T1 232009038 Full text

PENERAPAN ASUMSI KESATUAN USAHA
PADA USAHA MIKRO DAN KECIL DI
KECAMATAN TINGKIR, SALATIGA
Oleh :
DEBBY FLORENSIA
NIM : 232009038

KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi sebagian dari
Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS: EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013


i

ii

iii

PENERAPAN ASUMSI KESATUAN USAHA PADA
USAHA MIKRO DAN KECIL
DI KECAMATAN TINGKIR, SALATIGA

Debby Florensia
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT
Micro and small enterprises is one of the supportive economic activities
in Indonesia, whether as additional income or as jobs provider for society.
However, Micro and small enterprises has a lot of problem in its
implementation. Many facts show that businessmen experience difficulties in
implementing business entity assumption where they can’t separate between
personal and business funds. This condition makes their business capital eroded

from day to day. This research is a descriptive research for the purpose to
analyze how business entity assumption can be applied for small business. The
method used in this research is convenience sampling, where samples will be
used according to the employee amounts in the business criteria.
Based on the results of this research, 92.9% respondents have paid
salaries for married employees and include it in the component of production
costs. There are only 20 % who include transport costs into production costs.
The other 83.3% respondents have business places which are fused with their
houses. They also don’t separate electricity, water and telephone bill from their
offices. However, 34.3% respondents have allocated those bills. 65,7%
respondents haven’t allocated them. There are amounts of 43 % who note
business product that they have taken. The other 61.1% respondents note what
products they have used. The rest 38.9% respondents compensate with the same
prices of those products.
Keywords: business entity, Micro and small enterprises, Separate between
personal and business funds.

iv

SARIPATI

Usaha mikro dan kecil merupakan salah satu penunjang kegiatan
ekonomi di Indonesia, baik dalam hal pendapatan maupun penyedia lapangan
pekerjaan bagi masyarakat. Namun, dalam prakteknya usaha mikro dan kecil di
Indonesia masih mempunyai banyak permasalahan. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha mengalami kesulitan dalam
menjalankan asumsi kesatuan usaha dimana tidak bisanya memisahkan antara
uang pribadi dengan uang untuk usaha sehingga membuat modal untuk
pengembangan usaha lama kelamaan terkikis habis. Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan
asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil. Pengambilan sampel
menggunakan metode convenience sampling dimana sampel yang akan
digunakan sesuai dengan kriteria usaha berdasarkan jumlah tenaga kerjanya.
Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 92,9% responden sudah melakukan
penggajian terhadap karyawan yang masih keluarga dan memasukkan ke dalam
komponen biaya produksi usaha. Hanya 20% yang memasukkan biaya
transportasi kedalam biaya produksi. Sebesar 83,3% responden mempunyai
tempat usaha yang tergabung dengan tempat tinggal pemilik, dan tidak adanya
pemisahan rekening listrik, air, dan telepon. Namun, 34,3% responden sudah
mengalokasikan biaya-biaya tersebut. Dan 65,7% tidak mengalokasikan biaya
tersebut. Ada 43% yang melakukan pencatatan atas pengambilan produk usaha.

Sebanyak 61,1% responden mencatat produk apa saja yang dipakai, dan 38,9 %
mengganti seharga produk tersebut.
Kata Kunci : kesatuan usaha, usaha mikro dan kecil, pemisahan kepentingan
usaha dan pribadi.

v

KATA PENGANTAR

Asumsi kesatuan usaha pada dasarnya adalah hal yang paling mendasar
dalam dunia usaha, baik pada usaha besar sampai usaha kecil. Namun, penerapan
asumsi ini sangatlah mudah diterapkan di usaha besar. Hal ini bertolak belakang
dengan penerapannya diusaha kecil, karena masih banyak usaha kecil yang tidak
atau belum menerapkan pemisahan keuangan pribadi dan usaha. Padahal dengan
adanya pemisahan keuangan pribadi dan usaha dapat membantu pelaku usaha
dalam perhitungan biaya-biaya dan harga jual yang akurat. Hal ini yang membuat
penulis tertarik untuk menulis kertas kerja yang berjudul “Penerapan Asumsi
Kesatuan Usaha Pada Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga”.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa kertas kerja ini masih mengandung
banyak kekurangan dan kelemahan yang terutama bersumber pada pandangan

pribadi penulis yang serba terbatas. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari
pembaca akan diterima dengan senang hati. Mudah – mudahan kertas kerja ini
bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Salatiga, 6 Januari 2013

Debby Florensia

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu memimpin tiap langkahku, memberiku
hikmat, serta kekuatan sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi ini.
Tanpa

Tuhan


ada

menyelesaikannya.

disampingku,
Kiranya

aku

keberhasilan

tidak

mungkin

skripsiku

ini


mampu
dapat

menyenangkan hati-Mu Tuhan dan biarlah nama-Mu saja yang
dipermuliakan.
2. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, yang telah memberikan
bekal pengetahuan kepada penulis.
3. Mas Ronny Prabowo, SE., M.Com., Akt selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, memberikan ide, masukan dan saran dengan
penuh kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan kertas
kerja ini.
4. Mbak Elisabeth Penti Kurniawati, SE., M.Ak selaku wali studi, atas
pengarahan-pengarahan yang telah diberikan selama penulis menuntut
ilmu.
5. Bapak Usil Sis Sucahyo, SE., MBA selaku kaprogdi Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan kertas kerja ini.
6. Papi, Mami, ci Lina, oh Christian, terima kasih untuk semua kasih sayang,
doa, dan dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. I love you so much!
7. Mas Radmaji selaku staf CEMSED yang telah membantu dalam
memperoleh data penelitian.
8. Seluruh dosen pengajar serta staf administrasi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba

vii

ilmu di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana.
9. Pengelola Usaha Konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan informasi dan membantu jalannya
penelitian.
10. Koko Riko Aditya Pramana S.Kom, terima kasih karena telah memberikan
motivasi, semangat, bantuan, nasehat, dan doanya. Thank’s for everything.
11. Sahabat terbaikku sejak kecil, Nova. Walau kita jauh, semangat dan
doamu selalu kuterima. Terima kasih atas dukungan, kebaikan,
pengalaman suka dan duka bersama yang tak akan pernah penulis lupakan.
12. Teman-teman kost dan kuliah, Herlina, Fela, Brenda, Ayu, Melly, Pauline,
Silva yang selalu menemani dan menghibur dikala penulis mengalami

keputus-asaan dalam pembuatan skripsi ini.
13. Teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Terima kasih untuk kebersamaan, bantuan, doa dan kerja sama selama
penulis berada di Salatiga. Tuhan memberikati kita semua.

