Analisa Perbandingan Pelat Hollow Pracetak (Hollow Core Slab) Terhadap Pelat Konvensional Dengan Beban Hidup Yang Variatif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Umum
Beton adalah material struktur yang paling banyak digunakan. Beton
dihasilkan dari interaksi mekanis dan kimiawi sejumlah material pembentuknya.Beton
sederhana dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus (pasir) dan agregat
kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang-kadang campuran tambahan lainnya. Bahan
yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi dan ketahan tarik yang rendah
atau kira-kira 0.1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka penguatan tarik dan geser harus
diberikan pada daerah tarik dari penampang beton untuk mengatasi kelemahan pada daerah
tarik tersebut.
Perancangan komposisi bahan pembentuk beton merupakan penentu kualitas
beton dan berarti pula kualitas system struktur total. Bukan hanya bahannya yang baik
melainkan juga keseragamannya harus dipertahankan pada keseluruhan produk beton.
Karakterisistik beton yang baik adalah sebagai berikut :
a. Kepadatan
Ruang yang ada pada beton sedapat mungkin terisi oleh agregat dan pasta semen.
b. Kekuatan
Beton harus mempunyai kekuatan dan daya tahan internal terhadap berbagai jenis
kegagalan
c. Faktor Air-Semen (FAS)

Factor air-semen harus terkontrol sehingga memenuhi persyaratan kekuatan beton
yang direncanakan.

Universitas Sumatera Utara

d. Tekstur
Permukaan beton ekspos harus mempunyai kerapatan dan kekerasan tekstur yang
tahan segala cuaca.

Untuk mencapai kondisi-kondisi diatas perlu adanya kontrol kualitas yang
baik dengan memperhatikan parameter-parameter penting berikut :
 Kualitas semen
 Proporsi semen terhadap air dalam campurannya
 Kekuatan dan kebersihan agregat
 Interaksi atau adhesi antara pasta semen dan agregat
 Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton
 Penempatan yang benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar
 Perawatan pada temperature yang tidak lebih rendah dari 500F pada saat beton
hendak mencapai kekuatannya
 Kandungan klorida tidak melebihi 0.15% dalam beton ekspos dan 1% untuk

beton terlindung

Perilaku beton yang mudah dibuat dalam berbagai bentuk dapat dipadukan
menjadi suatu sistem struktur yang menyeluruh. Secara garis besar komponen-komponennya
dapat diklasifikasikan atas (1) slab atau pelat, (2) balok, (3) kolom, (4) dinding, dan (5)
pondasi.
Kuat tekan beton (fc’) didasarkan atas silinder standar 6 in x 12 in yang diolah
pada kondisi laboratorium standar dan diuji pada laju pembebanan tertentu selama 28 hari.

Universitas Sumatera Utara

Jenis semen yang sesuai
MgO, C3A rendah bebas
kapur K2O dan Na2O

`

Tahan terhadap
kerusakan


Tahan cuaca dan
bahan-bahan kimia
Ma Kontrol kualitas
terial terkontrol

Proporsi terkontrol
-jenis semen yang sesuai
-faktor air-semen kecil
-perawatan yang baik
-agregat tahan alkali
-menggunakan polimer pada
campuran
-udara yang terikat

Beton ideal
tahan lama

Pengecoran
perawatan
terkontrol


-faktor air-semen kecil
-perawatan yang sesuai
-beton homogen, padat
-kekuatan tinggi
-agregat tahan rusak
-permukaan tekstur baik

Penanganan
terkontrol

Kekuatan

Ekonomi

-pasta berkualitas baik
-faktor air-semen kecil
-kandungan semen optimal
-agregat segar bergradasi dan
digetarkan

-kandungan udara rendah

-banyak agregat berukuran
maksimum
-bergradasi elemen minimum
-kandungan semen minimum
-operasi otomatisasi optimal
-campuran dan udara terikat
-kontrol dan jaminan kualitas

Gambar 2.1 Kebutuhan prinsipil beton yang baik
(Nawy, 2008)

II. 2. Material Beton Prategang
II.2.1 Beton
Beton, khususnya beton mutu tinggi adalah komponen utama dari semua
elemen beton prategang. Dengan demikian, kekuatan dan daya tahan jangka panjang beton
prategang harus diperoleh dengan menggunakan jaminan kualitas dan kontrol kualitas yang
memadai pada tiap tahap produksinya. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah
yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c antara 30-45 MPa. Kuat

tekan yang tinggi diperlukanuntuk menahan tegangan tekan pada serta tertekan,

Universitas Sumatera Utara

penggangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang
tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih
rendah dari kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik beton
sebesar σts = 0.5√�′�sedangkan ACI 318 sebesar σts = 0.6√�′� . Sementara modulus elastisitas
beton Ec ditentukan dengan persamaan Ec = 4700√�′� .
II.2.2 Baja Prategang
Baja ptrategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal (wires), untaian kawat
yang dipuntir membentuk elemen tunggal (strand) dan batang-batang bermutu tinggi (bars).
Ada tiga jenis yang umum digunakan :
1. Kawat-kawat relaksasi rendah atau stress-relieved tak berlapisan
2. Strands relaksasi rendah atau stress-relieved strands tak berlapisan
3. Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan
Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada
pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus yang sedikit lebih besar.
Pelepasan tegangan dilakukan sesudah kawat-kawat dijalin menjadi strand. Besaran
geometris kawat dan strands sebagaimana diisyartakan dalam ASTM masing-masing

tercantum dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Kawat-Kawat untuk Beton Prategang (Nawy,2001)

