Analisis Upaya Rumah Sakit dalam Menutupi Kekurangan Biaya Klaim Indonesia Case Base Group (INA-CBGs) Yang Dihitung den- gan Metode Activities Base Costing pada Rumah Sakit Swasta Kelas C di Kota Medan Tahun 2017

  Klaim Indonesia Case Base Group (INA-CBGs) Yang Dihitung den-

gan Metode Activities Base Costing pada Rumah Sakit Swasta

Kelas C di Kota Medan Tahun 2017

  Analysis of Hospital Efforts to Cover Deviation of INA-CBGs Claim using Activities Base Cost- ing Method in Privat Hospital, Medan, 2017 ¹ ² 2 1 Destanul Aulia , Sri Fajar Ayu , Nur Hidayah Nasution

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2 Universitas Sumatera Utara Korespondensi: Destanul Aulia, e-mail: destanul.aulia@usu.ac.id

  Abstrak

Indonesia telah mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan dibentuknya program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Salah satu cara pemba- yaran pelayanan kesehatan untuk rumah sakit di era JKN adalah dengan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-

CBGs), yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit atas paket layanan yang didasarkan kepada

pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalasis upaya-upaya yang dilakukan

rumah sakit swasta untuk menutupi kekurangan biaya klaim INA-CBGs. Jenis penelitian ini deskriptif dengan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam, dan kuantitatif dilakukan dengan menghitung bi-

aya riil menggunakan metode ABC dan membandingkan dengan biaya klaim INA-CBGs, Hasil penelitian menunjukkan bahwa

upaya-upaya yang dilakukan rumah sakit swasta untuk menutupi kekurangan biaya klaim INA-CBGs di antaranya meman-

faatkan tenaga kesehatan dari mahasiswa yang berasal dari sekolah milik rumah sakit swasta, lamanya pemberian pelayanan,

menetapkan paket pelayanan untuk pasien umum, dan menyediakan fasilitas. Disarankan kepada rumah sakit swasta untuk

mengevaluasi risiko keuangan yang diterima rumah sakit dari pelayanan fisioterapi, dan mengevaluasi distribusi biaya klaim

  INA-CBGs untuk pelayanan fisioterapi yang sesuai dengan standar.

  Kata kunci :BPJS Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional, Rumah Sakit, Klaim INA-CBG’s, Fisioterapi.

  Abstract

Indonesia has developed the National Social Insurance System with the establishment of the National Health Insurance program and

organized by BPJS Kesehatan. One of payment way of health services for the hospital in the era of JKN is Indonesian Case Base Group

(INA-CBG’s), that is the payment of claims from BPJS to hospital on a package of services based on the packet of disease diagnosis and

procedure.This study aims to analyze efforts by hospitals to cover the cost deficiency of INA CBG’s claims in Privat Hospital in Medan.

  

This research type is descriptive with qualitative and quantitative. Qualitative is done by in-depth interview, and quantitative is done

by calculating real cost and cost of INA-CBG’s claim and by Activity Based Cost method. The counting result with ABC system,The

results showed that the efforts made by hospitals to cover INA-CBG’s claim cost deficits are utilizing the help of health professionals

from students from private hospital schools / academies, length of service delivery, setting out service packages for general patients,

and providing patient pickup facilities. Suggested to to the Hospital to evaluate the financial risks the hospital receives from services,

practice student performance, and distribute the cost of INA CBG’s claims well in order to improve the quality of health services in

accordance with the standards. Keyword : BPJS Health, National Health Insurance, Hospitals, INA-CBGs Claims.

