RPerka BKPM Perizinan dan Fasilitas PM 101117 rev BPPHT no color

RANCANGAN
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: a.

bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden
Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan
Berusaha telah dilakukan evaluasi atas seluruh dasar
hukum pelaksanaan proses Perizinan Berusaha yang
merupakan kewenangannya;

b.


bahwa peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal terkait pelayanan perizinan dan nonperizinan
penanaman modal sudah tidak sesuai dengan dinamika
perkembangan peraturan perundang-undangan;

c.

bahwa

berdasarkan

pertimbangan

sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas
Penanaman Modal;


-2-

Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);
2.

Undang-Undang
Kepabeanan

Nomor

(Lembaran

10

Tahun

Negara


1995

Republik

tentang
Indonesia

Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor

93,

Tambahan

Lembaran

Negara


Republik

Indonesia Nomor 4661);
3.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor

33,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik


Indonesia Nomor 3817);
4.

Undang-Undang

Nomor

37

Tahun

2000

tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang

Nomor


Perdagangan

2

Bebas

Tahun
dan

2000

tentang

Pelabuhan

Bebas

Kawasan
Sabang


Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4054);
5.

Undang-Undang

Nomor

13

Tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia

-3-


Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
6.

Undang-Undang

Nomor

25

Tahun

2007

tentang

Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);

7.

Undang-Undang

Nomor

26

Tahun

2007

tentang

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
8.

Undang-Undang

Perseroan

Nomor

Terbatas

40

Tahun

(Lembaran

2007

Negara

tentang
Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
9.

Undang-Undang

Nomor

44

Tahun

2007

tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Undang-Undang

Nomor

36

Tahun

2000

tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang

Nomor

1

Tahun

2000

tentang

Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4775);
10. Undang-Undang

Nomor

11

Tahun

2008

tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

-4-

2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5952);
11. Undang-Undang
Keterbukaan

Nomor

14

Informasi

Tahun

Publik

2008

tentang

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
12. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
13. Undang-Undang

Nomor

25

Tahun

2009

tentang

Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
14. Undang-Undang
Pengelolaan

Nomor

32

Lingkungan

Tahun

Hidup

2009

(Lembaran

tentang
Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
15. Undang-Undang

Nomor

39

Tahun

2009

tentang

Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
16. Undang-Undang
Pemerintahan

Nomor

Daerah

23

Tahun

(Lembaran

2014

Negara

tentang
Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

-5-

17. Undang-Undang

Nomor

30

Tahun

2014

tentang

Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
18. Undang-Undang
Pengampunan

Nomor
Pajak

11

Tahun

(Lembaran

2016

Negara

tentang
Republik

Indonesia Tahun 2016 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5899)
19. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia

Nomor 4757)

sebagaimana

telah

diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor

16,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 5195);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4758);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4759);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang
Pelimpahan Wewenang kepada Dewan Kawasan Sabang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5175);

-6-

23. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan
Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5183);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5186);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5284);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5285);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5287);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2012
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

-7-

tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5404);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Palu (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 105 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5536);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 106, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5537);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Morotai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5549);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5550);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 146, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5551);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2014 tentang
Kawasan
Kalimantan

Ekonomi

Khusus

(Lembaran

Maloy

Negara

Batuta

Republik

Trans

Indonesia

Tahun 2014 Nomor 306, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5611);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di

-8-

Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah
Daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5688) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor

18

Tahun

2015

tentang

Fasilitas

Pajak

Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Daerah Tertentu
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor

72,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 5873);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5806);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5860);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Sorong (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5914);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2017 Tentang
Kawasan

Ekonomi

Khusus

Arun

Lhokseumawe

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017

-9-

Nomor

28,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 6021);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017 Tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Galang Batang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 217,
Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 6130);
43. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang
Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;
44. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang
Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun
2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 210);
45. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan

Pelayanan

Terpadu

Satu

Pintu

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 221);
46. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 58
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 119);
47. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Percepatan

