Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan reciever berbentuk silinder.

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver
berbentuk silinder
Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia
awatsa@yahoo.com

Abstrak
Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup
besar. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut digunakan alat kolektor surya. Pada proses
pemanasan air digunakan alat kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder
dengan media penyimpan panas minyak goreng. Pengujian untuk mengetahui efisiensi sesaat dari
kolektor surya terkonsentrasi dilaksanakan dari pukul 10.00 sampai 18.00 WITA, dengan
memvariasikan temperatur air masuk 35 ˚C, 40 ˚C, 45 ˚C dan laju aliran volume tetap 0,0021 l/s . Data
hasil pengujian kemudian diolah dan dianalisa untuk mendapatkan efisiensi sesaat dan efesiensi ratarata harian. Dari hasil pengujian kolektor surya terkonsentrasi didapatkan bahwa efisiensi sesaat
tertinggi 80.54 % pada temperatur air masuk 45 ˚C,
Kata kunci: Terkonsentrasi, Minyak goreng, Efisiensi.

1. Latar belakang
Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai
sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga gerak. Kegunaan yang lain dari energi matahari

adalah menghasilkan listrik dari melalui penggunaan sel photovoltaic. Terdapat banyak jenis alat konversi energi
surya yang telah dikembangkan, baik yang bersifat termal maupun listrik. Kolektor termal surya merupakan suatu
peralatan yang digunakan untuk menyerap energi surya, yang kemudian mengubah energi surya menjadi energi
termal, dan mentrasfer energi tersebut ke fluida kerja untuk kemudian digunakan secara langsung atau disimpan
terlebih dahulu pada suatu unit penyimpanan panas.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membuat alat kolektor surya terkonsentrasi dengan media penyimpan
panas minyak goreng yang dimasukkan ke dalam receiver dengan memvariasikan temperatur air masuk.
Receiver yang digunakan adalah berbentuk silinder karena daerah permukaan silinder memungkinkan
menangkap sinar matahari langsung maupun dari pantulan konsentrator itu sendiri.
Penggunaan minyak goreng sendiri bertujuan agar pada saat intensitas matahari berkurang, minyak goreng
diharapkan dapat memanaskan air yang mengalir didalam absorber. Temperatur air masuk divariasikan bertujuan
untuk mendapatkan efisiensi mana yang terbaik dari temperatur air masuk yang divariasikan tersebut.
2. Landasan Teori
2.1. Energi Matahari
Alat pemanas air tenaga surya terkonsentrasi adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memanaskan air
dengan memanfaatkan energi panas dari sinar matahari dengan cara mengkonsentrasikannya, sehingga
didapatkan panas dengan temperatur tinggi. Prinsip kerja dari alat pemanas air tenaga surya terkonsentrasi
adalah sinar matahari yang menimpa permukaan cermin (konsentrator) nantinya akan dipantulkan
(dikonsentrasikan) menuju pipa berbentuk silinder (receiver) sehingga panas tersebut akan diserap oleh minyak
goreng. Panas yang telah diserap oleh minyak goreng akan diteruskan menuju pipa tembaga yang didalamnya

telah dialiri air. Panas yang diterima oleh pipa kemudian diteruskan menuju air yang mengalir didalam pipa,
sehingga temperatur air menjadi meningkat.
2.2. Jenis-Jenis Perpindahan Panas
Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi sebagai
akibat adanya perbedaan temperatur diantara benda atau benda dengan fluida, dimana energi yang berpindah
tersebut dinamakan kalor atau panas. Panas akan berpindah dari medium yang bersuhu lebih tinggi ke medium
yang suhu lebih rendah sampai terjadi kesetimbangan suhu antara kedua medium tersebut. Kepustakaan
perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda: radiasi (radiation),
konduksi (conduction ; juga dikenal dengan istilah hantaran), dan konveksi (convection; juga dikenal dengan
istilah ilian).
2.2.1 Radiasi
Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding – dinding ruangan lebih rendah
dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan turun sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses
dengan perpindahan panas dari suatu benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara
(medium) disebut radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan
oleh suatu benda karena suhunya.

Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013

137


2.2.1.1 Sifat – Sifat Radiasi
Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian radiasi itu dipantulkan (refleksi),
sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi).

