Key words : Radioisotope 32P, Labelling, Filariasis dan Cx. quinquefasciatus

PENANDAAN NYAMUK VEKTOR FILARIASIS CULEX QUINQUEFASCIATUS

MENGGUNAKAN RADIOISOTOPEE 32P
Akhid D*, AH R**, dan Lulus S*

*

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga
** Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN, Jakarta

LABELLING OF FILARIASIS VECTOR MOSQUITOES CULEX

QUINQUEFASCIATUS USING RADIOISOTOPEE 32P
ABSTRACT

Cx. quinquefasciatus mosquitoes labelled with radioisotopee 32P was performed at various dose
application. The research conducted by Insitute of Vector and Reservoir Control Research and
Development, Salatiga in collaboration with The National of Atomic Agency Used several doses:
0,1 uCi (micro currie); 0,2 uCi; and 0,3 uCi of each 25 gr larvaefood for 50 larvae with dry and
wet radiation then observed the effect of radiation against larvae stadium and mosquitoes. The


result shows that at 0,2 uCi isotop 32P dose application, Cx. quinquefasciatus mosquitoes can
survive with 288,6 cps (currie per second) residual radioactivity and detected in 68 cm distance.
The 32P can be used as radiotracer for labelling Cx. quinquefasciatus mosquitoes

Key words : Radioisotope 32P, Labelling, Filariasis dan Cx. quinquefasciatus

ABSTRAKS

Pemberian label pada nyamuk cx. quinquefasciatus dengan radioisotopee 32Pdilakukan pada
aplikasi berbagai dosis. Penelitian dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional
menggunakan beberapa dosis: 0,1 itCi (micro currie); 0,2 uCi, dan 0,3 uCi masing-masing 25 gr
pakan larva untuk 50 larva dengan radiasi kering dan basah kemudian mengamati pengaruh
radiasi terhadap stadium larva dan nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dosis
aplikasi 0,2 uCi isotop 32P dosis apilkasi, cx. quinquefasciatus nyamuk dapat bertahan dengan

288,6 cps (currieper second) radioaktivitas dan terdeteksi padajarak 68 cm. 32P dapat digunakan
sebagai radiotracer untuk pelabelan Cx. quinquefasciatus nyamuk.

Kata Kunci: Radioisotope 32P, Penandaan, Filariasis dan Cx. quinquefasciatus


JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

93

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

sprayable surface misalnya pakaian yang

PENDAHULUAN

Filariasis

merupakan

penyakit

digantung, alat-alat rumah tangga dan

menular yang disebabkan infeksi cacing


lainnya.

filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar

vektor filariasis dilakukan

tidak hanya

getah bening serta menyebabkan gejala

menggunakan

tetapi

klinis

memakai

dan akan berkembang menjadi


kronis. Gejala akut berupa demam yang

Upaya

pengendalian

insektisida,

larvasida

sebagai

nyamuk

juga

metode

pengendaliannya.


biasanya muncul jika penderita bekerja

Upaya pengendalian vektor dalam

berat dan kelelahan. Gejala kronis seperti

rangka pemberantasan filariasis telah di-

sikatrik, hidrokel testis dan elefantiasis

laksanakan misalnya penggunaan kelambu

yang

berinsektisida,

sifatnya

menetap.


Walaupun

larvisida,

pengendalian

penyakit ini tidak mengakibatkan ke

hayati, fogging dan pengendalian terpadu

matian, namun pada stadium lanjut dapat

akan tetapi angka kejadian penyakit tetap

menyebabkan cacat fisik permanen dan

tinggi. Pada tahun 2006 ditemukan 48

mempunyai dampak sosial ekonomi besar,


kasus kronis filariasis yang tersebar di

khususnya

sosial

sembilan kecamatan di wilayah Kabupaten

ekonomi rendah yang tinggal di negara-

Pekalongan (Dirjen PPM & PL Depkes RI,

negara

2005).

penduduk

berkembang


dengan
di

daerah

tropis

Informasi

yang

menerangkan

maupun subtropics. Sampai saat ini di

hubungan antara spesies tertentu dengan

Indonesia telah ditemukan tiga spesies


lingkungannya, merupakan kunci penting

cacing filaria yang menginfeksi manusia,

dalam epidemiologi penyakit yang di

Brugia

tularkan serangga. Pengetahuan mengenai

malayi, dan Brugia timori (Joesoef dan

bionomik vektor khususnya mengenai

Ross, 1978).