Semoga Tuhan menjadikan segala sesuatu, melimpah berkat dan
anugerah-Nya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penyusunan kertas kerja ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga kertas kerja ini berguna bagi
setiap pembaca dan peneliti-peneliti berikutnya.

Salatiga, 6 Januari 2013

Debby Florensia

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul/cover......................................................................................... i

Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja ............................................................ ii
Halaman Persetujuan/Pengesahan .................................................................... iii
Abstract ............................................................................................................ iv
Saripati.............................................................................................................. v
Kata Pengantar .................................................................................................. vi
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ vii
Daftar Isi ........................................................................................................... ix
Daftar Tabel ...................................................................................................... xi
Daftar Gambar ................................................................................................. xii
Daftar Lampiran ................................................................................................ xiii
1. Pendahuluan .................................................................................................... 1
2. Telaah Teoritis
Asumsi Kesatuan Usaha .................................................................................... 3
Pelaporan Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil ................................................ 5
Hambatan dalam Pelapoaran Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil .................... 8
3. Metode Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................................... 11
Instrumen Penelitian ......................................................................................... 12
4. Analisis Data dan Pembahasan
Profil Obyek Penelitian .................................................................................... 14


ix

Analisis Pembuatan Laporan Keuangan oleh
Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga .............................. 15
Analisis Pemisahan Keuangan Pribadi dan Usaha oleh
Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga .............................. 19
5. Kesimpulan dan Implikasi
Kesimpulan ...................................................................................................... 27
Saran ................................................................................................................ 28
Keterbatasan .................................................................................................... 29
Penelitian Mendatang ....................................................................................... 29
Daftar Pustaka .................................................................................................. 30
Lampiran ......................................................................................................... 32

x

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Kisi-Kisi Kuesioner ..........................................................

13

Tabel 4.1 : Lama Usaha Beroperasi ....................................................

15

Tabel 4.2 : Kepemilikan Catatan Pendapatan dan Biaya .....................

16

Tabel 4.3 : Kepemilikan Laporan Keuangan .......................................

17

Tabel 4.4 : Bagian Akuantansi dalam
Pembuatan Laporan Keuangan ...........................................

xi

18

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 : Kategori Usaha .............................................................

14

Gambar 4.2 : Perhitungan Gaji yang Melibatkan Keluarga ..................

20

Gambar 4.3 : Perhitungan Biaya Transportasi .....................................

21

Gambar 4.4 : Tempat Tinggal Pemilik dan Usaha ...............................

23

Gambar 4.5 : Pencatatan atas Pengambilan Produk
yang Dipakai Sendiri ....................................................

xii

25

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Profil Usaha di Kecamatan Tingkir, Salatiga ............................... 33
Lampiran 2 : Kriteria Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja ........................ 35
Lampiran 3 : Alasan Tidak Memiliki Catatan Pendapatan dan Biaya ................ 37
Lampiran 4 : Alasan Tidak Memiliki Laporan Keuangan .................................. 37
Lampiran 5 : Alasan Tidak Memiliki Bagian Akuntansi .................................... 37
Lampiran 6: Pembelian Bahan Baku Secara Bersamaan dengan Kebutuhan
Rumah Tangga ............................................................................ 38
Lampiran 7 : Alokasi Biaya Listrik, Telepon, dan Air ...................................... 38
Lampiran 8 : Perlakuan atas Pengambilan Produk
yang Dipakai Sendiri ................................................................... 39
Lampiran 9 : Surat Ijin Penelitian ..................................................................... 40
Lampiran 10 : Kuesioner Penelitian................................................................... 41

xiii

1.

PENDAHULUAN
Dalam prakteknya, akuntansi berjalan berdasarkan asumsi-asumsi.

Seperti di Amerika Serikat yang telah diatur baik oleh Dewan Standar
Akuntansi (Financial Accounting Standards Board-FASB) maupun Indonesia
sendiri yang mengacu pada IFRS (International Financial Reporting
Standards). Asumsi-asumsi yang dibuat adalah suatu kerangka pedoman yang
terdiri atas standar akuntansi dan sumber-sumber lain yang didukung berlakunya
secara yuridis, teoritis, dan praktis (GAAP). Akuntansi terdiri dari beberapa
asumsi-asumsi dasar, dan salah satu asumsi dasar akuntansi yang harus
diterapkan adalah asumsi kesatuan usaha. Asumsi ini sudah ada sejak lama dan
bertahan sampai sekarang.
Di dalam asumsi kesatuan usaha, perusahaan dipandang sebagai suatu
unit usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Dengan anggapan
seperti ini maka transaksi-transaksi perusahaan dipisahkan dari transaksitransaksi pemilik dan oleh karenanya maka semua pencatatan dan pelaporan
dibuat untuk perusahaan tersebut (Baridwan, 2004 : 8).
Sebenarnya penerapan asumsi kesatuan usaha pada perusahaan besar
relatif mudah diterapkan. Namun mayoritas usaha mikro dan kecil tidak
menerapkan (Karyawati, 2008). Menurut Iien (2009), ada beberapa manfaat dari
penerapan asumsi kesatuan usaha bagi usaha mikro dan kecil. Pertama, usaha
dapat menentukan biaya produksi yang lebih handal. Kedua, entitas pemilik
akan lebih mudah mendiagnosa kesehatan keuangan bisnisnya.

1

Selain itu, jika dalam suatu usaha tidak menerapkan asumsi kesatuan
usaha secara baik akan menimbulkan biaya yang under recorded. Sebagai
contoh, adanya biaya tenaga kerja yang sulit ditelusuri (Karyawati;2008).
Kebanyakan usaha mikro dan kecil memperkerjakan anggota keluarganya untuk
menjadi tenaga kerja, dan upah tenaga kerja yang seharusnya dibayarkan
menjadi tidak tercacat pada pembukuan usahanya. Hal inilah yang
menyebabkan adanya biaya yang under estimated, sehingga juga akan
berdampak pada penentuan harga jual suatu produk yang terlalu rendah.
Karyawati (2008) menegaskan dampak dari tidak menerapkan konsep kesatuan
usaha terhadap laporan keuangan adalah aset dan kewajiban sama sekali tidak
merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya.
Secara apriori asumsi kesatuan usaha sulit diterapkan dalam usaha mikro
dan kecil. Hal ini sesungguhnya menarik untuk diteliti, dan sampai saat ini
belum banyak orang yang meneliti tentang masalah ini, sehingga penulis ingin
mencoba meneliti dan memapaparkan bagaimana usaha mikro dan kecil di
Kecamatan Tingkir, Salatiga menerapkan asumsi kesatuan usaha. Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan
untuk lebih mengetahui manfaat pemisahan pencatatan keuangan usaha dan
pribadi sebagai sumber informasi keuangan yang bisa digunakan sebagai
perencanaan biaya, pengendalian biaya, pengambilan keputusan bagi usaha
mikro dan kecil.

