T1 802007048 Full text

(1)

PENDAHULUAN

Maraknya perkembangan industri barang dan jasa juga terjadi di Indonesia pada beberapa dekade terakhir ini. Oleh sebab itu dalam menghadapi perekonomian global ini juga diikuti oleh pertumbuhan industri otomotif di Indonesia. Semakin berkembang industri otomotif, maka semakin tinggi pula tingkat persaingannya. Toyota merupakan salah satu usaha industry otomotif yang menawarkan berbagai pemenuhan kebutuhan masyarakat kendaraan yang inovatif dengan mengedepankan profesionalisme dalam pelayanan kepada masyarakat sebagai konsumen, juga harus mengedepankan kepercayaan konsumen (Metro TV). Selanjutnya, perusahaan Toyota Nasmoco merupakan salah satu bisnis dalam pemenuhan jasa dan produk yang berada di Salatiga yang wilayah pemasarannya mencakup wilayah Salatiga dan sekitarnya. Luasnya cakupan wilayah pemasaran ini mengakibatkan iklim persaingan pada penjualan produk otomotif dengan merek dagang Toyota memiliki tingkat persaingan yang ketat. Di tengah-tengah persaingan yang begitu tajam akibat banyaknya merek pendatang baru, mobil merek Toyota yang sudah lama berada di Indonesia dengan segala keunggulannya tetap mendominasi pasar perdagangan. Namun berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara (2011) beberapa karyawan Toyota Nasmoco Salatiga, didapat penjelasan bahwa para karyawan merasakan adanya penurunan dalam penjualan produknya. Karyawan merasakan adanya permasalahan dalam penjualan produknya. Selanjutnya sebagai pelaku pasar, maka NASMOCO Toyota Salatiga perlu memiliki sistem pemasaran yang dikelola dengan baik, sehingga dapat menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pasar itu


(2)

sendiri, dan dalam usaha pemasaran antar pasar dalam menarik calon konsumen maupun konsumen yang telah menjadi pelanggan perusahaan mampu menciptakan minat beli individu yang bersangkutan. Hal-hal tersebut secara jelas dicakup oleh ruang lingkup pemasaran yang di antaranya adalah: promosi, distribusi, penetapan harga, penjualan dan pembelian yang bertujuan menawarkan barang ataupun jasa yang baik kepada para pelanggannya.

Agar dapat mencapai tujuan pemasaran tersebut, maka perusahaan menggunakan serta menerapkan berbagai strategi pemasaran yang mencakup logika pemasaran, dan mengkoordinasi unit usaha secara maksimal agar dapat mencapai sasaran pemasarannya. Berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara (2011) diketahui bahwa bentuk nyata tindakan pihak NASMOCO Salatiga sebagai penyedia barang dan jasa adalah mengatur strategi pemasaran yang melibatkan elemen tenaga pemasaran dengan segala perencanaan, pengorganisasian dan pengevaluasian hasil kerja para karyawan marketing. Hal tersebut terus dilakukan secara berkesinambungan, dengan pertimbangan bahwa individu merupakan salah satu aset yang berharga dan memegang peranan penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Oleh karena itu peningkatan produktivitas perusahaan harus dimulai dari tingkat individu. Menurut Nasution (2001), setiap individu yang produktif memiliki karakteristik seperti: selalu konsisten dalam mencari gagasan dan cara penyeleseian tugas yang lebih baik, menggunakan waktu secara efektif dan efisien, tidak banyak absen dalam pekerjaannya, memenuhi standart kerja yang telah ditetapkan serta memiliki hubungan yang baik antar pribadi pada semua tingkatan dalam organisasi.


(3)

Selanjutnya, produktivitas sangat penting untuk diteliti karena organisasi yang memiliki produktivitas kerja tinggi akan mampu meningkatkan kemapanannya, mampu memberikan kepuasan pada karyawannya dan mampu bersaing dengan kompetitornya. Dengan tingginya tingkat produktivitas, maka akan tinggi pula tingkat penjualan.Namun, bila tingkat produktivitas rendah maka perusahaan tersebut tidak akan maksimal dalam mengelola perusahaan tersebut. Hal tersebut senada dengan pernyataan (Purwati, 2004) dalam Tobing (2007) bahwa produktivitas dalam perusahaan sangat penting ditingkatkan untuk mendukung pencapaian tujuan bisnis, yaitu menghasilkan profitabilitas dan produktivitas yang tinggi.