Filariasis ditularkan oleh

distribusi dan jarak terbang dari habitat


berbagai jenis nyamuk sebagai vektor

perkembangbiakan sangat diperfukan agar

perantara.

pengendalian berjalan secara efisien dan

yaitu

Wuchereria

bancrofti,

W. bancrofti ditemukan di daerah

tepat sasaran.

perkotaan (urban) seperti Jakarta, Bekasi,


Teknik radioisotop merupakan

Tangerang dan Semarang. Stadium mikro-

salah satu teknologi yang mengalami

filarianya bersifat nocturnal dan disebar-

kemajuan pesat sejak 49 tahun yang lalu

kan oleh nyamuk Cx. quinquefasciatus

khususnya di bidang kedokteran, biologi

yang mempunyai tempat berkembang biak

dan pertanian. Salah satu pemanfaatan

di air kotor sekitar rumah (Oemijati,

radioisotope di bidang entomologi adalah

1993). Pada banyak jenis nyamuk Culex

teknik disinfektasi radiasi (indirect killing)

sp. sebagai tempat resting-nya adalah di

yang lebih dikenal dengan teknik serangga

luar rumah, akan tetapi khusus untuk Cx.

mandul (TSM) dan penanda atau labeling

quinquefasciatus tempat resting adalah di

(Chance, 1979). Hal ini mengingat salah

dalam rumah dengan tempat yang non

satu sifat radioisotopee dapat memancar-

94

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

sebagai penanda.
Radioisotop
yang
sering digunakan untuk penandaan pada

nyamuk pada kandungan radioaktivitas
mencapai 8.800 cpm (cacah per menit)
tidak mempengaruhi aspek biologi lalat

serangga antara lain 3H, 32P dan H C.

tersebut

Penandaan serangga dengan radioisotop

kurang lebih tiga bulan (Rahayu, 1989).
Radiasi yan dipancarkan oleh radioisotope

kan sinar radioaktif sehingga dapat dipakai

lebih

menguntungkan

dibandingkan

dengan zat warna karena radioisotop yang
digunakan dapat terinkorporasi atau terikat
padajaringan(Klassen, 1977).
Pemakaian radioisotop

P dalam

dan

radioaktivitas

bertahan

sebagai penanda pada senyawaan yang

digunakan dalam pemantauan pola hidup
lalat tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut

bentuk KH2PO4 tidak menimbulkan efek

diatas,

yang berarti bagi insekta terlebih kepada

radioisotope bertujuan mengetahui dosis

manusia. Radioisotope tersebut memiliki

Radioisotop 32P yang tepat dan aman

waktu paro selama 14,3 hari di alam, yang

untuk penandaan/pelabelan nyamuk Cx.
quinquefasciatus, mengetahui pengaruh

berarti dalam waktu tersebut kandungan

maka

penelitian

pemanfaatan

radioaktivitasnya akan menurun separuhnya. Berdasarkan percobaan dengan

Radioisotope 32P pada stadium larva

radioisotop 32P terhadap lalat kedelai

radioaktivitas 32P serta jarak pengamatan

(Ophiomyia phaseoli Tryon) yang me
miliki morfologi lebih kecil dibandingkan

pada stadium dewasa

sampai dewasa dan mengetahui kadar

BAHAN DAN METODE

isotope3^, bahan dan alat penang-

1. Tempat dan Waktu Penelitian

kapan larva dan alat untuk pemeliharaan larva sampai menjadi dewasa,
peralatan pengukuran lingkungan fisik

Penelitian

dilakukan

pada

Pemberian radiasi isotope 32P pada

misalnya: termometer, sling hygro
meter, alat ukur jarak (survey meter)

pakan larva (dogfood) dilakukan di

dan anemometer serta radioisotope

BATAN Jakarta, sedangkan penga

dalam bentuk KH2PO4,

matan setelah aplikasi yaitu terhadap
larva sampai menjadi dewasa untuk
menghasikan dosis yang tepat dan

film bagde.

