12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Intellectual Capital
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Intellectual Capital
Intellectual Capital pertama kali dicetuskan oleh Galbaraith pada tahun
1969. Intellectual Capital merupakan istilah lain dari intangible assets. Banyak definisi menganai intellectual capital yang diungkapkan oleh peneliti sebelumnya.
Stewart (1997), seperti dikutip oleh Pouraghajan et al (2013), mendefinisikan intellectual capital sebagai
“new capital og organization that intellectual
resources like knowledge, information and experience are as instrument for
creating the capital.” Kemudian , Kamel et al. (2011), seperti dikutip oleh
Pouraghajan et al (2013), mendefinisikan intellectual capital sebagai
“ net value added to firm assets.”
Masoulas (1998), seperti yang dikutip oleh Yu-Shan Chen (2008), mendefinisikan intellectual capital sebagai
“ total stocks of all the intangible
assets, knowledge, and capabilities of a company that could create values of
competitive advantages, so as to a chieve its excellent goals.” Selanjutnya,Edvinsson dan Malone (1997), seperti dikutip oleh Kamath (2015), menyatakan
Intellectual Capital sebagai “knowledge that can be converted into value.”
Selanjutnya , Sveiby (1998), seperti yang dikutip oleh Rachawati (2012), mendefinisikan Intellectual Capital sebagai
“the invisible intangible part of the
balance sheet can be classified as family of three, individual competence, internal
structual, and external structure.”Intellectual capital atau modal intelektual memiliki peran yang sangat
penting dan strategis di perusahaan. Stewart (dalam Hartono, 2001) mendefinisikan intellectual capital sebagai
“intellectual capital as the intellectual
material that has been formalized, capture and leveraged to create wealth by
producing a higher value assets”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
intellectual capital merupakan sumber daya berupa pengetahuan yang tersedia
pada perusahaan yang akhirnya mendatangkan future economic benefit pada perusahaan tersebut. Jadi inti dari keberadaan intellectual capital adalah pengetahuan yang didukung proses informasi untuk menjalin hubungan dengan pihak luar.
Berdasarkan definisi-definisi, maka dapat dinyatakan bahwa intellectual
capital merupakan suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan berkaitan dengan
pengetahuan dan teknologi informasi yang memberikan competitive advantages bagi perusahan untuk mencapai tujuan dengan memberikan nilai tambah bagi
stakholders . Secara umum, intellectual capital dapat digolongkan menjadi tiga
komponen, yaitu capital employed, human capital, dan structual capital.
Intellectual capital tidak dapat menciptakan nilai bagi perusahaan tanpa adanya
tangible asset s perusahaan (Pulic, 2004). Dalam prosesnya, kedua sumber daya
tersebut menghasilkan nilai bagi perusahan yang dapat digambarkan dengan kekayaan atau kas. Dalam hal, intangible assets menentukan keefisienan perusahaan dalam siklus konversi aset menjadi kas (Talukdar, 2008). Kekayaan atau kas yang diperoleh perusahaan kemudian dapat digunakan kembali antara lain untuk pengembangan intellectual capital perusahaan, investasi tangible assets atau digunakan untuk membayar dividen bagi pemilik modal.
2.2 Landasan Teori
Teori-teori yang dapat menjelaskan pentingnya pengungkapan Intellectual
Capital atau modal intelektual diantaranya adalah:
2.2.1 Stakeholder Theory
Istilah stakeholder dalam definisi klasik adalah definisi Freeman dan Reed (1983, h.91) dalam ulum (2007) yang menyatakan bahwa stakeholder adalah :
“any identifiable group or individual who can affect the achievement of an organisation’s objectives or is affected by the achievement of an organisation’s objectives”.
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Sebenarnya, teori stakeholder menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan dengan para stakeholder nya. Para stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajemen harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004, dalam Ulum, 2007).
Stakeholder , atau lebih dikenal dengan istilah pemangku
kepentingan, adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi (Freeman & McVea, 2001 dalam Utama & Kurniawati, 2012). Stakeholder dapat terdiri dari pemegang saham (shareholder), kreditur, pemerintah, karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh
stakeholder (Ulum, 2007).