  Pendahuluan gram jaminan kesehatan yang implementasinya telah Dalam hal mewujudkan program Jaminan Keseha- dimulai sejak 1 Januari 2014. tan Nasional (JKN), pemerintah Indonesia menge- Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi luarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 ten- semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan tang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan Tingkat ditetapkan dengan pertimbangan untuk memberikan Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan jaminan sosial dalam mengembangkan Universal Tingkat Lanjutan (FKRTL). (PMK No.52 Tahun Health Coverage (UHC) untuk seluruh rakyat Indo- 2016). nesia, dan menetapkan Badan Penyelenggara Jami- Sistem pembayaran yang dilakukan oleh BPJS nan Sosial (BPJS) sebagai badan penyelenggara pro- Kesehatan kepada FKRTL berupa Tarif Indonesia

  Analisis Upaya RS dalam Menutupi Biaya Klaim INA-CBG’s 159 Aulia, Ayu & Nasution

  160 Volume 1, Nomor 4

  Hasil Penelitian Hasil Perhitungan Biaya Pelayananan Pada Rumah Sakit Swasta.

  10

  4 Lain-lain (Administrasi, Listrik) 20.000

  3 Tindakan 50.000 43,37

  2 Biaya Fisioterapis 50.000 43,47

  1 Biaya Dokter -

  

Tabel 1. Komponen Tarif Fisioterapi di Rumah Sakit Swasta Kelas C di Kota Medan Tahun 2017

No Komponen Biaya (Rp) %

  Jenis data dalam penelitian ini adalah primer dan data sekuder. Data primer diperoleh dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data dan berkas electronic klaim (e-Klaim ), dan rekam medis pasien.

  Case Base Groups’s(INA-CBGs). Tarif Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA- CBG adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada FKRLT atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penya- kit dan prosedur (PMK No.52 Tahun 2016).

  Populasi obyek dalam penelitian ini adalah data dan berkas Electronic klaim (E-Klaim, dan populasi subyek yang berperan sebagai informan yang telah ditetapkan oleh peneliti.

  INA-CBG’s yang dihitung dengan metode ABC di Rumah Sakit Swasta Kelas C di Kota Medan. Un- tuk menganalisis upaya-upaya yang dilakukan ru- mah sakit swasta dalam menutupi kekurangan biaya klaim INA-CBG’s yang dihitung berdasarkan metode ABC pada Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Ta- hun 2017 Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menghitung biaya riil menggu- nakan metode ABC dan membandingkan dengan biaya klaim INA-CBG’s dan penelitian kualitatif dilakukan dengan observasi dan wawancara menda- lam.

  Dari data-data di atas penulis tertarik untuk men- ganalisis upaya-upaya yang dilakukan rumah sakit swasta dalam menutupi kekurangan biaya klaim

  Untuk satu kasus tunggal pelayanan fisioterapi di Rumah Sakit Swasta menetapkan biaya riil sebesar Rp 120.000, sedangkan biaya klaim INA-CBGs ha- nya sebesar Rp 114.100, dengan selisih Rp 5.900, artinya pelayanan ini memberikan risiko keuangan yang bisa saja merugikan rumah sakit, namun ken- yataannya pelayanan fisioterapi di rumah sakit ini masih terus dijalankan, padahal dari sisi keuangan sudah merugikan rumah sakit.

  Low Back Pain adalah nyeri punggung belakang, menurut data dari Institute of Health Metrics and Evaluation Database (IHME) 2015, Top Ten Causes of Morbibity and Premature Mortality (1990-2015), Low Back and Neck Pain menduduki peringkat ke 6, setelah Cerebravascular disease, Ishemic Hearth, Diabe- tes Mellitus, dan Tuberculosis di dunia.

  Rumah Sakit yang menjadi lokus adalah salah satu rumah sakit swasta kelas C yang memiliki pelayanan unggulan fisioterapi, 75 persen pelayanan harian ada pada klinik fisioterapi di mana rata-rata kunjun- gan sebanyak 35 pasien dalam sehari dengan kasus terbanyak adalah Low Back Pain (LBP). (Data BPJS Kesehatan dari Rumah Sakit Swasta di Kota Medan Tahun, 2016).