Pembangunan

Infrastruktur

-10-

Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 8);
48. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 97);
49. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2017 tentang
Fasilitas Bagi Masyarakat Indonesia di Luar Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 178);
50. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang
Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 210);
51. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang
Penggunaan

Tenaga

Kerja

Warga

Negara

Asing

Pendatang;
52. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang
Kantor Perwakilan Perusahaan Asing;
53. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009
tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin,
Barang

dan

Pengembangan

Bahan
Industri

untuk
dalam

Pembangunan
Rangka

atau

Penanaman

Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 432) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
188/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang
Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan
Bahan

untuk

Pembangunan

atau

Pengembangan

Industri dalam Rangka Penanaman Modal (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1472);

-11-

54. Peraturan

Menteri

Perindustrian

Nomor

19/M-

IND/PER/2/2010 tentang Daftar Mesin, Barang dan
Bahan Produksi Dalam Negeri untuk Pembangunan atau
Pengembangan

Industri

dalam

Rangka

Penanaman

Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 75) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan

Menteri

IND/PER/8/2017
Peraturan

Perindustrian
tentang

Menteri

Nomor

Perubahan

Perindustrian

31/M-

Ketiga

Nomor

Atas
19/M-

IND/PER/2/2010 Tentang Daftar Mesin, Barang, dan
Bahan Produksi Dalam Negeri untuk Pembangunan atau
Pengembangan

Industri

Dalam

Rangka

Penanaman

Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1075);
55. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012
tentang Perusahaan Modal Ventura

(Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 143);
56. Peraturan

Menteri

70/Permentan/PD.200/6/2014

Pertanian
tentang

Nomor
Pedoman

Perizinan Usaha Budidaya Hortikultura (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 836);
57. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
69 Tahun 2014 tentang Izin Penyelenggaraan Pendidikan
Nonformal dengan Modal Asing (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1133);
58. Peraturan

Menteri

Perindustrian

Nomor

122/M-

IND/PER/12/2014 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Perizinan Bidang Industri dalam rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1911);

-12-

59. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Bidang

Pariwisata

dan

Ekonomi

Kreatif

di

Badan

Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1925) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 1
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif di Badan Koordinasi Penanaman Modal
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2015

Nomor 108);
60. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun
2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Bidang Ketenagakerjaan di Badan Koordinasi
Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1934);
61. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
40

Tahun

2014

tentang

Pendelegasian

Wewenang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang
Komunikasi dan Informatika kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1947);
62. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 93 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Bidang Kesehatan di Badan Koordinasi Penanaman
Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1955);
63. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan dalam Rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada

-13-

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1970)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2017
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Pendelegasian

Wewenang

Pemberian

Izin

Usaha

Ketenagalistrikan dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 242);
64. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.97/MENHUT-II/2014 tentang Pendelegasian
Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di
Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1992)
sebagaimana

diubah

dengan

Peraturan

Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1/MenhutII/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Lingkungan

Hidup

dan

P.97/MENHUT-II/2014

Kehutanan

tentang

Nomor

Pendelegasian

Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di
Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141);
65. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2014
tentang

Petunjuk

Teknis

Pelaksanaan

Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Bidang Agraria Tata Ruang dan

-14-

Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2004);
66. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.011/2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman
Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 2042);
67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 22/PRT/M/2014 tentang Pendelegasian
Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman
Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 2053);
68. Peraturan

Menteri

Perdagangan

Nomor

96/M-

DAG/PER/12/2014 tentang PendelegasianWewenang di
Bidang Perdagangan dalam rangka Pelayanan Terpadu
Satu Pintu kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/1/2015
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor

96/M-DAG/PER/12/2014

tentang

PendelegasianWewenang di Bidang Perdagangan dalam
rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 155);
69. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 03 Tahun
2015 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu

Bidang

Perhubungan

di

Badan

Koordinasi

Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 22);