Teori stakeholder secara tidak langsung memaksa manajemen perusahaan untuk mengelola secara maksimal seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya agar dapat menciptakan value added (nilai tambah) sekaligus mendorong peningkatan kinerja keuangan yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi seluruh stakeholder.
Menurut Ulum (2007) tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka.
Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi
stakeholder . Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak
pada apa yang terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Teori stakeholder memberikan ruang bagi para stakeholder untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya tentang aktivitas yang dilakukan perusahaan dan pengaruhnya bagi stakeholder, baik itu positif maupun negatif. Organisasi atau perusahaan akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial, dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder (Ulum, 2007).
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep IC, teori
stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang etika
(moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder (Deegan, 2004 dalam Ulum 2009). Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori stakeholder. Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Ulum 2009). Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi.
Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan nilai tambah untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
2.2.2 Knowledge Based Theory
Menurut Sangkala (dalam Ramadhan, 2009) resource-based theory
menjelaskan adanya dua pandangan mengenai perangkat penyusunan strategi perusahaan. Yang pertama yaitu pandangan yang berorientasi pada pasar (market-based) dan yang kedua adalah pandangan yang berorientasi pada sumber daya (resource-based). Pengembangan dari kedua perangkat tersebut menghasilkan suatu pandangan baru, yaitu pandangan yang berorientasi pada pengetahuan (knowledge-based).
Knowledge-based theory menganggap pengetahuan sebagai sumber
daya yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengetahuan merupakan aset yang apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahan meningkat otomatis nilai perusahan akan ikut meningkat (Ramadhan, 2009). Ulum (2008) menjelaskan bahwa dengan perubahan ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge
management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada
Semakin baik perusahaan dapat mengelola dan memanfaatkan intellectual
capital yang dimiliki, diharapkan akan menciptakan kompetensi yang khas
bagi perusahaan yang diharapkan mampu mendukung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.2.3 Knowledge Based View (KBV)
Pandangan berbasis pengetahuan perusahaan/knowledge Based
View (KBV) adalah eksetensi baru dari pandangan berbasis sumber daya
perusahaan resource based view (RBV) dari perusahaan dan memberikan teoritis yang kuat dalam mendukung modal intelektual. KBV berasal dari RBV dan menunjukkan bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya (Grant, 1996b; Machlup, 1984 dalam Wahdikorin 2010). KBV menganggap pengetahuan sebagai sumber daya yang paling strategis dan signifikan dari perusahaan. Pendukungnya berpendapat bahwa karena pengetahuan berbasis sumber daya biasanya sulit untuk ditiru, tingkat sosial yang kompleks, basis pengetahuan yang heterogen dan kemampuan antara perusahaan adalah penentu utama berlanjutnya keunggulan kompetitif dan kinerja unggul perusahaan. Teori berbasis pengetahuan perusahaan menguraikan karakteristik khas sebagai berikut:
a) Pengetahuan memegang peran yang paling strategis di perusahaan.
b) Kegiatan dan proses produksi di perusahaan melibatkan penerapan pengetahuan. c) Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang dan berbagi pengetahuan
(www.encyclopedia.com) dalam Wahdikorin (2010).
2.2.4 Resource Dependence Theory
Pfeffer dan Salancik (1978) dalam Pratiwi (2005) menjelaskan bahwa Resource dependency theory memfokuskan hubungan simbiotik perusahaan dengan sumber daya lingkungan. Perusahaan memiliki ketergantungan dengan perusahaan lain yang memiliki pengendalian terhadap sumber daya. Perusahaan selalu berinteraksi dengan perusahaan lain yang mengendalikan sumber daya dalam lingkungannya untuk memperoleh sumber daya tersebut.