Agar dapat memiliki produktivitas yang maksimal, maka tenaga marketing harus dapat bersaing dengan sesama marketing. Tetapi dari hasil wawancara (2011), seringkali tenaga marketing di NASMOCO Toyota Salatiga saling membantu dalam mencapai target penjualan yang telah ditentukan. Kemampuan individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah sering disebut dengan

Adversity Quotient. Pernyataan tersebut didukung oleh Stoltz (2000) sebagai berikut faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah respon seseorang dalam menghadapi kesulitan atau yang lasim disebut Adversity Quotient

(AQ).Adversity Quotient (AQ) adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya (Stoltz,2000).

NASMOCO adalah perusahaan yang menjual produk otomotif Jepang dengan merk Toyota yang mengadapi berbagai kompetitor yang sangat ketat


(4)

dengan merk-merk mobil yang beredar di Indonesia dan secara khusus di wilayah kota Salatiga. Oleh sebab itu, marketing menjadi bagian terpenting dalam perusahaan yang secara berkesinambungan berupaya mencapai hasil produktivitas penjualan yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dengan judul yang sama yaitu hubungan antara Adversity Quotient dengan produktivitas kerja karyawan Toyota Nasmoco.

Selanjutnya,melalui penelitian ini dapat diketahui ada/ tidak adanya hubungan yang positif dan signifikan antara AdversityQuotient dengan produktivitas kerja. Sementara mengacu pada hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perusahaan bahwa AdversityQuotient sebagai salah satu penunjang keberhasilan untuk mencapai tujuan perusahaan serta dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan bagi kemajuan perusahaan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut :

Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara AdversityQuotient

dengan produktivitas kerja marketing Nasmoco Toyota?

Tinjauan Pustaka

Produktivitas Kerja

Produktivitas dalam bahasa inggris, berasal dari kata Product : Result,


(5)

kata Productivity : having the ability or creative, yaitu memiliki kemampuan atau kreatif.(Cowie, 1994).Selanjutnya Sinungan (2008) mendefinisikan produktivitas sebagai ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan output : input (masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai.

Menurut Gasperz (2000) produktivitas dibagi menjadi tiga bagian yaitu efisiensi, efektivitas, dan kualitas. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Efektifitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik secara kuantitas maupun waktu, makin besar presentase target tercapai, makin tinggi tingkat efektifitasnya. Kualitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh pemenuhan persyaratan, spesifikasi, dan harapan konsumen.

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yaitu suatu upaya pekerja dalam menghasilkan barang dan jasa secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan secara tepat dengan tetap mengutamakan kualitas hasil kerja.

Aspek-aspek Produktivitas Kerja.

Menurut Sinungan (2008), aspek produktivitas adalah:

a. Jenis pekerjaan atau posisi jabatan menunjukan peran karyawan dalam hasil produksi. Hasil produksi ialah hasil penjualan yang dicapai berdasarkan posisi jabatan atau jenis pekerjaan.


(6)

b. Jangka waktu menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan waktu tertentu.

Menurut Sinungan (2008) yaitu; jenis pekerjaan atau posisi jabatan yang menunjukan peran karyawan dalam hasil produksi, dan jangka waktu menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan waktu tertentu. Adapun alasan penulis menggunakan aspek menurut Sinungan (2008), adalah pihak perusahaan menggunakan aspek-aspek produktivitas yang mencakup periode lama kerja, jabatan serta unit penjualan untuk mengukur produktivitas karyawan.