-15-

70. Peraturan

Menteri

Nomor

Kelautan

dan

Perikanan

3/PERMEN-KP/2015

PendelegasianWewenang

Pemberian

tentang
Izin

Usaha

di

Bidang Pembudidayaan Ikan dalam rangka Pelaksanaan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 61);
71. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.010/2015
tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang
Modal dalam Rangka Pembangunan atau Pengembangan
Industri

Pembangkitan

Tenaga

Listrik

untuk

Kepentingan Umum (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 464);
72. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015
tentang

Pemberian

Fasilitas

Pembebasan

atau

Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara
Republik

Indonesia

Tahun

2015

Nomor

1218)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan

Nomor

103/PMK.010/2016

tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
159/PMK.010/2015
Pembebasan

atau

tentang

Pemberian

Pengurangan

Pajak

Fasilitas

Penghasilan

Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 967);
73. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan
Bangunan Gedung (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 276);
74. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015
tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan
Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta

-16-

Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan
Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2015

Nomor 652);
75. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2015 tentang
Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1187);
76. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95
Tahun 2015 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor

1635)

sebagaimana

telah

diubah

dengan

Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala
Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 tentang
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 388);
77. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Pemberian Layanan Cepat Perizinan 3 (Tiga) Jam Terkait
Infrastruktur di Sektor Layanan Energi dan Sumber
Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 978) sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia

Nomor

13

Tahun

2017

(Berita

Negara

Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 241);
78. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016
tentang

Pembebasan

atau

Keringanan

Bea

Masuk

dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas

-17-

Impor

Barang

dalam

Rangka

Kontak

Karya

atau

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2017

Nomor 28);
79. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 tentang
PendelegasianWewenang Pemberian Perizinan Bidang
Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pelaksanaan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 858);
80. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Pendaftaran dan Izin Prinsip Penanaman
Modal kepada Dewan Kawasan Sabang (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 504);
81. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha dalam Rangka Penanaman Modal
kepada Dewan Kawasan Sabang (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 505);
82. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Kepala
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan Wilayah Kabupaten, Kepala Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan
Pengusahaan

Kawasan

Perdagangan

Bebas

dan

-18-

Pelabuhan Bebas Karimun (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 942);
83. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha dalam rangka Penanaman Modal
kepada

Kepala

Badan

Pengusahaan

Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten, Kepala
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Tanjung Pinang dan
kepada

Badan

Pengusahaan

Kawasan

Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 943);
84. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2014

Nomor 444);
85. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2014

Nomor 445);
86. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor

4

Tahun

2014

tentang

Sistem

Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik
(Berita

Negara

Nomor 1617);

Republik

Indonesia

Tahun

2014

-19-

87. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator

Kawasan

Ekonomi

Khusus

Tanjung

Lesung (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 278);
88. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator

Kawasan

Ekonomi

Khusus

Tanjung

Lesung (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 279);
89. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor

9

Pelayanan

Tahun
Terpadu

2015
Satu

tentang
Pintu

Penyelenggaraaan
Pusat

di

Badan

Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 756);
90. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1481);
91. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Prinsip/Izin Investasi Penanaman Modal
kepada Kepala Administrator Kawasan Ekonomi Khusus
Palu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 827);
92. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Palu (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 828);

-20-

93. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Prinsip/Izin Investasi Penanaman Modal
kepada Kepala Administrator Kawasan Ekonomi Khusus
Mandalika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 382);
94. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika
(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2017

Nomor 383);
95. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Konfirmasi Status Wajib
Pajak dalam Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pada
Pelayanan

Terpadu

Satu

Pintu

Pusat

di

Badan

Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 809);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

: PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN
MODAL TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN
DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:
1.

Penanaman

Modal

adalah

segala

bentuk

kegiatan

menanam modal, baik oleh Penanam Modal Dalam Negeri

-21-

maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia.
2.

