Bab II LANDASAN TEORI SELUBUNG RADIASI

Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1

Teori Dasar

2.1.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau panas
(heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan berpindah dari
temperatur media yang lebih tinggi ke temperatur media yang lebih rendah. Proses
perpindahan panas akan terus berlangsung sampai ada kesetimbangan temperatur yang terjadi
pada kedua media tersebut. Proses terjadinya perpindahan panas dapat terjadi secara
konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.1.2 Perpindahan Panas Radiasi
Perpindahan panas radiasi dapat dikatakan sebagai proses perpindahan panas dari satu
media ke media lain akibat perbedaan temperatur tanpa memerlukan media perantara.
Peristiwa radiasi akan lebih efektif terjadi pada ruang hampa, berbeda dari perpindahan panas
konduksi dan konveksi yang mengharuskan adanya media perpindahan panas. Ilustrasi
perpindahan panas secara radiasi digambarkan seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara radiasi


Sumber: (maslatip.com)
Untuk dapat memahami apa yang terjadi pada proses memanaskan air serta efeknya
dalam menggunakan selubung, maka hal yang pertama dilakukan adalah menentukan sistem.
Besarnya radiasi yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda nyata (real)(
q rad. g ¿ , adalah:
4
q rad. g=εσ T s A ................................................................................................................(2.1)

Sedangkan, untuk benda hitam sempurna (black body), dengan nilai emisivitas ( ε =¿ 1)
memancarkan radiasi ( q rad. b ¿ , sebesar:
4
q rad. b=σ T s A .................................................................................................................(2.2)

Untuk laju pertukaran panas radiasi keseluruhan, antara permukaan dengan sekelilingnya

(surrounding) dengan temperatur sekeliling (Tsur), adalah:
4
4
q rad =εσ (T s −T sur ) A ......................................................................................................(2.3)


Dimana:
q rad =¿ laju pertukaran panas radiasi (W)


= nilai emisitas suatu benda (01)



= konstanta proporsionalitas, disebut juga konstanta Stefan Boltzmann. Dengan nilai

5.67 x 10-8(W/m2K4)
A

= luas bidang permukaan (m2)

Ts

= temperature benda (K)
Dalam hal ini semua analisis tentang temperatur dalam pertukaran panas radiasi


adalah dalam temperatur mutlak (absolut) yaitu Kelvin (K).
2.1.3 Perpindahan panas secara konduksi
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi pada suatu
media padat, atau pada media fluida yang diam. Konduksi terjadi akibat adanya perbedaan
temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada media tersebut.
Ilustrasi perpindahan panas secara konduksi seperti digambarkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Proses perpindahan panas secara konduksi
Sumber : (maslatip.com)

Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan molekuler.
Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang
lebih energetik (molekul yang lebih berenergi atau bertemperatur tinggi) menuju partikel
yang kurang energetik (molekul yang kurang berenergi atau bertemperatur lebih rendah),
akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.

Proses perpindahan panas secara konduksi pada steady state melalui dinding datar suatu
dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3


Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi pada bidang datar
Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier (Fourier Law of Heat Conduction)
tentang konduksi, yang persamaan matematikanya dituliskan sebagai berikut (Kreith, Frank,
1997):
´ konduksi =−kA ΔT
Q
Δx

.......................................................................................................(2.4)

Dimana:
q kond =¿ laju perpindahan panas konduksi (W)

K

= konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A


= luasa penanmpang tegang lurus terhadap arah aliran panas (m)
dT
=¿ Gradien temperature pada penampung tersebut (K/m)
dx
Tanda (-) diselipkan agar memenuhi hukum Thermodinamika II, yang menyebutkan

bahwa, panas dari media bertemperatur lebih tinggi akan bergerak menuju media yang
bertemperatur lebih rendah.
2.1.4 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu
permukaan media padat atau fluida yang diam menuju fluida yang mengalir atau bergerak,
begitu pula sebaliknya, yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur. Ilustrasi
perpindahan panas secara konveksi digambarkan seperti Gambar 2.4

Gambar 2.4 Proses perpindahan panas secara konveksi
Sumber: (nasrulbintang.files.wordpress.com)

Suatu fluida memiliki temperatur (T) yang bergerak dengan kecepatan (V), diatas
permukaan benda padat (Gambar 2.5). Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur

fluida, maka akan terjadi perpindahan panas secara konveksi dari benda padat ke fluida
yang mengalir.

