Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir) Chapter III V

BAB III
TEKNIK DAN PERENCANAAN SISTEM PENERANGAN

3.1

Teknik Penerangan
Cahaya adalah suatu gejala fisis. Sumber cahaya memancarkan energi yang sebagian

energi tersebut menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh
gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu merupakan suatu gejala getaran.

3.1.1

Satuan Penerangan Sistem Internasional

a. 1 watt cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya sebesar 1 watt
dengan panjang gelombang 555 mµ
b. 1 watt cahaya = 680 lumen
c. Flux cahaya (lumen) adalah jumlah seluruh cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber
cahaya dalam satu detik.
d. Flux cahaya spesifik = lumen/watt

e. Steradian. Misalkan dari permukaan sebuah bola (gambar 3.1) dengan jari-jari r
ditentukan suatu bidang dengan luas r2. Kalau ujung suatu jari-jari kemudian menjalani
tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari ini disebut satu
steradian. Karena luas permukaan bola sama dengan 4πr2, maka di sekitar titik tengah
bola dapat diletakkan 4π sudut ruang yang masing-masing sama dengan satu steradian.
f. Intensitas cahaya (candela) = flux cahaya persatuan sudut ruang (steradian) yang
dipancarkan ke suatu arah tertentu. Intensitas cahaya diketahui melalui Persamaan 3.1 di
bawah ini.

28

I=



ɷ

(cd)

(3.1)


dimana :
I = Intensitas cahaya (cd)
∅ = Flux cahaya (Lm)

ɷ = Sudut ruang (steradian)
g. Tingkat/kuat penerangan (Iliminasi – Lux), didefinisikan sebagai sejumlah arus cahaya
yang jatuh pada suatu permukaan seluas 1 (satu) meter persegi sejauh 1 (satu) meter dari
sumber cahaya 1 (satu) lumen.

Intensitas penerangan atau iluminasi (E) = flux cahaya persatuan luas permukaan A (m2), seperti
ditunjukkan pada Persamaan 3.2 berikut ini.
Erata-rata =



A

lux


(3.2)

Intensitas penerangan di suatu bidang dapat dihitung melalui Persamaan 3.3 di bawah ini:
Ep =

I
r

2

lux

dimana:
Ep

= intensitas penerangan di suatu titik P dari bidang yang diterangi (lux)

I

= intensitas sumber cahaya (cd)


r

= jarak dari sumber cahaya ke titik P (m)

(3.3)

3.1.2

Diagram Polar Intensitas Cahaya
Diagram polar intensitas cahaya adalah suatu karakteristik untuk pembagian cahaya

sebuah lampu atau armatur. Diagram ini umumnya diberikan untuk lampu 1000 lumen. Gambar
3.1 menunjukkan diagram polar intensitas cahaya dan armatur.

Gambar 3.1

Diagram Polar Intensitas Cahaya dan Armatur

Diagram polar intensitas cahaya digunakan untuk melindungi intensitas penerangan suatu titik

menurut persamaan 3.4 berikut :
Ep =

I
r

2

lux

Gambar 3.2

(3.4)

Diagram vektor intensitas penerangan

Persamaan 3.5 menunjukkan intensitas penerangan E’ di bidang a’ – b’ tegak lurus pada arah I
menurut hukum kuadrat :
I


E’ =

r

2

lux

(3.5)

Intensitas penerangan E di bidang horizontal a – b, ialah proyeksi dari E’ pada garis tegak lurus
pada bidang a – b di titik P. Jadi :
E = E’ cos α

(3.6)

Dari persamaan (3.5) dan (3.6) diperoleh :
E=

I

r

2

cos α lux

Rumus ini dikenal sebagai Hukum Cosinus.

3.1.3

Sistem Penerangan dan Armatur
Penyebaran cahaya dari suatu sumber cahaya tergantung pada :

1. Konstruksi sumber cahaya
2. Konstruksi armature yang digunakan
Konstruksi armature yang digunakan antara lain ditentukan oleh :











Cara pemasangannya pada dinding atau langit-langit
Cara pemasangan fiting atau fiting-fiting di dalam armature
Perlindungan sumber cahaya
Penyesuaian bentuknya dengan lingkungan
Penyebaran cahayanya

(3.7)

Berdasarkan pembagian flux cahayanya oleh sumber cahaya dan armature yang digunakan, dapat
dibedakan sistem-sistem penerangan seperti ditunjukkan pada tabel 3.1 di bawah ini.

Table 3.1 Pembagian flux cahaya terhadap bidang kerja
Sistem Penerangan


Langsung ke bidang kerja

a. Penerangan langsung

90 – 100 %

b. Terutama penerangan langsung

60 – 90 %

c. Penerengan campuran atau penerangan baur

40 – 60 %

d. Terutama penerangan tidak langsung

10 – 40 %

e. Penerangan tidak langsung


0 – 10 %

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penerangan adalah :
a. Intensitas penerangannya di bidang kerja
b. Intensitas penerangan umumnya dalam ruangan
c. Biaya instalasinya
d. Biaya pemakaian energinya dan biaya pemeliharaan
Perbandingan antara intensitas penerangan minimum dan maksimum di bidang kerja sekurangkurangnya = 0,7. Perbandingan dengan sekelilingnya sekurang-kurangnya = 0,3

Intensitas penerangan ditentukan oleh :
a. Tempat dimana pekerjaan akan dilakukan
b. Sifat pekerjaan

3.1.4

Efisiensi Penerangan
Efisiensi penerangan dapat ditentukan melalui persamaan 3.7 di bawah ini.
η=

dimana :


∅g

(3.8)

∅�

∅o = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam ruangan

∅g = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung setelah
dipantulkan oleh dinding dan langit-langit.

dan

∅g = E x A

(3.9)

dari persamaan (3.7) dan (3.8) diperoleh rumus flux cahaya

∅o =

�. �
η

Lm

dimana :
E = intensitas penerangan yang diperlukan di bidang kerja (lux)
A = luas bidang kerja (m2)

Untuk menentukan efisiensi penerangannya harus diperhitungkan :
a. Efisiensi armaturnya (v)

V=

���� �� ℎ��� ���� ����������� ��� ℎ �������

���� �� ℎ��� ���� ����������� ��� ℎ ������ �� ℎ���

(3.10)

b. Faktor refleksi dinding (rw), faktor refleksi langit-langit (rp) dan faktor refleksi bidang
pengukurannya (rm).
Faktor-faktor refleksi ditentukan berdasarkan warna dinding dan langit-langit ruangan :
-

warna putih dan warna sangat muda = 0,7

-

warna muda

-

warna sedang = 0,3

-

warna gelap

= 0,5

= 0,1

khusus faktor refleksi bidang pengukurannya (rm) ditetapkan = 0,1

c. Indeks ruangan atau indeks bentuk (k) ditentukan dengan persamaan 3.10 berikut.
k =
dimana :

�. �

(3.11)

ℎ(�+�)

p = panjang ruangan (m)
l = lebar ruangan (m)
h = tinggi sumber cahaya di atas bidang kerja (m)
Bidang kerja umumnya diambil 80 cm – 90 cm di atas lantai.

