KEPASTIAN HUKUM ATAS DUALISME SISTEM KEPEMILIKAN TANAH KESULTANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN UNDANG-UNDAN.

KEPASTIAN HUKUM ATAS DUALISME SISTEM KEPEMILIKAN
TANAH KESULTANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG
KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ABSTRAK
Dalam rangka menjamin kepastian hukum bagi kepemilikan
tanah kesultanan, Yogyakarta tidak hanya menerapkan aturan
hukum tanah Nasional atau dikenal dengan UUPA saja. Hal ini
dikarenakan Indonesia juga mengenal kesatuan kekhususan pada
tiap-tiap daerahnya maka diberlakukan Undang-Undang lain yang
mengatur secara langsung kekhususan tersebut, yaitu UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dikarenakan Yogyakarta dalam pengaturan
hukum tanah masih bersifat dualisme, dimana aturan tanah yang
diberlakukan adalah aturan hukum kerajaan dan aturan hukum
nasional. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis bentuk dari kepastian hukum hak
pakai diatas hak milik atas tanah Kesultanan dan bentuk dari
tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak Sultan jika terjadi
sengketa atas tanah kesutanan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif
dengan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan masalah
berdasarkan data-data yang diperoleh baik data hukum primer
maupun data hukum sekunder yang berasal dari hasil studi
kepustakaan dan wawancara yang kemudian dianalisa
berdasarkan hukum positif Indonesia khususnya Undang-Undang
Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Keistimewaan
Daerah Isitimewa Yogyakarta untuk mendapatkan gambaran
secara utuh dan menyeluruh mengenai kepastian hukum atas
dualisme sistem kepemilikan tanah kesultanan.
Bentuk dari kepastian hukum kepemilikan tanah Kesultanan
di DIY dapat dilakukan dengan cara mendaftaran hak pakai tanah
diatas hak milik, melalui perjanjian dari pihak Keraton dan BPN.
Pendaftaran hak pakai tersebut memperoleh sertipikat hak pakai
guna untuk mendapatkan kepastian hukum, jika tidak maka
sewaktu-waktu akan timbul sengketa kepemilikan tanah. Dimana
tindakan hukum yang dapat dilakukan adalah dari pihak sultan
kepada masyarakat yang mendiami tanah kesultanan tersebut,
sultan dengan kewenangannya dapat sewaktu-waktu mencabut
izin pakai tanah tersebut baik terjadi sengketa maupun tidak

digunakan sebagaimana perjanjian tanah tersebut dibuat.