Gambar 2.5 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang
mengalir
Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi mengacu pada Hukum Newton tentang
pendinginan (Newton’s Law of Cooling) (Incopera and De Witt), dimana:
T s−❑
............................................................................................................(2.5)
´
Q konveksi =−hA ¿


2.1.4 Sistem Pemanasan Air tanpa Selubung

4

Gambar 2.3 Model sistem massa atur tanpa selubung


Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa sumber energi yang masuk ke dalam sistem
berasal dari api kompor. Energi tersimpan di air dalam bentuk kenaikan temperatur air,
begitu pula energi yang tersimpan di panci dalam bentuk kenaikan temperatur panci.
Namun karena massa panci relatif kecil dibanding massa air dan kapasitas panas jenis
spesifik panci yang berbahan alumunium relatif rendah dibanding kapasitas panas jenis
spesifik air, maka energi yang diserap di panci relatif kecil dibanding energi yang diserap
air. Oleh karena itu, energi yang diserap panci dapat diabaikan dalam perhitungan. Energi
yang keluar dari sistem adalah energi yang terbuang ke lingkungan baik dari air, panci,
maupun energi dari api yang belum sempat berpindah ke air atau panci. Sebuah asumsi
perlu dinyatakan agar neraca energi dapat dibuat yaitu bahwa energi yang dibangkitkan api
dianggap seluruhnya masuk ke dalam sistem, baru kemudian energi akan keluar dari sistem
sebagai rugi-rugi energi.
Ada dua bentuk sistem termodinamika yaitu sistem tertutup atau sistem massa atur,
dan sistem terbuka atau sistem volume atur. Pada sistem massa atur, energi melewati batas
sistem sedangkan massa tidak melewati batas sistem. Energi yang berpindah dalam bentuk
panas atau kerja. Energi dapat berpindah masuk ke dalam sistem maupun berpindah keluar
dari sistem. Pada sistem volume atur, selain energi, massa juga melewati batas sistem.
Dengan adanya massa yang melewati batas sistem, energi juga turut mengalir melewati
batas sistem yaitu energi aliran.

Pada sistem memanaskan air dalam panci, tidak ada massa yang melewati batas
sistem sehingga sistem dapat dianggap sistem tertutup atau massa atur. Permasalahan
termodinamika sistem tertutup cukup diselesaikan dengan melakukan neraca energi. Pada
proses memanaskan air, neraca energi dievaluasi pada keadaan belum memanaskan air
terhadap keadaan sesudah memanaskan air.
5

Neraca energi untuk sistem tertutup adalah:
EK + EP+U =Q−W ...........................................................................................................(2.4)
dimana:
EK adalah perubahan energi kinetik
EP adalah perubahan energi potensial
U adalah perubahan energi dalam
Q adalah energi yang melewati batas sistem dalam bentuk panas
W adalah energi yang melewati batas sistem dalam bentuk kerja
Dalam persamaan 2.4 notasi W dapat dihilangkan karena pada sistem tidak ada kerja
masuk maupun keluar. Dengan mengabaikan perubahan energi kinetik maupun energi
potensial, maka persamaan 2.4 dapat lebih disederhanakan menjadi:
U=Q ...................................................................................................................................


(2.5)
Energi panas Q adalah energi masuk Egas dan energi keluar Eloss. U adalah perubahan
energi dalam yang ditandai dengan naiknya temperatur air.
2.1.5 Sistem Pemanasan Air dengan Selubung

Gambar 2.4 Model sistem massa atur dengan selubung
Pemanasan air menggunakan selubung seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4
memungkinkan lebih banyak energi masuk melalui sisi panci. Hal ini terjadi karena udara
panas diarahkan oleh selubung untuk lebih merapat ke dinding panci.
6

2.2

Hubungan Sifat Termodinamika
Dalam mengevaluasi sifat-sifat termodinamika, asumsi-asumsi dapat diterapkan

untuk mempermudah perhitungan. Asumsi ditentukan sesuai dengan keadaan sistem yang
sedang dianalisis. Asumsi-asumsi yang sering muncul dalam permasalahan termodinamika
antara lain model zat inkompresibel dan model gas ideal. Asumsi zat inkompresibel
biasanya berlaku untuk sistem yang berupa benda cair atau benda padat. Sifat

termodinamika benda cair dan benda padat hanya berubah sedikit terhadap perbedaan
tekanan. Dengan demikian, perubahan sifat termodinamika benda cair dan benda padat
akibat perubahan tekanan dapat diabaikan terhadap perubahan sifat termodinamika akibat
perubahan temperatur. Asumsi zat inkompresibel seringkali juga menyatakan bahwa
volume spesifik tidak berubah dan energi dalam hanya bergantung pada temperatur.
Istilah kapasitas panas jenis spesifik diperkenalkan untuk memudahkan perhitungan
pada model zat inkompresibel maupun model gas ideal (Moran:2000). Kapasitas panas
jenis spesifik didefinisikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

|
∂h
C ( T )= |
∂T
C v ( T )=

∂u
∂T

................................................................................................................(2.6)


v

p

...............................................................................................................(2.7)

p

Huruf v dan p menandakan bahwa penurunan dilakukan dengan menganggap v atau
p sebagai sebuah konstanta.
Khusus untuk zat inkompresibel, karena ada asumsi volume spesifik konstan, maka
turunan entalpi terhadap temperatur dengan menganggap p konstanta akan menjadi du/dT.
Dengan demikian, pada zat inkompresibel tidak ada perbedaan nilai antara Cp maupun Cv,
atau Cp = Cv = C.
Air adalah zat inkompresibel. sehingga U dapat didekati dengan

mH

2

O

. cH

2

O

.