3.1.5

Penentuan Jumlah Lampu atau Armatur
Jumlah lampu :
nL =

atau,

∅�

∅�����

=

jumlah armatur :

�. �

∅�� . � . �

(3.12)

nA =

∅�

∅�������

=

�. �

∅��� . � . �

(3.13)

dimana :

3.2

nL

=

jumlah lampu

nA

=

jumlah armatur

∅L

=

flux cahaya lampu

∅a

=

flux cahaya armatur

E

=

intensitas penerangan yang diperlukan

A

=

luas bidang kerja

η

=

efisiensi penerangan

d

=

faktor depresiasi

Sistem Penerangan Luar
Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang

dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan)
yang digunakan untuk menerangi jalan maupun ling kungan di sekitar jalan yang diperlukan
termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over),
jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan).
Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari
sumber cahaya (lampu/luminer), elemen-elemen optik (pemantul/reflector, pembias/refractor,
penyebar/diffuser). Elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber tenaga/power supply. dll.),
struktur penopang yang terdiri dari lengan penopang, tiang penopang vertikal dan pondasi tiang
lampu.

3.2.1

Fungsi Penerangan Jalan
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain :

a. Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan;
b. Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan;
c. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam
hari;
d. Mendukung keamanan lingkungan;
e. Memberikan keindahan lingkungan jalan.

3.2.2

Acuan Normatif
Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan ini merujuk pada acuan sebagai berikut:

a. Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Undang Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
e. SNI No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar;
f. SNI No. 04-6262-2000, Rekomendasi untuk pencahayaan kendaraan bermotor dan pejalan
kaki;
g. AASHTO, 1984, An Informational Guide for Roadway Lighting.

3.2.3

Perbandingan Kemerataan Pencahayaan (Uniformity Ratio)
Uniformity Ratio adalah perbandingan harga antara nilai minimum dengan nilai rata-rata

atau nilai maksimumnya dari suatu besaran kuat penerangan atau luminasi pada suatu

permukaan jalan. Uniformity Ratio 3 : 1 berarti rata-rata nilai kuat penerangan/luminasi adalah 3
(tiga) kali nilai kuat penerangan/luminasi pada suatu titik dari penerangan minimum pada
permukaan/perkerasan jalan.
Rasio maksimum antara kemerataan pencahayaan maksimum dan minimum menurut
lokasi penempatan tertentu adalah seperti yang ditentukan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Rasio kemerataan pencahayaan

Lokasi Penempatan

Rasio Maksimum

Jalur lalu lintas :
- di daerah permukiman

6:1

- di daerah komersil/pusat kota

3:1

Jalur pejalan kaki :

3.2.4

- di daerah permukiman

10 : 1

- di daerah komersil/pusat kota

4:1

Tempat-tempat peristirahatan (rest area)

6:1

Terowongan

3:1

Pandangan Silau dan Pandangan Silhoutte

a. Pandangan

Silau

adalah

pandangan

yang

terjadi

ketika

suatu

cahaya/sinar

terang masuk di dalam area pandangan/penglihatan pengendara yang dapat
mengakibatkan

ketidak

nyamanan

pandangan

pandangan jika cahaya tersebut datang secara tiba-tiba.

bahkan

ketidak

mampuan

b. Pandangan

Silhoutte

adalah

pandangan

yang

terjadi

pada

suatu

kondisi

dimana obvek yang gelap berada di latar belakang yang sangat terang, seperti
pada kondisi lengkung alinvemen vertikal yang cembung, persimpangan yang
luas, pantulan dari perkerasan yang basah, dll.

Kedua pandangan ini harus diperhatikan dalam perencanaan penempatan/pemasangan
lampu penerangan jalan kota.

3.2.5

Sistem Penempatan Lampu Penerangan Jalan
Sistem penempatan lampu penerangan adalah susunan penempatan/penataan lampu

yang satu terhadap lampu yang lain. Sistem penempatan ada 2 (dua) sistem, yaitu :
a. Sistem Penempatan Menerus
Sistem penempatan menerus adalah sistem penempatan lampu penerangan jalan yang
menerus/kontinyu di sepanjang jalan/jembatan.
b. Sistem Penempatan Parsial (setempat)
Sistem penempatan parsial adalah sistem penempatan lampu penerangan jalan pada suatu
daerah-daerah tertentu atau pada suatu panjang jarak tertentu sesuai dengan keperluannya.

3.2.6

Dasar Perencanaan Penerangan Jalan

a. Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :
- Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti
pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
- Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan jalan;

- Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll;
-

Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu
penerangan;

-

Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi
sumber listrik;

- Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar perencanaan
sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis;
- Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya;
- Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.
b. Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan penerangan
jalan antara lain sebagai berikut :
-

Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan;

- Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam;
- Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
- Jalan-jalan berpohon;
-

Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan lampu di
bagian median;

-

Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan);

- Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya.

3.3

Perencanaan dan Perancangan Sistem Penerangan Tenaga Surya
Sel surya adalah salah satu energi alternatif yang terbarukan, dapat secara langsung

mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik. Secara umum cara penggunaan energi

matahari ini dibagi dua yaitu aktif dan pasif. Penggunaan secara aktif yaitu menggunakan
teknologi panel surya untuk mengumpulkan energi listrik. Sementara cara penggunaan secara
pasif adalah dengan cara mengatur arah bangunan, menggunakan material yang menyerap panas
dan desain bangunan yang secara alami memperlancar sirkulasi udara didalam bangunan.

3.3.1

Konfigurasi Sistem
Pada perencanaan dan pembuatan perangkat keras baterai charge dan lampu LED sebagai

sumber lampu untuk kebutuhan bebanPenerangan Jalan Umum (PJU) megacu pada blok diagram
yang ditunjukan pada Gambar 3.3. Sebelum tegangan keluaran dari Solar Cell masuk ke dalam
Battery terlebih dulu diatur didalam Rangkaian Battery Charger.

Gambar 3.3 Block Diagram Sistem penerangan dengan Solar Cell

3.3.2

Instalasi Solar Cell
Solar cells panel terdiri dari silikon, silikon mengubah intensitas sinar matahari menjadi

energi listrik, saat intensitas cahaya berkurang (berawan, hujan, mendung) energi listrik yang
dihasilkan juga akan berkurang. Dengan menambah solar cells panel (memperluas) berarti
menambah konversi tenaga surya. Sel silikon di dalam solar cells panel yang disinari matahari/

surya, membuat photon bergerak menuju electron dan menghasilkan arus dan tegangan listrik.
Arus listrik yang dihasilkan adalah listrik dengan arus searah (DC) sebesar 3,5 A. Besar tegangan
yang dihasilkan adalah 0,4-0,5V. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel
surya (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimum). Listrik yang dihasilkan oleh panel
surya dapat langsung digunakan atau disimpan lebih dahulu ke dalam baterei kering. Tergantung
dari kebutuhannya, didapatkan perhitungan berapa jumlah solar cells panel dan baterai yang
dibutuhkan.
Perhitungan Teknis :
Daya yang dihasilkan oleh panel surya maksimum diukur dengan besaran Wattpeak (Wp), yang
konversinya terhadap Watthour (Wh) tergantung intensitas cahaya matahari yang mengenai
permukaan panel. Selanjutnya daya yang dikeluarkan oleh panel surya adalah daya panel
dikalikan lama penyinaran.
Misalnya sebuah panel surya berkapasitas 50 Wp disinari matahari dengan intensitas
maksimum selama 8 jam maka daya yang dihasilkan adalah 50 kali 8 Wh atau 400 Wh. Daya
sebanyak ini dapat digunakan untuk menyalakan 4 buah lampu 25 Watt selama 4 jam atau
sebuah televisi hitam putih 40 Watt selama 10 jam.
Di Indonesia, daya (Wh) yang dihasilkan perhari biasanya sekitar 3-5 kali daya panel
maksimum (Wp), 3 kali untuk cuaca mendung, dan 5 kali untuk kondisi panas terik. Misalnya
untuk sebuah panel surya berdaya maksimum 50 Wp, daya yang dihasilkan pada cuaca mendung
perhari adalah 3 kali 50 Wp atau 150 Wp, dan pada cuaca cerah adalah 5 kali 50 Wp atau 250
Wp.
Panel-panel surya dapat disusun secara seri atau paralel. Rangkaian paralel digunakan
pada panel panel dengan tegangan output yang sama untuk memperoleh penjumlahan arus

