Permasalahan TKI.

Pikiran Rakyat

hC!)@)

ol?mCDO/'

--

o Selasa

---

2
18

3
19
UPeb

4


6

5
20

UMar

.

21
UApr

RabL
7
8
22
23
UMei

o Kamis o Jumat o Sabtu o


8Jtlfl

9

10

@>

11
25

UJtll

12
26

UA!J

13

27

USep

Minggu

14
28

UOkt

15
29

3U

l...)Nov

Permasalahan TKI
Oleh MAHI M. HIKMAT

EMERINTAH
dan
masyarakat Indonesia
terpaksa harus sering
menelan pil pahit akibat kebijakan penempatan tenaga kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri.
Berbagai peristiwa mengerikan
yang menimpa TKI di luar negeri memaksa pemerintah berpikir keras untuk mencari solusi. Kendati sebelumnya, pemerintah nyaris menyimpulkan
bahwa penempatan TKI di luar
negeri merupakan salah satu
solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan itu memang sulit ditampik. Seeara institusional, penempatan TKI di luar
negeri menjadi jawaban bagi
masalah tingginya ang~ pengangguran. Selain itu, juga sebagai penambah pendapatan da. lam bentuk devisa. Pada 2006,
, kebijakaninimenyeraptenaga
kerja lebih dari 680.000 orang
dan menghasilkan remitansi Iebih dari 4.4 miliar dolar AS
atau sekitar Rp 40 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya (2005) sekitar
150 persen. Tahun 2005, jumlah TKI meneapai 474.310 .
orang dengan remitansi lebih

dari 2,93 miliar dolar AS dan .
2007 peningkatan remitansi sekitar 4,8 miliar dolar AS.
Berangkat dari realitas tersebut, wajar saja jika pemerintah
makin "serius" memprogram
penempatan TKI di luar negeri.
Apalagi di daerah, kebijakan ini
mendapat dukungan eukup kuat, baik dari pem~rintah daerah~

P

maupun dari masyarakat. Bahkan, di beberapa daerah angka
remitansi yang dihasilkan dari
penempatan TKI di luar negeri
dapat melampaui angka PAD
(pendapatan asli daerah) mereka, seperti di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penghasilan
TKI asal Kabupaten Subang
yang bekerja di sektor informal
di mancanegara dua tahun lalu
mencapai Rp 39,6 millar.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang ditajamkan

tingginya angka PHK ikut mendorong melonjaknya angka
warga yang berminat bekerja
ke luar negeri. Realitas ini yang
men9.orong'sampai 2009, pemerintah menargetkan dapat
mengirim 3.900.000 orang untuk menjadi TKI di luar negeri
yang diperIqrakan akan menghasilkan remitansi sekitar 8,5
miliar dolar AS.
Problem TKI
Namun, berbagai realitas positifkebijakan penempatan TKI
di luar negeri tersebut tidak
berarti harus menutup mata
pemerintah. Berbagai problem
TKI di luar negeri yang kerap

terjadi dan menempatkan TKI
sebagai objek penderita, harus
juga mendapat penyikapan
yang serius.
bi atas kertas, problem yang
mendera TKI memang tidak

terlalu besar. Menurut catatan
Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia,
2006, dari
1.093.674
TKI, sebanyak
89.15~ atau 8,19 pers~ yang

bermasalah. Angka itu lebih keeil dari angka sebelumnya. Ta"
hun 2004, TKI yang bermasa7
lah 16,45 persen dan tahun
2005 berjumlah 10,2 persen.
Hal itu bukan berarti harus
menyurutkan pembelaan pemerintah. Dalam tataran kualitatif, justru permasalahan TKI
di luar negeri inasih tetap
menggunung. Problem TKI bukan hanya menyangkut hubungan dengan negara penerima, tetapi juga dengan realitasrealitas di dalam' negeri. Dalam
proses administrasi, penyediaan dokumen pun masih menjadi masalah.
Kalau diidentifikasi, problem
perekrutan TKI masih seputar
pemals.uan kartu tanda penduduk (KTP), pemalsuan tempat

pembuatan KTP, pemalsuan
hasil pemeriksaan kesehatan,
dan pemalsuan paspor. Proses
pelatihan, penampungan, dan
pemberangkatan, sampai pemulangan pun tidak luput dari
masalah. Hasil suatu kajian di
Arab dan Hongkong (2005),
hampir 90 persen TKI tidak
pernah mengikuti pelatihan
(training). Bisajuga pelatihan
dilakukan, tetapi uji kompetensi dan sertifikasinya tidak layak.
Permasalahan tersebut makin pelik dengan keterlibatan
majikaI1 yang nakaI, pekerja
yang eeroboh, dan perusahaan
tenaga kerja yang hany_aingin
mengernk keuntungan. Mereka
telah mendorong lahirnya kesengsaraan bagi beberapa TKI
dalam bentuk penyiksaan, peleeehan seksual, gaji tidak dibayar, pekerjaan terlalu berat, pekerjaan tidak sesuai dengan

perjanjian, PHK sebelum masa

kontrak, dan kasus mengerikan
lainnya.
Sejatinya, selain berkomitmen untuk terns menggulirkan
penempatan TKI di IUaJ;negeri,
pemerintah pun harus: berkomitmen melindungi TKI. Selain
itu, pemerintah pun harns menindaklanjuti dengan nndakan
nyata, misalnya, peningkatan
kualitas TKI, peningkatan status menuju TKI formal,pembelaan hukum, memper~rat kerja sarna (Mo U) dengaI'l,negara
tujuan, meningkatkankerja sarna pusat dan daerah, dan tindakan lainnya yang mendukung makin minimnya problem TKI.
.
Ke depan, pemerintah Indonesia harns mulai m.enggantungkan visi .untuk menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri. Untuk mewujudkan visi
tersebut dalam tataran konsepsional tidak sulit. Pemerintah
harns
berupaya
seoptimal
mungkin menciptakan peluang
dan perluasan lapangan pekerjaan yang dapat meI'Qberikan
penghidupan yang memadai
bagi selurnh masyarakat. Andai
pun "terpaksa" tetap :menempatkan TKI di luar negeri, pemerintah harns bernpaya meningkatkan mutu peJ;1didikan,

terutama keahlian d'