(T2-T1). Setelah mengidentifikasi variabel U dan Q, persamaan 2.5 berubah menjadi:
mH

2

O

. cH

2

O

.(T2-T1) =

E gas−E loss .........................................................................(2.8)

Egas adalah massa gas yang digunakan dikali LHV gas tersebut (persamaan 2.9)
Egas  mgas  LHV ................................................................................................................ (2.9)

Dengan menukarkan sisi kiri pada persamaan 2.8 dengan E loss yang ada di sisi
7

kanan serta mensubtitusikan Egas dengan persamaan 2.9, maka persamaan 2.8 menjadi:
Eloss =¿ mgas  LHV- mH

2

O

. cH

2

O

.(T2-T1).............................................................(2.10)

Kapasitas panas jenis spesifik untuk air adalah 4,2 kJ/kg.K. LHV untuk butana (C 4H10)
adalah 45720 kJ/kg.

2.3

Perhitungan Efisiensi
Efisiensi berdasarkan sistem yang telah digambarkan diatas adalah perbandingan antara

banyaknya energi yang diserap air terhadap banyaknya energi bahan bakar yang digunakan.

Ƞ=

E stored
............................................................................................................................
E generated

(2.11)

dimana “energi yang diserap air” diperoleh dari rumus:
Estored =mH

2

. cH

O

2

O

.T...........................................................................................(2.12)

dan “energi bahan bakar yang digunakan” diperoleh dari rumus:
E generated =¿ mgas  LHV................................................................................................. (2.13)

sehingga efisiensi memasak diperoleh dengan menghitung:
Ƞ=

mH O . c H O . T
................................................................................................................
mgas . LHV
2

2

(2.14)
Panas yang dihasilkan oleh pembakaran tidak semuanyadiserap oleh air, melainkan
juga hilang karena mekanisme perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi, yang
masing-masing dapat diperlihatkan pada persamaan perpindahan panas dibawah ini [3].
´ konduksi =−kA ΔT .....................................................................................................(2.15)
Q
Δx
´ konveksi =−hA ∆ T ......................................................................................................(2.16)
Q
´ radiasi =e σ T 4
Q

.......................................................................................................(2.17)

dimana k adalah konduktifitas termal bahan, h adalah koefisien perpindahan panas
konveksi, T adalah perbedaan temperatur antara dua permukaan, A = luas penampang, e
adalah bahan dan  adalah konstanta Boltzmann yang bernilai 5.67 x 108 W/m2. K4.

8

2.5

Konduktifitas Thermal
Konduktifitas termal suatu material didefinisikan sebagai panas yang dapat

dihantarkan oleh sebuah material dengan ketebalan x persatuan luas A dan perbedaan
temperatur seperti terindikasi pada persamaan perpindahan panas konduksi (2.15) [6].
k=

´ cond ∆ x
Q
.........................................................................................................................
A ∆T

(2.18)
Konduktifitas termal juga bisa di ilustrasikan sebagai kemampuan sebuah material
untuk menghantarkan panas secara konduksi. Semakin besar konduktifitas termal sebuah
material, semakin efektif material tersebut menghantarkan panas secara konduksi.

9

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MEDIA KOPER-X (KOTAK PERKALIAN) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI PERKALIAN SISWA KELAS II DI SD NEGERI MOJOLANGU 2

8 90 18

ANALISIS TEORI ANTRIAN PADA STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) GAJAH MADA JEMBER

4 71 63

DISKRESI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN SEKOLAH DASAR (BSM-SD) (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sebanen II Kalisat Kabupaten Jember)

1 35 17

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI (PTKLN) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NO.2 TAHUN 2004 BAB II PASAL 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO (Studi Kasus pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupa

3 68 17

Evaluasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 2008 Bab IV Dan Bab VI (Studi Kasus PKL Jl. Untung Suropati)

0 50 15

Hubungan pH dan Viskositas Saliva terhadap Indeks DMF-T pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Baletbaru I dan Baletbaru II Sukowono Jember (Relationship between Salivary pH and Viscosity to DMF-T Index of Pupils in Baletbaru I and Baletbaru II Elementary School)

0 46 5

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN MENGENAL UNSUR BANGUN DATAR KELAS II SDN LANGKAP 01 BANGSALSARI

1 60 18

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

TINJAUAN TENTANG ALASAN PERUBAHAN KEBIASAAN NYIRIH MENJADI MEROKOK DI KALANGAN IBU-IBU DI DUSUN TRIMO HARJO II KELURAHAN BUMI HARJO KECAMATAN BUAY BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

3 73 70

TEKNIK REAKSI KIMIA II

0 26 55