Faktor faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Menurut Ravianto (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu, pendidikan dan latihan, gizi dan kesehatan, penghasilan dan jaminan sosial, keterampilan kerja, dan menajemen. Seligman (dalam Stoltz, 2000) membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik (Adversity Quotient rendah) akan menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan kinerjaya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik (Adversity Quotient tinggi). Stoltz (2000), mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah respon seseorang dalam menghadapi kesulitan (AQ). Berdasarkan penjelasan di atas maka jelas adanya bahwa produktivitas kerja dipengaruhi olehAdversity Quotientatau yang lebih dikenal dengan cara seorang individu merespon terhadap kesulitan yang dihadapinya (baik secara positif atau negative).Sebagai contoh; respon positif adalah


(7)

terpacunya seseorang untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan soal ujian.Sementara respon negatif yaitu keadaan orang yang menjadi apatis terhadap situasi yang dihadapinya, sehingga individu yang bersangkutan tidak memberikan tindakan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

Adversity Quotient

Adversity dalam kamus bahasa inggris berarti kesengsaraan atau kemalangan. Menurut Rifameutia dalam Hawadi (2002) istilah adversity dalam kajian psikologi didefinisikan sebagai tantangan dalam kehidupan. Sedangkan dalam kamus bahasa inggris quotient diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan.

Menurut Stoltz (2000) kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh tingkat adversity quotient. Adversity Quotient

merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola, menghadapi dan bertahan menghadapi tantangan yang dialami, serta kemampuan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang merintangi dan menjadikan hambatan sebagai suatu proses dalam upaya mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Adversity Quotient adalah respon seorang individu dalam menghadapi masalah untuk diberdayakan menjadi peluang, dimana individu dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan dan mengatasinya.


(8)

Aspek Adversity Quotient

Adversity Quotient (AQ) memiliki empat dimensi (aspek) CO2RE (Stoltz,

2000). Aspek ini akan menentukan AQ keseluruhan individu. a. Control = Kendali (C)

Control yang disingkat dengan “C” berarti kendali, atau berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menghadirkan kesulitan.

b. Origin dan Ownership = Asal Usul dan Pengakuan (O2)

Origin atau asal usul, mempertanyakan apa yang menjadi asal usul dari sebuah kesulitan. Orang yang memiliki Adversity Quotient rendah cenderung akan memiliki rasa bersalah yang berlebihan atau tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi dalam kehidupannya.

c. Reach = Jangkauan (R)

Reach atau jangkauan merupakan dimensi untuk mengetahui sejauh mana kesulitan akan menjangkau hal-hal yang lain dalam kehidupan individu. Individu yang memiliki respon reach yang rendah dalam menghadapi segala sesuatu hanya akan membuat kesulitan bagi dirinya, dan pada gilirannya nanti akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang lain dalam kehidupannya, sehingga akan menghambat kinerjanya serta menimbulkan penilaian diri yang negatif.

d. Endurance = Daya Tahan (E)

Enduranceatau daya tahan, merupakan dimensi pemuncak dalam komposisi


(9)

kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung.

Hubungan antara Adversity quotient dengan produktivitas kerja

Setiap orang dalam kehidupan selalu diperhadapkan pada kesulitan yang mengarah pada ketidakberdayaan, baik itu kesulitan di masyarakat, di tempat kerja dan kesulitan di dalam diri individu itu sendiri.Ketidakberdayaan itu dapat mengurangi kinerja, produktivitas, motivasi, energy, kemauan untuk belajar dan perbaikan diri, keberanian mengambil resiko, kreativitas, vitalitas, keuletan, dan ketekunan (Stoltz, 2000). Adversity dipandang mampu meramalkan siapa yang akan hancur, siapa yang akan akan gagal, siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan (Stoltz, 2000).

AQ mendasari semua segi kesuksesan.Individu dengan Adversity Quotient

(AQ) tinggi akan selalu optimis, sehingga individu tersebut akan dengan mudah mengendalikan suatu keadaan oleh karena sebuah peristiwa atau sebuah kesulitan, maka dalam mencapai produktivitas kerja yang tinggi sangat dibutuhkan keoptimisan individu untuk mengendalikan situasi. Individu tipe ini tidak mudah dikendalikan oleh lingkungan, sehingga individu tersebut akan dapat menjangkau kesulitan yang ada dan menghadapinya dengan baikagar dapat terus maju (Stoltz, 2000).