Penanam Modal adalah perorangan atau badan usaha
yang melakukan Penanaman Modal yang dapat berupa
Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Asing.

3.

Penanam Modal Dalam Negeri adalah perseorangan
warga negara indonesia, badan usaha Indonesia, negara
Republik

Indonesia,

atau

daerah

yang

melakukan

Penanaman Modal di wilayah Negara Republik Indonesia.
4.

Penanam Modal Asing adalah perseorangan warga negara
asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing
yang melakukan Penanaman Modal di wilayah Negara
Republik Indonesia

5.

Penanaman

Modal

Dalam

Negeri,

yang

selanjutnya

disingkat PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh Penanam Modal Dalam Negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri.
6.

Penanaman Modal Asing, yang selanjutnya disingkat
PMA adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah
dilakukan

oleh

negara Republik

Penanam

Modal

Indonesia yang

Asing,

baik

yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan Penanam Modal Dalam Negeri.
7.

Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya
disingkat

BKPM,

Kementerian

yang

adalah

Lembaga

bertanggung

Pemerintah

jawab

di

Non

bidang

Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang Kepala
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
8.

Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari badan
dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada

-22-

badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada
pemberi mandat.
9.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman
Modal, yang selanjutnya disebut PTSP, adalah kegiatan
penyelenggaraan

Perizinan

dan

Nonperizinan

berdasarkan Mandat dari lembaga atau instansi yang
memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang
proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan
dalam satu tempat.
10. PTSP

Pusat

di

BKPM

adalah

Pelayanan

terkait

Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah
diselenggarakan secara terintegrasi dalam satu kesatuan
proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan
tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu
di BKPM.
11. Perizinan Berusaha adalah persetujuan yang diperlukan
Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha
dan

diberikan

dituangkan

dalam

dalam

bentuk

bentuk

persetujuan

yang

surat/keputusan

atau

pemenuhan persyaratan (checklist).
12. Perizinan

adalah

segala

bentuk

persetujuan

untuk

melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh
Pemerintah

Pusat,

Pengusahaan

Pemerintah

Kawasan

Daerah,

Perdagangan

Badan

Bebas

dan

Pelabuhan Bebas, atau Administrator Kawasan Ekonomi
Khusus,

yang

memiliki

kewenangan

sesuai

dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.
13. Fasilitas Penanaman Modal adalah segala bentuk insentif
fiskal

dan

nonfiskal

serta

kemudahan

pelayanan

Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan

-23-

perundang-undangan.
14. Memulai

Produksi/Operasi

adalah

saat

dimana

perusahaan Penanaman Modal baik PMA maupun PMDN
telah siap untuk melakukan produksi barang dan/atau
menghasilkan

jasa

sebelum

melakukan

transaksi

penjualan.
15. Memulai kegiatan konstruksi adalah saat dimulainya
perencanaan pekerjaan fisik yang terkait dengan kegiatan
usaha.
16. Pendaftaran

Penanaman

Modal

adalah

bentuk

persetujuan Pemerintah yang merupakan izin prinsip
sebagai

dasar

penerbitan

Perizinan

dan

pemberian

Fasilitas pelaksanaan Penanaman Modal.
17. Izin Usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan
untuk memulai produksi/operasi, kecuali ditentukan lain
oleh Peraturan Perundang-undangan.
18. Izin Perluasan adalah Izin Usaha yang wajib dimiliki
perusahaan untuk memulai produksi atas pelaksanaan
perluasan usaha, khusus untuk sektor industri.
19. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang selanjutnya
disingkat KPPA, adalah kantor yang dipimpin perorangan
warga negara Indonesia atau warga negara asing yang
ditunjuk

oleh

perusahaan

asing

atau

gabungan

perusahaan asing di luar negeri sebagai perwakilannya di
Indonesia.
20. Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, yang
selanjutnya disingkat KP3A, adalah kantor yang dipimpin
oleh perorangan warga negara Indonesia atau warga
negara

asing

yang

ditunjuk

oleh

perusahaan

perdagangan asing atau gabungan perusahaan asing di
luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia.
21. Kantor Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing,

