KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

  1 Ramlani Lina Sinaulan

Abstract: Therapeutic communication is a mutual interaction

between nurses and patients in the communication process that

aims to solve the problems facing the patients. This article explores

the therapeutic communication from the Islamic perspective.

Therapeutic communication will be more meaningful when a nurse

interacts directly with the patient, especially through strengthening

of the spiritual elements that will be a positive suggestion for

recovery. In this case, the nurse made himself or herself therapeutic

through the optimal use of various communication techniques with

the aim of leading the patient’s behavior toward a positive direction

through strengthening the religious values.

  

Keywords: Therapeutic Communication, Behavior Change, Religious

Values

Abstrak: Komunikasi terapeutik merupakan interaksi bersama

antara perawat dan pasien dalam proses komunikasi yang bertujuan

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien. Artikel

ini mengeksplorasi komunikasi terapeutik dalam perspektif Islam.

Komunikasi terapeutik akan lebih bermakna apabila seorang

perawat berinteraksi langsung dengan pasien, terlebih dengan

penguatan unsur-unsur spiritual yang akan menjadi sugesti positif

untuk kesembuhannya. Dalam hal ini, perawat menjadikan dirinya

secara terapeutik melalui berbagai teknik komunikasi secara optimal

dengan tujuan mengubah perilaku pasien ke arah yang positif

melalui penguatan nilai-nilai agama.

  

Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Perubahan Perilaku, Nilai-nilai

1 Agama

Dosen Tetap Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta,

e-mail: linasinaulan@gmail.com

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN)

Jurnal Komunikasi Islam | ISSN 2088-6314

  

Sunan Ampel Surabaya-Asosiasi Profesi Dakwah Islam Indonesia Ramlani Lina Sinaulan PENDAHULUAN

  Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan menjalankan seluruh aktivitasnya sebagai individu dalam kelompok sosial, komunitas, organisasi maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia berinteraksi dengan sesamanya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menghindari dari suatu tindakan yang disebut komunikasi. Komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem verbal (kata-kata), verbal dan nonverbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/ tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). Disadari atau tidak, komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri.

  Pada sisi lain, untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab, diperlukan saling pengertian diantara sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini komunikasi memainkan peranan penting, apalagi bagi manusia modern. Manusia modern adalah manusia yang cara berpikirnya berdasarkan logika, rasionalitas atau penalaran dalam menjalankan segala aktivitasnya. Keseluruhan aktivitas itu akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi antarpribadi. Berhasil atau tidaknya suatu komunikasi ialah apabila kita mengetahui dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi (Nugroho, 2009: 12).

  Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan bagi Abdalati (1989) komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar. Untuk itu menurut Johnson (1989), perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang / cinta dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Purba, 2003: 1).

  Makna Komunikasi Pengertian etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos.

  Berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk. Komunikasi berasal dari perkataan Yunani, yaitu communicare yang bermaksud menjadikan sesuatu itu milik bersama di mana penyampai menyampaikan sesuatu

  

message kepada pendengar, pendengar pula bertindak dengan memberi

  maklum balas yang berkesesuaian. Bagi Mufti (2015) bahwa bercakap, mendengar, menonton, membaca, menulis, berdo’a, menilai diri dan sebagainya juga adalah aktivitas komunikasi.

  Menurut Haffied Cangara bahwa komunikasi adalah suatu bentuk interaksi antar manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, baik sengaja maupun tidak dengan sengaja (1998: 19). Namun, bentuk dari komunikasi tersebut tidak terbatas hanya pada komunikasi Ramlani Lina Sinaulan

  yang menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi, baik berupa ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.

  Komunikasi Islam

  Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika yang berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).

  Dalam Al-Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hamba-Nya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku- buku tafsir. Penerapan komunikasi Islam terdapat dalam ayat-ayat Al- Qur’an seperti QS An-Nahl: 125, QS Al-Baqarah: 83, QS Ali Imran: 154, QS An-Naba’: 2-3, QS Al-Furqan: 63, QS Fussilat: 33, QS An-Nisaa: 154, QS Al-‘Ankabuut: 460 dan masih banyak lagi lainnya. Ayat-ayat diatas memberikan penegasan tentang esensi (hakikat) komunikasi Islam sampai kepada tahap pelaksanaannya.