Berdasarkan penelitian Stoltz (2005) mendukung dan menunjukan bahwa ada hubungan antara Adversity Quotient dengan produktivitas kerja karyawan.Pada penelitian terhadap karyawan sales dari SBC Telecomunication


(10)

mendapatkan hasil bahwa sales dengan skor AQ tinggi menjual lebih banyak daripada mereka dengan AQ redah (dalam Phoolka 2012).Slanjutnya, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tobing, dkk (2007), menyatakan bahwa semakin tinggi Adversity Quotient (AQ) maka semakin tinggi produktivitas kerja distributor MLM. Penelitian oleh Arini (2003) menunjukan bahwa Adversity Intellegence menjadi predictor bagi produktivitas kerja karyawan agen asuransi.

Secara umum dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila karyawan memiliki tingkat Adversity Quotient yang rendah, maka ia kurang mampu memenuhi produktivitas kerjanya, dan pada akhirnya akan menghambat kesuksesan perusahaan dalam mencapai tujuan. Namun jika karyawan memiliki

Adversity Quotient yang tinggi, maka individu tersebutakan mempunyai produktivitas kerja yang tinggi pula, sehingga tujuan perusahaan dalam mencapai kesuksesan dapat tercapai.Berdasarkan hubungan antara Adversity Quotient dengan produktivitas kerja yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut;

H1: Ada hubungan positif yang signifikan antara Adversity Quotient dengan

produktivitas kerja marketing Nasmoco Toyota.

METODE Partisipan

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nasmoco Toyota Salatiga, dengan sampel penelitian berjumlah 50orang dengan menggunakan teknik sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua


(11)

anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penggunaan teknik ini dengan pertimbangan bahwa jumlah tenaga marketing yang tidak terlampau banyak maka yang dijadikan subyek penelitian adalah seluruh populasi yang ada dengan syarat lama lama bekerja minimal 3 bulan.

Alat Ukur

Selanjutnya, produktivitas kerja akan diukur menggunakan pengukuran menurut Sinungan (2008) yaitu jumlah unit penjualan dari karyawan berdasarkan posisi jabatan sebagai bentuk hasil kerja konkrit. Sedangkan jangka waktu menunjukan jumlah penjualan yang dicapai berdasarkan satuan waktu tertentu. Data produktivitas kerja diperoleh dari Perusahaan Toyota Nasmoco Salatiga.

Sementara Untuk mengukur Adversity Quotient digunakan skala ARP (Adversity Response Profile ) yang memberikan suatu gambaran singkat yang baru dan sangat penting mengenai apa yang mendorong dan apa yang menghambat seseorang untuk melepaskan seluruh potensinya (Stoltz, 2000).Skala tersebut memilikiempat dimensi menurut Stoltz (2000) yang disingkat dengan CO2RE (Control, Origin and Ownership, Reach, Endurance).

Pada penelitian ini, penulis melakukan uji validitas dan uji reliabilitas alat ukur hanya pada angket adversity quotient.Hasil uji validitas ada 27 item yang ditemukan valid. Validitas item bergerak dari 0,330 sampai dengan 0,732. Sedangkan pada reliabilitas didapat nilai alpha cronbach sebesar 0,906 yang berada pada kategori sangat baik (Azwar, 2008).


(12)

HASIL

Analisa deskriptif

Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata (mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Darihasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:

a. Adversity Quotient

Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum data mentah responden. Jumlah item valid dari variabel Adversity quotient adalah 27 item. Kemudian dilakukan pengkategorian terhadap skor nilai dan rata-rata Adversity quotient. Dari 27 item valid variabel

adversity quotient dalam penelitian ini, diketahui skor terendah adalah 27 dan skor tertinggi adalah 135 dengan 4 kategori yaitu sangat bagus, bagus, tidak bagus, dan sangat tidak bagus.Berikut adalah rumus pengkategorian tinggi rendahnya atau interval Adversity quotient:

Interval kategori jml terendah skor jml tertinggi skor jml   27 4 27 135

Tabel 4.5

Interval Adversity Quotient

Skor Kriteria F % Min Max Mean

27 ≤ x< 54 Sangat rendah 1 2% 45

54 ≤ x< 81 Rendah 8 16%

81 ≤ x< 108 Tinggi 31 62% 95,82

108 ≤ x ≤ 135 Sangat tinggi 10 20% 135

Jumlah 50 100 SD = 16,36658 x = adversity quotient


(13)

Dari tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata responden adversity quotientnya berada pada kategori bagus. Nilai tertinggi berada pada kategori sangat bagus dan nilai terendah pada kategori tidak bagus. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.