Resource-dependence theory memiliki perspektif mengenai
pekerjaan entrepreneurship, seperti venture capitalist, regulator, dan konsumen utama yang digambarkan sebagai pembentuk perusahaan dan
outcomes melalui pengendalian dari berbagai sumber daya penting. Teori
ini memandang sumber daya perusahaan sebagai hal yang melekat yang tidak dapat secara cepat ditambah atau dihilangkan (Grant,1991).
2.3 Komponen Intellectual Capital
Modal skema intelektual menurut (Sveiby, 1997), (Stewart, 1997), dan (Edvinson dan Sullivan, 1996) menggambarkan tiga elemen yang sama, yaitu modal intelektual yang melekat pada manusia (human capital), modal intelektual yang melekat pada organisasi (structural capital), dan modal intelektual yang melekat pada hubungan dengan pihak eksternal (customer capital).
Tabel 1 Komponen Intellectual Capital Elemen / Author
Modal Intelektual yang melekat pada manusia Modal Intelektual yang melekat pada organisasi Modal Intelektual yang melekat pada hubungan dengan pihak eksternal
Edvinson Human capital Organizational
capital Customer capital
Stewart Human capital Structure capital Customer capital Sveby Employee
competence Internal stucture External structure
Sumber :Punomosidhi, 2006 Elemen pertama dalam tabel di atas adalah human capital, yang merupakan kombinasi dari pengetahuan, keahlian (skill), kemampuan melakukan inovasi, dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya (Bontis dalam Hartono, 2001). Elemen kedua merupakan
structural capital yang merupakan sarana dan prasarana yang mendukung
karyawan untuk menciptakan kinerja yang optimum, meliputi struktur organisasi, patent, dan trade mark (Hartono, 2001). Elemen ketiga adalah customer capital, mencerminkan hubungan dengan pihak luar dari organisasi, seperti koneksi, loyalitas pelanggan, dan hubungan yang baik dengan supplier (Petras dalam Hartono, 2001). Dapat disimpulkan secara umum komponen dalam intelellectual
capital adalah sebagai berikut :
1. Human capital (HC)
Human capital menjadi sangat penting karena merupakan aset
perusahaan dan sumber inovasi serta pembaharuan. Karyawan dengan layanan yang berkualitas sehingga dapat mempertahankan maupun menarik pelanggan baru. Jika informasi mengenai kualitas layanan suatu perusahaan tersedia, tingkat pendidikan dan pengalaman dapat bertindak sebagai indikator kemampuan dan kompetensi perusahaan tersebut, sehingga diharapkan dalam era berikutnya perusahaan lebih mempedulikan human capital yang dimiliki (Sugeng, 2000).
Human capital adalah kompetensi, pengetahuan,keterampilan, dan
kepribadian yang dimiliki oleh karyawan untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat sehingga menghasilkan nilai ekonomi bagi perusahaan. Human
capital berasal dari pendidikan dan pengalaman yang dapat menghasilkan
inovasi melalui kreatifitas dan keterampilan yang dimiliki karyawan.
Human capital dapat dikembangkan oleh perusahaan dengan
meningkatkan pengetahuan karyawannya melalui pelatihan-pelatihan atau
beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke tingkat yang lebih tinggi.Human capital menurut Bontis (2002) adalah kemampuan yang
dimiliki oleh sumber daya manusia dalam perusahaan, antara lain berasal
dari pengetahuan, pengalaman, inovasi, dan kapabilitasnya untuk
mentukan solusi terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan. Human
capital merupakan komponen utama yang penting karena mempunyai
potensi besar dalam penciptaan nilai bagi perusahaan. Komponen ini
disebut juga sebagai employee-dependent karena akan hilang ketika
karyawan meninggalkan perusahaan. Human capital yang dikelola secara
baik oleh perusahaan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.Baroroh (2013) menyatakan bahwa human capital merupakan
kombinasi keterampilan , pengetahuan, kemampuan dan inovasi seseorang
dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai.