Gambar 2.1. Bagan Menunjukan Pengaruh Radiasi Datang
(Sumber : Duffie)
Jika ρ disebut refleksifitas, disebut absorptivitas (α), disebut transmitivitas ( ), maka (α) hubungan ketiganya
adalah : ρ + α + = 1 Karena benda padat tidak meneruskan radiasi termal, maka transmisivitas dianggap nol.
Sehingga : ρ + ρ = 1. Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan. Jika
sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dapat dikatakan refleksi itu spekular (specular). Di lain pihak,
apabila berkas yang jatuh itu tersebar merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur
(diffuse).

(a)

(b)

Gambar 2.2. Refleksi cahaya (a) Spekular, (b) Baur
(Sumber : Duffie,1980)

Releksi spekular memberikan bayangan cermin dari sumber itu kepada pengamat. Tetapi tidak ada permukaan
yang sebenarnya yang hanya spekular atau baur. Sebuah cermin biasa tentu bersifat spekular untuk cahaya
tampak tetapi belum tentu bersifat spekular untuk keseluruhan rentang panjang gelombang radisi termal.
Biasanya, permukaan kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada permukaan yang mengkilap.
2.2.1.2 Daya Emisi dan Emisivitas Benda
Daya emisi (emissive power) E suatu benda ialah energi yang dipancarkan benda itu persatuan luas per
satuan waktu. Dalam suatu ruangan tertutup terbuat dari benda hitam sempurna yaitu yang menyerap seluruh
radisi yang menimpanya,ruang itu juga akan memancarkan radiasi. Benda hitam (black body) memancarkan
energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding lurus dengan
luas permukaan : (Sumber : Holman, J. P)
4
qpancaran = A T
(2.1)
Pertukaran radiasi dalam ruang kurung antara dua permukaan dengan luas A dan emisivitas benda є berbanding
lurus dengan perbedaan suhu absolut pangkat empat :
4
4
qpertukaran netto = A є (T1 – T2 )
(2.2)
2.2.1.3 Radiasi surya

Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang mempunyai distribusi panjang
gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa
(angle of incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, iradiasi surya total ialah 1395
2
W/m bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar
constant). Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya mencapai permukaan bumi, karena
terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa
permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang
maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi,
karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya
menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut
timpanya miring terhadap normal.

Prosiding KNEP IV 2013



ISSN 2338 - 414X

138


2.2.2 Konduksi
Konduksi adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi kedaerah yang
bersuhu lebih rendah didakam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium – medium yang
berlainan yang bersinggungan secara langsung. Energi berpindah secara konduksi (conduction ) atau hantaran
dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal:
qkonduksi = - k A φT/φx

(2.3)

dimana :
q
k
A
dT/dx

= Laju perpindahan panas ( Watt )
0
= Konduktifitas Termal yang searah dengan perpindahan kalor ( W / m. C)
2

= Luas Penampang yang terletak pada aliran panas (m )
0
= Gradien temperatur dalam arah aliran panas ( C/m )

2.2.3 Konveksi
Pengaruh konduksi secara menyeluruh pada fluida disebut dengan perpindahan kalor secara konveksi.
Rumus empiris perpindahan kalor konveksi digunakan hukum Newton tentang pendinginan:
qkonveksi = h A (Tw - T∞)
dimana:
h
A
Tw
T∞
q

(2.4)
0

= Koefisien perpindahan kalor konveksi ( W / m C)
2

= Luas permukaan (m )
0
= Temperatur dinding ( C )
0
= Temperatur fluida ( C)
= Laju perpindahan panas konveksi ( Watt )

2.3 Penyimpan Panas Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan
berbentuk cair dalam suhu kamar. Biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari
tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai dan kanola. Adapun spesifikasi dari minyak
goreng adalah seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Goreng
NO
SIFAT MINYAK GORENG
SATUAN
1

Flash point


2

Densitas

0,910 – 0,925 g/cm

3

Viskositas

30 – 31,6 mm /s

4

Titik didih

0

315 - 371 C
3


2

0

175 - 200 C

Sumber : (www.che.itb.ac.id)
2.4 Perpindahan Panas yang Terjadi pada Kolektor Surya Terkonsentrasi dengan Receiver Berbentuk
Silinder
Perpindahan panas yang terjadi pada kolektor surya terkonsentrasi dengan receiver berbentuk silinder
adalah perpindahan panas dari sinar matahari yang menimpa konsentrator terjadi secara radiasi dan konveksi.
Perpindahan panas yang terjadi pada konsentrator bagian atas menuju bagian bawah terjadi secara konduksi,
sedangkan dari konsentrator bagian bawah menuju udara lingkungan terjadi secara konveksi dan radiasi. Pada
receiver bagian luar menuju bagian dalam terjadi perpindahan panas secara konduksi, sedangkan dari receiver
bagian dalam menuju minyak goreng terjadi secara konveksi. Pada minyak goreng terjadi perpindahan panas
konduksi dan dari minyak goreng menuju pipa absorber bagian luar terjadi perpindahan panas secara konveksi.
Dari pipa absorber bagian luar menuju bagian dalam terjadi perpindahan panas secara konduksi. Kemudian
panas dari pipa absorber bagian dalam tersebut akan diteruskan ke air yang mengalir di dalam pipa absorber.
Proses perpindahan panas tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah.