  Rumah sakit yang surplus dalam era BPJS Kese- hatan ini adalah rumah sakit yang mampu mener- apkan efisiensi dan efektivitas biaya, dapat memba- ngun manajemen kesehatan yang baik, mutu koding yang baik, mutu klaim yang baik dan tentu saja tidak melakukan fraud. (Gede , 2015)

  5 Total 120.000 100

  

Dari tabel 2 memperlihatkan biaya Pelayanan Klinik sioterapi pada Rumah Sakit Swasta, dengan selisih

Fisoterapi Rumah Sakit Swasta Tahun 2017 adalah Rp 10.437.000 (5,2%) terhitung dari 26 Oktober

untuk kasus prosedur terapi fisik dan prosedur ke- sampai dengan 24 Desember 2016 sejak berlakun-

cil muskloluskletal sebesar Rp 120.000. Dari tabel ya standar INA-CBG’s No 52 tahun 2016. Jika

  2 dapat dilihat data biaya riil rumah sakit diband- diperkirakan untuk satu tahun rumah sakit bisa di- ingkan dengan biaya klaim INA-CBGs untuk Fi- rugikan sebesar Rp 62.622.000.

  

Tabel 2. Perbandingan Pendapatan Rumah Sakit Berdasarkan Tarif Rumah Sakit dan Tarif Klaim INA-CBGS

26 Oktober – 26 Desember 2016

  Selisih/Perbedaan Biaya Riil Biaya Klaim Keterangan Rumah Sakit (Rp)

  INA-CBGs Rupiah %

212.280.000 201.842.900 10.437.100 5,2 Merugi

  

Tabel 3. Aktivitas penggunaan Alat Infra Red dan TENS Pada Rumah Sakit Swasta Kelas C

KELOMPOK AKTIVITAS AKTIVITAS

  Pasien yang akan mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Swasta mendaftarkan Pendaftaran Pasien diri pada ruang pendaftaran kemudian menuju ruang BPJS Rumah Sakit Pasien yang sudah terdafar akan diberikan berkas rekam medisnya, dan akan

  Pengambilan Rekam Medis diarahkan untuk mengantri dalam mendapatkan pelayanan fisioterapi Pasien mengantri dan menunggu urutan sesuai dengan nomor dan panggilan

  Pemanggilan Pasien petugas administrasi.

  Pasien mendapatkan diagnosis dari tenaga kesehatan yang bertugas pada Klinik Anamnesis/Diagnosis

  Fisioterapi Rumah Sakit Swasta

  

1. Menempatkan pasien pada posisi yang nyaman

Fisoterapi

  2. Menanyakan kesiapan dan kesediaan pasien untuk mendapatkan pelayanan Persiapan dan pemasangan alat

  

3. Pemasangan alat

(Pre-penggunaan alat)

  4. Setting Alat

  5. Menghubungkan alat kepada bagian yang akan di terapi

  

1. Memastikan bahwa alat terpasang dengan baik

Saat dan Pasca pemasangan

  2. Tidak meninggalkan pasien selama alat terpasang 3. Alat digunakan sampai dengan pasien mengalami perbaikan.

  

Analisis Upaya RS dalam Menutupi Biaya Klaim INA-CBG’s 161 Aulia, Ayu & Nasution

  162 Volume 1, Nomor 4 JENIS BIAYA KELOMPOK BIAYA ( Infra Red) KELOMPOK BIAYA ( Alat TENS) BESARAN BIAYA (Rp) FIX COST (Rp)

  VARIABEL COST (Rp) BESARAN BIAYA (Rp) FIX COST (Rp)

  VARIABEL COST (Rp) BIAYA INVESTASI 2.400.000 2.900.000 Investasi Alat Intervensi Fisioterapi 800.000 800.000 1.300.000 1.300.000 Investasi Penunjang 800.000 800.000 800.000

Telepon 500.000 500.000 500.000 500.000

Baju Seragam 300.000 300.000 300.000 300.000 BIAYA OPERASIONAL 66.521.228 66.521.228 Gaji terapis 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000