keluaran. Tegangan yang lebih tinggi diperoleh dengan merangkai panel-panel dengan arus
keluaran yang sama secara seri. Misalnya untuk memperoleh keluaran sebesar 12 Volt dan arus
12 A, kita dapat merangkai 4 buah panel masing-masing dengan keluaran 12 Volt dan 3 A secara
paralel. Sementara kalau keempat panel tersebut dirangkai secara seri akan diperoleh keluaran
tegangan sebesar 48 Volt dan arus 3 A.
Berikut ini merupakan peralatan yang dibutuhkan dalam instalasi Lampu listrik tenaga surya :

g. Modul Solar Cell Mono/Polycrystalline
h. Lampu LED/CFL + Cobra Head Lamp
i. Charge Controller Automatic Timer
j. Battery SLA/VLRA Deep Cycle Free Maintenance
k. Battery Box
l. Solar Panel Support
m. Various Brackets
n. Wiring Harnesses
Gambar 3.4 menunjukkan rangkaian instalasi penerangan secara umum dengan menggunakan
teknologi tenaga surya.

Gambar 3.4 Rangkaian Instalasi Solar Cell

3.3.3

Tipe-tipe Pemasangan Sel Surya
Dalam pemasangannya, sel surya dapat dibedakan menjadi :

a. Tipe stand-alone, dimana tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik terisolasi atau di
daerah terpencil, kapasitas kecil.
b. Tipe isolated grid , tipe ini biasanya digunakan untuk beban listrik besar terisolasi dan
terkonsentrasi, bisa dikombinasikan dengan sumber energi lain dalam operasi hybrid.
c. Tipe grid connected , tipe ini digunakan pada daerah yang telah memiliki sistem jaringan
listrik komersial, dan sistem langsung output energi surya ke dalam jaringan listrik.
Untuk daerah perkotaan yang sudah terjangkau aliran listrik PLN, biasanya sel surya
dipasang secara grid connected. Revolusi aplikasi sel surya pada bangunan arsitektur telah
mengalami perkembangan yang pesat, mulai dari teknologi biasa sampai teknologi tinggi pada
generasi ke-3, yaitu :
a. Generasi Pertama (tahun 1980 an), panel-panel/deretan sel surya modul dengan rangka besi
hanya diletakkan (mounting) pada bidang atap datar

bangunan dengan alat penyangga

(tracking).
b. Generasi Kedua (tahun 1990 an), sel surya dikembangkan lebih menyatu menjadi bagian
material bangunan yaitu : bahan atap (genting, sirap).
c. Generasi Ketiga (tahun 1997), sel surya dikembangkan menjadi kesatuan integrasi bangunan
arsitektur dalam berbagai materi bangunan dan aplikasi canggih.
Pemasangan sel surya secara grid connected dengan jaringan listrik PLN, dapat
digunakan sebagai :
a. Sebagai catu-daya back-up, dimana :
- Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan padasaat terjadi padam listrik

- Meningkatkan kualitas pelayanan daya listrik pada sistem yanglemah.
b. Sebagai sarana Load Shaving , dimana :
- Energi surya disimpan dalam battery storage dan digunakan padasaat beban tinggi.
- Energi yang tersimpan dalam battery tersebut dapat digunakanuntuk membantu mengurangi
beban puncak.
c. Sebagai Peak Cliping :
- Pada aplikasi grid-connected bisa terjadi koinsidensi beban puncak dan radiasi puncak
- Pada kondisi ini energi surya dapat langsung berdampak pada penurunan konsumsi untuk
beban puncak dari jaringan listrik.
Untuk mendapatkan keluaran energi Iistrik yang optimum di Indonesia, maka cukup
dilakukan dengan memiringkan modul surya tersebut ke suatu arah dengan sudut kemiringan
sebesar lintang lokasi solar cell tersebut berada. Sebagai contoh apabila lokasi tersebut berada di
sebelah utara khatulistiwa maka modul surya tersebut dihadapkan ke selatan, dan sebaliknya bila
diselatan khatulistiwa maka modul surya dihadapkan ke utara.
Selain pengaruh arah dari modul surya, temperatur juga dapat mempengaruhi energi
listrik yang dihasilkannya. Semakin tinggi temperatur modul surya jenis silikon kristal, maka
akan semakin berkurang tegangan yang dihasilkannya yaitu sebesar 0,04V sampai 0,10V per ºC.
Oleh karena itu, dalam pemasangan modul surya diusahakan tidak dipasang langsung di atas
atap, tetapi diberikan jarak antara 30 sampai 50cm, hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya akumulasi panas di bagian bawah modul surya.

Output standar setiap modul surya umumnya dicantumkan pada label yang di lekatkan di
bagian belakang dari modul surya. Output tersebut di ukur pada STC (Standard Test Condition 1
kW/m2 pada distribusi spectral AM 1,5 dan Temperatur cell 25°C). Sedangkan output harian
yang dihasilkan oleh modul surya sangat tergantung pada tingkat radiasi matahari yang
menyinari modul surya.

3.3.4

Perencanaan Perhitungan Daya Solar Cell

Dalam penggunaan PJU yang dirancang memakai solar cell dengan daya sebesar 80 WP, dan
solar yang akan dianalisa pada hal ini adalah solar cell dengan daya 50 WP dan 30 WP seperti
terlihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.

Gambar 3.5 Solar Cell 50 WP

Gambar 3.6 Solar Cell 30 WP

- Max. Power : 50W

- Max. Power : 30W

- Voltage Pmax : 121V

- Voltage Pmax : 90V

- Current Pmax : 2,9A

- Current Pmax : 2A

- Warranted Min.Pmax : 45W

- Warranted Min.Pmax : 45W

- Short circuit current : 2.9A

- Short circuit current : 2,3A

- Open circuit Voltage : 21,8V

- Open circuit Voltage : 19V

Perencanaan Perhitungan Daya Solar Cell :
a. Total Beban
‐ Lampu LED 10 W x 4 = 40 Watt

‐ 1 Mikrokontroller 5 V = 2 Watt
‐ 1 relay 12V = 5 Watt
‐ RTC (Real Time Clock) = 2 Watt
‐Total daya keseluruhan diperkirakan = 50 Watt

b. Dengan perkiraan daya sebesar 50 Watt maka dibutuhkan Battery perkiraan arus sebagai
berikut :
I=
I=

P daya yang direncanakan
V aki
50
12

I = 4.2 A
Aki yang digunakan pada sitem ini adalah :
Aki

= Jam penggunaan x arus aki
= 12 x 4.2 = 50,4 Ah.

