MAKALAH TEORI AKUNTANSI ASET (1)

MAKALAH TEORI AKUNTANSI
"ASET"

KELOMPOK 6 :
Imam taufik

25108

Burhanuddin Primantara K

27572

Farkhan Adi N

27256

Muhammad Asalin A

27291

Gilang Dwiki P


27360

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara
Yogyakarta
2017

Definisi Aset
Paton
“Kekayaan adalah sesuatu dalam bentuk barang atau lainnya yang dimiliki perusahaan tertentu
yang mempunyai nilai bagi perusahaan”
Sprague
“Aset merupakan sekumpulan jasa yang akan diterima”
Canning
“Aset merupakan sejumlah jasa yang terpisah Yang merupakan milik perusahaan”
Paton & Littleton
“Aset merupakan sejumlah potensi jasa yang dapat d dipertukarkan yang memberikan potensi
jasa yang lain bagi perusahaan”
Vatter
“Aset merupakan sejumlah potensi jasa yang dapat diubah, dipertukarkan dan disimpan untuk

dimasa yang akan datang”

The IASB (AASB) Framework for the Preparation and Presentation of FInancial Statements
(paragraf 49) mendefinisikan asset sebagai berikut:
“Aset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu dan
memberikan manfaat ekonomi di masa yang akan datang.”
Definisi aset berkaitan erat dengan karakteristik berikut:
1.
2.
3.
4.

Manfaat Ekonomi di Masa Yang Akan Datang (Future Economic Benefits)
Dikuasai atau Dikendalikan Entitas (Control by An Entity)
Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu (Past Events)
Dapat Dipertukarkan (Exchangeability)

1. Manfaat ekonomi di masa yang akan datang (Future Economic Benefit)
 Aktivitas yang menghasilkan uang
 Mempunyai potensi dalam memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak

langsung dalam memberikan kas atau ekuivalen dengan kas pada badan usaha.
 Memberikan kontribusi sebagai pendapatan

 Kemampuan mengurangi arus kas keluar
 Membantu organisasi dalam mencapai tujuan
Manfaat ekonomi berkaitan dengan sumber daya ekonomik. Karakteristik Sumberdaya
ekonomik:
 Mempunyai keterbatasan (tidak semua orang dengan mudah mendapatkannya)
 Mempunyai utilitas yaitu manfaat ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomi di
masa mendatang yang cukup pasti. FASB menyatakan bahwa aset adalah sumber
ekonomi karena potensi jasa atau utilitas yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau
kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk
mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomi yaitu konsumsi, produksi, dan
pertukaran.
Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena apa yang dapat dibeli atau
karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat di tukarkan dengan
potensi jasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan
ekonomiknya. Kemampuan ini disebut dengan daya beli atas sumber ekonomik
(command over resources). Daya beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomik masa

datang.
Peirson memberikan contoh konsep dari jasa masa depan:
Kendaraan bermotor yang dimiliki oleh perusahaan adalah aset, bukan karena kendaraan
bermotor adalah benda fisik, tetapi karena dapat memberikan manfaat di masa depan
dalam bentuk transportasi. Persediaan adalah aset,karena dapat memberikan manfaat
ekonomi di masa depan dari penjualan.
2. Dikuasai atau Dikendalikan Entitas (Control by an Entity)
Manfaat ekonomi harus dikendalikan oleh badan yang bersangkutan untuk
memenuhi syarat sebagai aset. Kepemilikan mempunyai makna yuridis atau legal, yaitu
untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik. Kontrol
pemilik memiliki harta tidak mutlak.
Sebagai contoh, pemerintah bisa melarang kepemilikan atau pembuatan produk
tertentu. Melalui kekuatan, ia dapat membatalkan kontrol seseorang atas harta. Hal ini
juga dapat menyita properti untuk pajak, mendikte metode operasi dan permintaan bahwa
produk dan aset sesuai dengan standar tertentu atau bahwa mereka digunakan untuk
tujuan tertentu saja.
Kepemilikan rumah Anda, misalnya, tidak memberikan Anda hal untuk
menggunakannya untuk tujuan komersial seperti butik atau kafe kecuali diizinkan oleh
peraturan pemerintah setempat. Bahkan dalam kasus dimana ada peraturan tertentu atau


