View of PENGGUNAAN BUTIL HIDROKSI TOLUEN UNTUK MENGHAMBAT KETENGIKAN MINYAK KELAPA HASIL OLAHAN PETANI

  

PENGGUNAAN BUTIL HIDROKSI TOLUEN

UNTUK MENGHAMBAT KETENGIKAN MINYAK KELAPA HASIL OLAHAN PETANI

  Rahmatiyah (rahmatiyah@)ut.ac.id) Program Studi Agribisnis Universitas Terbuka

  

ABSTRACT

Traditionally refined coconut oil processed by farmers is less durable than the factory processed. Addition of Butyl Hydroxy Toluene (BHT) in the coconut oil was known to

decrease its rancidity due to prolong storage and to increase its durability. With a variety of

treatments it was expected that coconut oil processed by farmers can be stored up to 3

months. The purpose of this study is to recommend the use of BHT in precise concentration

by farmers to inhibit rancidity of the refined coconut oil. The study was consisted of three treatments, namely control, addition of BHT 0.01%, and 0.02%. Analysis of the three

treatments showed significant difference in the degree of rancidity for the addition of 0.01%

and 0.02% BHT compared to the control. Therefore, addition of 0.01% BHT treatment can be recommended to farmers to extend the storage life of the refined coconut oil.

  Key words: Butyl Hydroxy Toluene (BHT), coconut oil, rancidity

ABSTRAK

  Minyak kelapa olahan petani lebih pendek masa simpannya dibandingkan minyak hasil olahan pabrik. Penambahan Butil Hidroksi Toluen (BHT) pada minyak kelapa diketahui

dapat mengurangi ketengikan dan memperpanjang masa simpan minyak. Dengan berbagai

perlakuan diharapkan minyak kelapa hasil olahan petani dapat disimpan hingga 3 bulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekomendasikan penggunaan BHT dengan konsentrasi yang tepat bagi para petani untuk menghambat ketengikan minyak kelapa.

Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu kontrol, penambahan BHT 0,01%, dan 0,02%.

Hasil analisis ketiga perlakuan menunjukkan beda nyata pada derajat ketengikan untuk penambahan BHT 0,01% dan 0,02% dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian, perlakuan penambahan BHT 0,01% dapat direkomendasikan kepada petani untuk memperpanjang masa simpan minyak.

  Kata kunci: Butil Hidroksi Toluen (BHT), ketengikan, minyak kelapa Komponen utama yang mempunyai nilai tertinggi dari tanaman kelapa adalah buahnya.

  Buah kelapa dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar dan dalam bentuk olahan. Dalam bentuk segar sering dikonsumsi untuk makanan langsung seperti buah muda dan makanan yang tidak langsung seperti pembuatan santan kelapa untuk bumbu makanan. Dalam bentuk olahan, kelapa sering dikonsumsi dalam bentuk minyak sebagai minyak goreng atau minyak makan. Biasanya buah kelapa yang sering digunakan dalam pembuatan minyak kelapa, adalah buah kelapa yang sudah dewasa (mature crop), buah tua (ripe crop), dan buah lewat tua (over ripe crop).

  Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 13 Nomor 2, September 2012, 88-93

  Minyak dan lemak pangan (edible oil) memegang peranan penting untuk kesehatan, di samping sebagai sumber energi, minyak dan lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K yang sangat penting bagi tubuh. Minyak yang tengik tidak disukai oleh konsumen, sehingga akan merugikan produsen. Minyak yang tengik berarti telah mengalami penurunan mutu dan nilai gizi.

  Kandungan utama minyak kelapa adalah triestergliserol dengan asam lemak yang disebut triasilgliserol. Asam lemak yang membentuk triasilgliserol dapat berupa asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh, terutama asam lemak jenuh jamak mudah mengalami oksidasi oleh oksigen di udara (autooksidasi). Adanya ikatan rangkap, akan menjadi titik pusat pasangan auotooksidasi, hasilnya akan menyebabkan terbentuknya komponen-komponen berupa berbagai asam, aldehid, dan berbagai keton dengan rantai pendek yang mudah menguap sehingga timbul bau dan cita rasa tengik (Ketaren, 1986).

  Minyak kelapa olahan petani umumnya dipasarkan tanpa penambahan antioksidan sehingga tidak tahan lama. Penambahan antioksidan pada minyak kelapa akan menyebabkan lebih tahan lama dan lebih disukai konsumen, sehingga diharapkan pasarannya akan lebih luas dan dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan untuk mencegah ketengikan pada minyak adalah Butil Hidroksi Toluen (BHT) dan Tersier Butil Hidroksi Quinon (TBHQ), sebab harganya murah dan efektif untuk menghambat kenaikan derajat ketengikan minyak dan lemak.

  Dengan latar belakang tersebut, artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan merekomendasikan dosis penggunaan BHT dan mengetahui seberapa besar pengaruh antioksidan BHT dalam menghambat ketengikan minyak kelapa olahan petani selama masa penyimpanan. Sebagai obyek penelitian, digunakan buah kelapa yang sudah tua, karena para petani lebih banyak menggunakan kelapa yang sudah tua dibandingkan dengan lainnya.

  METODE

  Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian menggunakan The Pretest-Posttest

  Control Group Design (Masruhi, 2006). Minyak kelapa yang diperoleh dengan cara basah dari

  endosperm buah kelapa, diberikan perlakuan selama 0, 1, 2, dan 3 bulan tanpa dan dengan pemberian antioksidan BHT pada masing-masing kelompok perlakuan sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol tanpa pemberian antioksidan 2.

  Kelompok perlakuan 1, diberi antioksidan BHT 0,01 % 3. Kelompok perlakuan 2, diberi antioksidan BHT 0,02 %

  Setelah diberi perlakuan selama 0, 1, 2, dan 3 bulan, dilakukan penentuan derajat ketengikan masing-masing kelompok perlakuan. Pemeriksaan meliputi penghitungan bilangan iodium, bilangan peroksida, dan derajat ketengikan.

  Data hasil uji derajat ketengikan minyak kelapa setiap perlakuan dianalisis dengan statistic

  

nonparametric yaitu analisis varian ranking satu arah Kruskal Wallis. Uji ini bermakna bila diperoleh

  2

  nilai statistik uji Kruskal Wallis > tabel X . Untuk mengetahui perbedaan lebih lanjut

  0,05 dipergunakan uji Z, hasilnya bermakna jika diperoleh p 0,05 (Steel & Torrie, 1981).

  Rahmatiyah, Penggunaan Butil Hidroksi Toluen

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Tabel 1. Hasil Penentuan Derajat Ketengikan Minyak Kelapa dengan dan Tanpa Penambahan Antioksidan BHT pada Awal Bulan.

  Derajat Ketengikan Perlakuan K P1 P2 tanpa penambahan BHT Penambahan BHT Penambahan BHT

  Replikasi 0,01% 0,02% 1 1,3881 1,5889 1,5099

  2 1,5889 1,5398 1,5687 3 1,5099 1,4940 1,5188 4 1,5974 1,6094 1,4453 5 1,7943 1,5461 1,5461 Rerata 1,5757 1,5516 1,5070 Rerata Rank 20,8 21,41 13,2

  Hasil statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai H = 3,374 yang adalah

  2

  lebih kecil dari nilai X = 12,592. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada

  0,05

  derajat ketengikan minyak kelapa di awal bulan pengamatan, baik dengan penambahan antioksidan maupun tanpa antioksidan. Tabel 2. Hasil Penentuan Derajat Ketengikan Minyak Kelapa dengan dan Tanpa Penambahan Antioksidan BHT yang Disimpan 1 Bulan.

  Derajat Ketengikan Perlakuan K P1 P2 tanpa penambahan BHT Penambahan BHT penambahan BHT

  Replikasi 0,01% 0,02% 1 2,9714 1,9857 1,7971

  2 2,5658 1,7843 1,5849 3 2,4684 1,6083 1,5869 4 1,9984 1,7004 1,6103 5 2,1679 1,7882 1,9889 Rerata 2,4327 1,7726 1,7936

  • *b *b *b

  Rerata Rank 32,6 21,41 13,2

  Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 13 Nomor 2, September 2012, 88-93

  Hasil statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai H = 13,091 yang

  2

  adalah lebih besar dari nilai X = 12,592. Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna

  0,05 pada derajat ketengikan minyak kelapa setelah minyak disimpan selama 1 bulan.

  Tabel 3. Hasil Penentuan Derajat Ketengikan Minyak Kelapa dengan dan Tanpa Penambahan Antioksidan BHT yang Disimpan 2 Bulan.

  Derajat Ketengikan Perlakuan K P1 P2 tanpa penambahan BHT Penambahan BHT penambahan BHT

  Replikasi 0,01% 0,02% 1 5,9187 3,9992 3,9872

  2 4,6910 1,7854 3,9383 3 4,9324 1,9944 2,9833 4 3,9306 1,7058 1,9845 5 5,0596 2,9768 2,9444 Rerata 4,9065 2,4923 2,9881

  • b *b *b

  Rerata Rank 32,4 11,4 18,0 Hasil statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai H = 13,501 yang

  2

  adalah lebih besar dari nilai X = 12,592. Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna

  0,05 pada derajat ketengikan minyak kelapa setelah minyak disimpan selama 2 bulan.

  Tabel 4. Hasil Penentuan Derajat Ketengikan Minyak Kelapa dengan dan Tanpa Penambahan Antioksidan BHT yang Disimpan 3 Bulan.

  Derajat Ketengikan P1 P2

  Perlakuan K tanpa penambahan BHT Penambahan BHT penambahan BHT Replikasi

  0,01% 0,02% 1 15,9682 5,9418 7,9736 2 17,9764 7,9649 5,9912 3 13,9345 5,9797 6,9888 4 16,9497 7,9363 7,9713 5 15,9760 8,0048 8,9337 Rerata 16,1662 7,1655 7,5761

  • b *b *b

  Rerata Rank 33,0 15,4 21,0

  Rahmatiyah, Penggunaan Butil Hidroksi Toluen

  Hasil statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh nilai H = 3,374 yang adalah

  2

  lebih kecil dari nilai X = 14,659. Dengan demikian terdapat perbedaan yang tidak bermakna atas

  0,05

  derajat ketengikan minyak kelapa tanpa antioksidan dan dengan penambahan antioksidan setelah minyak disimpan selama 3 bulan.

  Hasil penentuan bilangan peroksida minyak kelapa pada awal bulan diperoleh kadar ketengikan sebesar 1,5757 yang masih berada di bawah ambang batas ketengikan menurut Standar Industri Indonesia (SII). Menurut SII batas maksimun ketengikan minyak kelapa yang dianjurkan adalah 10,0 (SII, 1990). Dari data yang diperoleh penyimpanan 1 dan 2 bulan dengan dan tanpa penambahan antioksidan masih dapat digunakan atau dikonsumsi.

  Hasil uji statistik bilangan peroksida awal bulan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P0,05), antara harga rata-rata derajat ketengikan minyak kelapa, baik dengan antioksidan maupun tanpa antioksidan. Selanjutnya terdapat perbedaan yang bermakna (P0,05) antara minyak kelapa yang tidak ditambahkan antioksidan dengan yang ditambahkan antioksidan BHT 0,01% dan 0,02 % berkaitan dengan ketengikan minyak kelapa selama penyimpanan.

  Pada penelitian ini, tidak terdapat perbedaan kadar ketengikan antara minyak kelapa yang ditambah BHT 0,01 % dan 0,02%. Hal ini disebabkan karena lama penyimpanan yang terlalu singkat, yaitu hanya 3 bulan sehingga perbedaan tersebut belum tampak. Berdasarkan hasil penelitian, dianjurkan untuk menggunakan antioksidan BHT sebesar 0,01% karena dengan penambahan antioksidan BHT 0,01% tersebut minyak kelapa olahan petani dapat bertahan hingga 3 bulan. Tanpa penambahan antioksi dan penyimpanan minyak kelapa hanya bertahan selama 2 bulan.

  Minyak kelapa sebenarnya sudah mengandung antioksidan alami, salah satu antioksidan alami adalah tokoferol, namun antioksidan ini jumlahnya sangat terbatas, sehingga untuk mencegah kerusakan minyak dari pengaruh oksidasi udara akibat penyimpanan yang lama perlu dilakukan usaha untuk mengatasinya, yaitu dengan penambahan antioksidan dari luar.

  Antioksidan sintetik yang dapat digunakan adalah Butil Hidroksi Toluen (BHT ), Profil Galat (PG), Tersier Butilhidroksiqinon (TBHQ) (Woodroof, 1979). Dalam tulisan Nenadis, Zafiropoulou dan Tsimidou (2003) juga disebutkan bahwa antioksidan sintetik yang banyak digunakan untuk menjaga ketengikan adalah BHA, BHT dan TBHQ. Disebutkan bahwa penggunaan BHT dan TBHQ adalah yang paling efektif dengan penggunaan paling sedikit. Selain itu, dalam penelitian Nuraeni (2010) disebutkan bahwa penggunaan BHA+BHT, BHA+PG, dan BHT+PG masing-masing dengan konsentrasi 0,02 ; 0,04 dan 0,06 % b/v secara sinergis menunjukkan bahwa urutan keefektifan antioksidan dalam menghambat ketengikan adalah BHA+BHT > BHA+PG > BHT+PG. Aktivitas BHT sebagai antioksidan juga banyak didukung oleh berbagai penelitian terbaru, diantaranya yang dikemukakan oleh Istinganah (2010), yang menyebutkan bahwa penambahaan BHT sebesar 0,08 (b/v) dapat menghambat terjadinya ketengikan minyak.

  Selain itu, penggunaan BHT pada makanan dinyatakan relatif aman untuk konsumsi, seperti yang diungkap oleh Jegtvig (2009) karena kinerja BHT hampir mirip seperti kinerja vitamin E. Jongjareonrak, Benjakul, Visessanguan dan Tanaka (2008) telah pula meneliti penggunaan bersama α-tokoferol dan BHT sebagai antioksidan pada gelatin ikan, masing-masing dengan konsentrasi 200 ppm. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pemberian BHT sangat berpengaruh nyata pada penyimpanan bungkil kelapa (Yudhaningtyas, 2008).

  Penelitian lain di tahun 2006 juga menyebutkan bahwa penggunaan BHT dapat meningkatkan stabilitas minyak makan seperti yang dilaporkan oleh Bera, Lahiri, dan Nag (2006). Selain itu, aktivitas antioksidan sintetik seperti BHT juga dapat diambil dari bahan alami seperti buah

  Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 13 Nomor 2, September 2012, 88-93

  pome dengan aktivitas antioksidan yang mirip, seperti yang disebutkan dalam penelitian Naveena , Sen, Vaithiyanathan, Babji dan Kondaiah (2008).

  KESIMPULAN

  Dari hasil pengujian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penambahan antioksidan BHT dapat menghambat derajat ketengikan minyak kelapa olahan petani selama penyimpanan 1, 2 dan 3 bulan. Dengan penggunaan antioksidan BHT 0,01%, sudah cukup efektif untuk menghambat kenaikan derajat ketengikan minyak kelapa olahan petani selama penyimpanan 3 bulan. Selain itu penggunaan antioksidan BHT untuk menghambat ketengikan makanan juga aman karena kinerjanya yang mirip dengan vitamin E alami. Dengan demikian perlu dilakukan sosialisasi penggunaan antioksidan BHT dalam pembuatan minyak olahan yang memiliki masa simpan lama dan relatif aman untuk dikonsumsi masyarakat.

  REFERENSI

  Jongjareonrak, A., Benjakul, S., Visessanguan, W., & Tanaka, M. (2008). Antioxidative activity and properties of fish skin gelatin films incorporated with BHT and α-tocopherol. Food Hydrocolloids, 22(3), 449-458.

  Naveena , B.M., Sen, A.R., Vaithiyanathan, S., Babji, Y., & Kondaiah, N. (2008). Comparative efficacy of pomegranate juice, pomegranate rind powder extract and BHT as antioxidants in cooked chicken patties. Meat Sciences, 80, 1304-1308. Bera, D., Lahiri, D., & Nag, A. (2006). Studies on a natural antioxidant for stabilization of edible oil and comparison with synthetic antioxidants. Journal of Food engineering, 74(4), 542-545. Istinganah, S. (2010). Pengaruh suhu pemanasan dan penambahan antioksidan BHT (butyl

  hydroxytoluene) terhadap tingkat ketengikan pada minyak jagung. Diunduh 28 Januari 2011, dari http://eprints.uny.ac.id/1552/ .

  Jegtvig, S. (2009). BHA and BHT. About.com Guide. Diunduh tanggal 9 Januari 2011, dari http://nutrition.about.com/od/changeyourdiet/a/bhabht.htm . Ketaren, S., (1986). Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UI. Press. Masruhim, MA., (2006). Metodelogi penelitian. Diktat Bahan Ajar, Program Studi Kimia FKIP Unmul.

  Samarinda: Universitas Mulawarman. Nenadis, N., Zafiropoulou, I., & Tsimidou, M. (2003). Commonly used food antioxidants: a comparative study in dispersed systems. Food Chemistry, 8(3), 403-407.

  Nuraeni, U. (2010). Pengaruh butylated hydroxyanisole (Bra), butylated hydroxytoluene (Bht), dan

  propylgallate (Pg) secara sinergis terhadap tingkat ketengikan minyak kelapa sawit. Diunduh 28 Januari 2011, dari http://eprints.uny.ac.id/1727/ .

  SII, (1990). Cara uji minyak dan lemak. Jakarta: Departemen Perindustrian RI.

  nd

  Steel R.G.D, & Torrie, J.H. (1981). Principle and prosedures of statistics (2 ed). USA: McGraw-Hill Book Company. Suhardiman, P. (1985). Kelapa hibrida. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

  nd

  Woodroof. (1979). Tree nuts: Production, processing, products. (2 ed). Westport Connecticut: AVI Publishing Company, Inc. Yudhaningtyas, R.D.M., (2008). Pengaruh pemberian level BHT dan lama penyimpanan pada kadar air. Diunduh 9 Januari 2011, dari http://pakan-ternak.ub.ac.id/index2.php?option=

  com_content&do_pdf=1&id=62 .