2.5 Efesiensi Kolektor
Efesiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida dan intensitas matahari yang
mengenai kolektor. Performansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan efesiensinya. Ada dua cara atau prosedur
yang dipakai untuk mengidentifikasi efesiensi kolektor yaitu :
1. Instantaneous procedure : pengukuran laju aliran massa, perbedaan temperatur fluida masuk dan keluar.
Efesiensi sesaatnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Duffie, 1980) sebagai berikut :

Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013

139



m .c p (Tout  Tin )
Qu

I T . Ac
I T . Ac

dimana :
η
Qu
A
L
I
m
cp
Tout
Tin
2.

(2.5)

= efesiensi kolektor
= panas berguna (W)
2
= luas permukaan kolektor (m )
= π Do L
= panjang kolektor palung (m)
= radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m )
= laju aliran massa (kg/s)
= kapasitas panas jenis fluida (J/kg. )
0
= temperatur fluida yang meninggalkan kolektor ( C )
0
= temperatur fluida yang masuk kolektor ( C )

Calorimetric procedure : pengukuran efesiensi pada sistem tertutup dimana perubahan temperatur
merupakan fungsi waktu dan berhubungan dengan sudut datang sinar matahari. Perhitungan
efesiensinya adalah dengan rumus (Duffie, 1980) sebagai berikut :



QU
m.c P' dT / dt

I T . Ac
I T . Ac

dimana :
m
cp
T
t

(2.6)
2

= massa media di dalam kalorimeter per satuan luas permukaan kolektor (kg/m )
= panas spesifik media di dalam kalorimeter (J/kg. )
0
= temperatur rata-rata media di dalam kalorimeter ( C )
= waktu (s)

Gambar 3.1 Perpindahan panas pada kolektor surya terkonsentrasi dengan receiver berbentuk
silinder.

3. Metode Penelitian
3.1 Bahan-bahan dan Alat Pengukuran
3.1.1 Bahan-bahan
a. Kaki penyangga alat :
- Pipa kotak digunakan sebagai kerangka kaki penyangga alat.
b. Konsentrator :
- Besi beton dengan diameter 10 mm sebagai rangka konsentrator.
- Jaring kawat alumunium digunakan sebagai tempat menempel cermin pada rangka konsentrator.
- Cermin dengan tebal 5 mm berfungsi sebagai media untuk memantulkan sinar matahari ke receiver.
c. Receiver :
- Pelat baja tebal 0,6 mm digunakan sebagai receiver yang bertujuan untuk menyerap panas dari sinar
matahari langsung maupun panas pantulan sinar matahari dari konsentrator. Receiver yang dipakai
adalah berbentuk silinder dengan diameter 101,6 mm dan panjang 1000 mm.
- Pipa tembaga dengan diameter 9 mm dan tebal 0,5 mm digunakan sebagai absorber yang berfungsi
sebagai tempat mengalirnya air yang akan dipanaskan.
- Minyak goreng digunakan sebagai media penyimpan panas yang akan memanaskan air yang
mengalir didalam absorber dengan volume minyak goreng 8 liter.

Prosiding KNEP IV 2013



ISSN 2338 - 414X

140

3.1.2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Alat Pengukuran
Solar Power meter : untuk mengukur intensitas total radiasi matahari yang mencapai permukaan
bumi.
Termokopel : untuk mengukur temperatur pelat penyerap, temperatur fluida yang keluar masuk
kolektor, dan temperatur absorber.
Multimeter : untuk membaca besarnya temperatur yang ditunjukkan termokopel.
Anemometer : untuk mengukur kecepatan angin yang melalui kolektor.
Stopwatch dan jam : untuk alat pencatat waktu selama pengujian.
Heater : berfungsi memanaskan air yang akan masuk ke kolektor.
Termostat : untuk mengatur temperatur air masuk ke kolektor surya.