Bulan Juli

sampai Nopember 2006.

p

detektor dan

3. Desain Penelitian

efek

Rancangan penelitian ini eks-

terhadap keturunannya dilakukan di

perimental skala laboratorium dengan

B2P2VRP Salatiga.

semua variable terkendali (Bhisma,

aman

dan radioaktivitas

serta

1997). Penelitian ini mengkaji tingkat
2. Bahan Penelitian

Pakan larva Cx. quinquefasciatus yaitu

aktivitas isotope 32P yang aman untuk
penandaan

nyamuk

Cx.

Quinque-

dogfood yang mengandung radio

JURNAL VEKTORA VOL. II NO. 2

95

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

fasciatus dan mengetahui efek radiasi

sampai stadium dewasa. Pengukuran

terhadap keturunannya.

radioaktivitas dilakukan dengan cara
mendeteksi secara kuantitatif berdasar

4. CaraKerja

kan durasi waktu/hari dengan bantuan

Pengumpulan larva

alat detektor kontaminan.

Koleksi larva dimulai dengan pemeliharaan nyamuk dewasa sampai
penetasan telur menjadi larva yang
dilakukan di labolatorium B2P2VRP

Pengamatan efek radioisotope pada
larva, nyamuk serta keturunannya
Efek radioisotope pada larva dapat

isotope 32P skala laboratorium

berupa kematian ataupun terhambatnya
pertumbuhan menjadi pupa, sedangkan
pada nyamuk dapat berupa kecacatan
dan umur nyamuk menjadi pendek.
Pada keturunannya, diamati secara
kuantitaif kandungan radioaktivitas

Radioaktivitas pada aplikasi 0,1 uCi ;

isotop tersebut.

Salatiga. Larva Cx. quinquefasciatus
yang digunakan berumur relatif sama
yaitu stadium III awal (umur 5-6 hari).
Penentuan

radioaktivitas

Radio

0,2 uCi dan 0,3 uCi baik radioisotope

kering maupun berwujud cair untuk

Analisis Data

0,25 gr pakan larva setiap 50 ekor

Data radioisotope

larva kemudian dilihat perkembangan-

aktivitas isotop 32P, efek pertumbuhan

nya setelah aplikasi. Masing-masing

dan kematian larva, felocitas, umur

kadar radioaktivitas dilakukan pengu-

nyamuk dan efek pada keturunannya

langan sebanyak tiga kali.

pada larva Cx. quinquefasciatus di

32T

P berupa radio

bandingkan dengan kelompok kontrol

Aplikasi radioisotope 32P

dengan menggunakan fasilitas SPSS

Pemberian radioisotope

P pada pakan

versi 15.00 program statistik one way

larva (dogfood) dilakukan di BATAN

anova dan independent t-test (Wahana

Jakarta, kemudian diberikan ke larva

Komputer, 2003).

stadium

III

B2P2VRP

awal

di

Salatiga

perkembangan

dan

laboratorium

untuk

diamati

kematian

serta

HASIL PENELITIAN

Pengaruh

pemberian

makanan

efeknya terhadap keturunannya. Apli

yang mengandung isotop 32P meng-

kasi radioisotope dilakukan sebanyak

hasilkan variasi intake pakan dan tingkat

tiga kali pengulangan.

ketahanan larva

terhadap radioisotope.