2

2.

TELAAH TEORITIS

Asumsi kesatuan usaha
Akuntansi pada umumnya diatur oleh beberapa asumsi penting yang
harus diterapkan pada setiap bentuk usaha apapun. Di Amerika Serikat, asumsiasumsi akuntansi ini telah diatur baik oleh FASB (Financial Accounting
Standards Board), sedangkan di Indonesia sendiri penerapannya mengacu pada
IFRS (International Financial Reporting Standards). Asumsi-asumsi ini
mempermudah pelaksanaan kegiatan akuntansi dalam intern perusahaan
maupun bagi pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan
yang disajikan. Salah satu asumsi akuntansi yang paling mendasar adalah
asumsi kesatuan usaha. Asumsi kesatuan usaha penting karena membatasi data
ekonomi dalam sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha. Dengan kata lain, perusahaan dipandang sebagai entitas
terpisah dari pemilik, kreditor, atau pihak yang berkepentingan lainnya (Warren
et al :2005:16). Asumsi kesatuan usaha mengasumsikan atau menganggap
bahwa suatu perusahaan adalah suatu badan yang terpisah dan dibedakan dari
orang-orang yang mempunyai aset perusahaan itu. Sedangkan menurut
Baridwan (2004 :8), konsep kesatuan usaha adalah konsep yang menyatakan
bahwa dalam akuntansi perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha
yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri dan terpisah dari pemilik
dan pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan. Menurut Basu dan
Waymire (2006), asumsi kesatuan usaha ini muncul sejak jaman pertengahan di
Italia dan mulai diformalkan sejak abad 19 di Inggris dan Amerika Serikat.

3

Dengan konsep ini, entitas perusahaan menjadi perhatian dalam hal
akuntansi. Konsep ini harus tetap ada baik dalam perusahaan perseroan sampai
dengan perseorangan. Pendapatan dan laba harus dipandang sebagai kenaikan
kekayaan perusahaan sedangkan biaya dan rugi sebagai pengurang kekayaan
perusahaan. Sedangkan laba bersih (net income) atau rugi adalah perubahan
dalam kekayaan perusahaan bukan kekayaan pribadi (Karyawati: 2008)
Semua kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya yang tidak berkaitan
dengan bidang usahanya harus dikeluarkan dari perkiraan perusahaan. Bila
pemilik usaha perorangan memiliki dua perusahaan atau lebih yang berbedabeda maka untuk keperluan akuntansi masing-masing perusahaan itu harus
diperlakukan sebagai kesatuan usaha yang terpisah dan mandiri. Tetapi, secara
hukum pemilik usaha perorangan secara pribadi bertanggung jawab atas semua
hutang-hutang perusahaan dan mungkin saja menggunakan harta yang bukan
milik perusahaannya untuk menutup hutang-hutang perusahaan. Sebaliknya,
aset perusahaanpun dapat digunakan untuk membayar klaim atas hutang-hutang
pemilik usaha (Tunggal,1997 : 5)
Asumsi ini harus dipertahankan karena bila tidak, transaksi perusahaan
akan bercampur dengan transaksi pribadi, artinya jika seseorang membeli aset
untuk keperluan pribadi tidak boleh masuk kedalam transaksi perusahaan, atau
sebaliknya (Suryo:2007). Laporan keuangan yang telah disusun dengan
pertolongan catatan-catatan akuntansi yang berbaur dengan keperluan pribadi
tidak akan ada artinya, sebab laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan
baik posisi keuangan maupun hasil yang dicapai sebuah perusahaan.

4

Sebagaimana diketahui bahwa objek akuntansi adalah transaksi dan
kejadian yang terjadi dalam perusahaan. Pengaruh transaksi ini akan
mengakibatkan timbulnya perubahan dalam aset, liabilitas, dan ekuitas
perusahaan. Dengan kata lain, transaksi dan kejadian mempengaruhi posisi
keuangan perusahaan. Akan tetapi, kegiatan perusahaan yang menyangkut
berbagai macam transaksi dan kejadian harus dibedakan dari kegiatan
pemiliknya, karena kepentingan perusahaan berbeda dengan kepentingan
pemilik.
Untuk membatasi ruang lingkup kepentingan antar perusahaan dengan
pemiliknya itu, maka perusahaan dianggap sebagai satu kesatuan usaha yang
berdiri sendiri. Artinya, kegiatan usaha perusahaan dianggap sebagai satu
kesatuan usaha yang terpisah. Anggapan perusahaan sebagai kesatuan usaha
yang

terpisah

dari

pemiliknya,

merupakan

landasan

utama

dalam

menyelenggarakan kegiatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan.

Pelaporan Keuangan di Usaha Mikro dan Kecil
Dalam konsep PSAK no 1, Ikatan Akuntan Indonesia menggunakan
istilah pelaporan keuangan. Dalam kerangka penyusunan dan penyajian laporan
keuangan dipakai istilah laporan keuangan, pelaporan keuangan meliputi
laporan keuangan dan cara-cara lain untuk melaporkan informasi, laporan
keuangan terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal dan
laporan arus kas, maka dalam laporan keuangan termasuk juga prospectus,
peramalan oleh manajemen dan berbagai pengungkapan informasi lainnya.

