Respon Beberapa Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) pada Fase Pertumbuhan Vegetatif Terhadap Cendawan Rhizoctonia solani (Kuhn)

  Respon Beberapa Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) pada Fase Pertumbuhan Vegetatif Terhadap Cendawan Rhizoctonia solani (Kuhn) 1 1 2 1 Dany Wahyu Nafriana , Serafinah Indriyani , dan Yusmani Prayogo Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang 2 Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang Alamat korespondensi : dhanney91@gmail.com ABSTRAK Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang banyak mengandung karbohidrat.

  Rhizoctonia solani merupakan salah satu patogen tular tanah yang mampu menggagalkan panen sorgum. Penelitian bertujuan untuk mempelajari respon beberapa galur sorgum koleksi Balai Penelitian Kacang - kacangan dan Umbi - umbian (Balitkabi) terhadap cendawan R. solani. Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2012 sampai Juni 2013 di laboratorium dan rumah kasa hama penyakit Balai Penelitian Kacang – kacangan dan Umbi – umbian (Balitkabi). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 13 galur sorgum dengan perlakuan inokulasi cendawan R. solani diulang sebanyak 3 kali untuk tiap galurnya, sedangkan untuk kontrol yaitu tanpa pemberian cendawan. Data dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi cendawan R. solani berlangsung dari 4 sampai 42 hari. Diperoleh tiga galur sorgum yang menunjukkan masa inkubasi terpendek, yaitu galur nomor 3 (4 hari), 4 (5 hari), dan 10 (6 hari). Berdasarkan tingkat serangan R. solani mengindikasikan bahwa galur nomor 8 merupakan galur yang sangat tahan terhadap cendawan R. solani. Galur nomor 8 dapat digunakan sebagai tetua dalam penciptaan varietas tahan terhadap R. solani. Galur rentan tidak didapatkan dalam penelitian ini.

  Kata kunci : rentan, Rhizoctonia solani, sorgum, tahan, 12 galur ABSTRACT Sorgum is one of the cereals that contain lots of carbohydrates. Disease to be one of the limiting factors in efforts to increase production of sorgum. Rhizoctonia solani is a soil-borne pathogens which are able to fail the sorgum harvest. The research aim to study the responses of some sorgum against invasion of R. solani. The research was conducted from October 2012 to June 2013 in the laboratory and screen house pest of Indonesian Legumes adn Tuber Crops Research Institute (ILETRI). The research was designed using randomized block design (RBD) with three replications. The treatments were inoculated and un-inoculated (control). Data were analyzed using SPSS 16.0 for Windows. The results showed that the incubation period of the fungus R. solani between 4 to 42 days. The shortest incubation period was resulted by line 3 (4 days), 4 (5 days), and 10 (6 days). However, based on the infection rate of

  R. solani showed that line number 8 was resistant to the pathogen, therefore line number 8 can be used as a parent in the creation of varieties resistant to R. solani. Susceptible line was not found in this study.

  Keywords: resistant, Rhizoctonia solani, sorgum, susceptible, 12 lines

  pakan ternak, daun untuk hijauan pakan ternak,

  PENDAHULUAN maupun batang sebagai penghasil nira [1].

  Indonesia merupakan negara agraris.

  Kegunaan sorgum yang bermacam–macam Berbagai komoditi banyak dikembangkan, menyebabkan sorgum mempunyai nilai terutama dalam bidang pangan. Salah satu ekonomi dan prospek yang baik. bahan pangan yang dapat dikembangkan adalah

  Masalah yang dihadapi dalam budidaya sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). sorgum adalah adanya serangan penyakit

  Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman tanaman, salah satunya adalah serangan yang dapat tumbuh pada berbagai kondisi patogen Rhizoctonia solani . R. solani lingkungan tumbuh. Seluruh bagian tubuh merupakan patogen tular tanah yang banyak sorgum dapat dimanfaatkan, seperti biji yang menyerang tanaman pertanian, mempunyai dapat digunakan sebagai bahan pangan ataupun kemampuan adaptasi yang tinggi, serta mampu bertahan dalam tanah dengan waktu yang panjang dalam bentuk sklerotia [2]. R. solani dapat menyerang benih, kecambah, maupun bagian tanaman yang lain. Adanya serangan menyebabkan daun layu sehingga biji matang prematur dan berukuran kecil dengan bobot ringan [3]. Hal ini menyebabkan kerugian bagi petani. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian R. solani terhadap 12 galur tanaman sorgum koleksi Balitkabi, sehingga didapatkan galur sorgum yang tahan terhadap serangan R. solani.