Selengkapnya pada tabel 1.
Pengukuran
32p

Tingkat

radioaktivitas

radioaktivitas

Isotop

ditentukan

banyak sedikitnya kadar radioaktif
yang masuk kedalam tubuh larva

96

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

Tabel

1. Rata-Rata Prosentase Kematian Larva Setelah Aplikasi Pakan

Mengandung Iosotop

P

Genus

Isotop 32P (uCi)

% Kematian

0,1

5,96

0,2

9,05

0,3

27,45

Larva

Cx. quinquefasciatus

Kontrol

9,55

di-

Pengamatan dilakukan berderet setiap

gambarkan perbedaan jumiah pakan yang

minggu selama 3 minggu sesuai dengan
rata-rata
kehidupan
nyamuk
Cx.
quinquefasciatus di laboratorium.
Selengkapnya pada tabel 2.

Aktivitas

memakan

yang

dikonsumsi

oleh

larva

terlihat

kandungan

atau

kadar

radioaktivitas

pada

isotop 32P yang terdetekci Ai dalamnya.
Tabel

2. Rata-rata Kandungan
Cx. quinquefasciatus

Genus nyamuk

Radioaktivitas

Isotop32P

Isotop

32

P

pada

nyamuk

Radioaktivitas per minggu (cps)

(uCi)

I

II

III

Larva

0,1

416

309

203

Cx. quinquefasciatus

0,2

553,5

427,6

288,6

0,3

595

455

303

Dalam penelitian dilakukan juga

pengtxkuran jarak dan kadar radioaktivitas
di luar gedung (semi lapangan). Kegiatan

untuk mengetahui sensitivitas
alat
detektor kontaminan di lapangan. Hasil
pengukuran selengkapnya pada Tabel 3.

ini dilakukan pada minggu ke-3 bertujuan

Tabel 3.

Rata-rata Radioaktivitas terdeteksi dan Jarak pengukuran pada nyamuk
Cx. Quinquefasciatus

Genus nyamuk

Larva

Cx. quinquefasciatus

JURNAL VEKTORA VOL. II NO. 2

Isotop32P

Jarak Ukur

Radioaktivitas

(uCi)

(cm)

(cps)

0,1

55,3

31

0,2

68

43,3

0,3

72

53

97

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

Sedangkan pengamatan rentang

kelompok kontrol. Aplikasi radioisotope
IT

hidup terhadap keturunan pertama (fl)

P

dosis 0,2 p.Ci relatif sama dengan

pada pada nyamuk Cx. quinquefasciatus

kelompok kontrol.

dijumpai adanya perbedaan yang relatif

tabel 4.

Selengkapnya pada

kecil antara kelompok perlakuan dengan
Rata-rata Rentang Hidup Nyamuk Cx. quinquefasciatus Pada Keturunan
Pertama (fl)

Tabel 4.

Genus nyamuk

Isotop32P

Rentang Hidup

Kontrol

(uCi)

(Hari)

(Hari)

0,1

12-23

0,2

14-22

0,3

10-19

Larva

13-21

Cx. quinquefasciatus

mendetoksifikasi

PEMBAHASAN

insektisida

enzim esterase. Proses

adalah

detoksifikasi ini

Perkembangan Larva-Nyamuk Setelah

merupakan awal

Aplikasi Radioisotope 32P

Ada tiga enzim yang berperan dalam

Adanya perbedaan yang bermakna

secara statistik (p < 0,05) rata-rata prosentase kematian larva setelah komsumsi

pakan mengadung ioisotope
;

0,2

itCi

dan

radioisotop

P

0,3

Aplikasi

sebesar 0,2 uCi

me

nunjukkan jumiah kematian pasca aplikasi
relatif

sama

kontrol.

dibandingkan

Adanya

kelompok

perbedaan

jumiah

kematian antara kelompok perlakuan pada

berbagai aplikasi dikarenakan peristiwa
memakan (kuantitatif) dan juga kemam-

puan

atau

senyawa

ketahanan
asing/racun.

larva

terhadap

Kemampuan

mengubah senyawa beracun menjadi tidak
berbahaya bagi tubuh disebut detoksifikasi dan ini berlaku juga pada larva

(Gandahusada dkk., 1998). Enzim utama
pada

98

seranga

yang

resistensi metabolik yaitu Glutathione Stranferase,

berperan

Mixed

Function

oxidase

(MFO) dan esterase (Jensen, 2000).