Diameter Nominal
(in)
0.192
0.196
0.25
0.276

Kuat tarik minimum (Psi)
Tipe BA
240.000
240.000
235.000

Tipe WA
250.000
250.000
240.000

235.000

Tegangan minimum pada ekstensi 1%
(Psi)
Tipe BA
Tipe WA
212.500
204.000
212.500
204.000
204.000
199.750
199.750

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Strand Standar Tujuh Kawat untuk Beton Prategang (Nawy,2001)
Diameter
Nominal
starnd (in)


Kuat patah
strand
(min.lb)

1/4(0,250)
5/16(0,313)
3/8(0,375)
7/16(0,438)
1/2(0,500)
3/5(0,600)

9.000
14.500
20.000
27.000
36.000
54.000

Luas baja nominal

strand
(in.2)
MUTU 250
0,036
0,058
0,080
0,108
0,144
0,216
MUTU 270
0,085
0,115
0,153
0,217

Berat nominal
strand
(lb/1000 ft)*

Beban minimum

pada ekstensi 1%
(lb)

122
197
272
367
490
737

7.650
12.300
17.000
23.000
30.600
45.900

3/8(0,375)
23.000
290
7/16(0,438)
31.000
390
1/2(0,500)
41.300
520
3/5(0,600)
58.600
740
*100.000 psi = 689,5 MPa
0,1 in = 2,54 mm, 1 in2 = 645 mm2
Berat : kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m
1000 lb = 4448

19.550
26.350
35.100
49.800

II. 3. Prinsip Dasar Prategang
Karena rendahnya kapasitas tarik beton, maka retak lentur terjadi pada taraf
pemebebanan masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak
tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen
structural. Gaya longitudinal yang diterapkan disebut gaya prategang, yaitu gaya
tekan yang memberikan prategang pada penampang disepanjang bentang suatu
elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup.
Gaya prategang P ditentukan berdasarkan prinsip mekanika dan hubungan
tegangan – regangan. Perhatikan gambar distribusi tegangan serat beton pada balok
persegi panjang berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Tendon konsentris, hanya prategang

Gambar 2.3 Tendon konsentris, berat sendiri ditambahkan

Gambar 2.4 Tendon eksentris, hanya prategang

Gambar 2.5 Tendon eksentris, berat sendiri ditambahkan
(Nawy, 2001)

Sebuah balok persegi panjang yang ditumpu sederhana yang mengalami gaya
prategang P konsentris, tegnagannya :

f =




……………………………. (2.1)

Jika beban transversal bekerja pada balok, yang menimbulkan momen M di
tengah bentang, maka tegangannya menjadi :



f ' = −� �





f b = −� +



…………………….… (2.2)
……………………… (2.3)



Universitas Sumatera Utara

Jika tendon diletakkan pada eksentrisitas e dari pusat berat beton maka timbul momen Pe dan
tegangan tengah bentang menjadi :


f ' = −� +


�� �

f b = −� -

Dimana :

-

� �

�� �

……………………...……………………………………… (2.4)

+

� �

……………………………………………………………... (2.5)

f’ = tegangan di serat atas
fb = tegangan di serat bawah
e = eksentrisitas penampang
M = momen akibat beban luar
W = momen tahan

II. 4 Sistem Pemberian Prategang
Ada dua cara pemberian gaya prategang dari tendon kepada beton, yaitu :
1.

Pretensioned Prestress
Sistem pemberian gaya prategang dengan terlebih dahulu menarik baja

prategang (tendon) sebelum dilakukan pengecoran. Cara ini biasanya dilakukan di
laboratorium atau di pabrik beton dimana terdapat angkur ataupun lantai yang tetap
sebagai penahan tarikan. Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada
abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi
tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang
disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik
berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan
selongsong tendon.

Universitas Sumatera Utara

(a) Tendon ditarik dan diangkur

(b) Beton di cor dan dibiarkan mongering

(c) Tendon dilepas, gaya tekan ditransfer ke beton
Gambar. 2.6 Proses pembuatan beton prategang pratarik
(Andri Budiadi, 2008)

2.

Post-Tensioned Prestress
Sistem pemberian gaya prategang dengan mencor telebih dahulu betonnya

lalu kemudian baja prategang (tendon) ditarik setelah beton mencapai sebagian besar
kuat betonnya. Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling
selongsong. Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur.
Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton
sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di
sisi lain diangkur. Atau tendon ditarik diu dua sisi dan diangkur secara bersamaan.
Beton menjadi tertekan setalah pengangkuran.

(a) Beton dicor

Universitas Sumatera Utara

(b) Tendon ditarik dan gaya tekan ditransfer

(c) Tendon diangkur dan di-grouting
Gambar. 2.7 Proses pembuatan beton prategang pascatarik
(Andri Budiadi, 2008)

II. 5 Sistem Hollow Core Slab (HCS)
Hollow core slab adalah bagian dari beton prategang pracetak dengan lubang
menerus yang dibuat untuk mengurangi berat dan harga sebagai keuntungan tambahan, yang
digunakan untuk menyembunyikan kabel listrik maupun mesin-mesin. Umumnya digunakan
sebagai sistem pelat lantai dan atap.