Pada perencanaan sistem memakai cadangan aki sebesar = 50,4 Ah, jika tidak adanya matahari
untuk mencharger, jadi aki yang harus digunakan adalah 60Ah.
Diperoleh :
‐ Daya aki : lama pengecasan == 50,4 : 9 jam = 5,6
‐ Jadi solar cell yang diperlukan= 5.6 x 14.5 (tegangan charge) = 81.2Wp
‐ Jadi kita lebihkan menggunakan 100 Wp yang dibagi menjadi 2 = 50Wp x 2.

3.3.5

Battery Charger
Sumber Tegangan dari Keluaran Generator DC sebelum masuk ke dalam Battery terlebih

dulu diatur dalam Rangkaian Regulator.Setelah diatur kemudian tegangan masuk ke dalam
Rangkaian Comparator untuk diatur lagi pada tegangan nominal berapa Battery telah terisi
penuh. Pada saat Tegangan pada Battery penuh maka Rangkaian Comparator akan memutuskan
tegangan dan menurunkan arus pengisian secara otomatis, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Blok Diagram Sistem Kontrol Pada Battery Charger

Komponen Kontrol Battery Charger
Dalam Sistem ini akan menggunakan dua buah kontrol untuk mengatur pengisian battery
pada rangkaian sistem pengisian battery charger, yang meliputi :
a. Regulator LM350
Rangkaian Regulator ini merupakan regulator pengatur tegangan yang mampu mengatur
atau menjaga tegangan agar tetap berada pada nilai tegangan yang ditentukan.
Konfigurasi dari Rangkaian dasar LM350 ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Konfigurasi Rangkaian Dasar dari LM350

b. Comparator HA17458
Rangkaian Comparator ini berfungsi untuk mengontrol aliran arusyang mengalir dari
battery charger ke battery. Gambar 3.9 menunjukkan Konfigurasi Pin dari HA17458.

Gambar 3.9 Konfigurasi Pin HA17458

Rangkaian Battery Charger
Battery Charger adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengisi battery dengan arus
konstan hingga mencapai tegangan yang ditentukan. Bila level tegangan yang ditentukan itu
telah tercapai, maka arus pengisian akan turun secara otomatis ke level yang aman tepatnya yang

telah ditentukan dan menahan arus pengisian hingga menjadi lebih lambat sehingga indicator
menyala menandakan battery telah terisi penuh. Rangkaian Battery Charger ditunjukkan pada
Gambar 3.10 di bawah ini.

Gambar 3.10 Rangkaian Battery Charger

Keterangan Gambar 3.10 :
Sumber tegangan battery charger berupa tegangan DC yang berasal dari tegangan keluaran
Generator DC. LM350 adalah merupakan regulator pengatur tegangan yang mampu mengatur
atau menjaga tegangan diantara titik C dan B agar berada pada 1.25 Volt. Dengan menambahkan
resistor 1K diantara titik B dan gnd dapat meningkatkan tegangan keluaran. Untuk mengontrol
tegangan keluaran yang lebih akurat lagi kita dapat menambahkan lagi resistor yang dirangkai
secara seri, yaitu sebuah potensiometer 2K 10-turn yang dapat diatur. Secepatnya aki
dihubungkan sehingga terjadi aliran arus, pengontrolan arusnya diatur menjadi dua oleh
LM1458. Arus yangmengalir melalui resistor 0.1 ohm menyebabkan tegangan drop. Tegangan
drop ini dibandingkan/dicompare dengan tegangan pada kaki potentiometer 100-ohm. Pada saat

drop tegangan ini lebih besar dari pengaturan pada potentiometer akan menyebabkan keluaran IC
LM1458 menjadi rendah dan arus start yang mengalir melalui diode menjadi kecildan hal ini
pada dasarnya akan mengurangi arus yang mengalir melalui resistor - resistor yang diseri, yaitu
resistor 1K + potentiometer 2K. Dengan ini arus distabilkan.
Titik diantara C dan B terdiri dari tiga resistor : 2.2 Ohm, potentiometer 100 Ohm, dan
resistor 150 Ohm, 2.2 Ohm dan potentiometer 100 Ohm dihubungkan ke masukan noninverting
(+) dari IC LM1458. Masukan Inverting (-) dihubungkan pada sambungan jalur (wiring) resistor
0.1 Ohm secara seri dengan keluaran. Selama drop tegangan, yang disebabkan oleh arus yang
mengalir melalui resistor 0.1 Ohm lebih besar dari drop tegangan pada resistor 2.2 Ohm keluaran
LM1458 akan tetap tinggi dan pada gilirannya menghalangi arus yangakan mengalir ke transistor
BC558. Tetapi secepatnya arus pengisian turun di bawah nilai spesifik LM1458 dan
mengaktifkan transistor yang mana menyebabkan LED menyala. Pada waktu yang sama arus
kecil akan mengalir melewati resistor Rx', hal ini akan berakibat pada tegangan keluaran dari
charger berubah turun hingga menjadi 13.6 Volt. Perubahan tegangan ini merupakan tegangan
keluaran yang sangat aman, dan tidak menyebabkan pengisian yang berlebihan pada battery dan
juga tidak menyebabkan pengisian yang berlebih (trickle).
Nilai Rx sebaiknya nilai yang bersifat percobaan yang telah ditentukan sebelumnya dan
mungkin dapat dihitung secara matematika tetapi nilai eksaknya ditentukan oleh toleransi dari
komponen-komponen spesifik dari rangkaian.

Perhitungan Rangkaian Gambar 3.10 :
Hitung tegangan diantara poin C dan B regulator LM350. Bila sebuah resistor dihubungkan
diantara kedua poin ini, hanya arus mula yang mengalir, maka tegangan pada resistor ini terbaca

1.25 Volt. Dalam kasus ini, total resistor adalah 2.2 + 100 + 150 = 252.2 Ohm. Sebab kita
berhubungan dengan perhitungan arus yang sangat kecil dalam satuan milliampere dan
perhitungan resistansi dalam Kilo-Ohm. Dengan begitu, arus yang mengalir melalui resistor ini
adalah 1.25 /0.2522 = 4.9564 mA. Arus yang sama juga mengalir melalui resistor 1K & 2K yang
terangkai secara seri. Tegangan keluaran yang kita inginkan harus terbaca terbaca 14.1 Volt,
berarti drop tegangan pada resistor yang terangkai secara seri ini harus 14.1 - 1.25 = 12.85 Volt.
Dengan demikian, total nilai resistansi harus 12.85 / 4.9564 = 2.5926 Ohm. Untuk menentukan
tegangan keluaran sebesar 14.1 V kita harus melakukan penyesuaian agar dapat memperoleh
nilai tegangan tersebut, salah satu dari resistor dipilih sebagai 10-turn trimpot (trimmer
potentiometer). Bersamaan dengan Resistor 1K yang dirangkai secara seri (total resistansinya
menjadi 3K) kita dapat melakukan pengaturan pada trimpot untuk mendapatkan nilai tegangan
sebesar 14.1 V ini.
Nilai Rx dihitung dengan cara ini. Dalam Proyek Akhir ini, kita menghendaki tegangan
keluaran Battery Charger sebesar 14 Volt, dengan kata lain, tegangan pada titik hubungan antara
1K/2Kpot harus menunjukkan nilai tegangan 14 - 1.25 = 12.75 Volt. Hal ini berarti bahwa arus
yang mengalir melalui pembagi tegangan adalah 12.75 /2.5926 = 4.9178 mA dan arus lebihnya
terbaca 4.9564 - 4.9718 = 0.386mA yang mengalir melalui Rx dan juga menyebabkan drop
tegangan sebesar 12.35 - 2.78 = 9.57 Volt. Pengukuran ini nilainya dihitung pada basis dari
transistor BC558 yaitu sebesar 2.78 Volt setelah keluaran LM1458 telah menjadi rendah. Dengan
arus 0.1929 mA maka nilai Rx sebesar 9.47 / 0.386 = 24.531 Kilo-Ohm. Cukup menggunakan
sebuah resistor sebesar 47K. Tentu saja kita dapat juga menggunakan sebuah trimpot 50K untuk
melakukan pengaturan dengan nilai yang lebih teliti lagi. 1K5 (1500 Ohm) yang dirangkai secara