-24-

adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan
berdomisili di negara asing, memiliki kantor perwakilan
di Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum
Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa
konstruksi.
22. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing Minyak Dan Gas
Bumi, yang selanjutnya disingkat KPPA Migas adalah
kantor yang dipimpin perorangan warga negara Indonesia
atau warga negara asing yang ditunjuk oleh perusahaan
asing atau gabungan perusahaan asing di luar negeri
sebagai perwakilannya di Indonesia di subsektor minyak
dan gas bumi.
23. Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal atas nama Menteri Keuangan tentang pemberian
fasilitas atas impor mesin/barang modal serta barang
dan bahan adalah pemberian fasilitas bea masuk atas
impor mesin/barang/barang modal serta barang dan
bahan untuk Penanaman Modal.
24. Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal atas nama Menteri Keuangan tentang pemberian
pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau
pembebasan pajak pertambahan nilai atas impor barang
dalam rangka Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah pemberian
fasilitas

pembebasan

atau

keringanan

bea

masuk

dan/atau pembebasan pajak pertambahan nilai atas
impor

barang

dalam

rangka

Kontrak

Karya

dan

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
25. Pimpinan Perusahaan adalah direksi yang tercantum
dalam Anggaran Dasar/Akta Pendirian Perusahaan atau
perubahannya

yang

telah

mendapatkan

pengesahan/pemberitahuan dari Menteri Hukum dan

-25-

Hak

Asasi

Manusia

bagi

badan

hukum

Perseroan

Terbatas atau sesuai peraturan perundang-undangan
untuk selain badan hukum Perseroan Terbatas.
26. Pembangunan adalah pendirian perusahaan atau pabrik
baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
27. Pengembangan adalah pengembangan perusahaan atau
pabrik

yang

telah

ada

meliputi

penambahan,

modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari
alat-alat

produksi

termasuk

mesin

untuk

tujuan

peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil
produksi.
28. Mesin

adalah

setiap

mesin,

permesinan,

alat

perlengkapan instalasi pabrik, peralatan atau perkakas,
dalam

keadaan

terpasang

maupun

terlepas

yang

digunakan untuk pembangunan atau pengembangan
industri.
29. Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan,
tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan
sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan
barang jadi.
30. Industri pembangkitan tenaga listrik adalah kegiatan
memproduksi dan menyediakan tenaga listrik untuk
kepentingan umum oleh Badan Usaha, tidak termasuk
transmisi, distribusi, dan usaha penunjang tenaga listrik.
31. Badan Usaha di Bidang Ketenagalistrikan adalah setiap
badan hukum yang dapat berbentuk Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta
yang berbadan hukum Indonesia, dan koperasi, yang
melakukan usaha di bidang ketenagalistrikan, yang
didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
32. Kontraktor Kontrak Karya atau Perjanjian Kerjasama/
Karya

Pengusahaan

Pertambangan

Batubara

yang

-26-

selanjutnya disebut Kontraktor, adalah badan usaha
yang melakukan pengusahaan pertambangan mineral
atau batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN).
33. Barang Modal untuk Bidang Ketenagalistrikan yang
selanjutnya

disebut

Barang

Modal,

adalah

mesin,

peralatan, dan peralatan pabrik baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang
yang dipergunakan untuk pemeliharaan dalam kegiatan
usaha oleh Badan Usaha.
34. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
daerah pabean Indonesia.
35. Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset,
perubahan penggunaan barang modal atau mesin untuk
kegiatan lain di luar kegiatan usaha, diekspor, atau
penghapusan dari aset perusahaan.
36. Pemindahtanganan pada sektor pertambangan adalah
pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar-menukar,
hibah, atau penghapusan dari aset perusahaan.
37. Ekspor