II. 5. 1 Metode Pembuatan
Pemahaman tentang penggunaan metode pembuatan hollow core slab akan
membantu memberikan pertimbangan-pertimbangan khusus yang terkadang disyaratkan
dalam penggunaan hollow core slab. Hollow core slab dicetak menggunakan beragam
variasi. Ada tujuh variasi yang ada saat ini. Karena masing-masing sistem ini sudah
dipatenkan, produser biasanya menetapkan franchise atau surat izin berdasarkan latar
belakang, pengetahuan, dan keahlian disediakan dengan perkembangan mesin.
Ada dua dasar dalam pembuatan hollow core slab yang saat ini banyak digunakan.
Pertama, cetakan kering dengan atau sistem tekanan (extruder) dimana beton dengan slump
yang sangat rendah dipaksa melewati mesin. Inti pelat dibentuk menggunakan kayu atau pipa

Universitas Sumatera Utara

dengan beton yang dipadatkan di sekitar inti. Kedua, sistem menggunakan beton dengan
slump yang lebih tinggi. Sisi-sisinya dibentuk dengan stasionary, cetakan baku atau cetakan
yang dikaitkan ke mesin dengan sisi-sisinya dibentuk lebih kecil (slip forming system). Inti
pelat dengan slump normal, atau cetakan basah, sistem dibentuk dengan agregat kelas ringan
dituang melalui pipa yang dikait ke mesin, pipa berisi udara diangkurkan dalam bentuk kaku
atau pipa panjang di kait ke mesin pencetak dengan bentuk inti yang lebih kecil.
Proses pembuatan pelat pracetak di pabrik adalah sebagai berikut :
a.

Proses Batching and Mixing

Biasanya pabrik beton pracetak memiliki tempat penyimpanan bahan-bahan
pembuat beton seperti agregat, pasir dan semen. Kesemua bahan beton diangkut
dari batching plan menuju proses pencampuran beton (mixing). Perencanaan
campuran beton menggunakan bantuan program dan diawasi dengan ketat untuk
mendapatkan mutu yang sesuai kebutuhan pracetak.
b. Mempersiapkan Alas (Bed Preparation)

Universitas Sumatera Utara

Cetakan pelat dipersiapkan sesuai ukuran lebar yang diinginkan sementara
panjangnya bisa dibuat sesuai dengan kapasitas cetakan pabrik karena nantinya
dapat dipotong sesuai panjang rencana. Pada proses ini, kabel prategang
dimasukkan dan disusun ke dalam cetakan kemudian dikunci dan dihubungkan ke
jacking (alat penarik kabel).
c. Penarikan Kabel Prategang (Prestressing)

Penarikan kabel prategang dilakukan sesuai dengan gaya prategang yang akan
diterima beton.
d. Pengecoran

Sebuah mesin yang memiliki cetakan yang akan membentuk lubang pada pelat
diletakkan ke atas bed cetakan pelat. Mesin ini memiliki corong di bagian atas
untuk menampung beton curah yang bergerak dengan mesin diatasnya membawa

Universitas Sumatera Utara

beton dari tempat mixing plan untuk dicorkan ke pelat. Mesin cetakan ini terus
bergerak perlahan di sepanjang bed cetakan sambil mencor pelat.

e. Perawatan (Curing)
Pelat hollow yang telah dicor dilakukan perawatan dengan cara melapisi beton
dengan penutup basah atau dengan metode perawatan lainnya. Hal ini bertujuan
agar beton tidak terlalu cepat kehilangan air sehingga mutu beton dapat tercapai
dan tidak terjadi susut yang berlebihan pada beton.

f. Proses Pemotongan (Cutting)
Pelat diptong sesuai ukuran panjang yang direncanakan. Kemudian potonganpotongan pelat dibawa ke gudang tempat penyimpanan.

Universitas Sumatera Utara

g. Kontrol Kualitas (Quality Control)
Sampel beton diuji kuat tekan di laboratorium untuk mengetahui apakah mutu
beton yang diinginkan telah tercapai. Apabila beton telah memenuhi syarat, pelat
hollow pracetak siap untuk dipasarkan.

II. 5. 2 Material Pembentuk Hollow Core Slab
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hollow core slab dibuat dengan dua dasar
pencampuran beton, beton dengan slump rendah dan beton dengan slump normal. Untuk
beton dengan slump rendah, berat isi air dibatasi lebih sedikit daripada hidrasi semen yang
disyaratkan. Rasio air-semen umumnya adalah 0,3. Sementara itu, untuk cetakan basah
(dimana slump beton normal) mempunyai rasio air-semen antara 0,4 - 0,45. Berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

sistem slip forming, digunakan slump beton 2 sampai 5 inci (50 – 130 mm). Desain formula
kerja campuran beton (mix design) dan penggunaan bahan tambah bergantung pada
pencapaian campuran yang akan membuat bentuk pelat tetap konsisten dengan menggunakan
teknik tertentu.
Variasi agregat yang digunakan tergantung dari ketersediaan agregat di daerah
masing-masing. Ukuran agregat maksimum yang lebih besar dari batu jenis pea gravel jarang
digunakan karena terbatasnya area beton pada pelat. Agregat kelas ringan terkadang
digunakan, untuk mengurangi berat pelat. Berat beton per unit pelat berkisar 1760 – 2400
kg/m3.
Kabel prategang (strand) yang digunakan tidak dibatasi ukurannya. Ukuran dan jenis
nya dipilih berdasarkan yang ada di pasaran. Kebanyakan saat ini ukuran stand yang
digunakan adalah diameter ½ in (13mm), strand relaksasi rendah.
Apabila diperlukan penggunaan penutup grouting, grout dapat dibuat dengan
pancampuran pasir dan semen Portland dengan perbandingan 3:1. Biasanya campuran dibuat
basah untuk memudahkan pengisiannya.