5

Warren et al (2005) menyatakan dengan melakukan proses pelaporan
keuangan akan menghasilkan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan
untuk pengambilan keputusan mengenai aktivitas dan kondisi perusahaan.
Informasi dalam pelaporan keuangan diperlukan untuk merumuskan berbagai
keputusan agar dapat memecahkan segala permasalahan yang dihadapi
perusahaan (Soemarso:2004). Dalam usahanya, semua bentuk badan usaha
harus melakukan pelaporan atas keuangannya, begitu juga pada bentuk usaha
mikro dan kecil.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008, kriteria usaha mikro dan
kecil, yaitu :
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro
sesuai dengan undang – undang.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh
perorangan atau badan yang bukan merupakan cabang perusahaan dan
telah sesuai dengan undang – undang.
Kategori Biro Pusat Statistik (BPS) mengklasifikasikan industri
berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu:
1. Industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang.
2. Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang.
Kriteria usaha mikro dan kecil adalah industri yang berskala kecil, baik
dalam ukuran modal, jumlah produksi maupun tenaga kerjanya. Perolehan
modal umumnya berasal dari sumber yang tidak resmi seperti tabungan keluarga

6

atau pinjaman dari kerabat. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari
anggota keluarga atau kerabat dekat dengan sifat hubungan kerja yang informal
(Karyawati : 2008)
Di sisi lain, pelaporan keuangan bentuk usaha mikro dan kecil berbeda
dengan bentuk usaha lainnya. Pada umumnya pemilik usaha kecil beranggapan
bahwa pencatatan keuangan tidaklah perlu. Membutuhkan kecermatan, waktu
dan juga biaya dengan jumlah tertentu membuat beberapa pemilik usaha enggan
untuk melakukan aktivitas pencatatan keuangan. Mengandalkan ingatan untuk
mengingat segala sesuatu yang berkaitan dengan operasional perusahaan
menjadi pilihan yang menarik bagi kebanyakan pelaku usaha. Namun, tentunya
tidak semua pelaku usaha mikro dan kecil memiliki anggapan tersebut. Masih
ada pelaku usaha mikro dan kecil yang melakukan pencatatan keuangan dalam
menjalankan usahanya.
Menurut Karyawati (2008), usaha mikro dan kecil biasanya melakukan
pelaporan keuangan secara sederhana yang disebut dengan pembukuan.
Pembukuan adalah proses pencatatan transaksi-transaksi (kejadian) keuangan
dalam buku-buku manual yang diperlukan seperti buku catatan, agenda, atau
bahkan dalam kertas-kertas lainnya. Pelaporan keuangan dalam aktivitas usaha
dalam skala kecil dan menengah mendekati pada sistem tata buku tunggal
dimana hanya catatan-catatan penting saja yang dilakukan pencatatan secara
lengkap (Tunggal : 1997).
Usaha mikro dan kecil memerlukan pencatatan keuangan agar dapat
mengembangkan usahanya, karena pada umumnya usaha mikro dan kecil

7

cemerlang dalam pembuatan ide-ide baru tetapi masih banyak belum
mengetahui bagaimana cara mengelola pencatatan keuangan dan bagaimana
cara mengetahui informasi keuangan yang diinginkan (Prasetyo:2007).
Informasi keuangan mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan
usaha, termasuk bagi usaha mikro dan kecil. Informasi keuangan dapat menjadi
dasar yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan
usaha mikro dan kecil, antara lain keputusan pengembangan pasar, penetapan
harga dan lain-lain. Penyediaan informasi keuangan bagi usaha mikro dan kecil
juga diperlukan khususnya untuk akses subsidi pemerintah dan akses tambahan
modal bagi usaha kecil dari kreditur (bank). Kewajiban penyelenggaraan
akuntansi bagi usaha mikro dan kecil sebenarnya telah tersirat dalam UU Nomor
20 Tahun 2008. Pemerintah maupun komunitas akuntansi telah menegaskan
pentingnya pencatatan dan penyelenggaraan akuntansi bagi usaha mikro dan
kecil.
Hambatan-hambatan dalam pelaporan keuangan di usaha mikro dan kecil
Holmes dan Nicholls (1989) mengungkapkan bahwa informasi
keuangan yang banyak disiapkan dan digunakan usaha mikro dan kecil
adalah informasi yang diharuskan menurut undang-undang atau peraturan
(statutory). Selain itu, informasi keuangan yang seharusnya dibutuhkan oleh
manajemen perusahaan kecil dalam penggunaan informasi keuangan sangat
terbatas. Tunggal (1997) mengungkapkan banyak kelemahan dalam praktek
akuntansi pada usaha mikro dan kecil. Kelemahan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain pendidikan dan overload standar akuntansi yang

8

dijadikan pedoman dalam penyusunan pelaporan keuangan. Sedangkan
Suhairi (2006) berpendapat bahwa rendahnya penyusunan laporan keuangan
disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan
laporan keuangan bagi usaha mikro dan kecil. Standar akuntansi keuangan yang
dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan harus diterapkan
secara konsisten.
Dari uraian tersebut jelas bahwa usaha mikro dan kecil banyak
mengalami kesulitan dalam memahami informasi akuntansi dengan baik.
Padahal dengan semakin ketatnya persaingan bisnis dalam era globalisasi
ekonomi, hanya perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang akan
mampu memenangkan persaingan. Keunggulan tersebut diantaranya adalah
dalam mengelola berbagai informasi, sumber daya manusia, alokasi dana,
penerapan teknologi, sistem pemasaran dan pelayanan. Sehingga manajemen
perusahaan yang professional merupakan tuntutan yang harus dipenuhi untuk
dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahan secara baik.
Masalah seputar usaha mikro dan kecil di Indonesia menurut penelitian
Primiana (2009) yaitu antara lain mengenai permodalan yang kecil sehingga
sulit memenuhi pesanan, sulit mendapatkan kredit dari bank, kurang mampu
mengadakan pencatatan dan pelaporan yaitu tidak mampu membuat neraca dan
laporan laba rugi serta tercampurnya antara keuangan perusahaan dan pribadi.
Dengan kata lain, pelaku usaha mikro dan kecil tidak menjalankan asumsi
kesatuan usaha.

