar dapat meringankan beban orang tuanya. C melaporkan:

  A120

Dokumen yang terkait

ANALISIS RISIKO MANAJEMEN MATERIAL DAN PENGARUH TINDAKAN KOREKSI PADA PROYEK GEDUNG BERTINGKAT

0 0 9

ANALISIS DISTRIBUSI KECEPATAN ALIRAN PADA DAERAH SUDETAN WONOSARI SUNGAI BENGAWAN SOLO

0 0 9

Keywords: Concret Beam, High Quality Conret, Fibers Bendrat, Compressive Strength, Shear Strength. Abstrak - PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BENDRAT DENGAN FLY ASH DAN BAHAN TAMBAH BESTMITTEL PADA BETON MUTU TINGGI METODE DREUX TERHADAP KUAT GESER.

0 1 8

KONSUMSI ENERGI DAN EMISI GAS RUMAH KACA (CO2 ) PADA PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN PERKERASAN JALAN

0 1 9

PENERAPAN METODE PERAMALAN RUNTUT WAKTU DALAM MENENTUKAN TARGET TINGKAT HUNI KAMAR DI HOTEL EL CAVANA BANDUNG

0 0 29

INDENTIFIKASI DAYA TARIK PARIWISATA PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN WISATAWAN DI KOTA MATARAM LOMBOK

0 0 18

PENGARUH WORD OF MOUTH MARKETING TERHADAP CITRA PERGURUAN TINGGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEPUTUSAN MENJADI MAHASISWA DI STKIP PASUNDAN CIMAHI

0 1 27

PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) KEBERSIHAN, PERTAMANAN, DAN PEMAKAMAN (KPP) PADA DINAS PEKERJAAN UMUM DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR

0 0 16

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PASER Restu Dedis Ahdhan

1 0 15

KREATIFITAS DAN FAKTOR - FAKTOR YANG TERKAIT DENGANNYA Disusun Oleh : Fitria Amalia Fitriani Yetti srimulyanti Dewi Masraini Adhi Fitra FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI UIN SUSKA RIAU 2009 DAFTAR ISI - KREATIFITAS DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

0 0 8