  Selain itu, kita mendapati Rasulullah SAW dalam berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan umatnya. Komunikasi Rasulullah sudah terkumpul dalam ratusan ribu hadits yang menjadi penguat, penjelas Al

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  Qur’an dan sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Di dalam hadits, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Misalnya, pertama, qulil

  

haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang benar walaupun pahit

  rasanya). Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila benar kalau tidak bisa,diamlah). Ketiga, laa takul qabla tafakkur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu). Keempat, Nabi menganjurkan berbicara

  yang baik-baik saja

  , sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir

  

dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu

sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak

hadir”

  . Kelima, selanjutnya Nabi SAW berpesan, “Sesungguhnya Allah

  

tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkirkan-balikkan

fakta (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput

dengan lidahnya”

  . Pesan Nabi tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami (Fitriyani, 2016 : 1).

  Komunikasi Terapeutik Komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan.

  ”Communication is the of sending and receiving messages” (Burce dkk. 2003:3). Melalui proses tersebut, informasi dan pemahaman diteruskan dengan menggunakan simbol-simbol. Proses tersebut terdiri dari lima elemen, yaitu komunikator, pesan, media, penerima dan umpan balik. “The General

  

process of communication contains five elements: the comunicator, the message, the 2 2 medium, the receiver, and feedback .”

Gibson dkk., (2009:429). menjelaskan lebih detil dalam kerangka kerja organisasi Ramlani Lina Sinaulan

  Dalam komunikasi keperawatan, untuk mengeliminasi kemungkinan pertentangan pemaknaan antara perawat dan pasien, dikembangkan suatu konsep komunikasi yang dikenal sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik ialah komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik ialah komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien. Komunikasi terapeutik merupakan interaksi bersama antara perawat dan pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien. Dalam hal ini

  Stuart G.W dan Sundeen S.J (1995) menyatakan bahwa komunikasi

  terapeutik

  merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku,

  

keperawatan sebagai berikut; Communicator, is a nurse with ideas, intentions,

information, and a purpose for communicating. Message, The result of the encoding

process is the message. The purpose of the communicator is expressed in the form

of the message - either verbal or nonverbal. Nurses have numerous purposes for

communicating, such as to have others understand their ideas, to understand the

ideas of others, to gain acceptance of themselves or their ideas, or to produce action.

Medium, The medium is the carrier of the message- the means by which the message

is sent. Organizations provide information to members in a variety of ways, including

face-to-face communication. Decoding/Receiver, For the process of communication to

be completed, the message must be decoded so it’s relevant to the receiver. Decoding,

a technical term for the receiver’s thought processes, involves interpretation. Receivers

interpret (decode) the message in light of their own previous experiences and frames

of reference. This underscores the importance of the communicator being “receiver-

oreinted.”Feedback, One-way communication processes do not allow receiver-to-

communicator feedback, in-creasing the potential for distortion between the intended

message and the received message.

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

  Hubungan antara pasien dan perawat yang bersifat terapeutik dapat diidentifikasikan melalui tindakan yang diambil oleh perawat dan pasien yang dimulai dengan tindakan perawat, respon pasien dan tujuannya, serta transaksi timbal balik untuk mencapai tujuan hubungan. Komunikasi

  terapeutik

  terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh kelompok profesional melalui pendekatan pribadi berdasarkan perasaan dan emosi serta berdasarkan rasa saling percaya di antara kedua pihak yang terlibat dalam komunikasi.

  Menurut Mahmud Machfoedz terdapat perbedaan antara komunikasi sosial dengan komunikasi terapeutik, yakni:

  1. Perawat mengenal dengan baik pribadi pasien serta memahami dirinya dengan nilai-nilai yang dianutnya.

  2. Komunikasi diterapkan dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling menghargai.

  3. Perawat mampu memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.

  4. Perawat menyadari pentingnya kebutuhan pasien, baik fisik maupun mental.

  5. Perawat mampu menciptakan suasana yang dapat memotivasi pasien untuk mengubah sikap dan perilaku, sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

  6. Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.

  7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat Ramlani Lina Sinaulan

  mempertahankan konsistensi.

  8. Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan bukan terapeutik.

  9. Kejujuran dan keterbukaan komunikasi mer upakan dasar hubungan terapeutik.

  10. Mampu memerankan model, agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.

  11. Perawat harus mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien untuk berkembang tanpa rasa takut.

  12. Perawat perasa puas dapat menolong orang lain secara manusiawi.

  13. Memperhatikan etika dengan cara berusaha sekuat daya setiap mengambil keputusan didasarkan atas prinsip kesejahteraan manusia. (2009:106)

  Guna memenuhi karakteristik tersebut, dalam komunikasi dengan pasien, perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai teknik komunikasi seoptimal mungkin dengan tujuan mengubah perilaku pasien ke arah yang positif. Untuk dapat menerapkan komunikasi dengan efektif, perawat harus mempunyai keterampilan yang memadai dan memahami dirinya dengan baik.