seri dengan LED hal ini dilakukan untuk membatasi arus yang mengalir melalui LED supaya di
bawah 20 mA.
Satu-satunya perhitungan yang tertinggal adalah menghitung nilai resistor yang dirangkai
secara seri yang ditentukan dari perubahan kondisi pengisian ke kondisi float. Ini terjadi bila
drop tegangan pada (sambungan jalur) resistor 0.1 Ohm pada sisi kaki positifnya lebih kecil
daripada yang melalui resistor 2.2 Ohm. Nilainya adalah 2.2 x 4.9564 = 10.9 mV.
Nilai resistansi dari resistor yang dirangkai secara seri dengan keluaran sebesar 0.1 ohm,
untuk mendapatkan drop tegangan sebesar 10.9 mV pada resistor ini maka arusnya harus 10.9 x
0.1 = 109 mA. Selanjutnya arus pengisian ini menjadi lebih kecil dari 109 mA, LM1458
mentrigger pada kondisi float .
Pengaturan pada trimpot 100-Ohm berfungsi untuk menentukan arus pengisian
maksimum. Tegangan pada kaki trimpot ini bervariasi antara 10.9 mV s/d 506.54 mV. Pada cara
ini besar arus pengisian dapat diatur nilai arusnya antara 0.1A s/d 5A, tetapi kita seharusnya
tidak berpikir terlalu jauh sebab LM350 tidak dapat mengendalikan arus diatas 3 Ampere. Jika
kita memilih suatu trimpot yang mempunyai nilai resistansi sebesar 50 ohm, tetapi 3A tidak bisa
diperoleh. Kalau begitu, penyetelan yang saksama adalah cara yang terbaik. Dengan arus
pengisian maksimum yang telah diketahui dengan jelas yaitu sebesar 3 Ampere, maka
menghitung nilai disipasi dari resistor merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Dengan kata lain,
hasil dari resistansi dikalikan dengan arus (I2 x R).
Satu-satunya resistor yang sulit dalam mencari nilai disipasinya adalah resistor 0.1 ohm, akan
tetapi nilai disipasinya tidak begitu besar,yaitu 3 x 3 x 0.1 = 0.9 Watt.
Daya 0.9 Watt adalah nilai disipasi dari resistor 0.1 Ohm. Untuk itu kita harus menambahkan
beberapa tegangan. Kita mempunyai tegangan masukan 14.1 Volt, maka drop tegangan pada

resistor, 0.1 x 3= 0.33 Volt, dan tegangan minimum 3 Volt pada LM1458 sesuai dengan
fungsinya, total 17.43 Volt. Nilai baku dari kapasitor pada sisi masukan adalah sebesar 4700 uF
dengan nilai tegangan minimum sekitar 35-40Volt. Mengganti kapasitor pada sisi masukan
dengan nilai yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak begitu berbahaya dan hanya
menghilangkan tegangan spikes kecil yang dapat mempengaruhi pengoperasian dari charger ini
begitu juga sebaliknya. Kapasitor penyangga/buffer yang terletak pada poin C LM350 bernilai
kira-kira 25Volt accros. Kapasitor buffer ini tidak digunakan untuk menstabilkan tegangan
masukan, tetapi berfungsi untuk meningkatkan respon transient.
Setelah kita melakukan perhitungan nilai-nilai pada setiap komponen maka dapat dihitung
Effisiensinya. Kita mempunyai tegangan masukan sebesar 18 V dan arus masukan sebesar 0.51
A, sehingga didapat Daya Masukan, 18 x 1.5 = 27 Watt . Sedangkan kita juga mempunyai
tegangan keluaran sebesar 14 V dan arus keluaran sebesar 0.51 A, sehingga didapat Daya
Keluaran, 14 x 1.5 = 21 Watt. Maka Effisiensi Rangkaian Battery Charger dapat diketahui
dengan persamaan (3.13).
η=

P in
P out

x 100%

dengan :
η

= Effisiensi;

Pout

= Daya Keluaran (Watt);

Pin

= Daya Masukan (Watt).

Sehingga didapat:

(3.13)

η

=
=

P in
P out
21 W
27 W

x 100%
x 100%

= 77.7777 %
Effisiensi Rangkaian Battery Charger pada Proyek Akhir ini adalahsebesar 77.77 %.
3.3.5

Sensor Cahaya
Pada aplikasinya PJU terdapat sensor cahaya (LDR), dimana sensor cahaya (LDR)

tersebut ada yang bertegangan ac dan dc, yang berfungsi sebagai hidup / mati dari lampu tersebut
digunakan output dari sensor cahaya (LDR) . Penggunaan LDR sebagai sensor cahaya yang
berfungsi pada malam hari, pada alat ini hasil dari sensor yang sangat sensitif dan presisi. Pada
perancangan sistem penerangan ini menggunakan satu sensor cahaya (LDR) yang ditempatkan
diantara solar cell.

Gambar 3.11 Rangkaian LDR 1

Gambar 3.12 Rangkaian LDR 2

Dari Gambar 3.11 rangkaian LDR 1 maka dapat kita lihat jika LDR tersebut terkena
matahari akan mengeluarkan tegangan low (0) dan ketika sensor tidak terkena sinar matahari

akan mengeluarkan tegengan high (1), dan pada Gambar 3.12 Rangkaian LDR 2 dapat kita lihat
jika LDR tersebut terkena matahari akan mengeluarkan tegangan high (1) dan ketika sensor tidak
terkena sensor matahari akan mengeluarkan tegengan low (0). Pada Gambar 3.13 menunjukan
gambar rangkaian LDR dengan op-amp.
Untuk mengetahui Vout dapat mengetahui dengan menghitung :

Vout =

R bottom
R bottom +R top

x Vin

(3.14)

Gambar 3.13 Rangkaian Sensor Cahaya

3.3.6

Sensor Tegangan
Sensor tegangan ini akan mensensor tegangan aki pada malam hari. Fungsinya digunakan

jika aki kurang charge dari solar cell dikarenakan pada hari tersebut mendung dan tidak cahaya
matahari. Sedangkan pada ADC, hanya mampu menerima tegangan dc maksimal 5 volt.
Maka dari itu, dalam perancangan sensor tegangan ini, akan digunakan rangkaian
pembagi tegangan (voltage divider). Diharapkan dari tegangan aki 14.7 volt dapat diturunkan

menjadi + 4,5 volt, yaitudengan cara memberi dua buah resistor (voltage divider) yang dipasang
seri. Nilai dari resistor tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

Vout =

dimana;

R2
R 1 +R 2

x Vin

Vout

= Tegangan output dari resistor (V)

Vin

= Tegangan sumber (V)