patung ada, opini publik dapat memberikan suatu pengekangan kuat sehingga, pada
dasarnya, mengendalikan entitas atas aset adalah terbatas. Oleh karena itu, hak suatu
entitas untuk menggunakan atau mengendalikan aset tidak pernah mutlak.
Hak untuk menggunakan atau mengendalikan aset sebagaimana tercantum dalam definisi
tersebut tidak berarti bahwa suatu entitas harus dapat melakukan apa pun yang benarbenar menyenangkan dengan aset.
Kepemilikan sering bersamaan dengan kontrol, tetapi bukan merupakan
karakteristik penting dari aset.Misalnya, pertimbangkan agen yang memiliki barang
untuk dijual atas nama pelaku. Barang tersebut bukan milik agen, tetapi agen memiliki
kontrol kepemilikan untuk menjual barang tersebut. Seperti dalam kasus perjanjian sewa
menyewa. Konsep hukum yang digunakan dalam akuntansi hanya sebagai pedoman saja.
Tujuan akuntansi tidak tercapai dengan berfokus pada ketepatan konsep hukum,
melainkan, dengan berkonsentrasi pada substansi ekonomi dari transaksi dan peristiwa
yang mempengaruhi kinerja keuangan dan kondisi perusahaan.

3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu (Past Events)
Aset harus dikontrol oleh entitas pelaporan sebagai akibat peristiwa masa lalu.
Sebagai contoh, mesin yang sudah diakuisisi oleh perusahaan adalah aset, tetapi sebuah
mesin yang akan diperoleh sesuai untuk anggaran bukanlah aset sampai telah diakuisisi,
sejak peristiwa, transaksi pembelian, belum terjadi .
Transaksi kejadian di masa lalu merupakan syarat perlu (necessary condition)

tetapi tidak merupakan syarat cukup (sufficient condition) untuk pengakuan aset. Syarat
perlu ditetapkan agar tidak terjadi pengakuan aset yang bersifat historis. Contoh,
peganggaran pembelian mesin yang disetujui dalam RUPS tidak dengan sendirinya
menimbulkan aset sebelum ada transaksi pembelian. Walaupun bencana alam dapat
menghilangkan atau menurunkan manfaat ekonomik di masa yang akan datang, suatu
kesatuan usaha tetap dapat menguasai dan melaporkan aset kalau bencana tersebut belum
terjadi. Aset dapat dipengaruhi oleh keadaan di luar kemampuan kesatuan usaha untuk
mengendalikannya, contohnya adalah kenaikan harga, perubahan tingkat bunga,
pertumuhan alamiah (akresi), penyusutan (shrinkage), pencurian,huru-hara, kecelakaan
dan bencana alam.

4. Dapat Dipertukarkan (Exchangeability)
 Dapat dipertukarkan berarti item tersebut dipisah dari perusahaan, dan bahwa nilai
disposalnya terpisah dari nilai perusahaan.Asset yang secara khusus terpegaruh oleh
kondisi tersebut adalah goodwill, karena tidak dapat dijual secara terpisah dengan
aset lainnya.