b. Produktivitas kerja marketing

Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan banyaknya penjualan responden dilihat dari target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Berikut tabelproduktivitas kerja marketing:

Tabel 4.6

Produktivitas Kerja Marketing Target F Prosentase (%) Tidak terpenuhi 9 18,0 % Terpenuhi 41 82,0 % Total 50 100,0 %

Dari tabel di atas, diketahui bahwa ada 41 karyawan yang memenuhi targetnya. Sedangkan sebanyak 9 orang karyawan belum bisa memenuhi target yang ditetapkan oleh perusahaan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.

Analisis korelasi Uji Asumsi

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov. Berdasarkan uji normalitas terhadap sampel yang berasal dari karyawan marketing Nasmoco, didapat nilai Kolmogrov


(14)

Smirnov angket produktivitas kerja marketing adalah 3.526 (p = 0,000) dan nilai Kolmogrov Smirnov angket adversity quotient0,910 (p = 0,379). Syarat data normal adalah p > 0,05. Hal ini berarti data responden produktivitas kerja tidak berdistribusi normal sedangkan data adversity quotient responden berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan melihat nilai F. Nilai F = 0,983 dan p > 0,05 sehingga uji linearitas terpenuhi.

Uji Korelasi

Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi spearman rho. Hal ini dilakukan karena uji syarat normalitas tidak terpenuhi.Dari output SPSS terlihat bahwa nilai rho = -0,063 (p >0,05). Melihat hasil perhitungan tersebut H0 diterima dan Hi ditolak. Ini berarti disimpulkan

bahwa tidakada hubungan yang positif dan signifikan antara adversity quotient

dengan produktivitas kerja marketing pada karyawan Nasmoco Salatiga. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Pembahasan

Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi pearson product momment. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai r = -0,063 (p > 0.05).


(15)

Berdasarkan uji korelasi tersebut maka diketahui kedua variabel yaitu:adversity quotient dengan produktivitas kerja karyawan/ wati marketing toyota NASMOCO Salatiga tidak berhubungan secara signifikan. Hasil temuan tersebut dimungkinkan oleh karena beberapa hal. Pertama, ada kemungkinan adversity quotient telah menjadi bagian dari kehidupan kerja pegawai khususnya dibagian marketing yang berinteraksi dengan pihak konsumen NASMOCO sehingga tidak mempunyai hubungan dengan produktivitas kerja.

Kedua, setiap pegawai menyadari bahwa adversity quotient merupakan suatu variabel yang biasa dihadapi oleh pegawai yang penuh dengan tantangan. Pada penelitian ini karyawan NASMOCO menganggap dunia pemasaran penuh dengan tantangan, sehingga tenaga marketing-pun meresponi target penjualan sebagai hal yang sewajarnya dan bukan sebagai beban. Sekalipun kemampuan pemasaran dari para karyawan di NASMOCO berbeda, namun dalam menghadapi target pemasaran pihak yang memiliki kemampuan yang lebih membantu karyawan lainnya sebagai tim penjualan, sehingga produktivitas kerja dapat tercapai. Adanya reward dan punishment dari pihak perusahaan cenderung mendorong karyawan marketing untuk memenuhi targetnya. Selanjutnya alasan lain adalah pada masa awal kerja mereka berasumsi bahwa mereka menjadikan itu sebagai pelatihan dalam dunia marketing.

Sebagaimana diungkapkan oleh Cowie (1994) yang mengungkapkan bahwa produktivitas mengacu pada hasil berdasarkan padakemampuan atau kreatif, maka dengan demikian juga diketahui tingkat produktivits karyawan marketing NASMOCO Salatiga. Berdasarkan hasil temuan penelitian yang


(16)

menunjukan bahwa produktivitas kerja bagian marketing NASMOCO Salatiga tergolong baik karena mampu menghasilkan angka unit penjualan sebagai hasil yang dicapai dalam jangka waktu tertentu ( Tobing, dkk, 2007 ). Demikian juga denganWinardi (1986:67) mengatakan bahwa produktivitas kerja adalah jumlah yang dihasilkan setiap pekerja dalam jangka waktu tertentu.Menurut Ravianto (1985) produktivitas kerja karyawan / tenaga kerja adalahhasil yang dicapai dalam satuan waktu yang dibutuhkan.Produktivitas kerja karyawan sebagai suatu konsep menunjukan adanya keterkaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu tertentu. Selanjutnya, seperti diungkapkan olehSedarmayanti (2001) bahwa produktivitas kerja bagaian marketing juga menunjukkan hasil yang memuaskan jika dibandingkan dengan target yangharus dipenuhi yang membuktikan efektivitas kerja dalam waktu tertentu.