II. 5. 3 Jenis-Jenis Hollow Core Slab
Menurut PCI (Precast Concrete Institute) ada beberapa jenis pelat lantai hollow core,
yaitu :
1. Dy-core

Universitas Sumatera Utara

2. Dynaspan

3. Elematic

4. Flexicore

5. Spancrete

6. Ultralight Spancrete

7. SpanDeck

Universitas Sumatera Utara

8. Ultra Span

Tabel 2.3 Sistem Hollow Core (PCI, 1998)
Jenis Hollow Core
Slab

Tipe Mesin

Type beton / Slump

Bentuk inti

Dy-Core
Dynaspan
Elematic
Flexicore
Spancrete
Spandeck
Ultra-span

Extruder
Slip form
Extruder
Fixed form
Slip form
Slip form
Extruder

Kering/ Rendah
Basah/Normal
Kering/ Rendah
Basah/Normal
Kering/ Rendah
Basah/Normal
Kering/ Rendah

Pipa
Pipa
Kayu/Pipa
Pipa berisi udara
Pipa
Pengisi Agregat
Kayu

II. 5. 4 Keuntungan Penggunaan Hollow Core Slab
1. Efisien dan ringan
Adanya lubang pada pelat hollow core slab dan pemberian prategang akan
mengurangi volume beton pelat tanpa mengurangi kekuatan pelat tersebut.
2. Dicetak di pabrik
Pelat hollow core dibentuk dan dicetak di pabrik menggunakan mesin, sehingga
dimensi panjang, lebar dan lubangnya dapat disesuaikan. Kualitas dan mutu hollow
core slab akan dipantau dan dikendalikan dengan baik di pabrik. Hollow core slab
yang sudah siap dicetak disimpan di pabrik, dan akan dikirim sesuai dengan cepat
sesuai dengan jadwal proyek.
3. Kecepatan pemasangan

Universitas Sumatera Utara

Sistem ini dapat dengan cepat dipasang di lapangan dengan bantuan crane. Kecepatan
pemasangan akan mengurangi biaya yang dikeluarkan di lapangan.
4. Mengurangi jumlah pekerja
Jumlah pekerja yang dibutuhkan di lapangan lebih sedikit karena pelat di cetak di
pabrik.
5. Mengurangi perancah atau penyanggah
Sistem ini tidak menggunakan banyak perancah saat di lapangan.
6. Fleksibilitas pelat
Bagian atas pelat hollow core dapat diberi topping sebagai penutup lantai dengan
mengkombinasikan semen latex dengan ketebalan berkisar ½ - 2 in (13-51mm)
tergantung material yang digunakan. Bagian bawah dapat digunakan sebagai bagian
yang sudah selesai pada finishing bangunan sehingga bias langsung dilakukan
pengecatan.
7. Bentang yang panjang
Pelat hollow core dapat dibuat sampai 20 m jarak bebas kolom sehingga dapat
digunakan untuk efektifitas ruangan.
8. Tahan terhadap api
9. Kedap suara
Pelar hollow core dapat mengurangi jumlah suara yang dipancarkan oleh bangunan
10. Efektifitas lubang pelat
Lubang pada hollow core slab dapat digunakan untuk menyimpan dan
menyembunyikan kabel-kabel listrik, telepon, dan mesin-mesin lainnya pada
bangunan.

Universitas Sumatera Utara

II. 6. Perencanaan Hollow Core Slab
Perencanaan hollow core slab diatur oleh ACI (318-95) Building Code
Requirements for Structural Concrete. Seperti beton prategang pada umumnya, hollow core
slab dikontrol terhadap tegangan transfer prategang, tegangan saat pengangkatan, tegangan
layan, lendutan, dan perencanaan kuat lentur dan geser ultimit.

II. 6. 1 Perencanaan Lentur
SNI 2002 Pasal 20.4 menampilkan persyaratan untuk desain lentur beton prategang.
Pembatasan dari SNI adalah sebagai berikut :
II. 6. 1. 1 Tegangan izin saat transfer prategang (sebelum terjadinya kehilangan prategang
yang bergantung kepada waktu) tidak boleh melebihi yang berikut :
a. Tegangan tekan di serat terluar………………………………………………... 0,60 f’ci
b. Tegangan tarik di serat terluar, kecuali yang ditetapkan di (c)………………. 0,25
√f’ci
c. Tegangan tarik di serat terluar di ujung balok yang ditumpu sederhana ……. 0,5√ f’ci
II. 6. 1. 2

Tegangan di beton pada kondisi beban kerja (sesudah semua kehilangan

prategang) tidak boleh melebihi yang berikut :
a. Tegangan tekan di serat terluar akibat prategang ditambah beban tetap……... 0,45 f’c
b. Tegangan tekan di serat terluar akibat prategang ditambah beban total………. 0,60 f’c
c. Tegangan tarik di serat terluar pada daerah tarik yang semula tekan…………. 0,5 √f’c
d.