P : 0,1 iiCi

itCi.

terjadinya resistensi.

Nutrisi

sangat

penting

bagi

pertumbuhan dan perkembangan larva,
beberapa penelitian mengenai hal tersebut

telah menghasilkan diet untuk larva.
Cadangan makan dalam bentuk lemak dan
glikogen disimpan dalam cytoplasma sel-

sel

fat

body.

Jaringan

otot

juga

menyimpan glikogen dan protein. Selain
di selfat body lemak juga disimpan di selsel caeca dan usus tengah bagian anterior.
Stadium larva merupakan stadia aktif
makan.

Sebagian besar larva makan

mikroplanton yang terdapat di lingkungan
hidupnya seperti lumut, rotifere, potozoa
dan spora jamur. Makanan tersebut masuk

dalam

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

AkhidD. et al.Penandaan nyamuk

dengan yang bam disertai pembahan

dengan berbagai cara meskipun kebanyakan dengan cara tersaring (filter

bentuk dipacu oleh kerja hormon ekdison

feeding).

yang dihasilkan oleh kelenjar torasis

Demikian pula radioisotope

P

yang terkandung di dalam pakan larva,
hasil metabolisme yang berupa subtansi
tak berguna dari haemolymph dieksresikan melalui tubulus malpighi dan rectum.
Sel fat body berfungsi pula sebagai ginjal
yang menampung asam urat kemudian
dilepas ke haemolymph lalu ke tubulus
malpighi (Clements, 1963). Radioisotope
akan menempel di sepanjang saluran
pencemakan dan akan terdeteksi oleh alat

Untuk

kuran radioaktivitas

P juga dilakukan

mulutnya.

hasil yaitu tidak ada beda secara
bermakna antara selubung pupa pada
aplikasi 0,1 p,Ci; 0,2 itCi dan 0,3 pCi, yang

besar

berarti kadar radioaktif dalam selubung

Larva Cx. quinquefasciatus aktif

menarik

kuantitas makanan stadium larva. Pengu

pada selubung/kulit bekas pupa dengan

detektor.

memakan

sehingga proses ekdisis berjalan sesuai
umumya. Disamping itu untuk menahan
laju proses ekdisis maka diimbangi oleh
hormon juvenil yang dihasilkan oleh
kelenjar korpora alata untuk menghambat
ekdisis sehinnga akan memperlambat
masa pradewasa (Boyguet, et.all, 1996).
Proses metamorfosis tersebut juga dipengaruhi oleh jenis, kualitas dan

dengan
pakan

makanan

menggerogoti

ke

dalam

berukuran

dan
di

lakukan dengan cara menggerogoti,
menelan atau memecah dan menelannya
(crustacea dan plankton). Susunan alat
pencemakan larva memiliki derajat keasaman yang berbeda-beda seperti caeca
(sedikit asam), lambung (makin ke
posterior alkalis kuat), tubulus malphigi
(alkalis lemah). Hasil pencemakan diserap
di berbagai bagian usus, misalnya lemak
diserap oleh usus tengah bagian anterior,
sementara gula dan asam amino di usus
tengah bagian posterior, caeca menyerap
lemak, gula dan asam amino. Sepanjang
alat percernakan tersebut pakan larva

pupa jumlahnya relatif sama.

yang mengandung radioaktif 32P akan

baik

terdeteksi dengan detektor kontaminan.
Selama stadium larva terjadi
empat kali molting atau pergantian kulit
dan berubah ke stadium pupa. Proses

fisiologis, pergantian eksokutikula lama

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

Radioaktivitas 32P pada Nyamuk Cx.
quinquefasciatus
Pada
stadium

dewasa

juga

menunjukkan perbedaan yang significan

(p < 0,05) antara aplikasi isotop32P 0,1
pCi; 0,2 itCi dan 0,3uCi. Aktivitas
memakan pada stadium larva dan kadar
isotop digambarkan dengan adanya
perbedaan radioaktivitas yang terdeteksi
oleh

alat

Perbedaan

radiodetektor

tersebut

kontaminan.

dipengaruhi

oleh

aktivitas memakan pada stadium larva
kualitas

dan

kuantitas

makanan.