3.2 Titik Pengukuran

Berikut titik pengukuran dan penempatan alat-alat ukur diperlihatkan pada Gambar 3.2

Keterangan :
Tin
= temperatur air masuk
TRb
Tout
= temperatur air keluar
Tra
TK
= temperatur konsentrator
TMg1
TMg2
= temperatur minyak goreng titik 2

= temperatur receiver bagian bawa
= temperatur receiver bagian atas
= temperatur minyak goreng titik 1

Gambar 3.2 Titik-titik pengukuran dan penempatan alat-alat ukur.

4. Hasil Dan Pembahasan
4.1 Data dan Pengolahan Hasil Pengujian
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Dengan Variasi Temperatur Air Masuk.

v

T i = 35 ˚C

= 0,0021 (l/s)

No

V = 2,42 (m/s)

Waktu

Tout

Ta

T.Rec
Ats

T.Rec
Bwh

T.Mnyk 1

T.Mnyk 2

T.Reflk

Tin

IT

(wita)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(˚C)

(mV)

Cuaca

1

10.00

39

30

53

78

53

49

40

35

10.1

cerah

2

10.10

39

29

47

45

47

50

37

35

3.4

berawan

3

10.20

39

30

47

96

54

50

44

36

11.7

cerah

4

10.30

40

29

53

76

51

51

42

36

12.5

Cerah

5

10.40

41

30

60

95

57

54

44

35

12.4

Cerah

6

10.50

42

30

60

87

58

56

43

36

13.4

Cerah

7

11.00

42

30

64

97

60

59

48

36

11.9

Cerah

Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013

141

8

11.10

43

29

60

67

61

51

44

36

4.4

Berawan

9

11.20

43

30

64

93

62

58

46

36

13.7

Cerah

10

11.30

43

29

62

89

60

58

46

35

11.9

Cerah

11

11.40

43

32

62

80

60

60

43

35

13.2

Cerah

12

11.50

43

31

63

90

60

60

45

35

13.1

Cerah

13

12.00

45

30

63

92

61

62

47

35

13.0

Cerah

14

12.10

45

30

62

89

61

61

42

35

13.1

Cerah

15

12.20

46

30

64

89

63

63

46

36

11.8

Cerah

16

12.30

47

32

61

78

63

64

43

36

11.9

Cerah

17

12.40

46

30

62

78

61

62

43

35

11.8

Cerah

18

12.50

46

31

64

91

62

62

43

35

11.8

Cerah

19

13.00

45

30

58

77

60

61

41

35

11.8

Cerah

20

13.10

45

30

59

77

59

61

43

35

11.7

Cerah

21

13.20

46

30

59

80

58

60

41

35

12.5

Cerah

22

13.30

45

30

59

79

58

59

44

35

12.3

Cerah

23

13.40

45

31

59

78

58

60

44

35

12.1

Cerah

24

13.50

44

29

57

82

58

59

43

35

11.9

Cerah

25

14.00

44

30

56

82

57

58

45

35

11.7

Cerah

26

14.10

44

30

55

74

54

56

41

35

11.5

Cerah

27

14.20

43

30

53

72

55

55

39

35

11.1

Cerah

28

14.30

42

31

51

67

53

53

39

35

10.9

Cerah

29

14.40

42

31

52

66

52

53

40

35

10.4

Cerah

30

14.50

41

29

52

64

50

51

41

34

10.0

Cerah

31

15.00

40

30

50

58

48

49

34

34

9.8

Cerah

32

15.10

40

31

47

52

47

49

34

34

9.2

Cerah

33

15.20

40

30

49

54

49

50

40

36

8.5

Cerah

34

15.30

40

30

48

49

47

48

38

36

8.0

Cerah

35

15.40

40

30

48

48

47

47

36

36

7.7

Cerah

36

15.50

39

30

46

43

47

48

38

35

7.0

Cerah

37

16.00

40

29

47

41

47

47

43

35

6.7

Cerah

38

16.10

40

29

47

43

47

47

40

35

5.9

Cerah

39

16.20

39

30

47

41

46

47

41

35

5.3

Cerah

40

16.30

39

31

46

38

46

46

40

35

5.0

Cerah

41

16.40

38

31

44

38

43

45

41

35

4.5

Cerah

42

16.50

38

30

42

36

43

43

39

36

4.2

Cerah

43

17.00

38

31

39

34

41

41

36

36

3.6

Cerah

44

17.10

37

30

38

35

39

39

37

35

2.9

Cerah

45

17.20

36

30

37

34

39

39

37

35

2.4

Cerah

46

17.30

36

31

37

34

38

38

33

35

1.8

Cerah

47

17.40

34

29

34

32

36

36

32

34

1.2

Cerah

48

17.50

35

30

32

31

35

35

28

34

0.8

Cerah

49

18.00

36

30

31

31

34

34

28

36

0.5

Cerah

Prosiding KNEP IV 2013



ISSN 2338 - 414X

142

Dari data-data yang ada di Tabel 4.1 dan setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaanpersamaan yang ada di landasan teori maka dibuat grafik untuk masing-masing variasi temperatur fluida masuk
dan selanjutnya dilakukan analisa dari grafik yang diperoleh.