Teganagn tarik di serat terluar pada daerah atrik yang semula juga tarik pada
komponen struktur (kecuali sistem slab dua arah ), dimana analisis yang didasarkan
atas penampang terak tertransformasi dan atas hubungan momen defleksi bilinear
menunjukkan bahwa defleksi segera dan jangka panjang memenuhi persyaratan
selimut beton minimu………………………………………………………………√ f’c

Universitas Sumatera Utara

II. 6. 2. Kehilangan Prategang
Kehilangan gaya prategang muncul dari perilaku beton prategang itu sendiri. Tidak
dapat dipungkiri dalam kurun waktu lima tahun beton mengalami proses reduksi yang
progresif. Dengan demikian, tahapan gaya prategang perlu ditentukan pada setiap tahap
pembebanan, dari tahap transfer gaya prategang ke beton sampai ke berbagai tahap prategang
yang terjadi pada kondisi beban kerja, hingga mencapai ultimit. Kehilangan gaya prategang
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori:
1. Kehilangan seketika (immediate losses), yaitu kehilangan elastis yang terjadi
segera setelah proses pabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan elastis,
kehilangan karena pengangkeran, dan kehilangan karena gesekan.
2. Kehilangan tergantung waktu (time dependent losses), yaitu kehilangan yang
terjadi oleh proses penuaan beton selama dalam pemakaian meliputi susut,
rangkak dan relaksasi baja.

a. Perpendekan elastis
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja, karena tendon yang melekat pada
beton disekitarnya secara simultan juga memendek maka tendon tersebut akan kehilangan
sebagian dari gaya prategang yang dipikulnya. Kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis pratarik dapat dihitung dengan rumus :
ES = Kes

Es
Ec

fcir

……………………...…………………………………………. (2.6)

Kes = 1,0
fcir = Kcir (

Pi �2
Pi
+
I
A

)-

Mg e
I

............................................................................... (2.7)

Kcir = 0.9
Es = modulus elastis baja

Universitas Sumatera Utara

Eci = modulus elastis beton saat tegangan awal
Fcir = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
Pi = gaya prategang awal
Mg = Momen akibat berat sendiri
b. Rangkak pada beton
Deformasi atau aliran lateral yang terjadi akibat tegangan longitudinal disebut
rangkak. Rangkak hanya terjadi akibat beban yang terus-menerus selama riwayat
pembebanan suatu elemen struktural.
CR = Kcr

Es
Ec

( fcir - fcds )

……………………………………………………….......

(2.8)
Kcr = 2,0 untuk pratarik dengan berat normal
= 1,6 untuk pratarik dengan berat ringan
fcds =

Msd e
I

c. Susut pada beton
Faktor-faktor yang memepengaruhi besarnya susut pada beton adalah proporsi
campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal
dan pemberian tegangan, ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan “Beton Prategang” karangan Edward G. Nawy, untuk kondisi standar,
Prestressed Concrete Institute menetapkan nilai rata-rata untuk regangan susut ultimit
nominal (ЄSH)u = 820 x 10-6 in./in. (mm/mm). Kehilangan prategang pada komponen struktur
pratarik adalah :
SH = ЄSH x Es

……………………………………………………. (2.9)

Untuk komponen pascatarik dihitung :
V

SH = 8,2 x 10-6 Ksh Es (1- 0,06 ) x (100 - RH) ………..……………………... (2.10)
S

Universitas Sumatera Utara

Ksh = 1,0 untuk pratarik
RH = kelembaban relatif lingkungan
V
S

= rasio volume-permukaan

N. Krishna Raju dalam buku “Beton Prategang” mengatakan bahwa mengacu pada
peraturan standar India (IS : 1343) kehilangan prategang akibat susut beton bernilai ЄSH =
ЄSH = 300 x 10-6 satuan untuk pratarik dan �
umur beton pada saat transfer dalam hari.

200 � 10 −6

��� 10 (�+2)

� untuk pascatarik, dimana t adalah

d. Relaksasi baja
Tendon stress-relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang sebagai akibat
dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besar pengurangan prategang bergantung tidak
hanya pada durasi gaya prategang yang ditahan, melainkan juga pada rasio antara prategang
awal dan kuat leleh baja prategang fpi/fpy. Peraturan ACI (318-99) membatasi tegangan tarik
di tendon prategang sebagai berikut :
-

Untuk tegangan akibat gaya pendongkrakan tendon, fpj = 0,94 fpy tetapi tidak
lebih besar daripada terkecil diantara 0,80 fpu dan nilai maksimum yang
disarankan oleh pembuat tendon dan angker

-

Segera setelah transfer prategang, fpi = 0,82 fpy tetapi tidak lebih besar dari
pada 0,74fpu

-

Pada tendon pascatarik, di pengangkeran dan perangkai segera setelah
transfer gaya = 0,70 fpu
Nilai fpy dapat dihitung dari :
Batang prategang fpy = 0,80 fpu
Tendon stress-relieved fpy = 0,85 fpu
Tendon relaksasi rendah fpy = 0,90 fpu

RE = [Kre – J (SH +CR + ES)] C …………………………………………….. (2.11)

Universitas Sumatera Utara

e. Total kehilangan prategang
Kehilangan total = ES + CR + SH + RE …………………..……………………….. (2.12)
Tabel 2.4 Nilai Kre dan J untuk Tiap Jenis Tendon (PCI, 2008)
Tipe Tendon

Kre (psi)