9

Pada usaha mikro dan kecil, pencatatan laporan keuangan dilakukan
dengan cara membuat catatan-catatan yang dianggap penting saja atau dengan
kata lain pelaku usaha kecil hanya membuat pembukuan sederhana. Di dalam
pembukuan sederhana pada usaha mikro dan kecil tidak terdapat pemilahan
antara biaya pribadi dan biaya usaha. Hal inilah yang bisa menyebabkan
tercampurnya keuangan pribadi dan keuangan usaha. Dalam akuntansi, usaha
mikro dan kecil sangat sulit menerapkan asumsi kesatuan usaha dalam
pencatatan keuangannya (Baridwan 2004:9). Padahal, jika keuangan usaha dan
keuangan pribadi digabung, pemilik usaha akan kesulitan dalam melakukan
pengawasan pendapatan atau pengeluaran.
Banyak dari pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak memilah biaya–
biaya yang dikeluarkan baik untuk pribadi maupun usahanya. Semua biayabiaya yang dikeluarkan dicatat pada satu pembukuan. Misalkan saja, karena
biasanya usaha mikro dan kecil mempunyai keterbatasan tempat, maka rumah
pemilik usaha dan tempat usahanya digabung menjadi satu tempat. Hal ini
membuat tidak adanya pemilahan biaya listrik untuk masing-masing entitas dan
akan menyebabkan harga jual produk yang lebih rendah. Selain itu, dampak
tidak menerapkannya asumsi kesatuan usaha pada usaha mikro dan kecil adalah
jika pemilik usaha menganggap aset usahanya sebagai aset pribadi, maka ada
kecenderungan bagi pemilik untuk menggunakannya diluar entitas usahanya.
Jika uang yang digunakan untuk usaha ternyata lebih sering digunakan untuk
entitas pribadi tentu saja hal ini akan berdampak tidak baik bagi kelangsungan
usahanya.

10

Menurut Karyawati (2008), akibat

tidak memisahkan pembukuan

pribadi dan usaha adalah perhitungan keuntungan atau kerugian pada akhir
bulan nilainya tidak akan menjadi riil karena adanya pemotongan berbagai
pengambilan pribadi yang belum tercatat. Selain itu alokasi anggaran untuk
perputaran usaha menjadi kacau karena setiap bulannya tidak ada biaya yang
bersifat tetap sehingga bisa mengganggu anggaran untuk belanja bahan baku
produk.
Dengan melakukan pemisahan pencatatan antara keuangan usaha dengan
keuangan pribadi akan lebih mudah membedakan antara arus kas dana dari
usaha dengan penggunaan uang untuk entitas pribadi. Pemisahan pencatatan
juga dapat memberikan informasi lebih jelas tentang keadaan finansial dari
usaha yang sedang dijalankan. Di sisi lain, tujuan dari pemisahan pencatatan
antara keuangan pribadi dan keuangan usaha adalah untuk keteraturan, karena
pembukuan keuangan yang terpisah akan tercatat dengan jelas dan benar
manakah yang menjadi komponen usaha maupun yang menjadi komponen
pribadi, agar tidak mengganggu satu sama lain.
3.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah usaha mikro dan kecil di Kecamatan
Tingkir, Salatiga. Pada penelitian ini sampel penelitian diambil dengan
menggunakan teknik snowball sampling. Karena dalam teknik ini, penentuan
sampel

yang

mula-mula

jumlahnya

kecil,

kemudian

karena

peneliti

menginginkan lebih banyak sampel lagi, lalu diminta kepada sampel pertama

11

untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Adapun
sampel memiliki kriteria tertentu, yaitu usaha mikro dan kecil yang bergerak
pada bidang konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga. Banyaknya usaha
konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga mambuat peneliti akhirnya mengambil
sampel tersebut untuk diteliti.
Instrumen Penelitian
Ditinjau dari tujuan penelitiannya merupakan penelitian deskriptif
dimana penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagai
mana adanya, tanpa membuat analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku
umum.
Pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berupa
kuesioner dimana responden harus mengisi jawaban yang dianggap paling tepat
dan sesuai dengan pengalaman yang ada. Kuesioner atau daftar pertanyaan yang
diajukan kepada usaha mikro dan kecil disusun berdasarkan variabel yang
diteliti dengan menyediakan jawaban alternatif yang dipilih responden sesuai
dengan kondisi riil sehingga diharapkan data yang didapatkan untuk penelitian
ini akurat.

12

Berikut adalah garis besar daftar pertanyaan dalam kuesioner :
Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner
Bagian kuesioner
Demografis

Isi kuesioner
Nama pemilik, alamat usaha, usia, jenis kelamin,
jenis usaha, lama usaha, jumlah karyawan yang
dimiliki.

Utama

Pelaporan

keuangan,

pemahaman

tentang

pencatatan keuangan, ada atau tidaknya bagian
akuntansi.
Inti

Pemisahan aktivitas usaha dengan aktivitas rumah
tangga, pengakuan konsumsi sumber daya dalam
kegiatan

produktif

sebagai

komponen

biaya

produksi.

4.

Analisis Data dan Pembahasan
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha mikro dan

kecil yang berada pada Kecamatan Tingkir, Salatiga yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro dan Kecil. Kategori yang diambil adalah usaha mikro dan kecil yang
bergerak pada bidang usaha konveksi. Dilihat dari jenis usahanya, usaha
manufaktur seperti usaha konveksi mendominasi usaha yang ada di Kecamatan
Tingkir, Salatiga. Waktu penelitian yang dilakukan mulai bulan September 2012
sampai awal Oktober 2012. Peneliti mengambil 42 sampel sebagai sumber

13

penelitian untuk mewakili populasi usaha mikro dan kecil yang ada. Dasar
pengambilan sampel berasal dari informasi dari ketua paguyuban usaha
konveksi di Kecamatan Tingkir.
Profil Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini, semua responden menjalankan usaha konveksi.
Usaha konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga mayoritas memproduksi celana
kolor atau hawai, sprei, sarung bantal, dan bedcover. Sedikit diantaranya
memproduksi pakaian wanita, pakaian pria, kaos, dan seragam. Dari 42
responden yang diteliti, dilihat dari segi banyaknya karyawan yang bekerja
sebesar 42,9 % atau 18 responden termasuk usaha mikro, dan sebesar 57,1 %
atau 24 responden termasuk usaha kecil. Seperti dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut.
Gambar 4.1 Kategori Usaha

Sumber : data primer yang diolah, 2012
Sesuai dengan kategori Biro Pusat Statistik (BPS), apabila jumlah
karyawan 1-4 orang maka usaha itu dikategorikan sebagai usaha mikro,
sedangkan jika ada 5 orang sampai dengan 19 orang maka disebut usaha kecil.