Listrik 6.881.228 6.881.228 6.481.228 6.481.228

Rekening Telepon Bulanan 8.000.000 8.000.000 8.000.000 8.000.000

Biaya maintanance 1.600.000 1.600.000 1.200.000 1.200.000

ATK 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000

Gaji Supir Kendaraan Antar Jemput 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000

Bahan Bakar Kendaraan Antar Jemput 8.640.000 8.640.000 8.640.000 8.640.000

TOTAL BIAYA LANGSUNG 31.200.000 31.200.000 TOTAL BIAYA TIDAK LANGSUNG 36.921.228 38.221.000

TOTAL COST 68.121.228 33.500.000 36.221.228 69.421.000 32.800.000 35.821.228

  Sumber : Hasil Observasi Penelitian pada rumah sakit swasta di Kota Medan, Tahun 2017

  Pelayanan fisioterapi yang diberikan Rumah Sakit Swasta mencapai 30-35 pasien setiap hari, dengan alat intervensi fisioterapi yang paling banyak di- manfaatkan adalah pasif modalitas yang terdiri dari Infra Red dan TENS (Transcutaneos Eletrical Nerve Stimulation)

  Infra Red adalah sinar infra merah yang dapat meningkatkan sirkulasi mikro, membantu mencegah dan memperbaiki ketegangan otot, seperti rematik, sedangkan TENS adalah penggunaan energi listrik untuk merangsang saraf melalui kulit yang terbukti dapat menghilangkan nyeri.

  Quantity dan capacity penggunaan alat Infra Red dan TENS

  Quantity dan capacity penggunaan alat dihitung den- gan menggunakan total jam, waktu penggunaan akan mendapatkan biaya satuan aktual yang merupakan biaya penggunaan alat (dalam rupiah) per hari. Dari telaah rekam medis sebanyak 35 pasien yang me- manfaatkan pelayanan fisioterapi Rumah Sakit Swas- ta, didapatkan bahwa 33 pasien menggunakan alat Infra Red , dan 29 pasien menggunakan alat TENS. Untuk total jumlah hari penggunaan masing-masing alat tersebut adalah 99 hari/ tahun selama masa ker- ja, rata-rata lama penggunaan alat 8 jam/ hari untuk Infra Red dan 7 jam/ hari untuk TENS.

  Capacity didapatkan dengan menghitung jumlah hari dalam satu tahun dikalikan dengan jumlah mas- ing-masing alat, dikurangi dengan jumlah hari yang dibutuhkan untuk perawatan (maintanance rutin bu- lanan) dan jumlah hari libur, sehingga didapatkan kapasitas penggunaan Infra Red dan TENS adalah 297 hari.

  Quantity dan capacity penggunaan alat Infra Red dan TENS

  Quantity dan capacity penggunaan alat dihitung den- gan menggunakan total jam , waktu penggunaan akan mendapatkan biaya satuan aktual yang mer-

  163 Analisis Upaya RS dalam Menutupi Biaya Klaim INA-CBG’s Aulia, Ayu & Nasution

  upakan biaya penggunaan alat (dalam rupiah) per hari. Dari telaah rekam medis sebanyak 35 pasien yang memanfaatkan pelayanan fisioterapi Rumah Sakit Swasta , didapatkan bahwa 33 pasien menggu- nakan alat Infra Red , dan 29 pasien menggunakan alat TENS. Untuk total jumlah hari penggunaan masing-masing alat tersebut adalah 99 hari/ tahun selama masa kerja, rata-rata lama penggunaan alat 8 jam/ hari untuk Infra Red dan 7 jam/ hari untuk TENS.

  Capacity didapatkan dengan menghitung jumlah hari dalam satu tahun dikalikan dengan jumlah mas- ing-masing alat, dikurangi dengan jumlah hari yang dibutuhkan untuk perawatan (maintanance rutin bu- lanan) dan jumlah hari libur, sehingga didapatkan kapasitas penggunaan Infra Red dan TENS adalah 297 hari.