(3.15)

R1 dan R2 = Resistor (Ω)
Dari perumusan tersebut, apabila nilai Vin = 14.7 volt dan Vout = 4.47 volt, maka dapat
ditentukan nilai dari resistor, yaitu sebesar 1 kΩ dan nilai resistor 470 Ω. Pada resistor 500 Ω,
dihasilkan tegangan sebesar 4,47 volt. Setelah itu, tegangan tersebut disambungkan pada mikro.
Tegangan inilah yang akan masuk ke ADC yang ditunjukan Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Rangkaian Pembagi Tegangan

Dari rangkaian diatas tegangan dari accu di turunkan dengan pembagi tegangan yang terdiri dari
resistor 1 kΩ dan 470 Ω sesuai dengan persamaan diatas, sehingga didapatkan:

Vout =

Vout =

R2
R 1 +R 2

470
1 + 470

x Vin

x 14,7 V

Vout = 4,47 V
Jadi tegangan yang keluar pada resistor 470
Ω sebesar 4.47V. Dan setela

h output dari

sensor tegangan 4.47V dimasukan dalam ADC mikro yang berarti jika nilai ADC sebesar 4.47
maka baterai tersebut dikatakan penuh.

3.3.7

Lampu LED (Light Emighthing Diode)
Dalam perencanaan ini lampu led yang akan dipakai mempunyai daya sebesar 10 watt

dengan tegangan 12 volt yang akandipararel sebanyak 4x sehingga akan mendapatkan jumlah
daya sebesar sebesar 40 watt yang ditunjukan Gambar 3.15 lampu LED 10 Watt.

Gambar 3.15 Lampu LED 10 Watt
Jika perlampu LED yang dipakai mempunyai lumen sebesar 300 lumen, maka akan
didapat 4x nilai lumen. Dan penerangan lampu LED juga dipengaruhi oleh reflektor yang
berfungsi memantulkan cahaya lampu tersebut, dengan begitudengan adanya reflektor dapat
mempengaruhi hasil lumen dari lampu.

Diagram sirkuit rangkaian lampu LED yang dibuat dari beberapa lampu LED yang dipararel
sebanyak 4x diatas yang ditunjukan pada Gambar 3.16 berikut :

Gambar 3.16 Diagram Rangkaian Lampu LED Yang Dipararel

3.3.8

Perbandingan Lampu Jalan AC Dengan Lampu DC LED
Dalam perencanaan ini akan dilakukan perbandingan antara lampu jalan AC dengan LED

DC. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4
Tabel 3.3 Pengukuran Lampu LED (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) dengan Reflector
Alumunium Dengan Tambahan Kaca
Tegangan

Arus

Jarak

Lux

12

2,5

1m

650

12

2,5

1,5 m

300

Tabel 3.4

Pengukuran Lampu Jalan AC mercury (Daya 200 Watt) Dengan Reflector
Alumunium Dengan Tambahan Kaca
Tegangan

Arus

Jarak

Lux

220

0,2

1,5 m

200

Setelah dilakukan perbandingan dari kedua tabel di atas maka dapat diketahui bahwa
lampu LED dapat memenuhi lumen lampu jalan pada jarak 1.5 meter dan jarak selebihnya
cahaya LED kurang menyebar.

BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA

4.1

Perhitungan Daya Total Lampu Penerangan Terpasang di Areal Kampus USU
Berdasarkan lampiran gambar denah areal kampus USU, maka didapat total daya lampu

yang terpasang pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Total Daya LPJU di Areal Kampus USU
No

MAP

Daya (per lampu : 250 Watt)

Total Daya

Lengan I

Lengan II

Lampu Taman

(Watt)

1

A1

2500

1500

0

4000

2

A2

1000

1500

0

2500

3

A3

7000

1500

0

10000

4

A4

7500

1500

0

9000

5

A5

5500

2000

0

8000

6

B1

1750

500

3000

5250

7

B2

2750

500

3500

6750

8

B3

7000

0

0

7000

9

B4

8250

0

3500

11750

10

B5

8500

0

0

8500

11

C1

5250

0

3000

8250

12

C2

4500

500

3500

8500

13

C3

9500

0

0

9500

60

14

C4

7250

3000

5000

15250

15

C5

4500

0

0

4500

16

D1

6750

1500

0

8250

17

D2

4500

1500

0

6000

18

D3

9750

1500

0

11250

19

D4

8000

1500

0

9500

20

D5

4500

1500

0

6000

Total daya yang digunakan untuk lampu penerangan jalan umum (sumber PLN):
P total lampu : 159.750 Watt
Jumlah total lampu

: 639 bohlam

Jumlah lampu menyala : 233 bohlam
Jumlah lampu mati

: 406 bohlam

Waktu beroperasi : 12 jam (nyala : pukul 18.00 WIB ; padam : pukul 06.00 WIB)

Perhitungan tarif listrik untuk penerangan umum di kampus USU (harga tarif : Rp. 290,-/KWh) :
159,75 KW x 12 jam : 1917 KWh
1917 KWh

x Rp. 290 : Rp. 555.930,-

Tarif listrik penerangan umum per bulan :
Rp. 555.930,- x 30 hari : Rp. 16.677.900,-

4.2

Aplikasi Penerangan Umum Tenaga Surya di Area Pendopo dan Lapangan Parkir
Perancangan penerangan umum tenaga surya pada tugas akhir ini diaplikasikan di satu

lokasi yaitu area pendopo dan lapangan parkir pendopo.
Luas area pendopo dan lapangan parker : 100 m x 100 m
-

Jarak pemasangan antara tiang : 20 m (setiap tiang dipasang solar cell 50 Wp dengan 2
lengan lampu LED).

-

Jumlah tiang lampu jalan solar cell yang akan dipasang di sekeliling pendopo : 20 tiang,
20 solar cell daya 50 Wp, 40 lampu LED untuk penerangan jalan.

-

Jumlah tiang lampu taman solar cell yang akan dipasang : 4 tiang, 4 solar cell daya 50
Wp, 8 lampu LED untuk penerangan taman.

4.3

Pengujian dan Analisa Perangkat
Pada sistem Penerangan Jalan Umun menggunakan sel surya (menggunakan lampu

LED), prinsip kerjanya secara keseluruhan adalah pada saat energi matahari dipancarkan ke
permukaan bumi, maka solar cell akan bekerja menangkap energi matahari yang dpancarkan
tersebut. Komponen (solar cell) ini mengkonversikan energi cahaya matahari tersebut menjadi
energi listrik. Dan energi listrik tersebut akan disimpan dalam aki, proses ini disebut dengan
pengecasan. Aki akan melakukan pengecasan selama adanya energy matahari terpancar yaitu
kira-kira 12 jam, mulai dari jam 6 pagi sampai dengan jam 6 sore (18.00 WIB). Pada sore hari
ada dua keadaan yaitu yang pertama pada saat energi cahaya matahari sudah habis atau kondisi
sudah gelap sensor pada control akan mendeteksi “keadaan gelap”, maka lampu akan menyala.
Sedangkan pada kondisi kedua pada saat tepat jam 6 sore atau jam 18.00 WIB, maka lampu akan
menyala. Dengan menyalakan lampu maka aki secara otomatis tidak melakukan pengecasan lagi,

accu akan mensuplai lampu untuk bias menyala selama 12 jam yaitu sampai dengan jam 5.59
WIB tetapi pada alat yang dirancang cadangan supply tegangan untuk lampu dari PLN
mengunakan AC-DC converter. Pada saat itu proses akan kembali pada keadaan semula yaitu
pada saat jam 6.00 WIB accu akan melakukan pengisian kembali. Disini mikro ATmega 16
berfungsi sebagai on dan off lampu, yaitu pada saat aki melakukan pengecasan sampai dengan
aki akan mensuplai lampu agar lampu menyala.