Human capital meruapakan sumber kunci inovasi dan pengembangan
competatitive advantages perusahaan. Dengan memiliki sumber daya
manusia yang terampil dan memiliki keahlian, maka kinerja perusahaan
dapat meningkat. Bahkan, perusahaan dapat bertahan dan bersaing dalam
lingkungan bisnis yang dinamis. Kemudian Stewart (1997)
mengungkapkan bahwa human capital dalam perusahaan dapat
berkembang melalui dua cara, yaitu ketika organisasi menggunakan
pengetahuan individu atau ketika individu tersebut bermanfaat bagi
perusahaan karena memiliki pengetahuan diluar kemampuan organisasi
(Iranmahd et al, 2014)Keberhasilan pengembangan human capital oleh perusahaan akan
menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Dengan demikian
maka perusahaan akan dapat bersaing dan menghasilkan keuntungan.2. Structural capital (SC)
Bontis et al. (2000) dalam Ulum (2009) menyebutkan bahwa
structural capital meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge
dalam organisasi. Termasuk dalam hal yaitu database, organizational
charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat
nilai perusahaan lebih besar dari pada nilai materialnya. Structural capital
mendukung human capital untuk menghasilkan kinerja yang optimal
dengan sarana dan prasarana yang diberikan oleh perusahaan.Structural capital menunjukkan pengetahuan yang akan tetap ada
dalam perusahaan yang bersifat bukan manusia, seperti: rutinitas perusahaan, prosedur, sistem, budaya, dan database (Salim & Karyawati, 2013). Structural capital timbul dari proses dan nilai organisasi yang mencerminkan fokus internal dan eksternal perusahaan disertai pengembangan dan pembaharuan nilai untuk masa depan (Suhendah, 2012).
3. Customer Capital (CC)
Perusahaan tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dari pihak di
luar perusahaan seperti pemasok, pelanggan, masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu perusahaan berusaha menjalin hubungan baik dengan
pelanggan, pemasok dan semua pihak yang mempunyai hubungan dengan
perusahaan. Pihak diluar perusahaan yang berbisnis dengan perusahaan
dan mempunyai hubungan baik dengan perusahaan disebut dengan
customer capital . Customer capital muncul melalui proses mengenal,
belajar, dan percaya. Seiring dengan proses tersebut, maka timbul
hubungan dengan perusahaan. Pada saat seseorang ingin membeli produk
suatu perusahaan, maka keinginan itu didasari oleh kepercayaan, harga dan
spesifikasi produk tersebut. Semakin baik hubungan seseorang dengan
perusahaan, maka semakin besar kemungkinan untuk membeli produk
tersebut.Komponen-komponen modal intelektual di atas merupakan indukasi future value dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan. Maka, diperlukan metode pelaporan dan pengelolaan terhadap dimensi-dimensi intangible yang lebih sistematis (Purnomosidhi, 2006).
Intellectual capital merupakan sumber daya perusahaan yang memegang peranan penting seperti physical capital dan financial capital.
Untuk itu perusahaan perlu mengembangkan strategi agar sumber daya yang dimilikinya dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
2.4 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan suatu tolak ukur kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Dapat diartikan bahwa kinerja merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam periode tertentu. Perusahaan harus terus melakukan peningkatan terhadap kinerja perusahaan agar tujuan perusahaan tercapai. Kinerja keuangan yang baik mencerminkan kondisi perusahaan dalam kondisi baik. Hasil dari kinerja keuangan dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk perusahaan di masa yang akan datang
Pengertian kinerja menurut Simanjuntak ( 2011, hal 1) adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing- masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997 dalam Wahdikorin 2010).
Kinerja keuangan perusahan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.
Menurut (Elanvita, 2008) prestasi perusahaan yang ditunjukkan oleh laporan keuangannya sebagai suatu tampilan keadaan perusahaan selama periode tertentu disebut dengan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan Pranata (2007) menyatakan bahwa kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisien suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Tujuan perusahaan akan sulit tercapai bila perusahaan tersebut tidak bekerja secara efisien, sehingga perusahaan tidak mampu baik langsung maupun tidak langsung bersaing dengan perusahaan sejenis (Endut Wiyoto dalam Elanvita, 2008).