Temperatur air masuk 35˚C
100

1200

90

Efisiensi (%)

70

Intensitas (W/m2)

1000

80

800

60
50

600

40
400

30
20

200

10

18.00

17.40

17.20

17.00

16.40

16.20

16.00

15.40

15.20

15.00

14.40

14.20

14.00

13.40

13.20

13.00

12.40

12.20

12.00

11.40

11.20

11.00

10.40

10.20

0

10.00

0

Waktu (WITA)
efisiensi

intensitas

Gambar 4.1 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 35 °C.
Temperatur air masuk 40˚C

100

1200

90

Efisiensi (%)

70

800

60
50

600

40
400

30
20

Intensitas (W/m²)

1000

80

200

10

18.00

17.40

17.20

17.00

16.40

16.20

16.00

15.40

15.20

15.00

14.40

14.20

14.00

13.40

13.20

13.00

12.40

12.20

12.00

11.40

11.20

11.00

10.40

10.20

0

10.00

0

Waktu (WITA)
efisiensi

intensitas

Gambar 4.2 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 40 °C.

1200

50

1000

18.00

17.40

17.20

17.00

16.40

16.20

16.00

15.40

15.20

15.00

14.40

14.20

14.00

13.40

13.20

13.00

12.40

12.20

12.00

11.40

11.20

11.00

10.40

10.20

-50

10.00

Efisiensi (%)

0
800
600
-100
400

Intensitas (W/m²)

Temperatur air masuk 45˚C
100

-150
-200

200

-250

0
Waktu (WITA)
efisiensi

intensitas

Gambar 4.3 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 45 °C.

Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013

143

4.2 Pembahasan
Dari ketiga grafik diatas dapat lihat bahwa secara umum efisiensi sesaat yang tertinggi didapat dengan
temperatur air masuk 45 °C pada pukul 13.30 WITA. Kenaikan efisiensi sesaat ini dipengaruhi
meningkatnya temperatur air keluar dari kolektor surya dan penurunan intensitas radiasi matahari yang
diterima kolektor surya. Ini dikarenakan panas dari minyak goreng diserap oleh air masuk yang mengalir
didalam absorber.
Sedangkan efisiensi sesaat yang terendah didapatkan pada temperatur air masuk 45°C pada pukul
18.00 WITA. Penurunan efisiensi sesaat ini dipengaruhi karena temperatur air masuk ke kolektor surya lebih
besar dari pada temperatur air keluar dari kolektor surya dan intensitas radiasi matahari. Ini dikarenakan
oleh temperatur air masuk kolektor lebih besar dari pada temperatur minyak goreng, sehingga panas dari
air masuk kolektor diserap oleh minyak goreng.

5. Kesimpulan
Dari hasil pengujian, perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
Efisiensi sesaat yang tertinggi didapat 80,54 % pada temperatur air masuk 45°C, sedangkan efisiensi yang
terendah didapatkan -187,93 % pada temperatur air masuk 45°C. Efisiensi sesaat dipengaruhi oleh temperatur
air masuk, temperatur air keluar serta intensitas radiasi matahari. Pada intensitas radiasi matahari menurun
efisiensi sesaat tidak menurun, ini disebabkan masih adanya perpindahan panas yang terjadi dari minyak goreng
ke air masuk kolektor

6. Daftar Pustaka
[1] Duffie and all, Solar Engineering of Thermal Processes, John Wiley & Sons, Inc, United State of
America , 1980,.
[2] Green, M. A. Solar Cells. Operating Principles, Technology, and System Applications, Prentice-Hall,
Englewood Cliffs,1982.
[3] Holman, J. P. alih bahasa oleh Ir. E. Jasjfi M. Sc, Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta,1997.
[4] Jansen, T. J. alih bahasa oleh Prof. Wiranto Arismunandar, Teknologi Rekayasa Surya, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta 1995.
[5] Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. http://www.che.itb.ac.id

Prosiding KNEP IV 2013



ISSN 2338 - 414X

144