Namun dengan adanya hasil yang mengindikasikan tidak adanya hubungan antara adversity quotient dan produktivitas kerja maka dapat diartikan bahwa produktivitas kerja karyawan marketing Toyota NASMOCO Salatiga lebih dipengaruhi faktor lain dibandingkan dengan tingkat adversity quotient dari individu yang bersangkutan. Hal ini senada dengan pendapat Ravianto (1985) yang mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu, pendidikan dan latihan, penghasilan dan jaminan sosial, keterampilan kerja, dan menajemen. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa faktor seperti pendidikan dan pelatihan dalam penjualan unit Totoya, penghasilan yang akan diperoleh, ketrampilan kerja karywana yang bersangkutan dan manajemenperusahaan lebih menentukan produktivitas


(17)

karyawan yang ada. Selain itu, menurut Teori motivasi berprestasi (Achievment Motivation) yang dikemukakan oleh Murray dalam Petri & Govern (2004) yaitu, manusia pada umumnya motif untuk mengatasi rintangan-rintangan, memanipulasi objek fisik, manusia, serta ide dan berusaha melaksanakan secepat dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Melalui motif ini maka produktivitas dapat tercapai saat indiviu telah memiliki target pencapaian keingiannya.

Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa cara karyawan yang bersangkutan merespon kesulitan dengan baik (Adversity quotient) kurang berhubungan dengan produktivitas karyawan yang bersangkutan. Hasil temuan ini berbeda dengan apa yang telah dinyatakan bahwa tingkat adversity quotient

mempengaruhi produktivitas kerja seorang individu Stoltz (2000). Berdasarkan penjelasan di atas maka jelas adanya bahwa Adversity Quotientbukan merupakan faktor yang berperan dalam produktivitas kerja karyawan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity quotient

dengan produktivitas kerja marketing di PT Nasmoco Toyota Salatiga 2. Berdasarkan dari data penjualan, didapat hasil bahwa sebanyak 41 karyawan

marketing berhasil memenuhi targetnya. Hal ini termasuk dalam kategori sangat bagus, mengingat jumlah karyawan marketing hanya 50 orang.


(18)

3. Nilai rata-rata angket Adversity quotient pada karyawan marketing adalah 95,82 yang berada pada kategori bagus.

Saran

Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak sebagai berikut :

1. Bagi Karyawan/ wati

1) Karyawan diharapkan mempunyai inisiatif untuk menciptakan cara-cara yang lebih baik didalam meningkatkan produktivitas kerja, misalnya melalui sharing diantara karyawan dalam membahas peningkatan produktivitas kerja atau melakukan diskusi dengan bagian supervisor. 2) Karyawan perlu memanfaatkan peluang dalam penyampaian target.

2. Bagi Pihak Perusahaan

1) Pemberian reward setiap 1 bulan sekali berupa pemunculan foto „the

winner of the month‟ dalam website dan pemberian sertifikat.

2) Setiap 3 bulan sekali diberikan reward berupa liburan atau voucher

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dalam menentukan variasi pada variabel adversity quotient. Faktor-faktor tersebut seperti: faktor komponen metode pembelajaran dan


(19)

pengembangan karyawan, jenis kelamin, kesehatan,penghasilan, jaminan sosial, keterampilan kerja,dan sebagainya

Daftar pustaka:

Arini, D. (2003). Emotional Intelligence dan Adversity Intelligence sebagai prediktor. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Azwar, S. (2008).Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cowie. (1994). Oxford Advance Learner’s.Dictionary.US:Oxford University Press.