  METODE PENELITIAN Pembuatan media pertumbuhan R. solani. Media pertumbuhan yang digunakan

  sebanyak 100 mL. Satu kantong plastik disiramkan merata pada satu polybag . Penyiraman dilakukan pada sore hari beberapa saat setelah benih sorgum ditanam. Setiap

  R. solani . Cendawan ini dapat menyebabkan

  pertumbuhan tanaman adalah serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit tanaman yang menyerang tanaman sorgum adalah cendawan

  HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu yang dibutuhkan R. solani untuk menyerang sorgum dan ketahanan sorgum terhadap cendawan. Faktor pembatas bagi

  normalitas distribusi data, yang dilanjutkan dengan uji analisis varians dan uji one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikansi 5 %. Selain itu juga dilakukan uji Kruskal-Wallis.

  Analisis data. Analisis data meliputi uji

  Sangat tahan (ST) Tahan (T) Agak Tahan (AT) Rentan (R) Sangat Rentan (SR)

  Persentase Serangan (%) Kategori 0 – 10 >10 – 20 >20 – 40 > 40 – 60 > 60 - 100

  Berdasarkan nilai % kejadian penyakit, diperoleh nilai rata – rata intensitas serangan. Nilai rata-rata intensitas serangan digunakan sebagai acuan untuk menentukan ketahanan (Tabel 1). Tabel 1. Skoring tingkat serangan penyakit dan kategori ketahanan[5]

  inkubasi yaitu sejak inokulasi hingga muncul gejala awal serangan, evaluasi dengan interval 1 minggu setelah inokulasi (msi) sampai 6 msi. Variabel pengamatan meliputi jumlah tanaman yang terserang pada tiap perlakuan, kejadian penyakit, tinggi tanaman dan jumlah daun yang terbentuk, dan daya tumbuh tanaman. rumus sebagai berikut [4] :

  Pengamatan. Pengamatan meliputi masa

  polybag ditanam 15 benih sorgum.

  2

  adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Media dibuat dengan menyiapkan kentang sebanyak 200 g yang telah dikupas dan dicuci, lalu direbus dengan 1 L aquades hingga lunak. Selanjutnya disaring, air hasil saringan ditambah dengan 20 g agar komersial dan 20 g glukosa, kemudian direbus kembali hingga mendidih dan diaduk. Selanjutnya dituang ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditutup dengan kapas, disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121

  Tiga puluh enam biakan R. solani dalam cawan Petri diencerkan dengan 3600 mL aquades steril, dihomogenkan, lalu disaring. Sklerotium diambil dan dimasukkan dalam suspensi. Suspensi diaduk hingga homogen. Selanjutnya dipartisi dalam kantong plastik ukuran 10x17 cm

  Pengaplikasian R. solani pada sorgum.

  dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan 12 galur sorgum, perlakuan inokulasi cendawan yang diulang sebanyak 3 kali, sedangkan untuk kontrol yaitu tanpa inokulasi cendawan.

  Rancangan percobaan. Percobaan yang

  dan diisi tanah kurang lebih 5 kg.

  3

  Tanah dimasukkan ke dalam polybag ukuran panjang x lebar x tinggi = 20x40x40 cm

  Persiapan penanaman. Tanah digemburkan, gulma yang tumbuh dibersihkan.

  sedikit biakan inokulum, baik hifa maupun sklerotia dengan menggunakan jarum oose, kemudian diinokulasikan ke dalam media PDA baru dan diinkubasi dalam suhu ruang selama ± 14 hari. Kegiatan dilakukan secara aseptis.

  Perbanyakan R. solani. Inokulum R. solani diperbanyak dengan cara mengambil

  Selanjutnya media PDA dituang ke dalam cawan Petri steril berdiameter 10 cm., masing- masing ± 10 mL dengan tinggi 1 cm.

  o C dan tekanan 1 atm selama 30 menit.

  benih membusuk sehingga tidak dapat berkecambah, penyakit layu, serta penyakit busuk baik pada pelepah, batang, maupun daunnya. Cendawan ini mempunyai struktur hifa yang khas dan tidak dilengkapi dengan konidium. Ketika cendawan berada dalam lingkungan tumbuh yang kurang menguntungkan, cendawan akan membentuk sklerotia. Sklerotia dapat bertahan sampai cukup lama dan akan berkecambah jika lingkungan tumbuhnya mendukung [6]. Cendawan R. solani yang diinokulasikan membutuhkan waktu untuk melakukan infeksi, sehingga memunculkan adanya gejala serangan. Waktu yang dibutuhkan oleh R. solani dalam menginfeksi bervariasi. Hal ini dapat dikarenakan kondisi dari masing-masing galur, drainase, dan kelembapan tempat tumbuhnya [7]. Masa inkubasi tercepat terdapat pada galur nomor 3 yaitu 4 hari setelah inokulasi (hsi). Namun adapula gejala yang baru muncul ketika

  R. solani telah diinfeksikan setelah 3 msi (Tabel

  Tabel 2. Masa inkubasi penyakit pada tanaman sorgum galur

  Rata-rata masa inkubasi penyakit (hst) keterangan

  1 - Tidak ada gejala 2 28 a 3 4 a 4 5 a 6 - Tidak ada gejala 7 - Tidak ada gejala 8 42 a

  9 8,33 a 10 6 a 11 13 a 12 - Tidak ada gejala 13 16,67 a

  Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% menurut uji Kruskal-Wallis.

  Galur nomor 1, 6, 7, dan 12 tidak menunjukkan adanya gejala serangan. Empat galur yang tidak menunjukkan gejala serangan diduga karena cendawan R. solani yang diinfeksikan tidak mampu melakukan infeksi terhadap tanaman. Hal ini dapat dikarenakan tanaman sorgum mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap cendawan, namun dapat pula karena cendawan yang diberikan tidak mampu melakukan infeksi.

  Gejala yang muncul berupa bintik kecil berwarna merah kecokelatan yang terdapat pada pelepah daun maupun pada batangnya (Gambar 1). Gejala penyakit busuk pelepah umumnya terjadi pada pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan bentuk yang tidak beraturan. Gejala dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan permukaan tanah dan menjalar ke bagian atas [8].

  Gambar 1. Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh R. solani pada sorgum. Anak panah menunjukkan gejala penyakit berupa bercak merah kecokelatan.

  Mekanisme R. solani menyerang tanaman adalah sebagai berikut: tanaman mengeluarkan senyawa kimia stimulan yang menyebabkan patogen tertarik untuk mendekati tanaman, sehingga hifa cendawan bergerak menuju tanaman dan melekat pada permukaan luar tanaman. Selanjutnya cendawan terus berkembang dan menyebabkan penyakit dengan membentuk apresorium atau infection cushion dan melakukan penetrasi ke dalam sel tanaman. Proses infeksi didukung dengan diproduksinya berbagai enzim ekstraseluler yang mendegradasi berbagai komponen dinding sel tanaman [9].

  Tabel 3. Tingkat serangan R. solani terhadap tanaman sorgum galur Rata-rata % serangan

  Kriteria ketahanan 1 0 a ST 2 16,66 a T 3 25 a AT 4 11,54 a T 6 0 a ST 7 0 a ST 8 8,82 a ST 9 25 a AT

  10 30 a AT 11 25 a AT 12 0 a ST 13 40 a AT Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% menurut uji Kruskal-Wallis.

  Tabel 3 menunjukkan tingkat serangan R.

  solani terhadap tanaman sorgum. Gejala

  serangan muncul pada 8 dari 12 galur. Delapan galur tersebut tidak terdapat adanya perbedaan yang signifikan. Rata-rata serangan terendah terdapat pada galur nomor 8, sedangkan rata- rata serangan tertinggi terdapat pada galur nomor 13. Galur nomor 8 merupakan galur yang sangat tahan terhadap serangan R. solani dan mempunyai masa inkubasi paling lama dibandingkan gejala pada galur yang lain dalam penelitian ini, sehingga galur tersebut mempunyai toleransi yang cukup baik terhadap

  R. solani

  . Galur nomor 8 dapat digunakan sebagai tetua dalam penciptaan varietas tahan terhadap R. solani.

  Rendahnya tingkat serangan pada galur tahan dapat disebabkan karena adanya peningkatan senyawa fitoaleksin yang berada pada area infeksi beberapa saat setelah terjadi infeksi [3]. Galur nomor 2 dan 4 merupakan galur yang tahan, galur nomor 3, 9, 10, 11, dan 13 merupakan galur agak tahan terhadap serangan R. solani. Persentase serangan tertinggi didapatkan pada galur nomor 13, yaitu sebesar 40 % tanaman yang tumbuh mengalami gejala serangan.

  Pertumbuhan vegetatif tanaman sorgum terhadap serangan R. solani. Benih sorgum

  yang tumbuh dilakukan evaluasi setiap minggunya. Berdasarkan evaluasi tersebut diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tinggi tanaman maupun jumlah daun yang terbentuk (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa semua galur sorgum yang digunakan mempunyai respon atau tanggapan yang sama terhadap kondisi lingkungan tumbuhnya, dalam hal ini adalah iklim dan unsur hara. Pertumbuhan vegetatif tanaman sorgum berkisar 30 – 60 hst [10].

  Tabel 4. Rata-rata jumlah daun dan tinggi tanaman dari 12 galur yang digunakan pada akhir waktu pengamatan

  Galur Rata-rata jumlah daun (helai)

  Rata-rata tinggi (cm) 1 8,5 a 22,9 a

  2 8,17 a 19,41 a 3 7,5 a 18,15 a 4 6,66 a 17,43 a 6 7,25 a 15,43 a 7 9,67 a 27,03 a 8 6,58 a 16,83 a 9 7 a 21,33 a 10 7,33 a 19,12 a

  11 7 a 18,3 a 12 6,5 a 16,51 a 13 6,83 a 17,50 a

  Angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% menurut uji Kruskal-Wallis .

  Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa tidak ada perbedaan daya tumbuh setiap galur sorgum antara pemberian R. solani maupun tanpa pemberian R. solani. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan yang dilakukan terhadap masing-masing galur, diketahui bahwa daya tumbuh untuk setiap galur terdapat perbedaan. Daya tumbuh benih sorgum paling rendah dimiliki oleh galur nomor 3, yaitu sebesar 3,33 %. Daya tumbuh benih sorgum paling tinggi dimiliki oleh galur nomor 8, yaitu sebesar 58,33 %. Galur nomor 3, 7 dan 11 pada taraf 5 % terdapat perbedaan yang signifikan dengan galur nomor 4, 8, 10 dan 13. Namun galur nomor 4 dan 10 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan galur nomor 8 dan 13 (Gambar 2). Rendahnya daya tumbuh galur nomor 3, 7 dan 11 dapat disebabkan karena benih yang ditanam mempunyai kemampuan tumbuh yang rendah, namun dapat pula karena benih yang ditanam mengalami infeksi dari hifa cendawan R. solani yang ditambahkan dalam media tanam tersebut, sehingga benih menjadi busuk dan tidak mampu untuk berkecambah. Galur nomor 8 dan 13 mempunyai daya tumbuh paling tinggi dibandingkan dengan galur yang lainnya. Hal ini dapat dikarenakan galur tersebut mempunyai kemampuan tumbuh dan daya adaptasi yang tinggi sehingga cendawan tidak dapat menginfeksi pada saat benih

DAFTAR PUSTAKA

  [1] Anonim, 1993. Collaborative Sorgum Research in Asia Report of the Asia Researcher Consultative Meeting.

  Gambar 2. Daya tumbuh benih sorgum

  ditanam, namun dapat pula karena cendawan tidak mampu melakukan infeksi terhadap benih tersebut.

  Epidemiological Parameters of Resistance to Rhizoctonia Sheath and Leaf Blight in Sorgum. Philipp J. Crop Sci. 14(3):133- 135. [4] Karima, H.E.H. & G.E. Nadia. 2012. In

  Yogyakarta. [3] Pascual, C.B. and A.D. Raymundo. 1989.

  ICRISAT, Patancheru, AP. India. [2] Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan . UGM Press.

  • )
    • Galur nomor 8 mempunyai daya tumbuh tertinggi dibandingkan dengan galur yang lainnya. Hal ini dapat dikarenakan galur tersebut mempunyai kemampuan tumbuh dan daya adaptasi yang tinggi sehingga cendawan tidak dapat menginfeksi pada saat benih ditanam, namun dapat pula karena cendawan tidak mampu melakukan infeksi terhadap benih tersebut. Cendawan R. solani cocok pada kondisi panas dan lembap. Cendawan ini juga dapat menyebabkan busuk benih (seed rot) dan busuk bibit (seedling blight) pada tanaman jagung dan beberapa tanaman yang lain [11].

  Ucapan terimakasih ditujukan kepada semua staff Balai Penelitian Kacang - kacangan dan Umbi - umbian (Balitkabi) Malang, khususnya staff dan teknisi di Laboratorium Entomologi, Hama, dan penyakit Tanaman, yang telah memberikan ijin dan membantu dalam pelaksanaan penelitian tugas akhir ini.

  Cendawan Antagonis dalam Menghambat Perkembangan Cendawan Rhizoctonia solani pada Jagung Secara Invitro.

  Integrated Pest Management. Corn Diseases. MU Extension. University of Missouri. Columbia.

  Sorgum Manis, Manfaatnya sebagai Bahan Pakan dan Pengembangan Agroindustri Lahan Kering. Edisi Khusus Balitkabi 4: 294 −301. [11] Sweets, L.E. & A. Wrather. 2000.

  [10] Muso fie, A. & N.K. Wardhani. 1995.

  Pathogen Profile As One Of The Requirements Of The Course. Soilborne Plant Pathogens. State University. NC.

  Pengelolaan penyakit prapanen jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. [9] Ceresini, P. 1999. Rhizoctonia solani,

  Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. [8] Wakman, W. & Burhanuddin. 2005.

  Essential Plant Pathology. APS Press. New York. [7] Soenartiningsih. 2010. Efektivitas beberapa

  8 merupakan galur yang sangat tahan terhadap cendawan R. solani. Galur nomor 8 dapat digunakan sebagai tetua dalam penciptaan varietas tahan terhadap R. solani. Galur rentan tidak didapatkan dalam penelitian ini.

  Ketahanan Beberapa Varietas/Galur Sorgum Terhadap Penyakit Antraknosa. Seminar Nasional Serealia 489 – 493. [6] Schumann, G.L. & C.J. D’Arcy. 2006.

  [5] Soenartiningsih dan Rahmawati. 2011.

  Damping Off and Root Rot Diseases in Tomatoes. Nature and Science 10(11):16- 25.

  Batang grafik yang diikuti oleh huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Data ditransformasi dengan menggunakan rumus

  Vitro Study on Fusarium solani and

  KESIMPULAN

  Delapan dari 12 galur menunjukkan gejala serangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi cendawan R. solani berlangsung dari 4 sampai 42 hari. Tiga galur sorgum yang menunjukkan masa inkubasi terpendek, yaitu galur nomor 3 (4 hari), 4 (5 hari), dan 10 (6 hari). Berdasarkan tingkat serangan R. solani mengindikasikan bahwa galur nomor

  Rhizoctonia solani Isolates Causing the