  Total Cost penggunaan alat

  Biaya total penggunaan alat pada tabel 5 didapatkan dengan cara menjumlah total fix cost dan variable cost yang terdiri dari biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan baik yang termasuk dalam biaya langsung maupun biaya tidak langsung.

  Biaya Satuan penggunaan Infra Red dan TENS

  Biaya satuan penggunaan alat Infra Red dan TENS terdiri atas biaya satuan aktual dan biaya satuan nor- matif. Besarnya tarif rumah sakit untuk penggunaan Infra Red dan TENS adalah Rp 120.000,-

  Dari penghitungan yang dilakukan terhadap biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas penggunaan Alat In- fra Red dan TENS, maka didapatkan hasil akhir be- rupa biaya satuan (Total Unit Cost) yang terdiri dari biaya satuan aktual dan biaya satuan normatif yang dihitung dengan menjumlahkan biaya satuan (unit cost) pada tabel diatas dengan besaran biaya per hari bahan habis pakai (BHP) sehingga dihasilkan:

  Jenis Biaya Besaran Biaya Infra Red TENS Total Cost = FC+VC 68.121.228 69.421.228 Total Fix Cost (FC) 33.500.000 32.800.000 TOTAL VARIABLE COST (VC) 36.221.228 35.821.228 QUANTITY (Q)

  99

  99 CAPACITY ( C ) 297 297 FIX COST/CAPACITY (FC/C) 112.794 110.437 VARIABLE COST/QUANTITY (VC/Q) 361.830 361.830 BIAYA SATUAN AKTUAL = TC/Q 229.364 231.047 BIAYA SATUAN NORMATIF = FC/C + VC/Q 474.624 472.267

Tabel 6. CRR Hasil Perbandingan Tarif Rumah Skit Swasta dengan Biaya Satuan untuk

Penggunaan Infra Red dan TENS

  BIAYA Infra Red TENS

  BIAYA SATUAN AKTUAL 229.364 231.047 BIAYA SATUAN NORMATIF 474.624 472.267 TARIF RS 115.000 115.000

  CRR DALAM % (TARIF/AKTUAL) 50,1 49,7 CRR DALAM % (TARIF/NORMATIF) 24,4 24,3 TIPE RS Tarif INA CBG BIAYA SATUAN RS CRR (%) PENGG. ALAT/ HARI AKTUAL NORMATIF CBGS/ AKTUAL CBGS/ NORMATIF RS TIPE A 213.600 229.364 474.624 93,1

  45 RS TIPE B 120.100 229.364 474.624 52,3 25,2 RS TIPE C 114.100 229.364 474.624 49,7 24,2

  • CBG’s untuk RS Tipe A dan Tipe B yang diband- ingkan dengan biaya satuan. Pembahasan Pada penggunaan Infra Red dan TENS, total cost penggunaan alat masing-masing sebesar Rp 68.121.228 dan Rp 69.421.228 dengan komponen biaya langsung terbesar untuk masing-masing alat adalah biaya untuk gaji terapis (44,1 %) dan (43,2) dan biaya listrik (10%) dan (9,5 %) dari total cost,

  Penghitungan biaya berdasarkan activity based cost menghasilkan biaya satuan aktual dan biaya satuan normatif untuk masing-masing penggunaan alat In- fra Red dan TENS dimana biaya satuan untuk peng- gunaan ventilator sebesar Rp 229.364 (biaya satuan aktual), dan Rp 474.624 (biaya satuan normatif). Sedangkan untuk biaya penggunaan TENS sebesar Rp 231.047 (biaya satuan aktual) dan Rp 472.267 (biaya satuan normatif).