4.4

Pengujian Solar Cell
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tegangan solar cell_1 = 50 Wp yang dan solar

cell_2 = 30 Wp. Pengujian solar cell 1 ini dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur
voltmeter. Adapun tegangan solar cell yang diperoleh sebesar 17 volt sampai 22 volt dc dari
pengamatan pukul 8 pagi sampai 16 sore ditunjukan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Pengujian Solar Cell 50Wp
No

Jam (WIB)

Tegangan Output (Volt)

1

8.00

20

2

8.30

21

3

9.00

19

4

9.30

20

5

10.00

20

6

10.30

21

7

11.00

21

8

11.30

21

9

12.00

21

10

12.30

22

11

13.00

22

12

13.30

22

13

14.00

20

14

14.30

18

15

15.00

18

16

15.30

18

17

16.00

17.5

Pengujian solar cell_2 30 WP juga menggunakan alat ukur voltmeter. Adapun tegangan solar
cell yang diperoleh sebesar 16 volt sampai 20 volt dc dari pengamatan pukul 8 pagi sampai 16
sore ditunjukan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Pengujian Solar Cell 50Wp
No

Jam (WIB)

Tegangan Output (Volt)

1

8.00

17

2

8.30

18

3

9.00

19

4

9.30

20

5

10.00

20

6

10.30

20

7

11.00

20

4.5

8

11.30

20

9

12.00

20

10

12.30

20

11

13.00

20

12

13.30

20

13

14.00

19

14

14.30

19

15

15.00

18

16

15.30

18

17

16.00

17.5

Pengujian Baterai Charger
Battery Charger adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengisi battery dengan arus

konstan hingga mencapai tegangan yang ditentukan. Bila level tegangan yang ditentukan itu
telah tercapai, maka arus pengisian akan turun secara otomatis ke level yang aman tepatnya yang
telah ditentukan dan menahan arus pengisian hingga menjadi lebih lambat sehingga indicator
menyala menandakan battery telah terisi penuh
Data pengujian ditunjukan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.4 Pengujian Baterai Charge Dengan Solar Cell 50 Wp
No

Jam

Solar Cell

Battery Charger

Battery

Arus

(Volt)

(volt)

(volt)

(A)

1

8.00

18

14.5

10

0,75

2

8.15

19

14.5

11

0,5

3

8.30

19

14.5

11,5

1,25

4

9.30

19

14.5

12

1,23

5

9.45

19

14.5

12

1,14

6

10.30

19.5

14.5

12

1,33

7

11.00

19.5

14.5

12

0,75

8

11.30

19.5

14.5

12

0,69

9

13.30

19.5

14.5

12,22

0,61

10

14.30

19

14.5

12,4

0,43

11

15.00

18

14.5

13,4

0,50

Tabel 4.5 Pengujian Baterai Charge Dengan Solar Cell 30 Wp
No Jam

Solar Cell

Battery Charger

Battery

Arus

(Volt)

(volt)

(volt)

(A)

1

8.00

16

13.5

10

0,15

2

8.15

17

14

10,5

0,2

3

8.30

17

14

10,5

0,23

4

9.30

17

14

11

0,21

5

9.45

17

14

11

0,23

6

10.30

17

14

11

0,23

7

11.00

17

14

11

0,23

8

11.30

17

13.5

11

0,23

9

13.30

16

13.5

11,5

0,19

10

14.30

16

13.5

11,8

0,15

11

15.00

16

14.5

12

0,15

Pengatur tegangan pada rangkaian battery charger sebenarnya berupa Regulator LM350.
Akan tetapi untuk meningkatkan dan mengontrol tegangan keluaran battery charger yang lebih
akurat lagi pada pin Adjust LM350 ditambahkan resistor sebesar 1k
Ω dan trimpot 2k Ω (dalam
Proyek Akhir ini trimpot 2k
Ω diganti dengan

trimpot 50kΩ yang dirangkai secara seri. Pada

Tabel 4.6 menunjukkan pengujian tegangan keluaran (dengan mengatur trimpot 50kΩ) Battery
Charger.
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Pengatur Tegangan Keluaran Battery Charge
Resistansi (Ω)

Tegangan Keluaran
(Volt)

10k

13.50

20k

13.75

30k

13.90

40k

13.95

49k

14.00

Pengaturan pada trimpot 100Ω (trimpot 100Ω diganti dengan trimpot 1k) berfungsi untuk
menentukan arus pengisian maksimum. Pada cara ini besar arus pengisian dapat diatur nilai
arusnya antara 0.1A s/d 5A, tetapi kita seharusnya tidak berpikir terlalu jauh sebab LM350 tidak
dapat mengontrol arus diatas 3 Ampere.

4.6

Pengujian Lampu LED
Pada perencanaan Lampu LED yang akan digunakan dengan reflektor dan tanpa

reflektor. Dengan adanya reflektor tersebut maka akan menambah hasil dari lumen lampu LED.
Lampu yang diuji mulai dari lampu LED 3 Watt, 10 Watt dan 40 Watt.

f. Pengukuran lampu LED (1 lampu dengan daya 3 watt) tanpa reflektor dengan
menggunakan tegangan sebesar 3 volt akan menghasilkan arus sebesar 0,7 A dengan
jarak ukur 30 cm akan menghasilkan lux sebesar 50.

Tabel 4.7 Pengukuran Lampu LED (1 Lampu Dengan Daya 3 Watt) Tanpa Reflektor
Tegangan (Volt)

Arus (A)

Jarak

Lux

3

0,7

30 cm

50

P=VxI
P = 3 x 0,7
P = 2,1 Watt
Maka efisiensi penggunaan :
P efisiensi =

=

P percobaan
P lampu
2.1
3

= 70%

x 100 %

x 100%

g. Pengukuran lampu LED (1 lampu dengan daya 10 watt) tanpa reflektor dengan
menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 0,7 A dengan
jarak ukur 1 m akan menghasilkan lux sebesar 100.

Tabel 4.8 Pengukuran Lampu Led (1 Lampu Dengan Daya 10 Watt) Tanpa Reflektor
Tegangan (Volt)

Arus (A)

Jarak

Lux

12

0,7

1m

100

P=VxI
P = 12 x 0.7
P = 8.4 Watt
Maka efisiensi penggunaan :
P efisiensi =

� ���������
� �����

x 100 %

= 8,4 / 10 x 100%
= 84%
h. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) tanpa reflektor dengan
menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 2,5 A dengan
jarak 1,5 cm akan menghasilkan lux sebesar 300.

Tabel 4.9 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Tanpa Reflektor
Tegangan (Volt)

Arus (A)

Jarak

Lux

12

2,5

1,5 m

300

P=VxI
P = 12 x 2,5
P = 30 Watt
Maka efisiensi penggunaan :
P efisiensi =

=

� ���������
30

x 100%

� �����

40

x 100%

= 75%

i. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) dengan reflector alumunium,
dengan menggunakan tegngan sebesar 12 volt akan menghasilkan arus sebesar 2,5 A
dengan jarak ukur 1 m dan 1,5 m akan menghasilkan lux sebesar 600 dan 200.