14

Tabel 4.1 Lama Usaha Beroperasi
Persentase (%)
Jumlah
Responden
1 bulan s.d ≤ 5 tahun
11
26.2
23
54.8
6 tahun s.d ≤ 10 tahun
6
14.3
11 tahun s.d ≤ 15 tahun
1
2.4
16 tahun s.d ≤ 20 tahun
1
2.4
21 tahun s.d ≤ 25 tahun
42
100
Total
Sumber : data primer yang diolah, 2012
Lama Usaha

Lama berdirinya usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga,
mayoritas antara 6 tahun sampai dengan 10 tahun yaitu sebesar 54,8 %
Analisis Pembuatan Laporan Keuangan oleh Usaha Mikro dan Kecil di
Kecamatan Tingkir, Salatiga
Dalam usaha pencatatan keuangan sangatlah penting dilakukan,
mengingat usaha selalu berhubungan dengan keluar masuknya uang. Namun,
mayoritas usaha mikro dan kecil tidak memiliki laporan keuangan secara utuh.
Biasanya usaha hanya memiliki catatan-catatan seperti jumlah omset, laba, dan
biaya atau dengan kata lain usaha hanya melakukan pembukuan sederhana.
Maka dari itu peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden untuk
mengetahui apakah usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga
memiliki catatan pendapatan dan biaya. Penulis mendapatkan hasil seperti pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Kepemilikan Catatan Pendapatan dan Biaya
No.
1.
2.

Catatan Pendapatan dan
Biaya

Jumlah
Responden

Memiliki
38
Tidak Memiliki
4
Total
42
Sumber : data primer yang diolah, 2012

15

Persentase
(%)
90,5
9,5
100

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa usaha mikro dan kecil di
Kecamatan Tingkir, Salatiga 90,5 % membuat atau memiliki catatan pendapatan
dan biaya yang telah dibukukan tetapi hanya ada pencatatan sederhana seperti
pada saat terjadi pembelian bahan baku, biaya-biaya yang terjadi dan harga jual
produk. Para pelaku usaha yang membuat catatan pendapatan dan biaya
mengaku bahwa pembuatan catatan ini dapat membantu menghitung dan
mengevaluasi laba usahanya. Dari 9,5 % atau 4 responden yang tidak memiliki,
1 usaha diantaranya beranggapan bahwa tidak perlu adanya pembuatan catatan
tersebut, dan 3 sisanya beranggapan bahwa hal itu tidak bermanfaat untuk
dilakukan. Para pemilik yang tidak membuat catatan, pendapatan dan biaya
biasanya hanya mengandalkan ingatan saja untuk mengingat-ingat jumlah
besarnya pendapatan dan biaya (lampiran 3, tabel 3).
Dapat diketahui bahwa sebagian besar usaha mikro dan kecil di
Kecamatan Tingkir, Salatiga mempunyai catatan pendapatan dan biaya. Hal ini
sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa usaha mikro dan
kecil biasanya melakukan pelaporan keuangan secara sederhana yang bisa
disebut pembukuan, dimana pelaporan keuangan itu hanya ada catatan-catatan
penting saja.
Tabel 4.3 Kepemilikan Laporan Keuangan
No.

Laporan Keuangan
Memiliki

Jumlah
Responden
9

Persentase
(%)
23,68

1.
2.

Tidak Memiliki

29

76,32

Total

38

100

Sumber : data primer yang diolah, 2012

16

Laporan Keuangan disusun untuk mengukur, menilai, dan mengevaluasi
kondisi serta potensi usaha. Dalam suatu usaha, umumnya laporan keuangan
terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas.
Namun bentuk laporan keuangan di usaha mikro dan kecil hanya berupa laporan
sederhana. Laporan keuangan tersebut antara lain laporan omset perbulan dan
laporan keluar masuk barang.
Hal ini terbukti dalam penelitian ini bahwa terdapat sebanyak 29
responden (76,32%) tidak memiliki laporan keuangan. Terdapat 20 responden
atau 68,97% beranggapan bahwa pembuatan laporan keuangan di usahanya
tidak perlu dilakukan. Hal ini mengingat usahanya yang dibilang masih relatif
kecil dan belum membutuhkan laporan keuangan yang kompleks. Selain itu,
mereka lebih memilih membuat catatan pendapatan dan biaya. Catatan
pendapatan dan biaya dianggap lebih mudah dibuat dan tidak memerlukan biaya
dalam pembuatannya dibandingkan dengan pembuatan laporan keuangan.
Sebanyak 6 responden (20,69%) mengaku bahwa tidak bisanya membuat
laporan keuangan. Sisanya sebanyak 3 responden (10,34 %), pembuatan laporan
keuangan di usahanya adalah hal yang tidak bermanfaat bagi usahanya. Padahal
disisi lain pembuatan laporan keuangan sangatlah berguna untuk mengetahui
kondisi keuangan suatu usaha (lihat lampiran 4 tabel 4). Namun tentunya tidak
semua usaha mikro dan kecil di sana tidak membuat pelaporan keuangan, masih
ada 23,68% atau sebanyak 9 responden yang membuat. Menurut Karyawati
(2008) menyebutkan bahwa biasanya usaha mikro dan kecil hanya membuat

17

pelaporan keuangan usaha yang sederhana, hal ini sejalan dengan hasil
penelitian ini.
Tabel 4.4 Bagian Akuntansi dalam Pembuatan Laporan Keuangan
No.

Bagian Akuntansi

Jumlah Responden

Persentase (%)

1.

Ada

12

31,57

2.

Tidak Ada

26

68,42

Total

38

100

Sumber : data primer yang diolah, 2012
Bagian akuntansi sebenarnya hal yang penting untuk membantu dalam
pembuatan laporan keuangan dalam sebuah usaha. Namun, kebanyakan usaha
mikro dan kecil belum membutuhkan bagian akuntansi untuk mengontrol
keuangannya. Menurut hasil penelitian ini hanya 12 responden (31,57 %) yang
telah mempunyai bagian akuntansi untuk mencatat atau mengelola pencatatan
keuangan di dalam usahanya. Dari 12 responden tersebut, dapat dilihat tidak
hanya usaha mikro dan kecil yang membuat laporan keuangan saja yang sudah
mempunyai bagian akuntansi, tetapi usaha mikro dan kecil yang membuat
catatan pendapatan dan biaya pun juga sudah ada yang mempunyai bagian
akuntansi. Sedangkan, sebanyak 26 responden (68,42 %) belum memiliki
bagian akuntansi untuk mengelola pencatatan keuangan. Dapat dilihat alasan
responden yang tidak memiliki bagian khusus untuk pengelolaan keuangan,
yaitu sebanyak 7 responden (26,93 %) merasa tidak perlu adanya bagian khusus
untuk mengelola keuangan usahanya, 7 responden (26,93 %) lainnya mengaku
dalam pengelolaan keuangan masih bisa dilakukan oleh karyawan lainnya
sehingga tidak membutuhkan bagian khusus untuk melakukannya. Sisanya