  1. Memanfaatkan Tenaga Kesehatan dari Maha- siswa yang berasal dari sekolah milik rumah sakit swasta.

  Untuk menutupi kekurangan biaya yang belum mencapai 100%, maka berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan pada rumah sakit swasta dapat diketahui bahwa hal yang dilakukan oleh ru- mah sakit untuk menutupi kekurangan biaya klaim yang mereka terima, di antaranya :

  A, B maupun C, semua bernilai <100%. Begitu juga dengan membandingkan tarif INA-CBG’s dengan biaya satuan normatif, nilai CRR tetap <100%. Jadi, walaupun dengan tarif INA-CBG’s untuk RS Tipe A dan kapasitas rumah sakit telah memenuhi kapasitas maksimal untuk pemberian layanan, dengan biaya satuan yang tidak akan tertutupi oleh tarif INA- CBG’s dengan kata lain rumah sakit akan mengalami kerugian. Disini diperlukan strategi bagaimana untuk melakukan efisiensi semaksimal mungkin dikarenakan CRR yang begitu jauh berada dibawah 100%.

  Dari penghitungan CRR klaim INA-CBG’s terhadap biaya satuan rumah sakit, untuk penggunaan Infra Red dan TENS baik untuk RS Tipe

  Infra Red sebesar 50,1%, sedangkan pada penggu- naan TENS, CRR sebesar 49,7 %. Tampak bahwa pengembalian biaya dari pendapatan masih dibawah 100% dengan kata lain biaya yang sudah dikeluar- kan rumah sakit untuk penggunaan Infra Red dan TENS tidak tertutupi oleh pendapatan rumah sakit. Hal yang menyebabkan CRR dengan angka dibawah 100% adalah karena utilisasi penggunaan alat IN- FRA RED dan TENS tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan kapasitas yang ada, sehingga fix cost per quantity pada penghitungan biaya satuan aktual menjadi sangat tinggi. Karena fix cost merupa- kan biaya yang tidak dipengaruhi oleh banyak/se- dikitnya produk yang dihasilkan, maka dalam peng- hitungan biaya satuan aktual, ketika quantity dari produk tersebut mendekati kapasitas maksimum akan sangat menurunkan biaya satuan aktual.

  Jika dibandingkan dengan tarif rumah sakit tahun 2017 dimana untuk Infra Red dan TENS didapa- tkan jumlah tarif sebesar Rp 114.100 maka dapat dihitung Cost Recovery Rate (CRR) rumah sakit den- gan membagi total tarif RS dengan biaya satuan ak- tual dikalikan 100%, maka CRR untuk penggunaan

  Besaran biaya tidak langsung untuk penggunaan Infra Red dan TENS sebesar 55% dari total cost. Untuk biaya investasi unit penunjang pada penggu- naan Infra Red dan TENS dimana masing-masing persentase biaya investasi adalah 3,6 % dan 3,5 % dari total cost.

  164 Volume 1, Nomor 4

  Adanya perbedaan persentase komponen biaya antara penggunaan infra red dan TENS disebabkan karena adanya perbedaan biaya investasi alat Infra Red dan TENS dimana biaya investasi TENS men- capai Rp 2.900.000, sedangkan Infra Red hanya Rp 2.400.000.

  Dalam penelitian ini, penghitungan CRR dilakukan tidak hanya untuk RS Swasta kelas C yang mer- upakan rumah sakit tipe C, namun juga dilakukan penghitungan CRR dengan menggunakan tarif INA

  Cost Recovery Rate (CRR)

   Biaya satuan normatif sebesar Rp 472.267 per hari

  2. Biaya satuan(unit cost) pada penggunaan TENS  Biaya satuan aktual sebesar Rp 231.047 per hari.

   Biaya satuan normative sebesar Rp 474.624 per hari.

  1. Biaya satuan (unit cost)pada penggunaan Infra Red  Biaya satuan aktual sebesar Rp 229.364 per hari.

  Rumah Sakit Swasta yang ada di Kota Medan banyak memiliki STIKES, AKPER, AKBID, pihak rumah sakit memanfaatkan mahasiswa tingkat akhir dari sekolahnya tersebut akan menjalankan praktik pada rumah sakitnya. Dari segi pembiayaan hal ini bisa memberikan keuntungan kepada rumah sakit, sebab biaya klaim INA-CBG’s yang diterima rumah sakit bisa dimanfaatkan rumah sakit seutuhya tanpa mendistribukan lagi untuk biaya tenaga kesehatan.