Pengukuran terhadap nyamuk dewasa
pada minggu III rata-rata sebesar 288,6
cps dan minggu I sebesar 555,3 cps yang
berarti terdapat penyusutan radioaktivitas.
Berdasarkan waktu paro yang dimiliki

32Phosphor yaitu 14,3 hari yang pada
99

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

kelipatan

hari

tersebut

kadar

radio

range)

aktivitas akan berkurang setengahnya,
maka dengan demikian terdapat suatu
pelepasan radioaktivitas di luar alamiah.

nyamuk

dari

tempat

per-

indukkanya. Untuk itulah disamping di
lakukan pengukuran radioaktivitas juga
diukur jarak pengukuran.

Penyusutan radioaktivitas dapat terjadi
dalam dua jalan yaitu penyusutan alamiah
mengikuti waktu paro dan penyusutan

karena aktivitas pelepasan pada obyek
(Brown, 1973). Selama siklus hidupnya
larva nyamuk mengalami 4 kali per

Selain itu pada

stadium larva dan nyamuk dewasa, secara
mengeluakan produk yang tidak berguna
melalui sekresi dan pori-pori. Bersamaan

sama dengan kontaminan lingkungan dan
Secara alamiah lingkungan (lantai atau
tembok mmah) akan memancarkan radio

aktivitas walaupun jumlahnya relative

dengan itu akan keluar pula radioisotope.
Pada stadium dewasa ini sangat penting

penyebaran

radioaktivitas tersebut relatif kecil hampir
tidak mempengamhi fisiologis nyamuk.

fisiologis dalam metabolisme sel akan

mendeteksi

P sebesar 288,6 uCi dan terdeteksi pada

jarak 68 cm dengan 43,3 pCi. Kandungan

pada pengurangan radioaktivitas melalui

dalam

nyamuk Cx. quinquefasciatus berumur 3
minggu juga mengandung radioaktivitas
-it

gantian kulit (molting) yang berdampak
kupasan kulit tersebut.

Jarak Pengukuran dan Radioaktivitas
pada Nyamuk Cx. quinquefasciatus
Keturunan pertama (filial-1) pada

(flight

kecil

berkisar

antara

15-20

ixCi

(Lannunziata and Legg, 1980).

KESIMPULAN

Aplikasi radioisotope

32T

JZP yang

nyamuk Cx. Quinquefasciatus. Pada kadar

tepat dan aman untuk penandaan/pelabelan

tersebut akan terdeteksi dalam nyamuk Cx.

nyamuk Cx. quinquefasciatus yaitu pada

quinquefasciatus pada jarak 75 cm dengan

0,2 itCi dan tidak berpengamh secara
signifikan terhadap pertumbuhan larva dan

kandungan radioaktivitas sebesar 288,6
uCi pada minggu ke-3.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Rahayu. 1989. Viabilitas Lalat Bibit
Ophiomyia phaseoli Tryon. Pada
Tanaman Kedelai Bertanda

32,

P

.

Risalah Simposium IV Aplikasi
Isotop dan Radiasi, PAIR-Batan,
Jakarta 13-15 Desember 1989

Boyguet D, M Prout dan M Raymond.
1996. Dominace ofInsecticide Resis
tance Present a Plastic Response.
Institut of Evolution Science. France.

100

Brown JK. 1973. Radiation Biology,
Radioisotopee Coursefor Graduates,
Australian

School

of

nuclear

Technology Lucas Height.

Clements AN. 1963. The Physiology of
Mosquitoes.
Pergamon
Press.
University of Southampton.
Dirjen PPM & PL Depkes RI. 2005.
Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah
(Filariasis) di Indonesia. Jakarta.