Gaspers, V. (2000).Manajemen Produktivitas Total Strategi Peningkatan Produktivitas Bisnis Global.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Hawadi, R. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektul melalui Metode Non Tes Dengan Penekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution.M. N. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Ghalia Indonesia

Phoolka, S. (2012). Adversity Quotient : A Paradigma to Explore. India.

International Journal of Contemporary Business studies, 3 (4), H 67-78.

Ravianto, J. (1985). Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia.Jakarta : Lambaga Sarana Info Usaha dan Produktivitas.

Ravianto, J. (1986). Produktivitas dan Pengukuran.Jakarta : Lembaga Sarana Info Usaha dan Produktivitas.

Sedarmayanti.(2001). SumberDaya Manusia dan Produktivitas Kerja.Bandung : penerbit Mandar Maju.


(20)

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient.Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tobing, A. M, dkk, (2007). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Produktivitas Kerja Distributor MLM.Jurnal Psikologi. 6 (2), November 2007, 51-59.

Winardi.(1986). Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia).Bandung :alumni.


(1)

Berdasarkan uji korelasi tersebut maka diketahui kedua variabel yaitu:adversity quotient dengan produktivitas kerja karyawan/ wati marketing toyota NASMOCO Salatiga tidak berhubungan secara signifikan. Hasil temuan tersebut dimungkinkan oleh karena beberapa hal. Pertama, ada kemungkinan adversity quotient telah menjadi bagian dari kehidupan kerja pegawai khususnya dibagian marketing yang berinteraksi dengan pihak konsumen NASMOCO sehingga tidak mempunyai hubungan dengan produktivitas kerja.

Kedua, setiap pegawai menyadari bahwa adversity quotient merupakan suatu variabel yang biasa dihadapi oleh pegawai yang penuh dengan tantangan. Pada penelitian ini karyawan NASMOCO menganggap dunia pemasaran penuh dengan tantangan, sehingga tenaga marketing-pun meresponi target penjualan sebagai hal yang sewajarnya dan bukan sebagai beban. Sekalipun kemampuan pemasaran dari para karyawan di NASMOCO berbeda, namun dalam menghadapi target pemasaran pihak yang memiliki kemampuan yang lebih membantu karyawan lainnya sebagai tim penjualan, sehingga produktivitas kerja dapat tercapai. Adanya reward dan punishment dari pihak perusahaan cenderung mendorong karyawan marketing untuk memenuhi targetnya. Selanjutnya alasan lain adalah pada masa awal kerja mereka berasumsi bahwa mereka menjadikan itu sebagai pelatihan dalam dunia marketing.

Sebagaimana diungkapkan oleh Cowie (1994) yang mengungkapkan bahwa produktivitas mengacu pada hasil berdasarkan padakemampuan atau kreatif, maka dengan demikian juga diketahui tingkat produktivits karyawan marketing NASMOCO Salatiga. Berdasarkan hasil temuan penelitian yang


(2)

menunjukan bahwa produktivitas kerja bagian marketing NASMOCO Salatiga tergolong baik karena mampu menghasilkan angka unit penjualan sebagai hasil yang dicapai dalam jangka waktu tertentu ( Tobing, dkk, 2007 ). Demikian juga denganWinardi (1986:67) mengatakan bahwa produktivitas kerja adalah jumlah yang dihasilkan setiap pekerja dalam jangka waktu tertentu.Menurut Ravianto (1985) produktivitas kerja karyawan / tenaga kerja adalahhasil yang dicapai dalam satuan waktu yang dibutuhkan.Produktivitas kerja karyawan sebagai suatu konsep menunjukan adanya keterkaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu tertentu. Selanjutnya, seperti diungkapkan olehSedarmayanti (2001) bahwa produktivitas kerja bagaian marketing juga menunjukkan hasil yang memuaskan jika dibandingkan dengan target yangharus dipenuhi yang membuktikan efektivitas kerja dalam waktu tertentu.