 Mac Neal menyatakan bahwa barang yang tidak dapat dipertukarkan berarti tidak
mempunyai nilai ekonomik, karena tidak ada pasarnya.
 Chambers juga berpendapat bahwa dalam menentukan posisi keuangan melibatkan

pengukuran dari nilai aset dan utang, namun goodwill masuk ke dalam evaluasi
bukan pengukuran. Nilainya hanya bisa dihitung secara antisipatif.
 Dalam perhitungannya, kinerja perusahaan di masa lalu dapat digunakan menjadi
dasar. Nilai pasti untuk goodwill tidak sama dengan nilai aset lain dan utang. Bagi
pihak yang menentang kondisi ‘dapat dipertukarkan’ berpendapat bahwa pertukaran
hanyalah salah satu cara untuk memperoleh keuntungan/maanfaat dari aset.
 Sebagai contoh, persediaan merupakan tipe aset yang keuntungannya berasal dari
pertukaran. Tetapi keuntungan dari sebagian besar aset seperti pabrik, mesin, dan
bangunan kantor diperoleh dari penggunaannya.
 Kritik lain mengatakan bahwa nilai ekonomis tergantung pada kelangkaan dan
kegunaannya, tetapi tidak pada kemampuan dapat dipertukarkannya.
 Moonitz mengatakan bahwa pertukaran tidak menghasilkan nilai. Akhirnya pihak
yang menentang mengatakan bahwa penyertaan aset tak berwujud seperti goodwill
bukanlah usaha untuk menilai sebuah bisnis secara keseluruhan, tetapi secara
sederhana hal tersebut merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan menilai sumber
daya tertentu dari keuntungan perusahaan di masa depan

PENGAKUAN ASET
Pengakuan suatu aset dalam neraca keuangan biasanya melibatkan "recognition rules‟
atau peraturan pengakuan. Peraturan ini dibuat untuk memastikan bahwa aset yang bersangkutan

benar-benar ada dan pencatatan yang dilakukan pada balance sheet menghasilkan informasi yang
relevan dan terpercaya.
Peraturan Pengakuan dapat dinyatakan secara informal melalui konvensi (hukum tidak
tertulis). Contohnya, piutang akan dicatat sebagai aset apabila penjualan secara kredit terjadi.
Dapat pula dinyatakan secara formal yang ditunjukkan melalui pernyataan otoritatif, contohnya
panduan dalam pengakuan finance lease sebagai aset seperti yang tercantum dalam paragraf 10
IAS17/AASB 117.
Peraturan pengakuan yang digunakan untuk mengidentifikasi aset tertentu dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kriteria. Terdapat perbedaan antara peraturan pengakuan
dengan kriteria pengakuan. Peraturan pengakuan merupakan peraturan spesifik untuk
mengidentifikasi suatu aset, sedangkan kriteria pengakuan merupakan panduan umum dalam
membuat suatu peraturan pengakuan serta panduan dalam pengakuan aset yang menyediakan
bantuan dibandingkan dengan peraturan spesifik. Kerangka kriteria pengakuan menggabungkan

pertimbangan antara kemungkinan manfaat ekonomi yang akan datang serta untuk memenuhi
syarat pengakuan, suatu aset harus dapat diukur secara andal.
Tidak semua kriteria ini terdapat dalam framework, dan beberapa hanya memiliki sedikit dasar
teoritis. Berikut ialah beberapa pengakuan kriteria:
1. Dapat diandalkan sesuai dengan ketentuan hukum
Pengakuan beberapa aset tergantung pada konsep legal dari aset tersebut. Sebagai contoh,

catatan piutang berdasar pada penjualan persediaan dan pembelian aset tetap memberikan
hak yang sah untuk penggunaannya.Kriteria ini berhubungan dengan relevansi dan
keandalan dari informasi akuntansi. Control digunakan untuk menentukan keberadaan
aset. Meskipun demikian hak legal yang terlewatkan secara umum menunjukkan
terlewatkannya pengendalian dan dapat digunakan dalam penentuan kapan mengakui
keberadaan aset. Walaupun hak legal kepemilikan atau pengendalian dari keuntungan
penggunaan property sering digunakan sebagai kriteria pengakuan.
Framework paragraf 35: ‘Jika informasi adalah untuk menyatakan dengan tepat transaksi
dan peristiwa lain yang memiliki tujuan untuk penyajian, perlu bahwa semua dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk
hukumnya.’ Berdasarkan hal tersebut hak-hak hukum adalah suatu indikator, tetapi bukan
kriteria untuk pengakuan aset.
2. Berasal dari kejadian atau transaksi yang mempunyai substansi ekonomik
Memastikan substansi ekonomi dari transaksi berkaitan dengan tujuan informasi yang
relevan dan dapat dipercaya. Materialitas juga merupakan salah satu faktor yaitu jika
peristiwa ini signifikan secara ekonomis, maka cukup penting untuk mencatat dan
melaporkan.
Materialitas didefinisikan dalam Framework paragraf 30: ‘Informasi itu material apabila
kelalaian atau salah saji dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil
atas dasar laporan keuangan.’