18

sebanyak 12 responden (46,16 %) belum membutuhkan bagian khusus untuk
mengelola keuangan dikarenakan usahanya masih dibilang relatif kecil dan
pencatatan bisa dilakukan oleh pemilik (lihat lampiran 5, tabel 5).
Menurut hasil penelitian sebelumnya (Karyawati:2008), usaha mikro dan
kecil biasanya belum mempunyai suatu bagian akuntansi khusus untuk membuat
laporan keuangan usaha. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pencatatan
keuangan usaha biasanya dibuat oleh pemilik usaha. Seperti yang terjadi pada
usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga lebih dari separuh usaha
mikro dan kecil belum mempunyai bagian khusus akuntansi untuk membuat
laporan keuangan.
Analisis Pemisahan Keuangan Pribadi dan Usaha oleh Usaha Mikro dan
Kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian usaha mikro
dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga hanya membuat catatan pendapatan
dan biaya atau bisa disebut sebagai pembukuan sederhana. Selain itu pada usaha
mikro dan kecil biasanya terdapat keterbatasan tenaga kerja. Tenaga kerja yang
ada umunya terdiri dari anggota keluarga dengan sifat kerja yang informal. Dari
hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa semua responden (100 %) mengaku
dalam usaha mereka melibatkan anggota keluarga inti (istri/suami, anak)
maupun keluarga besar (keponakan, paman, bibi) sebagai tenaga kerja. Tetapi
sebanyak 39 responden (92,9 %) telah melakukan penggajian untuk tenaga kerja
yang masih keluarga dan sisanya (7,14 %) tidak melakukan penggajian. Usaha
yang tidak memberiakan gaji terhadap tenaga kerja yang masih melibatkan

19

keluarga mengaku hanya memberikan kompensasi berupa biaya makan, biaya
kebutuhan sehari-hari, dan biaya tinggal ditanggung oleh pemilik usaha. Dari
semua responden yang memperhitungan gaji mengaku bahwa perhitungan gaji
tersebut dimasukkan kedalam komponen biaya produksi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa semua usaha
kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sesuai dengan kriteria usaha mikro dan
kecil yang dikemukakan oleh Karyawati (2008), biasanya usaha mikro dan kecil
melibatkan keluarga sebagai tenaga kerja dengan sifat hubungan kerja yang
informal dan mayoritas usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga.
Namun, usaha di Kecamatan Tingkir Salatiga sudah melakukan penggajian
terhadap tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga dan memasukkan
perhitungan gaji tersebut kedalam komponen biaya produksi. Dalam hal tenaga
kerja, usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga mayoritas sudah
memilah antara entitas pribadi dan usaha.
Gambar 4.2 Perhitungan gaji yang melibatkan keluarga

Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012

20

Selain dapat dilihat berdasarkan tenaga kerja, pemisahan keuangan
pribadi dan usaha dapat dilihat dari biaya transportasi yang dikeluarkan untuk
pembelian bahan baku usaha. Apabila pemilik usaha membeli keperluan
pribadinya tidak boleh dimasukkan kedalam transaksi perusahaan. Pada usaha
mikro dan kecil biasanya membeli bahan baku bersamaan dengan pembelian
kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, peneliti mengajukan pertanyaan
kepada responden mengenai pembelian bahan baku yang dilakukan bersamaan
dengan pembelian kebutuhan rumah tangga, 10 responden (23,8 %) menjawab
bahwa pada saat membeli bahan baku, mereka juga membeli kebutuhan rumah
tangga. Dan sisanya sebanyak 32 responden (76,2 %) menjawab tidak
melakukan hal itu secara bersamaan dikarenakan mereka membeli bahan baku
dengan cara pesan antar (lihat lampiran 6, gambar 1).
Gambar 4.3 : Perhitungan Biaya Transportasi

Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012
Dari 10 responden yang melakukan pembelian bahan baku secara
bersamaan dengan pembelian kebutuhan rumah tangga, 2 responden
memperhitungkan biaya transportasi pribadi untuk dipisahkan dari biaya usaha.

21

Usaha memisahkan dengan cara mengestimasi biaya yang dikeluarkan untuk
entitas usaha dan pribadi. Menurut responden, sebanyak sepertiga dialokasikan
untuk biaya pribadi dan duapertiga dialokasikan untuk biaya usaha. Dan
selanjutnya biaya transportasi pribadi tersebut tidak dimasukkan kedalam
komponen biaya produksi usaha.
Sisanya sebanyak 8 responden tidak memperhitungkan biaya transportasi
pribadi. Mereka menggabung semua biaya transportasi tersebut, dan
menganggap menjadi biaya transportasi usaha dan dimasukkan kedalam biaya
produksi. Dengan tidak memperhitungkan biaya transportasi pribadi akan
mengakibatkan bertambahnya biaya produksi untuk usaha. Biaya transportasi
yang seharusnya hanya milik usaha menjadi bertambah dengan adanya biaya
transportasi pribadi. Hal ini juga akan berakibat pada harga jual produk
nantinya.
Dilihat dari pembelian bahan baku, sebagian besar usaha mikro dan kecil
di Kecamatan Tingkir, Salatiga sebenarnya belum bisa dikategorikan apakah
sudah memilah biaya transportasi atau belum, dikarenakan mayoritas usaha
menggunakan sistem pesan antar. Namun setidaknya masih ada usaha kecil
yang melakukan pembelian bahan baku secara bersamaan dengan kebutuhan
usaha. Mayoritas usaha yang melakukan itu tidak memilah biaya transportasi
milik usaha dan pribadi, dan memasukkan kedalam komponen biaya produksi
usaha. Hal ini setidaknya membuktikan bahwa usaha mikro dan kecil di
Kecamatan Tingkir, Salatiga sejalan dengan hasi penelitian Suryo (2007) yang
menyebutkan bahwa biasanya usaha mikro dan kecil tidak memilah antara biaya

22

transportasi usaha dan pribadi dalam pembelian bahan baku dan keperluan
pribadi.
Gambar 4.4 : Tempat tinggal pemilik dan usaha

Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012
Usaha mikro dan kecil pada umumnya menggabungkan tempat usaha
dan pemilik menjadi satu rumah dikarenakan keterbatasan tempat produksi. Hal
inilah yang menyebabkan tercampurnya biaya-biaya usaha dan pribadi.
Sebanyak 16,7 % atau 7 responden memisahkan antara rumah tempat tinggal
pemilik dengan tempat usaha. Dari 7 responden, ada 3 responden yang
membayar biaya sewa untuk menyewa tempat usaha, mereka mengaku biaya
sewa tersebut dimasukkan kedalam komponen biaya produksi, sisanya tidak
membayar biaya sewa karena tempat usaha tersebut memang dimiliki oleh
pemilik usaha sendiri. Sebanyak 83,3 % menjalankan usahanya dengan
menggabungkan tempat usaha dengan tempat tinggal pemilik. Dari semua
responden

yang menggabungkan usahanya

mengaku tidak ada

yang

memisahkan rekening listrik, telepon, dan air. Dari responden yang tidak

23

memisahkan tempat usaha dengan tempat tinggal pemilik, sebanyak 12
responden (34,3 %) menjawab bahwa mereka mengalokasikan berapa biaya
yang digunakan untuk usaha dan pribadi. Responden mengalokasikan biaya
dengan cara membuat etimasi perhitungan biaya listrik, air, dan telepon setiap
bulannya yang akan dimasukkan dalam komponen biaya produksi. Estimasi itu
didapat dari berapa lamanya pemakaian listrik, telepon, dan air dalam sehari
untuk usaha. Sedangkan sisanya sebanyak 23 responden (65,7 %) tidak
mengalokasikan biaya. Dengan tidak adanya alokasi biaya membuat biaya usaha
yang tidak akurat dan akan mengganggu dalam keputusan menentukan harga
jual suatu produk (lihat lampiran 7, gambar 2).
Dalam hal pemisahan tempat usaha dan tempat tinggal pemilik,
mayoritas usaha di Kecamatan Tingkir, Salatiga menggabungkan tempat usaha
dan pemilik. Semua usaha tersebut tidak melakukan pemisahan rekening, dan
hanya sedikit yang melakukan estimasi perhitungan biaya. Hal ini membuktikan
bahwa usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga sesuai dengan
kriteria usaha mikro dan kecil yang menyebutkan bahwa usaha mikro dan kecil
biasanya masih mencampur biaya listrik, telepon, air usaha dan pribadi menjadi
satu.

24

Gambar 4.5 : Pencatatan atas pengambilan produk yang dipakai
sendiri

Sumber : data primer yang sudah diolah, 2012
Dalam asumsi kesatuan usaha semua menganggap bahwa suatu usaha
adalah suatu badan yang terpisah dan dibedakan dari orang yang memiliki aset
usaha itu sendiri. Suatu aset milik usaha tidak boleh diakui sebagai milik
pribadi, begitu juga sebaliknya. Namun usaha mikro dan kecil di Tingkir masih
sulit melakukan hal itu, hal ini terlihat dari semua responden yang masih
melakukan pengambilan produk untuk dipakai sendiri. Selanjutnya peneliti
mengajukan pertanyaan mengenai perlakuan khusus apa yang dilakukan atas
pengambilan produk tersebut. Dari 42 responden yang diteliti, sebanyak 43 %
melakukan pencatatan khusus untuk mencatat pengambilan produk untuk
dipakai kalangan sendiri, dan sisanya sebanyak 57 % tidak melakukan
pencatatan khusus. Dengan adanya pengambilan produk yang tidak dicatat akan
mengakibatkan berkurangnya persediaan barang dagangan. Hal ini juga secara
otomatis akan mengurangi aset dan modal usaha. Menurut hasil penelitian,

25

sebanyak 61,1 % responden melakukan pencatatan saja atas produk yang
diambil, dan sisanya sebanyak 38,9 % mengganti seharga produk yang diambil
(lihat lampiran 8, gambar 3).
Pengambilan dan pengakuan aset usaha menjadi milik pribadi dalam
usaha mikro dan kecil adalah salah satu kriteria yang paling mendasar pada
usaha mikro dan kecil. Hal ini juga terlihat pada usaha di Kecamatan Tingkir,
Salatiga, separuh lebih usaha mikro dan kecil di sana tidak melakukan perlakuan
khusus atas pengambilan produk yang dipakai kalangan sendiri. Sedangkan
sisanya mayoritas hanya mencatat dan hanya sedikit yang mengganti seharga
produk yang diambil. Hal ini membuktikan bahwa usaha mikro dan kecil
konveksi di Kecamatan Tingkir, Salatiga belum membedakan pengakuan aset
pribadi dan usaha.
Selain pengambilan produk untuk pribadi, adanya prive

juga

mempengaruhi keuangan usaha. Pada usaha mikro dan kecil di sana semuanya
melakukan prive dan belum melakukan pencatatan terhadap prive tersebut.
Akibat jika prive yang dilakukan tidak dicatat, hal ini bisa menimbulkan
pengurangan kas dan modal untuk usaha. Selain itu, kejadian yang tidak
membedakan pengakuan aset pribadi dan usaha akan berdampak mempengaruhi
posisi keuangan usaha. Laporan keuangan yang telah disusun masih berbaur
dengan keperluan pribadi maka tidak akan mencerminkan baik posisi keuangan
maupun hasil yang dicapai suatu usaha. Mungkin dengan adanya pencatatan
khusus akan membuat pembukuan usaha akan lebih teratur dan jelas manakah

26

yang menjadi komponen pribadi atau usaha agar tidak mengganggu satu sama
lain.
5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden yang merupakan
pengelola usaha mikro dan kecil di Kecamatan Tingkir, Salatiga maka dapat
diambil beberapa kesimpulan. Sebagian besar usaha mikro dan kecil sudah
membuat catatan atas pendapatan dan biaya. Sedangkan dalam hal kepemilikan
laporan keuangan, hanya sebagian kecil saja yang sudah membuat. Dalam
pembuatan laporan keuangan mayoritas pemilik usaha masih membuat sendiri
laporan keuangan usahanya, sedangkan minoritas saja yang sudah memiliki
bagian akuntansi. Kaitannya dengan tenaga kerja, semua usaha di sana masih
melibatkan keluarga sebagai tenaga kerjanya, sebanyak 92,9 % melakukan
penggajian terhadap mereka dan memasukkan biaya gaji tersebut ke komponen
biaya produksi. Dalam hal pembelian bahan baku, sebanyak 10 responden
membeli bahan baku secara bersamaan dengan keperluan rumah tangga, 8
diantaranya memasukkan biaya transportasi kedalam biaya produksi dan sisanya
tidak memasukkan ke dalam komponen biaya produksi. Selain itu, sebanyak
83,3 % responden mempunyai tempat usaha yang tidak terpisah dengan tempat
tinggal pemilik. Dari responden yang me