Kinerja keuangan dapat diukur dengan elemen keuangan maupun non keuangan. Jenis-jenis eleme keuangan yaitu:
a. Rasio Likuiditas
Menurut Sartono (2011:114), “Rasio Likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepatpada waktunya”. Rasio likuiditas meliputi :
1. Current Ratio
Rasio lancar atau current ratio (CR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio lancar dapat dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Perbandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek (hutang lancar).
Rumus yang digunakan : Aktiva lancar
Hutang lancar 100% (Sartono (2011:114)
Semakin tinggi current ratio berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, surat berharga, piutang, dan persediaan.
2) Quick Ratio Perbandingan antara aktiva lancar setelah dikurangi persediaan dengan hutang lancar.
Rumus yang digunakan : Aktiva lancar − Persediaan x 100%
Hutang Lancar (Sartono (2011:114)
quick ratio yang rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan atau disebabkan perputaran persediaan yang lambat.
3) Cash Ratio
Cash ratio merupakan kemampuan untuk membayar utang yang segera
harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan yaitu dengan membandingkan antara uang kas yang ada pada perusahaan dengan utang lancar. Semakin besar ratio ini maka semakin baik. Penge rtian Rasio Kas menurut Munawir (2001:76) “Rasio
Kas merupakan perbandingan antara kas dengan total hutang lancar. Dapat juga dihitung dengan mengikutsertakan surat-surat berharga (Marketable
Securities)
.” Kas dan surat berharga merupakan alat likuid yang paling dipercaya. Rasio kas juga menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan surat-surat berharga yang segera dapat diuangkan Rumus yang digunakan :
Kas + Efek Hutang Lancar x 100%
(Munawir,2001:76) Pedoman dalam menganalisis current rasio antara 100% samapi 200%, diatas 200% berarti banyak aktiva menganggur (Darsono dan Ashari, 2005:52).
b. Rasio Aktivitas
Menurut Sartono (2011:114), “Rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan”.Yang termasuk dalam rasio aktivitas adalah :
1) Inventory Turn Over Rasio perputaran persediaan mengukur berapa kali persediaan perusahaan telah dijual selama periode tertentu, misalnya selama tahun tertentu. Angka mengukur efisiensi pengelolaan persediaan dalam perusahaan.
Rumus yang digunakan : Penjualan netto
Persediaan x 1 kali 2) Fixed Asset Turn Over
Merupakan rasio antara penjualan dengan aktiva tetap netto. Rasio menunjukkan bagaimana perusahaan menggunakan aktiva tetapnya seperti gedung, kendaraan, mesinmesin, dan perlengkapan kantor. Rumus yang digunakan :
Penjualan netto Aktiva tetap bersih x 1 kali
(Sartono,2011:114) 3) Total Asset Turn Over
Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana tingkat efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva untuk menciptakan penjualan dalam menggunakan seluruh aktiva untuk menciptakan penjualan dan pendapatan laba. Tingkat perputaran ditentukan oleh perputaran elemen aktiva sendiri. Rumus yang digunakan :
Penjualan netto
(Sartono,2011:114) 4) Average Collection Period
Periode pengumpulan piutang yaitu ratarata yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi kas. Biasanya ditentukan dengan membagi piutang dengan rata-rata penjualan harian. Rumus yang digunakan :
Piutang Penjualan kredit x 360 hari
(Sartono,2011:114) 5) Receivable Turn Over
Perputaran piutang menunjukkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam mengumpulkan piutang. Semakin cepat perputaran piutang, maka current ratio dan quik ratio semakin bagus dalam analisis keuangan.