  165 Analisis Upaya RS dalam Menutupi Biaya Klaim INA-CBG’s Aulia, Ayu & Nasution

  INA-CBG’s untuk RS Tipe A dan kapasitas rumah sakit telah memenuhi kapasitas maksimal untuk pemberian layanan, biaya satuan untuk pelayanan tidak akan tertutupi oleh tarif INA-CBG’s. 3) Upaya-upaya yang dilakukan oleh rumah sakit dalam menutupi kekurangan biaya klaim INA-CBGS’s di antaranya dengan memanfaatkan tenaga kesehatan dari mahasiswa yang berasal dari sekolah milik rumah sakit swasta, lamanya pemberian pelayanan, menetapkan paket pelayanan untuk pasien umum, dan menyediakan fasilitas jemputan

  Jacob, P. 1997. The Economics of Health and Medical Care 4th edition, Marry- land, hal. 157-62, 384. Mills, Anne. 1990. Ekonomi Kesehatan Untuk

  Institute of Health Metrics and Evaluation Database (IHME). 2015. Top Ten Causes of Morbidity and Premature Mortality (1990-2015)

  Skripsi Fakultas Kedokteran Universita Udayana

  Sistem Indonesian Case Based Groups Pada Rumah Sakit Provider Bpjs Kesehatan Di Kabupaten Badung Tahun 2015.

  Rumah Sakit Swasta Daftar Pustaka Azwar, Azrul. 1996, Pengantar Administrasi Kese- hatan, Jakarta : Binarupa Aksara Gede N, Desak. 2015. Gambaran Penerapan

  Mengevaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Swasta 2. Mengevaluasi dan melakukan efisiensi biaya un- tuk pelayanan di rumah sakit swasta 3. Mengevalusi kinerja mahasiswa praktik pada

  Adapun saran-saran dalam penelitian ini adalah : 1.

  Saran

  Kesimpulan dalam penelitian ini adalah 1) Tarif rumah sakit swasta di Kota Medan dalam pelayanan fisioterapi untuk kasus Low Back Pan (LBP) lebih rendah dibandingkan dengan biaya klaim INA-CBG’s yang diterima 2) Berdasarkan perhitungan biaya satuan dengan metode ABC, walaupun dengan tarif

  Seperti wawancara yang dilakukan oleh pe- neliti, Mahasiswa Praktik turut membantu pe- layanan pada rumah sakit swasta, seperti mem- berikan diagnosis, anamnesis, mencatan rekam medis, memberikanpelayanan kepada pasien, dll.

  Kesimpulan

  Jika dianalisis fasilitas jemputan ini sangat membantu rumah sakit dalam menutupi keku- rangan biaya klaim yang mereka terima. Kesimpulan dan Saran

  Swasta dalam menarik minat pasien untuk menyediakan fasilitas jemputan kepada pasien. Untuk 1 trip jemputan pasien akan dikenakan biaya Rp 60.000 dan pulang pergi akan dike- nakan Rp 120.000 untuk jarak jauh maupun dekat dalam area Kota Medan.

  4. Menyediakan Fasilitas Jemputan Tidak hanya paket pelayanan, Rumah Sakit

  Rumah Sakit Swasta di Kota Medan dalam menarik minat pasien untuk menggunakan pe- layanan juga menetapkan paket pelayanan bagi pasien umum, rumah sakit melihat sistem out of pocket sebagai peluang yang dapat menarik pa- sien untuk memanfaatkan pelayanan di mana jika sekali berobat pasien bisa dikenakan biaya sebesar Rp 120.000, namun jika pasien rawat jalan mengambil paket pelayanan sebulan atau- pun empat kali pelayanan maka pasien cukup membayar Rp 430.000, artinya pelayanan lebih hemat Rp 50.000.