  Perawat harus menganalisis dirinya secara sadar, agar mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikannya, baik secara verbal maupun nonverbal, harus bertujuan

  

terapeutik bagi klien. Analisis hubungan akrab yang bersifat terpeutik perlu

  dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan, dan menentukan

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi klien dengan berdasarkan tempat dan saat yang tepat.

  Setiap aktivitas keperawatan senantiasa diawali dengan komunikasi antara perawat dan pasien dengan tujuan untuk menjalin hubungan antarpribadi, agar proses keperawatan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Dalam komunikasi terapeutik, Taylor, Lilis dan LeMone (1993) menyatakan bahwa hubungan yang dilakukan bertujuan memberi pertolongan untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasien. Alat yang efektif dalam hal ini adalah pribadi perawat. Terkait dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien. Oleh karenanya, perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.

  Analisis Komunikasi Teraupetik

  Sebelum melakukan komunikasi, perawat harus terlebih dahulu melakukan analisis diri. Analisis ini meliputi kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan menjadi model, dan rasa tanggung jawab.

  a. Kesadaran Diri Perawat sebagai instrumen dalam komunikasi terapeutik harus mampu mengenal pribadinya dengan baik. Ia harus sadar siapa dirinya. Ramlani Lina Sinaulan

  Kesadaran diri ini diharap dapat menjadikannya dapat menerima secara obyektif perbedaan dan keunikan klien. Kesadaran diri berpengaruh terhadap komunikasi terapeutik.

  Tentang kesadaran diri Johari Window mengemukakan teori yang dikenal sebagai teori Self Disclosure sebagaimana yang digambarkan dalam tabel di bawah.

  Tabel tersebut meng gambarkan terjadinya per ubahan satu kuadran yang akan berpengaruh pada kuadran yang lain. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dari pergeseran masing-masing kuadran (dalam Littlejohn 2005: 321):

  1. Apabila kuadran I diperbesar maka individu ini cenderung

  extrovert

  , bersikap terbuka pada orang lain dengan ditandai ciri-ciri yang meliputi periang, mudah akrab, ramah, pemurah, banyak teman dan menyenangkan.

  2. Apabila kuadran II diperbesar, maka individu ini suka menonjolkan diri, merasa super, kurang mampu introspeksi sehingga selalu merasa benar, dan tidak mampu mengenali diri sendiri.

  3. Apabila kuadran III diperbesar. Maka individu ini nampak introvert, pendiam, suka menyendiri, dan lebih banyak menyimpan rahasia.

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  4. Apabila kuadran IV diperbesar, maka individu ini tidak banyak dikenal orang lain, namun ia banyak mengetahui tentang orang lain sehing ga tidak banyak orang yang mengenal dirinya. Orang lain bahkan tidak mengenal dirinya sendiri.

  Kesadaran seseorang dapat dikembangkan dengan cara mengenali diri sendiri, belajar dari pihak lain, dan bersikap terbuka terhadap informasi atau perubahan yang terjadi. Kesadaran ini menentukan pola interaksi yang dibangun antara komunikator dan komunikan, antara perawat dan klien. Dari kesadaran diri yang baik dapat tercipta hubungan terapeutik yang saling memuaskan.

  b. Klarifikasi Nilai Kenyamanan dan kepuasan terhadap sistem nilai yang dianut oleh seorang perawat merupakan modal yang berharga dalam melakukan komunikasi terapeutik. Perawat akan lebih siap untuk mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan nilai yang dimilikinya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dan pasien tidak terganggu.

  c. Eksplorasi Perasaan Perawat perlu bersikap terbuka dan menyadari perasaannya serta mengendalikannya sehing ga dirinya dapat menjadi komunikator terapeutik. Jika perawat mampu untuk bersikap terbuka maka ia akan mendapat dua informasi penting: respon pasien terhadap dirinya, dan cara ia tampil di hadapan klien. Dengan demikian perawat dapat menyadari responnya terhadap pasien dan mengontrol penampilannya. Ramlani Lina Sinaulan

  Dari ungkapan perasaan pasien tersebut, perawat dapat mengidentifikasikan apakah perasaan pasien bersifat positif atau negatif. Jika perasaan pasien positif maka perawat dapat mendukung dan mengembangkannya, sebaliknya apabila perasaan pasien negatif maka perawat perlu mengarahkannya dan memberikan alternatif agar pasien dapat mengelola perasaannya.

  d. Kemampuan Menjadi Model Komunikasi antara perawat dan pasien tidak akan optimal apabila tidak didasarkan pada kebiasaan yang baik dalam bidang kesehatan. Perawat tidak dapat memberikan batasan yang jelas antara peran profesional dan kehidupan pribadi karena ia merupakan instrumen dalam komunikasi terapeutik.