J

Kabel wires atau srand stress-relieved mutu 270

20.000

0,15

Kabel wires atau srand stress-relieved mutu 250

18.500

0,14

Kabel wires stress-relieved mutu 240 atau 235

17.600

0,13

Kabel strand relaksasi rendah mutu 270

5000

0,04

Kabel wires relaksasi rendah mutu 250

4630

0,037

Kabel wires relaksasi rendah mutu 240 atau 235

4400

0,035

Bar relaksasi rendah mutu 145 atau 160

6000

0,05

Tabel 2.5 Nilai C (PCI, 2008)
fsi/fpu
0,80
0,79
0,78
0,77
0,76
0,75
0,74
0,73
0,72
0,71
0,70
0,69
0,68
0,67
0,66
0,65
0,64
0,63
0,62
0,61
0,60

Tegangan Kabel

1,45
1,36
1,27
1,18
1,09
1,00
0,94
0,89
0,83
0,78
0,73
0,68
0,63
0,58
0,53
0,49

Tegangan Batang (Bar)
atau Kabel Relaksasi Rendah
1,28
1,22
1,16
1,11
1,05
1,00
0,95
0,90
0,85
0,80
0,75
0,70
0,66
0,61
0,57
0,53
0,49
0,45
0,41
0,37
0,33

Universitas Sumatera Utara

II. 6. 3. Tegangan saat transfer
Ketika kabel prategang dipotong dan tekanan diberikan kepada beton, hanya berat
sendiri yang menahan tegangan eksentrisitas. Kontrol tegangan diperlukan pada titik ini
untuk menentukan kekuatan beton yang diizinkan untuk mencegah retak pada sisi tarik atau
hancur pada sisi tekan. Kuat beton pada saat transfer mungkin hanya 50 – 60 % pada
kekuatan rencana 28 hari.

II. 6. 4 Tegangan beban layan (Service load stresses)
Tegangan

beban

layan

adalah

ukuran

performa

dan

kemampuan

layan

(serviceability). Dalam hal ini beton dikatakan memiliki kemampuan layan apabila defleksi
dan tegangan telah dikontrol, untuk menentukan ukuran penampang dan besarnya retak yang
mungkin terjadi pada penampang yang akan digunakan.
Beton yang memiliki kamampuan layan mengasumsikan bahwa semua kehilangan
prategang telah terjadi. Perhitungan tegangan dibandingkan dengan tegangan izin pada
bagian II. 6. 1. Hollow core slab biasanya didesain tidak mengalami retak pada saat beban
layan penuh. Batas tegangan tarik yang umum digunakan diantara 6 �f′c dan 7,5�f′c . Pada

keadaan khusus, saat lendutan dan retak dinyatakan aman atau tidak bermasalah, sampai
batas 12�f′c dapat digunakan.

II. 6. 5 Lawan Lendut (Camber) dan Lendutan (Deflection)

Lawan lendut (camber)
Lawan lendut adalah lendutan ke arah atas akibat gaya prategang yang diberikan
memiliki eksentrisitas terhadap pusat penampang. Karena gaya prategang dan eksentrisitas

Universitas Sumatera Utara

ditetapkan oleh beban rencana dan panjang bentang, lawan lendut didapat dari desain
penampang itu sendiri. Namun, persyaratan lawan lendut tidak dispesifikasikan.
Hollow core slab dibuat menggunakan bentuk strand yang lurus. Pengunaan tanda (+)
untuk gerakan arak ke atas dan (-) untuk arah ke bawah. Lawan lendut dapat dihutung
menggunakan :
Lawan lendut (camber) (δ) =

P �� 2
8EI



5 �� 4

384EI

…………………………...…... (2.13)

Tabel 2. 6 Faktor Pengali Lawan Lendut dan Lendutan (PCI, 2008)
Tanpa Topping

Dengan
Topping
Komposit

1,85

1,85

1,80

1,80

3. Defleksi (ke bawah) - diaplikasikan pada
lendutan elastis akibat berat penampang saat
tegangan diberikan

2,70

2,40

4. Lawan lendutan (ke atas) - diaplikasikan pada
lawan lendut elastis akibat tegangan pada saat
tegangan mulai diberikan

2,45

2,20

5. Defleksi (ke bawah) - diaplikasikan pada
lendutan elastis akibat berat penampang dan beban
mati

3,00

3,00

-

2,30

Kondisi
Saat Pemberian Tegangan :
1. Lendutan (ke bawah) - diaplikasikan pada
lendutan elastis akibat berat penampang saat
tegangan diberikan
2. Lawan lendutan (ke atas) - diaplikasikan pada
lawan lendut elastis akibat tegangan pada saat
tegangan mulai diberikan
Saat Akhir Pemberian Tegangan :

3. Defleksi (ke bawah) - diaplikasikan pada
lendutan elastis akibat komposit topping

Lendutan (deflection)
Akibat rangkak pada beton dapat menimbulkan lendutan pada struktur. Lendutan yang terjadi
pada struktur harus dikontrol terhadap tabel 2.7 berikut. Perhitungan bilinear dengan
menggunakan hubungan momen-lendutan disarankan ketika gaya tarik melebihi 6 �f′c
Universitas Sumatera Utara

dengan demikian retak terjadi saat tegangan tarik 7,5�f′c . karena pelat hollow core umumnya
direncanakan tidak retak pada layan penuh, pengaruh retak dapat diabaikan.