Tabel 4.10 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Dengan Reflector
Alumunium
Tegangan (Volt)

Arus (A)

Jarak

Lux

12

2,5

1

600

12

2,5

1,5

200

P=VxI
P = 12 x 2,5
P = 30 Watt
Maka efisiensi penggunaan :

P efisiensi = P percobaan / P lampu x 100%
=

30
40

x 100 %

= 75%

j. Pengukuran lampu LED (4 lampu dengan daya 40 watt) dengan reflector alumunium
dengan tambahan kaca, dengan menggunakan tegangan sebesar 12 volt akan
menghasilkan arus sebesar 2,5 A dengan jarak ukur 1 m dan 1,5 m akan menghasilkan
lux sebesar 650 dan 300.

Tabel 4.11 Pengukuran Lampu Led (4 Lampu Dengan Daya 40 Watt) Dengan Reflector
Alumunium Dengan Tambahan Kaca
Tegangan (Volt)

Arus (A)

Jarak

Lux

12

2,5

1m

650

12

2,5

1,5 m

300

P=VxI
P = 12 x 2,5
P = 30 Watt

Maka efisiensi penggunaan :
P efisiensi = P percobaan / P lampu x 100%
=

30
40

x 100 % = 75%

4.7

Perhitungan Pengunaan Energi PLN
Perhitungan dilakukan dengan mengambil data dari percobaan baterai 12 Ah dengan nilai

E = 140 Wh dan daya P = 50 W.
Diketahui :
Eaccu = 140 Wh = 0,140 KWh
Daya total beban = 50 W
E=Pxt
140

t =

50

= 2,8 jam

Accu mensuplai energi kebeban selama 2,8 jam
Total waktu pemakaian beban dalam satu hari 12 jam, jadi PLN akan mensuplai energi ke beban
selama :
12 jam – 2.8 jam = 9,2 jam
EPLN = P x t = 50 x 9,2 = 460 wh = 0,46 kWh

Jika PLN = 1 KWh = Rp. 290,Maka yang harus dibayar tiap bulan :
0.46 kWh x 30 hari

= 13,8 KWh

13.8 KWh x Rp. 290,- = Rp. 4.002,Jadi pembayaran sebesar : Rp. 4.002,- /tiap bulan

Presentase pemakaian daya energi dari PLN dan daya keluaran baterai accu per 12 jam.
-

Energi yang dikeluarkan baterai accu (12 Ah):
2,8
12

x 100% = 23,3%

-

Energi yang dikeluarkan PLN:
9,2
12

x 100% = 76,6%

DATA LAMPU PENERANGAN YANG TERDAPAT DI AREAL KAMPUS USU
Jumlah
Lokasi

Hidup

Mati

Lampu

Kiri

7

4

11

Tengah

6

24

15 x 2

Kanan

16

15

31

Kiri

3

4

7

Kanan

0

3

3

Kiri

3

9

12

Kanan

10

6

16

Kiri

0

3

3

Tengah

8

24

16 x 2

Kanan

18

5

23

9

5

14

Jl. Universitas (Pintu 1)

Jl. Civitas Akademika (Pintu 2)

Jl. Tri Darma (Pintu 3)

Jl. Tri Darma (Pintu 4)

Jl. Dr. Sofyan

Jl. Politeknik

10

3

13

Jl. Bioteknologi

0

20

20

Jl. Perpustakaan

6

8

14

Jl. Abdul Hakim

0

8

8

Kimia

4

6

10

Jl. Prof. Dr. Assat

1

4

5

Lampu Taman

8

16

24

Lampu Jalan

3

0

3

28

0

14 x 2

6

8

19

19

Belakang Audit Depan

Biro Rektor

Auditorium
Lampu Taman
Lampu Jalan

Fakultas Kedokteran

0

Fakultas Kedokteran Gigi

1

8

9

Masyarakat

3

1

4

Pascasarjana

3

4

7

Fakultas Keperawatan

2

4

6

Pusat Sistem Komputer

10

8

18

Gelanggang Mahasiswa

1

5

6

Pendopo

12

9

21

Fakultas Sastra

3

5

8

Fakultas Hukum

11

9

20

FISIP

4

6

10

Fakultas Ekonomi

8

11

19

Fakultas Kesehatan

Fakultas Pertanian

7

13

20

Fakultas MIPA

16

17

33

Lampu Taman

0

34

34

Lampu Jalan

6

14

8

Sipil + Arsitek

0

22

22

Industri

1

2

3

Elektro

1

0

1

Mesin

0

6

6

Lapangan Parkir Teknik

1

5

6

Stadion Mini

3

2

5

Perpustakaan

Fakultas Teknik

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dan kelemahan dari sistem yang telah dibuat.
Setelah melakukan perencanaan dan perancangan hingga pengujian sistem secara keseluruhan
maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut.

5.1

Kesimpulan
Dari pengujian dan analisa perangkat yang telah dilakukan pada pembuatan system

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Semakin besar radiasi matahari yang mengenai sel surya, maka semakin besar pula arus
yang dihasilkan oleh sel surya tersebut. Sel surya akan selalu memproduksi energi listrik
bila disinari oleh matahari. Oleh karenanya sel surya tidak akan pernah habis atau rusak
dalam membangkitkan listrik. Biasanya kerusakan terjadi disebabkan karena sel surya
tersebut pecah atau karena faktor lain, sehingga bila sel surya dilindungi dengan baik,
maka usianya bisa mencapai dua puluh tahun.
b. Penerangan Jalan Umum dengan menggunakan tenaga surya (solar cell) dapat
mengurangi konsumsi akan tenaga listrik dari PLN. Setiap hari dalam 12 jam, daya yang
dikeluarkan PLN untuk penerangan umum adalah sebesar 76,66% sedangkan dengan
menggunakan baterai accu 12 Ah adalah sebesar 23,3% .
c. Dari sistem yang ada yaitu baterai charge yang bisa memutuskan arus dengan sendirinya
jika baterai penuh dengan memakai ic1458 sebagai swicth regulator dengan
membandingkan keluaran tegangan pada rangkaian tersebut.

78

d. Selain dengan menggunakan control otomatis dari controller, kita dapat menggunakan
LDR yang mana akan mengontrol on dan off nyala lampu dari perubahan pencahayaan di
sekitar sistem.

5.2

Saran
Dari hasil studi penelitian yang dilakukan diambil beberapa saran untuk kesempurnaan

penulisan tugas akhir ini diantaranya:
a. Lampu jalan tenaga surya ini bisa menggunakan lampu LED or mercury. Tapi lebih
effisien menggunakan lampu LED. Karena dengan lampu LED yang 30 watt sama
dengan lampu mercury 150 watt, sehingga effisiensi sangat tinggi.

b. Pengadaan lampu penerangan jalan umum dengan teknologi tenaga surya di kompleks
USU perlu diterapkan namun karena menyangkut pembiayaan yang besar maka perlu
koordinasi dari pihak-pihak terkait.

Dokumen yang terkait

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

26 255 95

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 12

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 1

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 5

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 22

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 1

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 2

Studi Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Dan Taman Dengan Menggunakan Teknologi Surya Chapter III V

0 0 29

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 1 22

Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum Dan Taman Di Areal Kampus Usu Dengan Menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo Dan Lapangan Parkir)

0 0 12