Terkadang, kriteria substansi ekonomik berlawanan dengan hukum. Contohnya, finance
lease diakui oleh peminjam pada saat peminjam telah memperoleh, secara substansial,
hak dan kewajiban dari kepemilikan serta memiliki kontrol terhadap aset yang dipinjam.
Terdapat perbedaan manfaat substansial antara finance dan operating lease. Finance lease
membawa kepemilikan in-substance (jenis hak serta kewajiban) sedangkan pada
operating lease hanya berupa peminjaman jangka pendek sehingga tidak disertai hak dan
kewajiban. Framework tidak memberlakukan finance lease berbeda dengan operating
lease pada asset definition namun standar memberlakukannya secara berbeda untuk
tujuan asset recognition.

3. Menggunakan konsep konservatisme (prinsip kehati-hatian)
Dalam Framework dinyatakan dalam ayat 37: 'kehati-hatian adalah penyertaan kadar
kehati-hatian dalam pelaksanaan pertimbangan yang diperlukan dalam membuat estimasi
dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau pendapatan tidak berlebihan dan
kewajiban atau beban tidak dinilai terlalu rendah'. Berdasarkan framework par 37, Prinsip
prudence (kehati-hatian) ketika membuat laporan keuangan bertujuan agar aset/income
tidak overstated dan liabilities/expense tidak understated. Conservatism menunjukkan
bahwa kewajiban dapat dicatat lebih dahulu, namun aset tidak.
Prinsipnya, agar expense tidak understated, kemungkinan kerugian harus segera diakui.
Namun, pendapatan baru diakui sampai benar-benar terealisasi. Contohnya konstruksi

proyek jangka panjang, kerugian telah diantisipasi dan dilakukan pencatatan bahkan
sebelum proyek tersebut selesai, namun apabila diekspektasi menghasilkan profit maka
tidak ada keuntungan yang dicatat hingga proyek tersebut selesai.
Pendekatan ini tidak sesuai dengan konsep neutrality, yaitu informasi bebas dari bias dan
tidak dipilih dalam keadaan yang mempengaruhi penilaian untuk mencapai hasil yang
telah ditentukan. Standar IAS 38/AASB 138 juga melarang adanya pengakuan asset yang
dihasilkan secara internal berdasarkan research serta goodwill karena bukan sumber daya
yang dapat diidentifikasi. Pengakuan juga dilarang karena terdapat kesulitan dalam
mengidentifikasi apakah aset tidak berwujud tersebut akan menghasilkan manfaat
ekonomi di masa depan.

DASAR PENGUKURAN
A. Dasar Pengukuran Aset Berwujud
 Generally Accepted Accounting Principle (GAAP) : Historical cost
 IASB: memungkinkan tetapi tidak mengharuskan menggunakan current value ( IAS 16)
 Revaluation yang didasarkan pada nilai pasar yang diberikan ahli
 Diestimasi berdasarkan income atau depreciated replacement cost
 Manajer dapat menentukan untuk menggunakan cost atau nilai wajar (IAS 40)