Rumus yang digunakan : Penjualan Kredit x 1 kali
Piutang (Sartono,2011:114)
6) Working Capital Turn Over Digunakan untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam modal kerja perusahaan dalam satu tahun. Makin cepat perputaran modal kerja maka current ratio dan quick ratio yang dimiliki akan semakin bagus. Rumus yang digunakan :
Penjualan Bersih
(Sartono,2011:114)
c. Rasio Solvabilitas
Menurut Sartono (2011 :114),” Rasio Solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang." 1) Total Debt to Total Asset
Rasio Total Debt to Total Asset memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tingi hasil persentasenya, cenderung semakin besar resiko keuangannya bagi kreditur maupun pemegang saham. Selain, Merupakan rasio yang menghitung persentase total dana yang disediakan kreditur. Rumus yang digunakan :
Total Utang Total Aktiva x 100 %
(Sawir, 2005:13) 2) Total debt to Equity Ratio
Merupakan rasio perbandingan antara total utang dengan modal sendiri yang berupa saham dan surat-surat berharga lainnya.
Rumus yang digunakan : Total Utang
Modal Sendiri x 100 % (Sawir, 2005:13)
3) Long Term Debt to Equity Ratio Digunakan untuk menghitung seberapa besar modal sendiri yang digunakan untuk menjamin utang jangka panjang.
Rumus yang digunakan : Utang Jangka Panjang x 100 %
Model Sendiri (Sawir, 2005:13)
d. Rasio Profitabilitas
Menurut Sartono (2011:114), “Rasio Profitabilitas adalah rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba, baik dalam hubungan dengan penjualan, asset maupun modal sendiri.” 1) Net Profit Margin
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu. Secara umum rasio rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Rumus yang digunakan :
Laba Setelah Pajak Penjualan netto x 100%
Sartono (2011:114) 2) Return on Investment
ROI atau tingkat pengembalian atas investasi dan efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan yaitu mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi dalam rangka untuk menghasilkan laba.
Rumus yang digunakan : Laba Setelah Pajak x 100 %
Total Aktiva (Kuswadi, 2004:190)
3) Return on Equity Rasio ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Rasio ROE merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
Rumus yang digunakan : Laba Setelah Pajak
Modal Sendiri x 100 % (Kuswadi, 2004:190)
Elemen keuangan yang digunakan dalam penelitian adalah Return on
Assets (ROA). Pengukuran kinerja perusahaan dengan elemen keuangan akan
dijelaskan sebagai berikut:
Return on Assets (ROA)
Return on asset (ROA) merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi
perusahaan dalam pemanfaatan total aset (Chen et al, 2005). Rasio ini mewakili rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, semakin efisien perusahaan dalam menggunakan assetnya, baik aset fisik maupun aset non-fisik (intellectual capital) akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut:
Laba Bersih ROA = Total Aset
2.5 Pengukuran Intellectual Capital
Ada beberapa konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti. Ditelaah lebih jauh maka metode yang dikembangkan dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non monetary (non
financial ) dan pengukuran monetary (financial). Saat ini cukup banyak
perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam menilai kinerja perusahaan (Knight 1999).
Tan et al., (2007) menjelaskan model yang menggunakan pengukuran non monetary dan model yang menggunakan pengukuran monetary.
Model yang menggunakan pengukuran non monetary adalah :
1. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); 2.
Brooking’s (1996) Technology Broker method;
3. Skandia IC Report method dikembangkan oleh Edvinssion and Malone (1997);
4. The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al., (1997);
5. Intangible Asset Monitor approach dikembangkan oleh Sveiby’s (1997);
6. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);
7. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay’s (2000); dan
8. The Ernst & Young Model dikembangkan oleh Barsky dan Marchant, (2000).
Sedangkan model yang menggunakan pengukuran monetary antara lain:
1. The EVA and MVA model dikembangkan oleh Bontis et al., (1999)
2. The Market-to-Book Value model dikembangkan oleh berbagai penulis; 3.
Tobin’s q method dikembangkan oleh Luthy (1998); 4. Pulic’s VAICTM Model (1998, 2000);
5. Calculated intangible value dikembangkan oleh Dzinkowski (2000); dan
6. The Knowledge Capital Earnings model dikembangkan oleh Lev dan Feng (2001).
Edvinson dan Malone (dalam Hartono, 2001) mengkonsolidasi pengukuran intellectual capital menjadi 5 fokus, yaitu:
1. Financial focus, indikator difokuskan pada penghitungan financial ratio dan tingkat pengembalian dari karyawan dan pelanggan.