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

AkhidD. et al,Penandaan nyamuk

Gandahusada S, Illahude HD, Pribadi W.

1998. Prasitologi Kedokteran, ed.
Ill, 164-180, Fakultas Kedokteran

Use ofRadioisotopees and Radiation
in Entomology, univ. offlorida, 9799.

Universitas Indonesia, Jakarta.

and

Lannunziata MF and Legg JO. 1980.
Isotopes and Radiation in Agri
cultural Sciences, Vol.1 Soil - Plant Water Relationships,
Academic
Press, London Orlando, San Diego,

University,

San Francisco, New York, Toronto,

Jensen SE. 2000. Insecticide Resitance in

The
Western
Flower
Thrips,
Fizankliniella Occidentalis, Depart
ment

of

Chemistry,

Life

Sciences

Rosklide

Montreal,

USA.

Sydney,

Tokyo,

Sao

Paulo.

Joesoef A dan Ross JH. (1978). Human

Asian J. Trop. Med. Publ. Hlth .

Murti Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode
Riset Epidemiologi. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.

Klassen W. 1977. Strategies for Managing
Pest Problems, Proc. of FAO/IAEA

Oemijati S. 1993. Current status of

Filariae in

Indonesia.

South East

Training Course on the Use of
Radioisotopees and Radiation in
Entomology, Univ. of Florida P.
248-283.

La Chance Le. 1979. Genetics and Genetic

Manipulation Techniques, proc. of
FAO/IAEA Training Course on the

JURNAL VEKTORA VOL. UNO. 2

Filariasis

in

Indonesia.

Southeast

Asia J. Trop. Med. Publ. Hlth. 24
(supplement 2): 2-4
Tim Wahana Komputer.2003. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS
15.00, Salemba Infotek. Jakarta.

101

Dokumen yang terkait

PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus DENGAN PENYEMPROTAN SISTEM PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) MENGGUNAKAN INSEKTISIDA LADEN 500EC

0 0 14

PENGARUH pH AIR KELAPA TERHADAP PATOGENISITAS LARVASIDA Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL PADA LARVA Aedes aegypti dan Aopheles aconitus

0 0 13

UJI EFIKASI REPELEN “X” TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATOR

0 0 8

INDEKS KERAGAMAN EKTOPARASIT PADA TIKUS RUMAH Rattus tanezumi Temminck, 1844 dan TIKUS POLINESIA R. exulans (Peal, 1848) DI DAERAH ENZOOTIK PES LERENG GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH

0 0 12

STUDI KOLEKSI REFERENSI RESERVOIR PENYAKIT DI DAERAH ENZOOTIK PES DI JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR Ristiyanto, Arief Mulyono, B. Yuliadi dan Sukarno Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga RESERVOIR REF

0 0 27

MALARIA DI DUSUN BAKAL, DESA CAMPUREJO, KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG Umi Widyastuti, Wiwik Trapsilowati, dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga  MALARIA IN BAKAL HAM

0 0 17

PENGARUH PENGGUNAAN GLIKOL PADA INSEKTISIDA AQUA-K-OTHRINE 20 EW® (b.a. Deltamethrin 21.9 g/l) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus DENGAN METODA PENGASAPAN(Thermal Fogging)

0 0 8

UJI EFIKASI LARVISIDA BERBAHAN AKTIF PYRIPROXYFEN SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR (IGR) TERHADAP LARVA Anopheles aconitus DI LABORATORIUM Siti Alfiah, Astri Maharani I.P Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyak

0 0 7

GAMBARAN KEMUDAHAN MEMPEROLEH AIR DAN SARANA PENYIMPANAN AIR TERHADAP KASUS DBD DI KOTA SEMARANG, KABUPATEN WONOSOBO DAN KABUPATEN JEPARA Wiwik Trapsilowati, Lulus Susanti dan Aryani Pujiyanti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir P

0 0 13

Key words : Cost effectiveness analysis, B. thuringiensis, An. sundaicus

0 0 10