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor (PSAK)16 Revisi 2007 adalah standar
akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang mengatur tentang perlakuan
akuntansi aset tetap. PSAK 16 hampir sepenuhnya mengadopsi IAS 16
 Satu asat tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap pada awalnya
harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehannya diukur dengan jumlah tercatat dari
aset yang diserahkan.
 Pengakuan biaya perolehan awal dihentikan ketika aset tersebut berada pada lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan.
B. Dasar Pengukuran Aset Tidak Berwujud
 Harga perolehan ( IAS 38, para 24)
 Aktiva tak berwujud tidak mempunyai harga pasar.
 Aktiva tetap tak berwujud yang dibentuk sendiri tidak boleh diakui, meskipun mempunyai
manfaat dimasa yang akan datang.
Standar akuntansi mengharuskan

mengukur aset tidak berwujud awalnya sebesar harga

perolehan (IAS 38, para. 24). Penggunaan model nilai saat ini untuk aset tidak berwujud jarang
digunakan. IAS 38 paragraf 75 memperbolehkan model revaluasi. Dengan metode ini setelah
aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal
harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
Selain itu, IAS 38 melarang pengakuan aset tidak berwujud internal (paragraf 48, 63). Meskipun
pengeluaran dapat menimbulkan manfaat masa depan, itu dihapuskan atas dasar bahwa ia tidak
menghasilkan aset yang dapat diidentifikasi secara terpisah (ayat 49,64). Salah satu cara internal
aktiva tidak berwujud dapat muncul dalam neraca adalah melalui kapitalisasi pembangunan
biaya, seperti yang dijelaskan sebelumnya.Penilaian aset tidak berwujud adalah kontroversial,
melibatkan seperti halnya estimasi subjektif dari nilai wajar aktiva.
C. Dasar Pengukuran Asset Financial
 Sesuai dengan IAS 39, penyajian aset dan liabilitas financial dilakukan secara terpisah.
 Menurut FASB dan IASB derivative harus diukur pada nilai wajar (mempertimbangan
manfaat pengambilan keputusan)

 Nilai wajar adalah jumlah aset yang dapat dipertukarkan atau pelunasan kewajiban, diantara
dua pihak tanpa adanya batasan apapun. (arm’s length transaction)

Sesuai dengan IAS 39 maka aset keuangan dibagi menjadi 4 kategori sebagai berikut:
1. Aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi (Financial assets at fair value through profit
or loss/FVTPL).
FVTPL dapat termasuk aset keuangan yang dipegang untuk tujuan diperdagangkan (trading).
Aset keuangan dimasukkan dalam kategori dengan tujuan untuk diperdagangkan jika entitas
memiliki tujuan untuk menjual atau membeli kembali dalam jangka waktu dekat.
2. Investasi yang ditahan sampai jatuh tempo (Held-to-maturity investments/HTM).
HTM, mencakup aset keuangan dengan pembayaran yang tetap dan tertentu serta ada jangka
waktu jatuh tempo dimana entitas memiliki keinginan positif dan kemampuan untuk
memegangnya sampai dengan jatuh tempo. Aset keuangan ini mencakup investasi dalam
obligasi dan instrumen utang lainnya dimana entitas tidak akan menjualnya sebelum masa
jatuh tempo.
3. Pinjaman dan Piutang (Loans and receivables/L&R).
L&R, termasuk aset keuangan dengan pembayaran yang telah ditentukan waktunya serta
tetap yang tidak memiliki nilai pada pasar aktif. Termasuk di dalam kategori ini adalah
piutang, wesel tagih, pinjaman dll.
4. Aset keuangan yang tersedia untuk dijual (Available-for-sale financial assets /AFS).
AFS, termasuk aset keuangan yang tidak termasuk dalam ketiga kategori tersebut di atas atau
entitas yang memilih untuk mengklasifikasikan asetnya ke dalam golongan ini.
Klasifikasi pengukuran Aset Financial
Jenis Aset Keuangan
Utang dan Piutang
Investasi Jangka Panjang (Held to Maturity)
Investasi Jangka Pendek (Available for sale
securities)