Tabel 2.7. Batas lendutan maksimum (PCI, 2008)

Batas Ijin
Lendutan

Tipe Struktur

Lendutan yang Diperhitungkan

Atap datar yang tidak ditumpu untuk elemen
nonstruktur yang mungkin dapat dihancurkan oleh
lendutan yang besar
Lantai yang tidak ditumpu untuk elemen nonstruktur
yang mungkin dapat dihancurkan oleh lendutan yang
besar
Konstruksi atap atau lantai yang ditumpu untuk
elemen nonstruktur yang mungkin dapat dihancurkan
oleh lendutan yang besar
Konstruksi atap atau lantai yang ditumpu untuk
elemen nonstruktur yang tidak mungkin dapat
dihancurkan oleh lendutan yang besar

Lendutan seketika akibat beban hidup
(L)


180

Lendutan seketika akibat beban hidup
(L)


360

Bagian dari lendutan total yang terjadi
setelah ditumpu oleh bagian
nonstruktural (lendutan total akibat
semua beban yang bekerja, lendutan
seketika akibat penambahan beban
hidup)


480

240

II. 7. Teori Pelat

II. 7. 1 Teori Hirschfeld

Perhitungan gaya dalam pada pelat dua arah dapat menggunakan metode
Hirschfeld yaitu metode pendekatan pelat seperti balok. Dimana prinsip pada metode ini
yaitu momen pada pelat didistribusikan ke arah x dan y pelat dan bentang terpendek pelat
dianggap memikul momen terbesar. Metode ini dipakai dalam peraturan beton Jerman yakni
DIN.

Universitas Sumatera Utara

Dimana berlaku :
Px = K * P

………………………………………………………….. (2.14)

Py = (1-K) * P

…………………………………………..……………… (2.15)

P = Beban pelat
K = Konstanta pembagi beban (lihat tabel 2.8)

²

²

²

Tabel 2.8 Nilai K Berdasarkan Tumpuan Pelat (Hake & Meskouris, 2007)
lx
Tipe
ly
Tumpuan
Ɛ4
1 + Ɛ4

K

=

��

��

2Ɛ4
5 + 2Ɛ4

Ɛ4
5 + Ɛ4

Ɛ4
1 + Ɛ4

2Ɛ4
1 + 2Ɛ4

Ɛ4
1 + Ɛ4

………………………………………………………………………. (2.16)

Universitas Sumatera Utara

Lendutan ditentukan berdasarkan tumpuannya (perhatikan gambar 2.9).

δ=

5
384 ��

��4

δ=

2
384 ��

��4

δ=

1
384 ��

��4

Gambar 2.8 Persamaan lendutan dengan berbagai perletakan

II. 7. 2 Teori Pelat Silindris (Thimosenko)

Pelat dengan permukaan yang dilenturkan dari sebagian pelat pada jarak yang
jauh dari ujung-ujungnya dapat dianggap silindris, dengan sumbu silinder sejajar terhadap
panjang pelat. Biasanya teori pelat silindris digunakan untuk meghitung pelat satu arah.
Perhatikan gambar disamping ini.

Bila lebar pelat dinyatakan dengan l, maka lajur elemen dapat di
Bila tidak ada gaya –gaya normal yang bekerja pada penampang
melintang di bagian ujung batang , maka permukaan netral batang itu
berimpit dengan permukaan tengah pelat dan perpanjangan satuan dari serat yang sejajar
terhadap sumbu x ternyata berbanding lurus dengan jarak z serat itu dari permukaan tengah.
Lendutan dari kurva lendutan diambil sebesar –d2 w / dx2, dimana w yaitu lendutan
batang pada arah z dianggap kecil dibandingkan dengan panjang batang l.

Universitas Sumatera Utara

s
s
Gambar. 2.9 Tegangan pada pelat
(Thimosenko, 1992)

Berdasarkan Hukum Hooke maka perpanjangan satuan єx dan єy yang dinyatakan
dalam tegangan-tegangan normal σx dan σy dan bekerja pada elemen yang diarsir pada
gambar diatas.
Ɛz =

σx

Ɛy =

σy





�σ �





�σ �



σy = v . σx



……………………………………………….… (2.17)
=0

……………………………………………….… (2.18)
……………………………………………….…. (2.19)

Dimana E adalah modulus elastisitas bahan dan v adalah angka Poisson.
Maka :

Dimana

Ɛx =

�1− � 2 �σ �

σx =

�σ �



(1− �

Ɛx = - z .

ℎ /2

…………………………………………...…..…. (2.20)
�. �

2 ) = - (1−

�2 �

� 2)

��2

.

�2�
��2

………………………………………….. (2.21)

…………………………...……………………… (2.22)
ℎ /2

� . �2

M = ∫−ℎ /2 σ� . �. d� = - ∫−ℎ /2 (1−

Dengan menotasikan kekakuan pelat:
D=

� . ℎ3

12(1− � 2 )

� 2)

.

�2�
��2

. �� = -

� . ℎ3

12(1− � 2 )

.

�2 �
��2

..… (2.23)

……………….……………………………...…... (2.24)

Universitas Sumatera Utara

Pelat Silindris di Tumpuan Sederhana

Mx =

��

D.

�2 �

D.

�2 �

�2 �

��2

��2

��2

�2 �
��2

�.�2
�4

1

� − �� 2 − �. �

= −�

=−

=−


………………………………………………….. (2.25)

2

2

���
2�

�.�


= u2

��

1

� + � + �. �

2

2

�+

=−

���
2�

2�

�� 2
2

�.�


�+

��2

���

�+

w” – ( )2. w = −
1

+

2�

2�

�� 2

………………………………..……...….. (2.26)

2�

Persamaan tersebut merupakan diferensial orde dua yang penyelesaian umumnya :
w = C1.sinh

2��
1

2��

+ C2.cosh

1

� �3 �

+

8�

2� -

� �3 � 2
8� 2 �

-

� �4

16� 4 �

……………………..……. (2.27)

Dimana C1 dan C2 dapat dicari dengan syarat batas : w = 0 pada saat x = 0 dan w = 0 pada
saat x = 1.