Namun dengan adanya hasil yang mengindikasikan tidak adanya hubungan antara adversity quotient dan produktivitas kerja maka dapat diartikan bahwa produktivitas kerja karyawan marketing Toyota NASMOCO Salatiga lebih dipengaruhi faktor lain dibandingkan dengan tingkat adversity quotient dari individu yang bersangkutan. Hal ini senada dengan pendapat Ravianto (1985) yang mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu, pendidikan dan latihan, penghasilan dan jaminan sosial, keterampilan kerja, dan menajemen. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa faktor seperti pendidikan dan pelatihan dalam penjualan unit Totoya, penghasilan yang akan diperoleh, ketrampilan kerja karywana yang bersangkutan dan manajemenperusahaan lebih menentukan produktivitas


(3)

karyawan yang ada. Selain itu, menurut Teori motivasi berprestasi (Achievment Motivation) yang dikemukakan oleh Murray dalam Petri & Govern (2004) yaitu, manusia pada umumnya motif untuk mengatasi rintangan-rintangan, memanipulasi objek fisik, manusia, serta ide dan berusaha melaksanakan secepat dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Melalui motif ini maka produktivitas dapat tercapai saat indiviu telah memiliki target pencapaian keingiannya.

Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa cara karyawan yang bersangkutan merespon kesulitan dengan baik (Adversity quotient) kurang berhubungan dengan produktivitas karyawan yang bersangkutan. Hasil temuan ini berbeda dengan apa yang telah dinyatakan bahwa tingkat adversity quotient mempengaruhi produktivitas kerja seorang individu Stoltz (2000). Berdasarkan penjelasan di atas maka jelas adanya bahwa Adversity Quotientbukan merupakan faktor yang berperan dalam produktivitas kerja karyawan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity quotient dengan produktivitas kerja marketing di PT Nasmoco Toyota Salatiga 2. Berdasarkan dari data penjualan, didapat hasil bahwa sebanyak 41 karyawan

marketing berhasil memenuhi targetnya. Hal ini termasuk dalam kategori sangat bagus, mengingat jumlah karyawan marketing hanya 50 orang.


(4)

3. Nilai rata-rata angket Adversity quotient pada karyawan marketing adalah 95,82 yang berada pada kategori bagus.

Saran

Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa pihak sebagai berikut :

1. Bagi Karyawan/ wati

1) Karyawan diharapkan mempunyai inisiatif untuk menciptakan cara-cara yang lebih baik didalam meningkatkan produktivitas kerja, misalnya melalui sharing diantara karyawan dalam membahas peningkatan produktivitas kerja atau melakukan diskusi dengan bagian supervisor. 2) Karyawan perlu memanfaatkan peluang dalam penyampaian target.

2. Bagi Pihak Perusahaan

1) Pemberian reward setiap 1 bulan sekali berupa pemunculan foto „the

winner of the month‟ dalam website dan pemberian sertifikat.

2) Setiap 3 bulan sekali diberikan reward berupa liburan atau voucher

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dalam menentukan variasi pada variabel adversity quotient. Faktor-faktor tersebut seperti: faktor komponen metode pembelajaran dan


(5)

pengembangan karyawan, jenis kelamin, kesehatan,penghasilan, jaminan sosial, keterampilan kerja,dan sebagainya

Daftar pustaka:

Arini, D. (2003). Emotional Intelligence dan Adversity Intelligence sebagai prediktor. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Azwar, S. (2008).Reliabititas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cowie. (1994). Oxford Advance Learner’s.Dictionary.US:Oxford University Press.

Gaspers, V. (2000).Manajemen Produktivitas Total Strategi Peningkatan Produktivitas Bisnis Global.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Hawadi, R. (2002). Identifikasi Keberbakatan Intelektul melalui Metode Non Tes Dengan Penekatan Konsep Keberbakatan Renzulli. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution.M. N. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Ghalia Indonesia

Phoolka, S. (2012). Adversity Quotient : A Paradigma to Explore. India. International Journal of Contemporary Business studies, 3 (4), H 67-78.

Ravianto, J. (1985). Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia.Jakarta : Lambaga Sarana Info Usaha dan Produktivitas.

Ravianto, J. (1986). Produktivitas dan Pengukuran.Jakarta : Lembaga Sarana Info Usaha dan Produktivitas.

Sedarmayanti.(2001). SumberDaya Manusia dan Produktivitas Kerja.Bandung : penerbit Mandar Maju.


(6)

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient.Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tobing, A. M, dkk, (2007). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Produktivitas Kerja Distributor MLM.Jurnal Psikologi. 6 (2), November 2007, 51-59.

Winardi.(1986). Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia).Bandung :alumni.