Metode Pengukuran
Amortised Cost
Amortised Cost
Nilai Wajar, pengakuan gain & losses pada ekuitas

Financial Aset yang diperdagangkan (Held for

Nilai Wajar, pengakuan gain & losses pada laporan

trading)

laba rugi

TANTANGAN BAGI PENYUSUN STANDAR
 Model pengukuran yang digunakan
 Bagaimana mengukur nilai wajar
Pengukuran
1. Pengukuran awal (initial measurement)
Ketika aset keuangan diakui dalam neraca maka harus dicatat pertama kali dengan nilai wajarnya.
Nilai wajar merupakan harga transaksi actual atau yang diestimasi pada saat berlangsungnya
transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa yang memiliki pengetahuan
yang cukup atas aset keuangan yang diukur.
2. Pengukuran selanjutnya (subsequent measurement)
Pengukuran selanjutnya dari aset keuangan menggunakan salah satu di antara tiga metode yaitu
metode biaya (cost), biaya teramortisasi (amortized cost) dan nilai wajar (fair value). Subsequent
measurement menggunakan metode cost ketika suatu instrumen tidak dapat diukur pada nilai
wajarnya sehingga laba rugi yang belum terealisasi tidak akan dicatat/diakui namun laba/rugi
akan diakui ketika investasi dalam kategori ini dijual atau dihapus.

PENGUKURAN NILAI WAJAR
FASB’s SFAS 157 → Fair Value Measurements, menyediakan beberapa contoh teknik valuasi yang
digunakan untuk mengestimasi nilai wajar (fair value), yaitu:
a. The Market Approach
Penggunaan informasi dan harga yang dapat diobservasi dari transaksi aktual untuk asset atau
kewajiban (liabilities) yang identik, mirip atau yang dapat diperbandingkan.
b. Income Approach
Konversi atas jumlah di masa yang akan datang (seperti aliran kas atau earnings) menjadi jumlah
tunggal yang didiskontokan pada masa sekarang.

c. Cost Approach
Jumlah yang saat ini akan diperlukan untuk menggantikan kapasitas jasa asset tersebut (kos
penggantian saat ini/ current replacement cost)
FASB telah mengusulkan, terlepas mana pendekatan yang digunakan, valuasi/penilaian tersebut
harus memperhatikan input pasar, yaitu asumsi dan data yang digunakan partisipan pasar untuk
mengestimasi nilai wajar.

HIERARKI NILAI WAJAR (FAIR VALUE HIERARCHY)
Tiga kategori atau level untuk input yang digunakan untuk mengestimasi nilai wajar (FASB, 2004, hlm 5,
par 14), yaitu:
 Level 1 → Menggunakan harga yang dikutip (quoted price) untuk asset dan kewajiban yang identik
pada referensi pasar aktif di mana informasi tersebut tersedia. Harga yang dikutip tidak boleh
disesuaikan.
 Level 2 → Jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban pada referensi pasar aktif tidak
tersedia, nilai wajar harus diestimasi berdasarkan harga yang dikutip untuk asset atau kewajiban yang
serupa/mirip pada pasar aktif, disesuaikan sepantasnya sesuai dengan perbedaannya.
 Level 3 → Jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban yang sama dan serupa/mirip pada
pasar aktif tidak tersedia, atau jika perbedaan antara asset dan kewajiban yang mirip tidak secara
objektif tersedia, nilai wajar harus diestimasi menggunakan teknik penilaian berganda bersesuaian
dengan pendekatan pasar, income dan cost.

ISSUE BAGI AUDITOR
 Auditor perlu memahami berbagai model penilaian dan proses manajemen untuk menentukan
input yang digunakan untuk pengukuran yang di gunakan.
 Untuk mengembangkan pendekatan audit yang efektif, auditor perlu memahami proses dan
pengendalian penentuan fair value dan melakukan judgement apakah metode pengukuran klien
sudah memadai untuk menghasilkan pengukuran fair value yang reasonable