  Kemampuan menjadi model merupakan suatu bentuk tanggung jawab perawat berkenan dengan berbagai hal yang disampaikan kepada pasien. Pada saat berkomunikasi dengan klien ada dua dimensi yang perlu diperhatikan oleh perawat, yakni hadir secara utuh baik secara fisik maupun secara psikologis di depan klien. Di samping mengetahui teknik komunikasi yang baik, perawat harus juga mengetahui dengan baik sikap dan penampilannya dalam berkomunikasi sebagai berikut:

  1. Kehadiran Secara Fisik Dalam kehadiran secara fisik perawat perlu memperhatikan sikap sebagai berikut : a. Menghadap ke arah klien. Sikap ini menunjukkan kesiapan untuk membantu klien mengatasi masalah yang dihadapi.

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  b. Kontak pandang. Sikap ini mencerminkan rasa menghargai klien dan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

  c.

  Mencondongkan tubuh ke depan. Posisi ini untuk menunjukkan kepedulian dan keinginan untuk mendengarkan atau mengatakan sesuatu yang dirasakan oleh klien/pasien.

  d.

  Menjaga keterbukaan. Tidak menyilangkan kaki atau melipat tangan (bersedekap) mencerminkan keterbukaan untuk berkomunikasi. Sikap terbuka dapat meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat/petugas kesehatan.

  e.

  Bersikap tenang. Sikap ini menunjukkan sikap bahwa perawat mampu mengendalikan keseimbangan dalam merespon ungkapan yang dinyatakan oleh klien. Sikap ini sangat membantu meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat. Sikap fisik juga disebut sebagai perilaku nonverbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Perilaku nonverbal yang perlu diketahui oleh perawat meliputi gerakan mata, ekspresi wajah, dan sentuhan.

  f.

  Gerakan mata. Dengan gerakan mata perawat dapat menunjukkan perhatian kepada klien. Perawat perlu memperhatikan perkembang an kontak pandang. Misalnya, seorang bayi berusia dua bulan akan tersenyum ketika kontak pandang dengan ibunya. Klien sangat peka terhadap sikap perawat dalam memberikan pelayanan. Misalnya, perawat melotot ketika pasien tidak menghabiskan makanannya mencerminkan sikap tidak Ramlani Lina Sinaulan

  suka pada perilaku pasien.

  g. Ekspresi wajah. Ekspresi wajah pada umumnya digunakan sebagai bahasa nonverbal. Sikap tidak percaya dapat diketahui melalui ekspresi wajah yang berubah secara reflek, tanpa disadari. Perawat perlu secara sadar menjaga ekspresi wajahnya pada waktu memberikan pertolongan kepada pasien. Sebagai penolong, perawat dituntut untuk dapat menjaga ekspresi wajah yang senantiasa mencer minkan ketulusan. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, senang, dan sedih. Ekspresi wajah sering dijadikan dasar dalam menentukan pendapat antarpribadi. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi antarpribadi. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan berlangsung diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika berbicara dengan klien. Karena itu, ketika berbicara seyogyanya dilakukan dengan duduk sehingga perawat tidak tampak dominan apabila kontak mata dengan klien dilakukan dalam posisi sejajar.

  h.

  Sentuhan. Sentuhan merupakan cara berinteraksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh sentuhan ibu yang memperhatikan perasaan menerima dan mengakui keberadaan anaknya. i.

  Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  bagian yang penting dalam hubungan antar perawat dan klien. Meskipun demikian, harus memperhatikan norma sosial. Ketika memberikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien seperti ketika memandikan atau membantu mengenakan pakaian. Perlu disadari bahwa dalam keadaan sakit menjadikan klien bergantung kepada pertolongan perawat sehingga sulit untuk menghindari sentuhan. Meskipun sentuhan banyak membantu klien, penerapan sentuhan perlu memperhatikan apakah sentuhan yang dilakukan oleh perawat dapat dimengerti dan dipahami oleh klien. Karena itu sentuhan harus dilakukan deng an memperhatikan ke pekaan dan pentingnya bersikap hati-hati.

  2. Kehadiran Diri Secara Psikologis Egan (dalam Kozier dkk. 2004: 99) mengemukakan bahwa kehadiran itu sangat penting, hal ini untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Kehadiran secara psikologis dapat diklasifikasikan dalam 2 dimensi: dimensi respon dan dimensi tindakan.