Kembali

adalah

pengeluaran

barang

impor

eks fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk
dan/ atau

pembebasan Pajak

Pertambahan

Nilai

dalam rangka

Kontrak

Karya atau Perjanjian Karya

Pengusahaan

Pertambangan Batubara dari Daerah

Pabean sesuai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
38. Pemusnahan

adalah

kegiatan menghilangkan

wujud

dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur
atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang
asal.
39. Keadaan darurat (force majeure) adalah keadaan seperti
kebakaran, bencana alam, kerusuhan, peperangan atau

-27-

hal-hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia.
40. Wajib Pajak adalah badan usaha yang melakukan
penanaman modal baik yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
41. Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di
sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi
dalam skala nasional.
42. Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara
ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
43. Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance adalah
fasilitas pajak penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerahdaerah Tertentu.
44. Kementerian Teknis adalah kementerian pembina sektor.
45. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan
yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang
tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki
nilai strategis bagi perekonomian nasional.
46. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax
Holiday adalah Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan
Badan untuk kegiatan utama usaha industri pionir.
47. Angka Pengenal Importir, yang selanjutnya disingkat API,
adalah tanda pengenal sebagai importir.
48. Rencana

Penggunaan

selanjutnya

disingkat

Tenaga
RPTKA

Kerja

Asing,

adalah

yang

rencana

penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu
yang dibuat oleh pemberi kerja tenaga kerja asing untuk
jangka waktu tertentu yang disyahkan oleh Menteri yang
membidangi ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk.
49. Izin

Mempekerjakan

Tenaga

Kerja

Asing,

yang

selanjutnya disingkat IMTA adalah izin tertulis yang
diberikan oleh Menteri yang membidangi ketenagakerjaan

-28-

atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja tenaga
kerja asing.
50. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi
Secara Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE,
adalah

sistem

elektronik

pelayanan

Perizinan

dan

Nonperizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan
Kementerian/LPNK yang memiliki kewenangan Perizinan
dan

Nonperizinan,

Administrator

KEK,

Badan

Pengusahaan

DPMPTSP

Provinsi,

KPBPB,
DPMPTSP

Kabupaten/Kota, dan Instansi Penyelenggara PTSP di
Bidang Penanaman Modal.
51. Hak Akses adalah hak yang diberikan oleh Pengelola
SPIPISE kepada pengguna SPIPISE yang telah memiliki
identitas pengguna dan kode akses untuk menggunakan
SPIPISE.
52. Folder

perusahaan

adalah

sarana

penyimpanan

dokumen-dokumen perusahaan dalam bentuk digital
yang

disediakan

didalam

sistem

perizinan

BKPM

(SPIPISE).
53. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
(Online Single Submission) adalah sistem elektronik
pelayanan seluruh perizinan berusaha yang menjadi
kewenangan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota yang wajib dilakukan dan menjadi acuan
utama (single reference) dalam pelaksanaan Perizinan
Berusaha.
54. Perluasan Usaha untuk Penanaman Modal di bidang
usaha industri adalah penambahan kapasitas produksi
untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
5 (lima) digit yang sama sebagaimana tercantum dalam
Izin Usaha Industri.
55. Perluasan Kawasan Industri, yang selanjutnya disebut

-29-

Perluasan Kawasan, adalah penambahan luas lahan
kawasan

industri

dari

luasan

lahan

sebagaimana

tercantum dalam Izin Usaha Kawasan Industri.
56. Penggabungan Perusahaan adalah penggabungan 2 (dua)
atau lebih perusahaan ke dalam satu perusahaan yang
akan meneruskan semua kegiatan perusahaan yang
bergabung.
57. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang

memegang

kekuasaan

pemerintahan

negara

Republik Indonesia dibantu oleh Wakil Presiden dan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
58. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan

urusan

pemerintahan

yang

menjadi

kewenangan daerah otonom.
59. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi, Kabupaten/Kota, yang menyelenggarakan
urusan Penanaman Modal dan pelayanan terpadu satu
pintu, yang selanjutnya disebut DPMPTSP Provinsi,
DPMPTSP Kabupaten/Kota, adalah unsur pembantu
kepala

daerah

pemerintah

dalam

daerah

rangka

provinsi,

penyelenggaraan

kabupaten/kota

yang

menyelenggarakan fungsi utama koordinasi dibidang
Penanaman

Modal

di

pemerintah

provinsi,

kabupaten/kota.
60. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang
selanjutnya disingkat KPBPB, adalah suatu kawasan
yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean
sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah,

-30-

dan cukai.
61. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disingkat
KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang

ditetapkan

untuk

menyelenggarakan

fungsi

perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
62. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang
disediakan

dan

dikelola

oleh

perusahaan

kawasan

industri.
63. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang selanjutnya
disingkat KSPN adalah kawasan strategis pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan terkait kepariwisataan.
64. Laporan Kegiatan Penanaman Modal, yang selanjutnya
disingkat LKPM, adalah laporan mengenai perkembangan
realisasi Penanaman Modal dan kendala yang dihadapi
penanam modal yang wajib disampaikan secara berkala.
65. Klasifikasi

Baku

Lapangan

Usaha

Indonesia,

yang

selanjutnya disebut KBLI, adalah pengelompokan setiap
kegiatan ekonomi ke dalam klasifikasi lapangan usaha.
66. Kartu

Masyarakat

Indonesia

di

Luar

Negeri

yang

selanjutnya disebut KMILN adalah kartu tanda pengenal
yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia
kepada

masyarakat

Indonesia

di

luar

memenuhi persyaratan dan kriteria tertentu.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

negeri

yang

-31-

Pasal 2
Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal

yang

diatur dalam Peraturan Kepala Badan ini

dimaksudkan sebagai panduan bagi para pejabat PTSP Pusat
di BKPM, DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota,
Administrator KEK, Badan Pengelola KPBPB, dan para pelaku
usaha serta masyarakat umum lainnya.

Pasal 3
(1)

Pedoman dan Tata Cara Permohonan Perizinan dan
Fasilitas Penanaman Modal bertujuan:
a.

terwujudnya

standardisasi

prosedur

pengajuan,

persyaratan permohonan dan proses Perizinan dan
Fasilitas pada PTSP Pusat di BKPM, DPMPTSP
Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KEK,
PTSP KPBPB di seluruh Indonesia.
b.

menyediakan informasi tentang persyaratan dan
waktu

penyelesaian

permohonan

Perizinan

dan

Fasilitas Penanaman Modal;
c.

tercapainya

pelayanan

yang

cepat,

sederhana,

transparan dan terintegrasi.
(2)

Pedoman dan Tata Cara Permohonan Perizinan dan
Fasilitas Penanaman Modal wajib dilaksanakan sebagai
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria penyelenggaraan
pelayanan perizinan dan fasilitas oleh PTSP Pusat di
BKPM, DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota,
PTSP KEK, PTSP KPBPB di seluruh Indonesia.

(3)

Dalam hal pelayanan Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal tidak diatur dalam Peraturan Kepala ini, maka
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan
Fasilitas Penanaman Modal mengikuti Norma, Standar,

-32-

Prosedur dan Kriteria yang diatur dalam peraturan
menteri/kepala lembaga.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 4
(1) Ruang lingkup pengaturan layanan dalam Peraturan
Kepala Badan ini meliputi layanan Perizinan dan layanan
Fasilitas Penanaman Modal.
(2)

Layanan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pendaftaran Penanaman Modal;
b. Izin Usaha;
c. Izin Kantor Perwakilan;

(3) Layanan

Fasilitas

Penanaman

Modal

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri dari fasilitas fiskal dan
fasilitas nonfiskal penanaman modal.
(4)

Layanan fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) meliputi:
a.

Fasilitas pembebasan bea masuk;

b.

Fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal
di

bidang-bidang

usaha

tertentu

dan/atau

di

daerah-daerah tertentu; dan
c.
(5)

Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan.

Layanan fasilitas nonfiskal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi:
a.

Fasilitas Pelayanan Keimigrasian;

b.

Angka Pengenal Importir; dan

c.

Pembukaan Kantor Cabang.

-33-

BAB IV
KEWENANGAN PEMBERIAN PERIZINAN DAN FASILITAS
PENANAMAN MODAL

Bagian Kesatu
Pemberian Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal

Pasal 5
(1)

Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal diberikan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota,

Badan

Pengusahaan

KPBPB

dan

Administrator KEK sesuai dengan kewenangannya.
(2)

Kewenangan

pemberian

Perizinan

dan

Fasilitas

Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh:
a.

Pemerintah Pusat dilakukan oleh PTSP Pusat di
BKPM;

b.

Pemerintah

Provinsi

dilakukan

oleh

DPMPTSP

Provinsi;
c.

Pemerintah

Kabupaten/Kota

dilakukan

oleh

DPMPTSP Kabupaten/Kota;
d.

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas oleh PTSP KPBPB; dan

e.

Administrator KEK oleh PTSP KEK.

Bagian Kedua
Kewenangan Pemberian Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal oleh Pemerintah Pusat

-34-

Pasal 6
(1)

Kewenangan pemberian Perizinan Penanaman Modal oleh
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a.

Penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang
lingkupnya lintas provinsi;

b.

Penanaman Modal yang meliputi:
1.

Penanaman Modal terkait dengan sumber daya
alam yang tidak terbarukan dengan tingkat
risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

2.

Penanaman Modal pada bidang industri yang
merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3.

Penanaman Modal yang terkait pada fungsi
pemersatu dan penghubung antar wilayah atau
ruang lingkupnya lintas provinsi;

4.

Penanaman

Modal

yang

terkait

pada

pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan
nasional;
5.

Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal
yang menggunakan modal asing, yang berasal
dari Pemerintah negara lain, yang didasarkan
perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan
pemerintah negara lain; dan

6.

Bidang Penanaman Modal lain yang menjadi
urusan Pemerintah menurut Undang-Undang.

(2)

Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang
menggunakan modal asing, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 5 meliputi:
a.

Penanaman

Modal

Asing

yang

dilakukan

oleh

pemerintah negara lain;
b.

Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh warga
negara asing atau badan usaha asing;

-35-

c.

Penanam Modal yang menggunakan modal asing
yang berasal dari pemerintah negara lain,

yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh
Pemerintah dan pemerintah negara lain.
(3)

Lintas provinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a merupakan lokasi kegiatan usaha yang berada di
lebih dari satu provinsi dalam satu hamparan.

(4)

Bidang-bidang usaha Penanaman Modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, angka 2, angka
3, angka 4, dan angka 6 sesuai dengan yang ditetapkan
oleh menteri/kepala lembaga.

(5)

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
hanya dilaksanakan pada PTSP Pusat di BKPM.

Bagian Ketiga
Kewenangan Pemberian Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal oleh Pemerintah Provinsi

Pasal 7
(1)

Kewenangan

pemberian

Perizinan

dan

Fasilitas

Penanaman Modal oleh Pemerintah Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a.

Penanaman Modal yang ruang lingkup kegiatan
lintas kabupaten/kota; dan

b.

Penanaman
pemerintah

Modal

yang

provinsi

menjadi

berdasarkan

kewenangan
Peraturan

Perundang-undangan.
(2)

Lintas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a merupakan lokasi kegiatan usaha yang
berada di lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu
hamparan.

-36-

Bagian Keempat
Kewenangan Pemberian Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal oleh Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 8
Kewenangan