Pada saat w = 0 , x = 0 didapat C2 =

Pada saat w = 0 , x = 1 didapat C1 =

�� 4

16� 4 �
�� 4

16� 4 �

1−��� ℎ2�
��� ℎ2�

Maka persamaan lendutan menjadi :

w=

� �4

16� 4 �



2�
)


cosh � (1−
cosh �

�+

� �3 �

8� 2 �

(� − �)

………………………………… (2.28)

Universitas Sumatera Utara

Mmaks = -D (
Mmaks =

�� 3

�2 �
��2

) L/2

{Ѱ0 (u)}

8

………………………………………………… (2.29)

1−sech �

Dimana : {Ѱ 0 } =

………………………………………………… (2.30)

�2
2

� �� 2

Untuk menentukan nilai u : λ = ½ ∫0

� �1−� 2 ��
ℎ�

=

� 2 �7
�7



5

256

��� ℎ
�2

+

1 ��� ℎ 2 �

256

�6

Dengan memasukkan persamaan S =
�2 ℎ 8

(1−� 2 )2 � 2 � 8

=�

135 �� �ℎ
�4

16

+

27

��



�8

5
256 � 6

4� 2 �
�2

1 ��� ℎ 2 �

16 256

. dx =



� �1−� 3 ��
ℎ�

+

1

386 � 4

maka :
135
16� 8

+

9
8 �6





………………………… (2.31)

Nilai u dari persamaan tersebut dicari dengan cara coba-coba.
Grafik berikut membantu dalam menentukan nilai u, dimana :
� ℎ8



��0 = (1−� 2 )� ( � )4

………………………………………………………….. (2.32)

Dimana v adalah angka poisson ratio (0,2 untuk beton)

Kemudian menghitung lendutan maksimum dengan persamaan :
wmaks =

5 � �2

384 �

�0 (�)

Dimana �0 (�) =

………………………………………………………….. (2.33)
�2
2

sech � −1+
5� 4
24

atau bisa ditentukan melalui grafik 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Grafik 2.1 Mencari nilai u (Thimosenko, 1992)

Universitas Sumatera Utara

Grafik 2.2 Mencari nilai f0(u) dan ѱ0 (u)

II. 7. 3 Metode Stiglat/Wippel

Metode ini memberikan kemudahan dalam perhitungan pelat dengan berbagai
kondisi perletakan. Untuk menentukan momen :
M=

� . �� .� �


Untuk v = 0 ; Max Mx =

� . �� .� �


Untuk v ≠ 0 ; Max Mx = � . �� .��

Max My = � . �� .��

1
� ��


� ��

+
+



� ��
1

� ��

Dimana v adalah nilai poisson ratio material pelat, ��� adalah � di lapangan arah x, ���

adalah � di tumpuan arah x.

Nilai α ditentukan berdasarkan tabel berikut

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. 9 Nilai αxf, αyf, αxs, dan αxs pada berbagai kondisi perletakan

Universitas Sumatera Utara

Lendutan pada pelat dicari dengan menggunakan persamaan berikut yaitu :
w=

�.�� 4

� � .�

………………………………………………………….. (2.34)

Dimana P adalah beban, Lx adalah panjang pelat arah x. kw adalah koefisien
lendutan yang nilainya ditentukan berdasarkan tabel 2.10. Dan N adalah kekakuan pelat.
Nilai N dihitung N =
elastisitas pelat.
Tabel 2.10

�3

12

� , d adalah tebal pelat dan E adalah modulus

Koefisien lendutan metode Stiglat/Wippel (Stiglat, Klaus &

Herbert Wippel, 1982)

Universitas Sumatera Utara

II. 8 Lendutan pada Pelat Beton Bertulang

Serviceability (kemampuan layan) suatu struktur ditentukan oleh lendutan, retak,
korosi tulangan dan rusaknya permukaan beton. Rusaknya permukaan beton dpat dikurangi
dengan kontrol yang baik pada waktu pengadukan, pengecoran dan perawatn betonnya.
Balok dan pelat jarang sekali digunakan sebagai elemen struktur yang terisolasi,
biasanya menggunakan bagian yang monolit dari suatu sistem yang terintegrasi. Lendutan
yang berlebihan pada suatu pelat lantai dapat menyebabkan dislokasi partisi yang
ditumpunya. Begitu pula lendutan yang berlebihan pada balok dapat menyebabkan rusaknya
partisi di bawahnya, dan lendutan yang berlebihan pada balok di atas jendela dapat
menyebabkan kaca jendela pecah. Dalam hal lantai terbuka atau atap, seperti lantai-lantai
atas garasi parker dapat mnyebabkan rembesan air. Karena hal-hal ini maka kriteria kontrol
lendutan merupakan hal yang penting.
Untuk menghitung lendutan yang terjadi pada berbagai-bagai tumpuan :
Perletakan sederhana, δ =
(2.29)
Perletakan jepit-jepit, δ =

1
384 ��

5
384 ��

�� �4 ………………………………………..………....

�� �4 ………………….…………….………………... (2.30)

Perletakan jepit-sendi ditengah bentang, δ =

1

192 ��

��� …………..….……………...... (2.31)

Universitas Sumatera Utara