2. Customer focus, mengukur penilaian terhadap nilai customer capital.
3. Process focus, mengukur efektifitas teknologi dalam memproses administrasi.
4. Renewal and development focus, mengukur kemampuan dan inovasi perusahaan.
5. Human focus, mengukur bagaimana human capital melakukan pembaharuan dan pengembangan sumber daya perusahaan.
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, Handoko (1995) menyatakan kinerja keuangan dipengaruhi oleh 6 M (man, money, machine,
market, management, dan method).
1. Man
Man berarti kinerja perusahaan ditentukan oleh orang-orang yang ada di
dalamnya, tergantung kualitas sumber daya manusia dan Intellectual Capital (IC) yang dimilikinya. Semakin tinggi IC yang dimiliki perusahaan semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut.
2. Money
Money berarti modal, dalam hal kekuatan uang yang dimiliki oleh perusahaan,
karena modal dibutuhkan untuk mendanai operasional perusahaan. Jika operasional perusahaan lancar maka kinerja perusahaan bisa dikatakan baik.
3. Machine
Machine berarti perusahaan membutuhkan mesin untuk memperlancar kegiatan
perusahaan untuk mencapai efektifitas dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
4. Market
Market merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Perusahaan yang mempunyai pangsa pasar yang potensial maka perusahaan akan mempunyai kinerja keuangan yang baik
5. Management
Management berarti untuk mendapatkan kinerja yang baik maka diperlukan
manajemen yang baik juga, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan.
6. Method
Method berarti proses yang diterapkan perusahaan dalam menjalankan
operasionalnya, jika metode yang digunakan baik dan bisa dilaksanakan karyawannya maka kinerja keuangan yang baik akan menjadi milik perusahaan.
2.7 Peneliti Terdahulu Tabel 2 Peneliti Terdahulu N0 NAMA JUDUL
VARIABEL ALAT HASIL
1. Nono Pengaruh Variabel Regresi Semakin Supriatna, Intellectual independen: linier tinggi Arvian Capital
VACA berganda intellectual Triantoro Terhadap
VAHU capital , ,Rukniati Kinerja STVA maka Rustandi Keuangan profitabilitas (2013) Pada Variabel perusahaan
Perusahaan dependen: akan Retail Yang ROA semakin Terdapat Di ATO meningkat; BEI Pada MB berlaku Tahun 2009- sebaliknya 2011 jika
intellectual capital
rendah , maka profitabilitas perusahaan akan semakin menuru
2. Denny Pengaruh Variabel Regresi Intellectual Andriana Independen: berganda dan
Intellectual capital
(2014) Capital
VACA human Terhadap
VAHU capital Kinerja STVA berpengaruh
- – 2012)
VACA
berhubungan dengan
capital
Human
berpengaruh positif dengan kinerja keuangan perusahaan.
Intellectual capital yaitu Structural capital dan customer capital
Komponen
Regresi linier berganda
VAHU STVA Variabel dependen : Kinerja Perusahaan
Variabel Independen :
Keuangan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Dan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2010
Partial Least Square
dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Anaisis dengan pendekatan
Intellectual Capital
3. Ulum, Ihyaul (2008)
walaupun menunjukka n arah koefisien positif namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
structural capital
dan
Capital employed
Variabel dependen: ROE negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
structural capital dan customer
capital Customer capital
berhubungan dengan
structural capital .