  3. Menetapkan Paket Pelayanan Untuk Pasien Umum

  Hal ini sesuai dengan Cleverly (1997) cara agar biaya untuk sistem pembayaran paket (Cased Base Groups) dapat dikurangi, yaitu den- gan mengurangi harga yang dibayar untuk sum- ber daya/input, mengurangi lama dirawat pasien, mengurangi inTENSitas pelayanan yang dise- diakan, serta meningkatkan efisiensi produksi/ pelayanan.

  2. Lamanya Pemberian Pelayanan Banyaknya pasien yang berkunjung ke Ru- mah Sakit Swasta di Kota Medan setiap harin- ya menyebabnya waktu untuk pelayanan kepada setiap pasien tidak bisa diberikan sesuai dengan Standard Operational Prosedure (SOP), seper- ti waktu untuk pelayanan menurut SOP yang harusnya adalah 45 menit untuk setiap orang kecuali ada kasus tambahan lain. Namun waktu ini sulit diterapkan Rumah Sakit Swasta karena banyaknya pasien setiap harinya yang rata-rata kunjungannya 30-35 orang, yang jika dikalku- lasikan 45 menit untuk setiap maka rumah sakit membutuhkan waktu untuk melayani 35 pasien selama 21 jam, padahal rumah sakit saja buka hanya selama 12 jam, dimulai dari pukul 08.00- 20.00 WIB.

  Negara – Negara Sedang Berkembang. Indo- nesia : Dian Rakyat Murti, Bhisma .1999. Dasar-dasar a s u r a n s i kesehatan. Yogyakarta: Kanisius Maher

  166 Volume 1, Nomor 4 Kemenkes RI. 2004. Undang-undang No.

  40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

  ___________. 2011. Undang-Undang R e p u b - lik Indonesia nomor 24 Tahun 2011 ten- tang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. __________.2012. Pelatihan Jaminan Kesehatan Bagi Petugas Rumah Sakit. Jakarta : Ke- menkes RI ___________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan

  No. 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Rekam Medis . ___________. 2013. Peraturan Menteri Keseha- tan No. 80 Tahun 2013 tentang Pekerjaan dan Praktik Fisioterapi

  __________. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis

  Sistem INA-CBG’s. __________. 2014 Peraturan Menteri Kesehatan

  No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksa- naan JKN ___________. 2016 Peraturan Menteri Kesehatan

  No. 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pe- layanan dalam Penyelenggaraan JKN WHO (2005). Achieving universal health coverage:

  Developing the health financing system. Technical brief for policy-makers. Number 1, 2005. World Health Organization, Department of Health Sys- tems Financing, Health Financing Policy

Dokumen yang terkait

Analisis Estimasi Biaya Langsung Medis Penderita Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Tahun 2013

0 0 12

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Muhammadiyah Pagaralam 2017 Abstrak - View of Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten Quantity untuk Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama

0 0 16

Analisis Minimisasi Biaya Amlodipin Generik dan Bermerk pada Pengobatan Hipertensi di RS X Pekanbaru Tahun 2015

0 0 6

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pasir Pengaraian 2017 Abstrak - View of Profil Tingkat Penguasaan Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Pasir Pengaraian

0 0 12

Strategi Pemasaran Pelayanan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis di Klinik Khusus Ginjal X Batam Tahun 2016

0 1 8

Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun 2015

0 4 6

Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril-Spironolakton dengan Valsartan pada Pasien Gagal Jan- tung Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah XY di Jakarta Tahun 2014

0 0 10

Analisis Penerapan Cost Containment pada Kasus Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016

1 3 6

Cost Recovery Rate Tarif Rumah Sakit dan Tarif INA-CBG’s Berdasarkan Clinical Pathway pada Penyakit Arteri Koroner di RS Pemerintah A di Palembang Tahun 2015

1 2 10

Analisis Hasil Koding yang Dihasilkan oleh Coder di Rumah Sakit Pemerintah X di Kota Semarang Tahun 2012

0 0 8