  3. Dimensi Respon Dimensi respon ialah sikap perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi ini berupa respon perawat yang tulus, menghargai, empatik, dan konkrit. Dimensi respon dapat berupa; Pertama, Ketulusan. Sikap Ramlani Lina Sinaulan

  perawat yang tulus dapat diungkapkan dengan keterbukaan, kejujuran, keikhlasan dan peran aktif dalam berkomunikasi dengan klien. Respon yang tulus tidak mencer minkan kepura-puraan dan diungkapkan secara spontan sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya. Misalnya sapaan kepada pasien sebagai berikut :“Bu, saya suster Anita yang

  dinas pada shift ini. Kalau ibu memerlukan bantuan silakan pencet tombol ini.” Kedua

  , Menghargai. Perawat menerima klien apa adanya, tidak bersifat memvonis, mengkritik, mengejek atau menghina. Rasa menghargai dapat diungkapkan dengan duduk dan diam di samping klien yang sedang menangis, meminta maaf atas hal yang tidak disukai klien, dan memenuhi permintaan klien untuk tidak menanyakan peng alaman tertentu. Secara psikologis sikap ini dapat menjadikan klien merasa nyaman dan meningkatkan harga dirinya. Misalnya dengan mengatakan, “Kami percaya anda mampu menerima kenyataan ini

  dengan ikhlas, kami menghargai apapun yang menjadi pilihan anda.” Ketiga , Empati. Sikap ikut merasakan suasana hati klien dan

  memandang permasalahan dari sudut pandang klien akan memudahkan identifikasi per masalahan yang dihadapi. Perilaku yang menunjukkan empati meliputi beberapa sikap sebagai berikut :

  1. Memperkenalkan diri kepada klien

  2. Mencondongkan badan ke arah klien

  3. Merespon secara verbal terhadap pendapat klien

  4. Kontak pandang dan merespon isyarat nonverbal klien

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  5. Menunjukkan perhatian, minat, ketulusan melalui ekspresi wajah

  6. Nada suara yang konsisten dengan ekspresi wajah

  Keempat , Konkrit. Perawat meng gunakan istilah yang

  khusus dan jelas deng an tujuan untuk menghindari keraguan dan ketidakjelasan dalam komunikasi. Sikap ini dimaksudkan untuk mempertahankan penjelasan yang akurat, mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien, dan mendorong klien untuk memikirkan masalah yang spesifik.

  4. Dimensi Tindakan Dimensi tindakan dan dimensi respon mer upakan dua faktor yang tidak terpisahkan. Tindakan yang dilakukan harus dalam konteks perhatian dan kehangatan suasanan komunikasi. Meskipun demikian, perawat yang berpengalaman dapat segera menerapkan dimensi tindakan tanpa harus membina hubungan yang sesuai dengan dimensi respon. Dimensi tindakan meliputi unsur konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis,dan bermain peran.

  a. Konfrontasi. Konfrontasi merupakan ungkapan perasaan perawat berkenaan dengan perilaku klien yang meliputi ketidaksesuaian antara konsep diri dan idealisme diri klien, ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien, dan ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan perawat. Konfrontasi dapat kepercayaan, dan Ramlani Lina Sinaulan

  perilaku. Konfrontasi diterapkan secara tegas, bukan marah atau agresif.

  Penerapan konfrontasi perlu didahului dengan pengkajian tentang tingkat hubungan saling percaya, ketepatan waktu, dan tingkat kecemasan klien. Konfrontasi sangat diperlukan untuk memberi arahan atau nasihat kepada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum ber ubah. Misalnya, klien/pasien yang batuk karena merokok namun masih saja tetap merokok. ”Katanya batuk anda

  kambuh bila merokok. Kenapa masih juga merokok.”

  b. Keseg eraan. Kesegeraan berfokus pada interaksi perawat klien pada suatu saat. Perawat yang sensitif terhadap perasaan klien akan segera melakukan tindakan untuk menolong klien. Sikap responsif perawat dapat menenangkan perasaan klien dan keluarganya.

  c. Keterbukaan. Dalam memberikan informasi perawat harus bersikap terbuka tentang dirinya. Sifat informatif perawat akan memudahkan klien dalam mengungkapkan pengalamannya sehing ga memudahkan ter jalinnya ker jasama diantara kedua pihak dalam pelayanan keperawatan. Keterbukaan sikap di antara perawat dan pasien dapat menurunkan tingkat kecemasan baik di pihak perawat maupun klien.

  d. Emotional chatarsis. Adalah suatu kondisi yang terjadi apabila klien diminta untuk berbicara tentang hal yang dirasanya sangat mengganggu. Selanjutnya hal tersebut

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  dijadikan topik pembahasan oleh kedua pihak, antara perawat dan klien.

  e. Ber main peran. Melakukan peran pada situasi tertentu berguna untuk meningkatkan kesadaran dan berkomunikasi dan kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Seorang helper yang efektif menurut Sullivan (1971 dalam Antai Ontong 1995) memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal. Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

  Terlepas dari itu maka yang terpenting menurut Murray & Judith (1997 dalam Suryani 2005) bahwa dari akhir komunikasi adalah seorang perawat harus tahu tentang teknik menyimpulkan yang merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama.

  Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat (Suryani 2005:3).

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  Sumantri menguraikan bahwa dalam perjalanan hidupnya, manusia menjalani tiga keadaan penting : sehat, sakit, atau mati (2010:299- 304). Kehidupan itu sendiri selalu diwarnai oleh hal-hal yang saling Ramlani Lina Sinaulan

  bertentangan, yang saling berganti mengisi hidup ini tanpa pernah kosong sedikitpun. Sehat dan sakit merupakan warna kehidupan yang selalu ada dalam diri manusia selama ia masih hidup. Tetapi kebanyakan manusia memperlakukan sehat dan sakit secara tidak adil. Kebanyakan mereka menganggap sehat itu saja yang mempunyai makna. Sementara sakit hanya dianggap sebagai beban dan penderitaan, yang tidak ada maknanya sama sekali. Orang yang beranggapan demikian jelas keliru, sebab Allah SWT selalu menciptakan sesuatu atau memberikan suatu ujian kepada hambanya pasti ada hikmah atau pelajaran di balik itu semua (QS.Shaad:27).

  Walaupun begitu tidak seorang pun menginginkan dirinya sakit. Tetapi kalau penyakit itu datang, manusia tidak kuasa untuk menolaknya. Dalam keadaan sakit, seseorang-selain mengeluhkan penderitaan fisiknya- juga biasanya disertai gangguan atau guncangan jiwa dengan gejala ringan seperti : stress sampai tingkat yang lebih berat. Hal ini wajar, karena secara fisik seseorang yang sedang sakit akan dihadapkan pada tiga alternatif kemungkinan yang akan dialaminya yaitu : sembuh sempurna, sembuh disertai cacat, sehingga terdapat kemunduran menetap pada fungsi-fungsi organ tubuhnya, atau meninggal dunia. Alternatif meninggal umumnya cukup menakutkan bagi mereka yang sedang sakit, karena mereka seperti juga kebanyakan di antara kita belum siap menghadapi kematian. Kecemasan atau ketakutan pada penderita ini, dapat menyebabkan timbulnya stres psikis yang justru akan melemahkan respons imonologi (daya tahan tubuh) dan mempersulit proses penyembuhan diri. Menghadapi kondisi seperti ini bimbingan rohani sangat diperlukan agar jiwa manusia tidak terguncang, sehingga

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  ia dapat menjadi lebih kuat, yang pada akhirnya akan membantu proses kesembuhan.

  Gangguan psikis lainnya yang sering dialami oleh orang sakit adalah rasa putus asa, terutama bagi penderita penyakit kronis dan susah sembuh. Karena tipisnya akidah (keimanan), kemudian muncul keinginan untuk mengakhiri hidup dengan jalan yang tidak diridhai Allah SWT. Semua ini diakibatkan oleh hilangnya keyakinan kepada Allah SWT, sehingga terkadang ada pasien yang sengaja meninggalkan ibadah sehari-hari, seperti doa, zikir, atau shalat. Akibatnya, kondisi psikis dan keimanan serta nurani orang tersebut, semakin gersang.

  Sakit merupakan salah satu ciptaan Allah SWT. Karena itu, pasti ada hikmah di baliknya. Salah satunya hikmahnya, Allah SWT sedang menguji keimanan seseorang. Apakah dengan penyakit itu ia menjadi lebih sadar dan menjadi lebih baik, atau malah sebaliknya, menjadi kufur nikmat. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah SWT dalam QS, Al-Baqarah ayat 214 :

  

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum

datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu

sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta

diguncangkan (dengan macam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul

dan orang-orang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan

Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat .”

(QS. Al-Baqarah: 214)

  Ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kebaikan dan keburukan. Dia menguji manusia berupa kesehatan, agar mereka bersyukur dan mengetahui keutamaan Allah SWT, serta kebaikan-Nya kepada mereka. Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan seperti: sakit Ramlani Lina Sinaulan

  dan miskin, agar mereka bersabar dan memohon perlindungan serta berdoa kepadaNya.

  Dalam kehidupan ini,banyak orang yang tidak memahami makna hakiki sakit. Dalam kata lain, sedikit sekali yang mau memahami mengapa ia harus sakit, sehingga terkadang, secara tidak sadar ia menganggap bahwa penyakit yang dideritanya tersebut merupakan musibah atau kutukan Allah yang dijatuhkan kepadanya. Tidak sedikit orang yang putus asa ketika ditimpa penyakit, kehilangan pegangan, bahkan berburuk sangka kepada Allah SWT. Lalu timbul rasa tidak puas kepada Allah SWT, bahkan menganggap Allah tidak adil. Berburuk sangka dan beranggapan seperti ini, menimbulkan kebebasan psikologis, sehingga ia tidak lagi mau menjalankan kewajiban-Nya sebagai hamba Allah. Padahal di waktu sehat, ia selalu mengucapkan dalam shalatnya: “Sesungguhnya

  

shalat, ibadah, hidup, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.“

  (QS. Al-An’am:162) Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang diberikan

  Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Ketika seseorang sakit, dalam sakitnya terkandung pahala, ampunan,dan akan menginggatkan orang sakit kepada Allah SWT. Dalam konteks ini Siti Aisyah pernah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

  

“Tidak ada musibah yang menimpa diri seorang muslim, kecuali Allah

mengampuni dosa-dosanya, sampai-sampai sakitnya karena tertusuk duri

sekalipun.”(

  HR. Bukhari)

  Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW:

  

“Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya

dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya, maka dia akan

memperoleh keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang murka (tidak ridha)

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT.” (HR. Ibnu Majah

dan At-Tirmidzi)

  Rasulullah SAW juga bersabda:

  

“Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW. bersabda: Tidaklah

seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit,

gangguan menumpuk pada dirinya kecuali Allah SWT hapuskan akan

dosa-dosanya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

  Beberapa catatan yang dapat diperoleh dari hadis tersebut, antara lain bahwa mereka yang terkena penyakit, jika dia sabar, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Karena sakit, merupakan ujian yang Allah berikan kepada semua makhluk-Nya di muka bumi ini. Dalam kata lain, Allah SWT menciptakan cobaan dalam bentuk rasa sakit, bertujuan antara lain, untuk mengingat. Karena itu, Allah SWT memberikan penyakit agar setiap insan menyadari bahwa selama ini dia telah diberikan berupa kesehatan yang begitu banyak. Namun, kesehatan yang dimilikinya sering diabaikan,bahkan mungkin disia-siakan. Padahal, sehat merupakan harta tak ternilai harganya.

  Di samping itu, sakit yang diberikan Allah SWT juga dapat dimaknai sebagai peringatan yang diberikan Allah kepada manusia atas segala dosa dan perbuatan jahatnya selama hidup di dunia. Kalau sebelumnya, seorang manusia banyak berbuat kesalahan tidak berpikir dosa dan pahala, maka di saat sakit, biasanya manusia teringat dosa, sehingga ia berusaha mendekatkan diri kepada Allah untuk bertobat dan memohon ampunan kepadanya.

  Melalui komunikasi terapeutik, dengan pemahamannya tentang promosi kesehatan perawat dapat meyakinkan kepada pasien bahwa sering ada persepsi yang keliru tentang takdir sehingga mengakibatkan Ramlani Lina Sinaulan

  sikap anti usaha dan tidak semangat terhadap upaya-upaya produktif. Dalam hal kesehatan dan proses medis, ada yang beranggapan salah bahwa usaha ini bertentangan dengan takdir (ketentuan Allah). Ketika ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang pengobatan, katanya: “Wahai Rasulullah, apakah obat-obatan, usaha menjaga kesehatan,

  

tindakan preventif dari penyakit, merupakan penolakan terhadap takdir Allah?”

Rasulullah SAW menjawab: “Semua itu adalah takdir Allah juga.” (HR.

  Ahmad,Ibnu Majah, dan Al-Hakim) Tidak sekedar anjuran teoritis, Rasulullah SAW pernah memanggil tabib (dokter) untuk mengobati Ubay bin Kaab. Rasulullah SAW sendiri mendatangi seorang tabib saat sakit dan mengatakan:

  

“Siapa di antara kalian yang paling pandai dalam ilmu pengobatan?

Salah seorang mereka berkata: Apakah ilmu pengobatan (kedokteran)

ada manfaatnya wahai Rasulullah? Rasulullah SAW menjawab: Dzat

yang menurunkan penyakit telah pula menurunkan obatnya.”

  (HR.

Imam Malik dalan kitab al-muwatha’). “Setiap penyakit itu ada

obatnya, apabila penyakit itu telah kena obat, ia akan sembuh dengan

izin Allah SWT.” (HR. Imam Muslim dan Ahmad)

  Selain itu, Isa bin Abdur-Rahman pernah mengisahkan:

“Saya pernah menjenguk Abdullah bin Ukaim ketika ia sakit.

  

Kemudian ada yang memberikan kepadanya saran, agar ia mengalungkan

sesuatu (jimat) agar segera sembuh. Lalu Abdullah menjawab: “Apakah

aku akan mengalungkan suatu jimat?” Padahal Rasulullah SAW

bersabda: “Barang siapa yang mengalungkan sesuatu maka dirinya telah

dipasrahkan kepadanya (bukan kepada Allah).”

  (HR. Imam Ahmad)

  Karena dalam banyak hadisnya, Rasulullah mengajarkan umatnya untuk berdoa minta kesehatan dan keselamatan. Hal itu bukan

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  merupakan perlawanan terhadap takdir ketentuan Allah SWT, melainkan bentuk usaha positif. Dalam konteks ini ada baiknya dipahami teks yang kerap dijadikan doa ini sebagai berikut :

  

“Ya Allah Rabb manusia, hilangkan mara bahaya, sembuhkanlah

penyakitku, Engkau adalah Dzat yang menyembuhkan. Tidak ada

obat dapat menyembuhkan melainkan obat-Mu, ia adalah obat yang

tidak meninggalkan penyakit.” “Ya Allah, sehatkan badanku, sehatkan

telingaku, sehatkan penglihatanku, jadikan semua itu pewaris hidupku.”

  Dewasa ini banyak kisah menarik yang menunjukkan kekuasaan Allah terhadap kesembuhan seseorang. Meski secara medis agak sulit dipahami, tetapi karena ia melakukannya dengan ikhlas, maka Allah mendengar permohonannya, sehingga pasien yang lama tak sadarkan diri, segera sadar. Hal ini sekali lagi menunjukkan kebesaran Allah SWT dalam menerima upaya manusia untuk proses penyembuhan. Jadi, doa, memiliki makna sangat positif, tidak hanya bagi kesembuhan pasien, juga bagi dokter. Karena doa akan menambah keimanannya kepada kekuasaan dan takdir Allah SWT.

  Untuk itulah maka, komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien. Seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri.

  Pada kasus semacam ini komunikasi terapeutik yang dilakukan seorang perawat dengan bekal rohani dan nilai Ke-Islaman yang Ramlani Lina Sinaulan

  mumpuni dapat berperan. Tujuannya menolong pasien dan memperbaiki problem emosinya dalam rangka menuju kesembuhan. Perawat bisa meletakkan diri dalam proses pendekatan pribadi kepada pasien berlandaskan perasaan, emosi serta rasa saling percaya di antara kedua pihak yang terlibat dalam komunikasi. Pada prosesnya menurut Poter dan Perry (1993:89) bahwa komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang, tahapannya yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok.

  Kesimpulan

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa implementasi komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien, akan bermakna sangat besar apabila perawat memahami ilmu komunikasi. Terutamanya mengenai komunikasi terapeutik, serta pemahamannya tentang promosi kesehatan dalam perspektif Islam. Komunikasi terapeutik ialah komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik ialah komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien. Komunikasi terapeutik merupakan interaksi bersama antara perawat dan pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien.

  Hubungan antara pasien dan perawat yang bersifat terapeutik dapat diidentifikasikan melalui tindakan yang diambil oleh perawat dan pasien yang dimulai dengan tindakan perawat, respon pasien dan tujuannya, serta transaksi timbal balik untuk mencapai tujuan hubungan. Komunikasi

  

terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh

  kelompok profesional melalui pendekatan pribadi berdasarkan perasaan dan emosi serta berdasarkan rasa saling percaya di antara kedua pihak

  Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam

  yang terlibat dalam komunikasi. Sebelum melakukan komunikasi, perawat harus terlebih dahulu melakukan analisis diri. Analisis ini meliputi kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan menjadi model, dan rasa tanggung jawab.

  Dalam kehidupan ini,banyak orang yang tidak memahami makna hakiki sakit. Dalam kata lain, sedikit sekali yang mau memahami mengapa ia harus sakit, sehingga terkadang, secara tidak sadar ia menganggap bahwa penyakit yang dideritanya tersebut merupakan musibah atau kutukan Allah yang dijatuhkan kepadanya. Tidak sedikit orang yang putus asa ketika ditimpa penyakit, kehilangan pegangan, bahkan berburuk sangka kepada Allah SWT. Lalu timbul rasa tidak puas kepada Allah SWT, bahkan menganggap Allah tidak adil.

  Dalam pandangan Islam, penyakit merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Ketika seseorang sakit, dalam sakitnya terkandung pahala, ampunan,dan akan menginggatkan orang sakit kepada Allah SWT. Melalui komunikasi

  terapeutik