4. Citra Pengaruh Variabel Regresi Intellectual Puspita independen: linier
Intellectual capital
Dewi Capital
VACA sederhana berpengaruh (2011) Terhadap
VAHU positif dan Kinerja STVA signifikan Keuangan terhadap Pada Variabel profitabilitas Perusahaan dependen: , Manufaktur ROA produktivitas Yang Terdaftar ATO , Di Bei Tahun GR pertumbuhan 2007-2009 MB , dan market
valuation
perusahaan
Intellectual capital
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas , produktivitas , pertumbuhan , dan market
valuation
perusahaan
5. Subrata, Pengaruh Variabel Regresi Modal Imam Intellectual independen: linier intelektual (2004) Capital
VACA berganda (VAIC) Terhadap
VAHU berpengaruh Kinerja STVA terhadap Keuangan kinerja Perusahaan Variabel keuangan Manufaktur Dependen: (ROA)
Hifh-Ic Dan ROA Low-Ic Yang Tidak
Terdaftar Di terdapat Bursa Efek perbedaan Indonesia nilai
intellectual capital
antara perusaahn
High-IC dan Low-IC
6. Pramelasar Pengaruh Variabel Regresi
IC tidak i Yossi Intellectual Independen: linier berpengaruh (2010) Capital
VACA berganda terhadap terhadap Nilai
VAHU MtBV dan Pasar dan STVA kinerja Kinerja R&D keuangan Keuangan AD tidak Perusahaan terdapat
Variabel perbedaan dependen: MtBV antara ROA perusahaan ROE High-IC, EP dengan MtBV perusahaan
Low-IC hanya terjadi perbedaan pada nilai ROA dan ROE antara perusahaan
High-IC
dengan perusahaan
Low-IC
2.8 Hubungan Intellectual Capital dengan Return on Asset (ROA)
Pengukuran kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return on asset (ROA) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba/ keuntungan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Penggunaan meningkatkan laba perusahaan. Sesuai dengan pandangan stakeholder theory dan
knowledge-based theory yaitu apabila perusahaan dapat mengembangkan dan
memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki sebagai sarana untuk meningkatkan laba, akan menguntungkan para stakeholder.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2005), Ulum (2008) Ivan Herdyanto, Mohamad Nasir (2013) menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, apabila perusahaan dapat mengelola dan mengembangkan intellectual capital yang dimiliki dengan baik, maka akan terjadi peningkatan terhadap Return on Asset (ROA) yang mengindikasikan kinerja keuangan yang semakin baik, sehingga menghasilkan keuntungan kompetitif bagi perusahaan.
2.9 Kerangka Pemikiran
Kinerja keuangan perusahan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.
Menurut (Elanvita dalam Citra Dewi, 2011) prestasi perusahaan yang ditunjukkan oleh laporan keuangannya sebagai suatu tampilan keadaan perusahaan selama periode tertentu disebut dengan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan Pranata (dalam Citra Dewi, 2011) menyatakan bahwa kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisien suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Tujuan perusahaan akan sulit tercapai bila perusahaan tersebut tidak bekerja secara efisien, sehingga perusahaan tidak mampu baik langsung maupun tidak langsung bersaing dengan perusahaan sejenis
Pengukuran kinerja perusahaan sangat diperlukan dalam relasi dengan kepuasan konsumen proses internal, dan aktivitas yang berhubungan dengan perbaikan dan inovasi dalam organisasi yang membawa pada future financial
return (Anatan dalam Dewi, 2011). Kinerja perusahaan dapat diukur dengan
elemen keuangan maupun non keuangan, elemen keuangan yang digunakan dalam penelitian adalah Return on Asset (ROA), Metode VAIC (Value Added Intellectual Coefficient) dikembangkan oleh
Pulic (1998) didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation
efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible
asset) yang dimiliki perusahaan. Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari
sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA
- – value added capital employed ), human capital (VAHU
- – value added human capital), dan structural capital (
- – structural capital value added), Ullum (dalam Citra Dewi,
2011). Dalam penelitian Intellectual capital sebagai satu kesatuan yang utuh dimana VAIC merupakan penjumlahan ketiga komponen diatas.
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Intellectual CapitalA Kinerja Keuangan
H1
VACA H2
VAHU ROA
H3
2.10 Pengembangan Hipotesis
Intellectual capital merupakan sumber daya yang terukur untuk
peningkatan competitive advantages, maka intellectual capital akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, Chen at al, Abdolmohammadi dalam Ulum, 2008). Apabila intellectual capital meningkat, maka kinerja keuangan akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya.