TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA ORDE BARU Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

  

TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA

ORDE BARU

Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

  

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah

   Disusun Oleh:

AG. EKO FIBRI . S

014314014

  

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

TAYUB: FUNGSI DAN TANTANGANNYA PADA MASA

ORDE BARU

Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998

  

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah

   Disusun Oleh:

AG. EKO FIBRI . S

014314014

  

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  MOTTO

Ketakutan sebelum berusaha adalah suatu kesalahan yang tidak beralasan. PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada:

  • Tuhan Yesus yang selalu mendampingi dalam jalan hidup.
  • Bapak Paulus Samidi dan Ibu C

  Supadmiyati yang telah mendoakan dan memberikan motivasi kepada ananda dalam menyelesaikan skripsi ini.

  • Istri ku Victoria Indarti dan Anak ku Candra yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.
  • Nenek ku yang selalu mendoakan diriku.

  

ABSTRACT

Tayub: Its Function of Barriers in the Period of New Order

Case Study of the Society in Tlogoguwo Village in 1960 – 1998

  Fine which was emerged and developed in amongst the society is related to the influences of environment where this fine emerged. It is similar with the fine of tayub which emerged and developed in amongst the society has been also influenced by the environmental condition. Since the emergence up to now, tayub has various kinds of function. Meanwhile the function of tayub had various changes following with the transformation of the era. In former time, tayub had functions as the ritual medium of the fertility. However along with the changes of era, tayub has various functions. The changes of tayub’s function could be seen, i.e. tayub as the medium of party propaganda, as educational medium, and still a lot of other problems amongst the society which support them. However, the changes of functions happened also often emerge much problem, either for tayub it self or even to the society.

  Method of research which was used in this research consists of three steps, i.e. the source collecting, source analysis, and historical writing. The source collecting aimed to collect historical sources relating to the topic by the shape of interview, books, and website. The source collecting in this research also functions as the source critical toward the sources which had been collected. Source analysis was used to analyze the source which has been collected in the step of source collecting and source critics. After the source has been completely finished, the result gained in this research then was summarized in a historical writing. Historical writing revealed that a research has been successfully conducted.

  This research concerning on Tayub: Its Function and Challenges in New Order Period (Case Study of Society in Tlogoguwo Village in 1960 – 1998). Based on the result of this research, thus it could be drawn a conclusion. First, since its emergence, tayub has functions to the society who support it. Second, political condition of a state could influence anything which exists in that state. In 1960 tayub has golden era, tayub was used by PKI as the propaganda medium to get any massive. Third, the dispersion of PKI brings any effect toward the destruction of tayub fine. It was prohibited by New Order because it was perceived could grow the new communism. Seeing the tayub as the cultural asset of state, in 1980 tayub was permitted to be show up even it was made as the tourism assets.

  

ABSTRAK

Tayub: Fungsi dan Tantangannya Pada Massa Orde Baro Studi Kasus: Masyarakat Desa Tlogoguwo Tahun 1960-1998

  Suatu seni yang ada muncul dan berkembang ditengah masyarakat tidak dapat lepas dari pengruh lingkungan seni itu muncul. Begitupula dengan seni tayub yang muncul dan berkembang ditengah masyarakat juga terpengaruh dari keadaan lingkungan. Sejak kemunculan sampai dengan sekarang tayub mengalimi berbagai macam fungsi, dimana fungsi tayub tersebut mengalami berbagai macam perubahan mengikuti perubahan zaman. Tayub pada zaman dahulu memiliki fungsi sebagi sarana ritual kesuburan, tetapi seiring dengan perubahan zaman tayub memiliki banyak fungsi. Perubahan fungsi tayub dapat dilihat yaitu tayub sebagai alat propaganda partai, sebagai media pendidikan, dan masih banyak memiliki masalah ditengah masyarakat pendukungnya. Walaupun perubahan fungsi yang terjadi juga sering memunculkan banyak masalah baik itu bagi tayub sendiri maupun bagi masyarakat.

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan sumber, analisis sumber, dan penulisan sejarah. Pengumpulan sumber bertujuan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik yang berupa wawancara, buku, dan webset. Pengumpulan sumber dalam penelitian ini juga berfungsi sebagai kritik sumber terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Analisis sumber digunakan untuk menganalisis sumber yang telah dikumpulkan pada tahap pengumpulan sumber dan kritik sumber. Setelah sumber selesai dianalisis, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dirangkum dalam sebuah penulisan sejarah. Penulisan sejarah menunjukkan bahwa sebuah penelitian berhasil dilaksanakan.

  Penelitian mengenai Tayub: Fungsi dan Tantangannya Pada Massa Orde Baru (Studi kasus Masyarakat Desa Tlogoguwo Pada Tahun 1960-1998). Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat diambil suatu kesimpulan. Pertama Tayub sejak kemunculanya memiliki fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Kedua keadaan politik suatu negara dapat mempengaruhi segala hal yang ada dinegara tersebut. Tayub pada tahun 1960 memiliki zaman keemasan, tayub oleh PKI digunakan sebagai alat propaganda untuk mendapatka massa. Ketiga Kehancuran PKI mengakibatkan kehancuran pula bagi seni tayub, oleh orde baru tayub dilarang karena dianggap dapat menumbumbuhkan komunisme baru. Melihat tayub sebagai aset budaya bangsa tayub pada tahun 1980 diperbolehkan pentas bahkan dijadikan aset pariwisata.

  Kata Pengantar

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan penelitian ini tidak dapat lepas dari berbagai pihak. Maka dalam penelitian ini banyak mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Dr. Fr. B. Alip, M.Pd., M.A selaku, Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2. Drs.H.Herry Santosa, M. Hum selaku Ketua Progam Studi Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta .

  3. Drs. H Herry Santosa, M. Hum selaku dosen pembimbing I dan dosen akademik atas segala kritikan dan kemudahan yang diberikan.

  4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah : Bp.Drs. SilverioM. Hum, Bp Drs. Purwanto M. Hum, BpDrs Sandiwan, Bp Drs. Anton M. Hum, Bp Drs Moejianto M. Hum Alm, Bp, P.J Sowarno, Bp Manu, Ibu Drs. Ning M Hum dan Romo Baskoro atas segala bimbingan dan ’’transfer’’ ilmunya.

  5. Rekan-rekan sejarah, Nanang, Berta, Hendrik, Gagak, Krisna W, Krisna Cilik, Taji, Retno, Lina, yang memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, sehingga selesainya skripsi ini.

  6. Masyarakat Desa Tlogoguwo trimakasih atas kerjasamanya.

  7. Kelompok Tari Tayub Sekar Mawar Desa Tlogoguwo.

  8. Bapak, Ibu, Istriku, Anaku Candra, Nenek dan Adik Yogi, Hari. Aku bahagia menjadi bagian kehidupan kalian .

  Hasil dari penelitian ini disadari masih jauh dari sempurna, karena itu masukan dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun masih sangat diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan setudi selanjutnya.

  Yogyakarta, 19 Desember 2007

   DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDU …………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………….... ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………........... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………… v ABSTRAK……………………………………………………………. vi ABSTRAC.............................................................................................. vii KATA PENGANTAR............................................................................ viii DAFTAR ISI........................................................................................... x

  BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah.................................................................... 5 C. Rumusan Masalah....................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian........................................................................ 6 E. Manfaat Penelitian....................................................................... 7 F. Kajian Pustaka............................................................................. 7 G. Landasan Teori............................................................................ 9 H. Metode Penelitian....................................................................... 11 I. Sistematika Penulisan................................................................... 13 BAB II TAYUB DAN MASYARAKAT PENDUKUNGNYA...............14 A. Sejarah Perkembangan Tayub dari Awal Sampai Dengan Tahun 1960......................................................................................... 14

  B. Seni Tayub di Desa Tlogoguwo……………............................ 22 C Karateristik Pentas Tayub di DesaTlogoguwo......................... 26

  D. Beberapa Fungsi Tayub……………………………………… 30

  a. Fungsi Tayub Sebagai Ritual dan Hiburan.................... 30

  b. Fungsi Tayub Sebagai Profesi........................................ 34

  c. Fungsi Tayub Sebagai Humaniora.................................. 38

  BAB III KEADAAN TAYUB DARI TAHUN 1960-1998.................... 38

  B. Tayub Pada Tahun 1966 Sampai Dengan Tahun 1998.............. 46

  BAB IV TAYUB DIMATA MASYARAKAT...................................... 58 A. Pandangan Tari Tayub Dari Agama.......................................... 59 B. Pandangan Tayub Dari Pendidikan........................................... 66 C. Pandangan Pemerintah Terhadap Tayub.................................... 72 D. Pandangan Tayub Dari Masyarakat Desa Dan Masyarakat Kota .............................................................. 74 BABPENUTUP.........................................................................................77 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke terdiri dari

  beraneka ragam suku budaya dengan adat istiadat yang berbeda pula. Budaya tradisional dan adat istiadat tersebut perlu dilestarikan dalam masyarakat Indonesia, karena mengandung nilai-nilai luhur dan edukatif yang dapat membina masyarakat untuk berinteraksi secara positif, efektif serta berbudi pekerti luhur

  Corak seni budaya suatu daerah tidak lepas dari pengaruh masyarakat dan lingkungannya. Corak seni budaya masih akan terus berproses, hal tersebut digunakan untuk melangkapi corak-corak budaya yang ada. Beranekaragam corak-corak yang mempunyai ciri-ciri dan simbul yang khas dan mempunyai fungsi tertentu yang berbeda

  Di tengah era globalisasi seperti sekarang ini, pelestarian nilai-nilai budaya tradisional dipandang masih tetap relevan untuk dilakukan. Perkembangan zaman yang semakin maju dan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, mengakibatkan berbagai pengaruh dan budaya asing akan semakin mudah masuk ke suatu wilayah. Sementara itu, disadari atau tidak disadari bahwa tanpa adanya pengenalan dan pemahaman yang tinggi terhadap budaya suatu daerah, daerah itu akan mudah terpengaruh, atau bahkan kehilangan jati diri wilayah sebagai bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan budaya.

  Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

  Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaanya sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kehidupannya. Kesenian merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian uatama yaitu: seni rupa, seni pertunjukan, dan seni sini matografi. Seni rupa mempunyai cabang seni lukis, seni kriya, seni patung, dan seni desain. Seni pertunjukkan dengan cabang seni tari, seni pedalangan, seni teater, seni musik, serta seni sastra. Sedangkan seni sinematografi terdiri atas seni video, dan seni film.

  Seni pertunjukan adalah salah satu cabang seni yang berkembang pesat di kalangan masyarakat. Hal itu terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau penyebaran dan fungsi sosialnya. Ditinjau dari segi penyebaran, seni pertunjukan rakyat memiliki wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari segi fungsi sosial, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun Seni pertunjukan itu lahir dari kalangan Artinya ia lahir dan dikembangkan di tengah, oleh, dan untuk masyarakat.

  Seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan atau komonitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi, sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabungkan 2 dalam suatu perilaku, dan ditentukan oleh perilaku perseorangan maupun publik.

  Kontjaraningrat. 1990. Pengantar Antropologi. Jakarata. Rineka Cipta. hal. 204. 3 Kayam Umar.2000. Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan, Ketika

Orang Jawa Nyeni. ed Syafri Sirin dan Heddy Shri Ahisma Putra. Yogyakarta. Galang Press. hal.340.

  Pada tahun 1930-an bentuk-bentuk seni pertunjukan di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarata berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah seni tari Tayub.

  Perkembangan seni tayub dapat disimak dari adanya pembaharuan, baik yang berkaitan pada pola gerak, lagu,maupun iringan musik.

  Selain mengalami perkembangan di Jawa Tengah, tayub juga mengalami perkembangan di Jawa Barat. Istilah tayub di Jawa Barat adalah ronggeng, yang gerakan dan bentuk tari juga sangat mirip dengan tayub.

  Pencitraan masyarakat terhadap seni tayub pada jaman dahulu sering diidentikkan dengan tarian kesuburan dan tari hiburan rakyat. Pada zaman dahulu tayub dibedakan menjadi dua yaitu tayub yang berkeliling atau mengamen (taledhek barangan) dan yang kedua yaitu taledhek yang menetap pada suatu lingkungan Tayub barangan adalah sekelompok kesenian tayub yang dalam pementasannya berkeliling mengamen, sedangkan tayub yang menetap pada suatu daerah adalah kelompok tayub yang pentas apabila diundang. yaitu pada gerak tarian antara tari topeng dan tayub ada pengibingnya. Perbedaan terdapat di dalam fungsi, tari topeng cenderung berfungsi sebagai tari hiburan saja sedangkan tayub memiliki beragai macam fungsi: sebagai sarana ritual, sebagai hiburan, sebagai alat pemersatu. Tari tayub pada tahun 1893-1939 yaitu pada zaman Paku Buwono X digunakan untuk menyambut kedatangan tamu kerajaan. Pada masa penjajahan Belanda seni tayub juga masih mengalami kejayaan, hal ini tampak jelas dari seni tayub yang sering digunakan dalam acara-acara pesta. Di luar kraton tari tayub juga mengalami perkembangan dengan pesat, karena di luar kraton tayub memiliki 5 Widyastutieningrum Rochana Sri. 2004 . Sejarah Tari Gambyong :Seni Rakyat Menuju Istana. Surakarta. Citra Enik Surakarta. hal. 19. fungsi yang sangat sakral bagi masyarakat pendukungnya. Salah satu kegunaan tayub bagi masyarakat di luar kraton adalah tayub digunakan sebagai sarana upacara syukur atas hasil panenan, juga di gunakan di dalam upacara pernikahan.

  Tayub yang muncul dan berkembang di tengah masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan atau situasi wilayah tayub. Tahun 1950 keadaan politik Indonesia sangat kacau, banyak partai-partai yang bermuculan. Hal ini mempengaruh keberadaan seni yang ada pada saat itu. Salah satu seni yang terpengaruh oleh keadaan politik adalah seni tayub. Tayub oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) digunakan sebagai alat propaganda dalam kampanye-kampanye. Alasan PKI menggunakan seni tayub karena mereka melihat tayub sangat dekat dengan rakyat dan pada tahun 1950 tayub sedang mengalami puncak kejayaannya. Keadaan tayub mengalami perubahan yang sangat drastis ketika orde baru muncul. Setelah PKI mengalami kehancuran maka seni tayub juga mengalami pergeseran menuju arah yang lebih buruk. Keadaan tayub pada zaman orde baru yang semakin buruk, dikarenaka pada zaman orde baru semua pruduk yang pernah berasimilasi dengan PKI harus di musnahkan. Alasan orde baru memusnakan tayub karena di takutkan dapat menumbuhkan komunisme yang baru. Bahkan tidak hanya tayub saja yang mengalami pergeseran semu yang dianggap berbau kerakyatan atau bahkan pernah terlibat dengan PKI di larang muncul.

B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian diatas maka banyak muncul berbagai masalah. Walaupun sering kali seni tari tayub lebih tampak menonjol sebagai hiburan, namun kalau diteliti lebih mendalam sebenarnya seni tari tayub mempunyai banyak fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Selain itu bagaimana sebenarnya perkembangan tayub itu terjadi. Masih apa yang terdapat di dalam tayub sehingga PKI menggunakaan sebagai alat untuk propaganda. Ketika orde baru berkuasa tayub mengalami kemunduran yang cukup drastis hal ini kenapa bisa terjadi. Sebenarnya nilai-nilai apa yang terdapat di dalam tayub sampai-sampai masyarakat masih tetap mempertahankan. Bagaimana tayub masih dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama, walaupun berbagai tantangan muncul.

  C. Rumusan Masalah

  Agar dalam penulisan ini lebih fokus, maka dalam penulisan ini hanya akan melihat beberapa masalah saja. Masalah yang di angkat dalam penulisan ini antara lain:

  1. Bagaimana sejarah perkembangan tayub?

  2. Bagaimana perkembangan tayub pada tahun 1960-1966?

  3. Apa saja fungsi tayub?

  4. Bagaimana tayub di mata masyarakat: agama, pendidikan, pemerintah dan masyarakat Desa Tlogoguwo.

  D. Tujuan Penelitian Seperti telah disinggung di atas, bahwa seni tayub merupakan seni tradisional.

  Sampai saat ini memang masih sangat eksis di kalangan masyarakat pendukungnya, namun, seiring dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih nampaknya mau tak mau mempengaruhi keberadaan seni tayub. Tujuan diadakan penelitian ini adalah merekustruksi sejarah dan mendokumentasikan keberadaan tayub.

  Merekunstruksi bertujuan dapat memberikan bukti bahwa tayub yang dianggap sebagai seni pertunjukan yang negatif tetapi memiliki fungsi yang tidak dapat lepas dari

  E. Manfaat Penelitian

  Dari penulisan ini diharapakan dapat bermafaat bagi masyarakat yang kurang memahami keberadaan seni tayub, tulisan ini diharapkan menjadi pandangan bagi masyarakat yang kurang memahami tentang keberadaan seni tayub bahwa sebenarnya seni tayub memiliki suatu fungsi yang cukup berguna bagi masyarakat pendukungnya.

  Selain itu seni tayub juga merupakan salah satu seni ciptaan masyarakat Indonesia sehingga harus tetap dilestarikan. Memberikan sumbangan data bagi penelitian sejenis dimasa yang akan medatang.

  F. Kajian Pustaka

  Penelitian tentang seni tayub sudah banyak dilakukan para ahli, meskipun demikian belum ada yang meneliti tentang tantangan seni pertunjukan tayub. Beberapa tulisan tulisan para sejarawan tersebut adalah.

  Artikel lepas yang berjudul Mengenal Kesenian Tradisional Tayub yang ditulis oleh Widji Soenoko. Dalam artikel tersebut diceritakan tentang latar belakang munculnya seni tayub di kabupaten Bojonegoro. Selain itu, juga membahas latar belakang munculnya ciri-ciri dan unsur-unsur seni tayub. Untuk memperjelas tulisannya,juga dilengkapi dengan penjelasan populasi kesenian tayub dan prospek kedepannya dari seni tayub. Tetapi didalam artikel ini adalah tidak menyebutkannya hambatan-hambatan yang terjadi didalam seni tayub. Dalam penulisan hanya melihat perkembangan seni tayub disatu wilayah.

  Buku yang berjudul, Tayub:pertunjukan dan Ritus Kesuburan,karya Benediktus Suharto. Dalam buku ini dituliskan asal-usul munculnya kesenian tayub yang berasal dari kata ditata supaya guyub. Tayub sendiri sangat erat dengan ritus kesuburan. Sangat disayangkan buku ini tidak melihat hambatan yang muncul pada zaman orde baru.

  Buku yang ketiga berjudul:Sejarah Tari Gambyong “Seni Rakyat Menuju Istana”. Buku ini menuliskan bahwa seni tayub merupakan awal dari adanya tari gambyong. Tayub sendiri berasal dari kesenian yang muncul dari kalangan masyarakat bawah. Tayub oleh masyarakat zaman dahulu dibedakan menjadi dua yaitu tayub barangan atau tayub yang sering ngamen di jalanan dan tayub yang tinggal di suatu daerah saja. Kekurangan dalam buku ini adalah tidak melihat perkembangan tayub pada zaman sekarang. Selain itu juga tidak menyebutkan tantangan tayub pada zaman Paku Buwono X (1893-1939).

  Dr Endangan Caturwati, MS. Dalam karya bukunya yang berjudul Perempuan dan Ronggeng “Di Tatar Sunda Telahan Sejarah Budaya”. Menyebutkan fungsi ronggeng adalah sebagai sarana dalam upacara wiwitan dalam panen raya. Ronggeng sendiri dilambangkan sebagai Dewi Sri yang dapat membawa kesuburan. Ronggeng selain digunakan di dalam acara upacara wiwitan panen juga digunakan dalam acara pernikahan. Buku ini juga mengalami kelemahan yaitu tidak melihat tantangan ronggeng yang terjadi di dalam masyarakat.

G. Landasan Teori Banyak aspek yang menentukan kehidupan seni tari di dalam masyarakat.

  Kegiatan-kegiatan seni yang bersifat ritual dalam kehidupan masyarakat merupakan aspek penting dalam kehidupan tari, teteapi ada juga kegiatan-kegiatan masyarakat yang lain dan juga mempangaruhi seni. Kegiatan politik yang dilakukan masyasrakat adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan seni.

  Kroeber, mengatakan bahwa unsur-unsur kebudayaaan tidak akan pernah hilang

  Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan salah satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian lain yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sistem sosial secara keseluruhan. Pada umumnya institusi atau lembaga sosial itu mempolakan kegiatan manusia berdasarkan norma, nilai yang dianut secara bersama, dan di anggap sah serta mengikat peran serta anggotnya.

  Masalah-masalah ini, meskipun hanya memperhatikan beberapa unsur kebudayaan, menurut pandangan antropologi membutuhkan suatu pengertian yang luas mengenai sistem-sistem kemasyarakatan di mana unsur-unsur tersebut diintegrasikan. Hal ini di sebabkan oleh pengertian yang menyatakan bahwa pertemuan antara dua kelompok sosial dan individu-individu yang ada dalam kelompok-kelompok tersebut.

  Hal ini penting, karena di dalam menganalisa masalah-masalah seperti ini tidak dilepaskan dari bentuk-bentuk dan susunan kelompok sosial.

  Teori fungsional ini mengandung pengertian, bahwa ketika peneliti menggambarkan suatu kebudayaan, lebih condong untuk memfokuskan perhatiannya pada sekelompok manusia di suatu tempat tertentu, yang dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat.

  Begitu pula yang terjadi di dalam seni tari tayub. Seni tari tayub yang semula oleh masyarakat digunakan di dalam acara ritual, seiring dengan perkembangan wilayah atau daerah dimana seni tayub itu berada, maka keberadaan seni tayub juga mengalami berbagai perubahan fungsi. Perubahan fungsi yang terjadi di dalam tayub itu bisa terjadi secara sistem kultural dan sistem kepribadian yang saling terorganisir, merupakan suatu komplek fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat di amati antaranya berupa realitas sebagaimana yang diyakini, seperti agama atau praktik- praktik kepercayaan lainnya. Beberapa unsur yang membentuk sistem nilai maupun makna simbulis itu dapat secara implisit maupun ekspilisit. Pengertian ini, makna tayub sebagai ” tari ritual” dapat di tempatkan sebagai salah satu realitas.

  Sistem kepribadian (personal sytem) menyangkut kepribadian para pelaku individu melalui proses belajar dan kebebasannya. Sistem ini semata-mata bukan ego bahkan super-ego yang berada di luar sistem dan budaya, tetapi ada di dalam situasi yang tersetruktur secara sosial menyatu dengan sistem yang lain.

  Tayub sebagai tari ritual yang merupakan salah satu bentuk perilaku atau aktivitas manusia yang telah terlembaga, dan sebagai bagian dari keseluruhan sistem tindakan manusia (sistem sosial, sistem kultural, dan sistem kepribadian). Berdasarkan pandangan fungsi ini maka muncul beberapa pertanyaan yang saling terkait, antara lain sejauh mana fungsi yang dari kelembagaan tari tayub sebagai tari ritual dalam memelihara keseimbangan seluruh sistem yang ada di suatu wilayah.

  Berdasarkan pertanyaan fungsi itu, tentu beberapa pertanyaan membutuhkan analisa empirik sesuai kenyataan di lapangan. Klarifikasi fungsi akan berkaitan dengan aspek-aspek lain, terutama pelembagaan praktik politik, agama, sosial masyarakat, karena tayub sebagai tari ritual keberadaannya tidak dapat lepas dari kelembagaan tersebut untuk memahami masalah ini.

H. Metode Penelitian.

  Agar mudah untuk melakukan penelitian dan penulisan sejarah, maka dilakukan beberapa langkah penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah. Pengumpulan Sumber: Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini dalam pengumpulan data ditekankan dari wawancara dengan para informan, bukan responden. Ini dimaksudkan supaya dalam pengumpulan data dan penulisan laporan penelitian bisa lebih mendalam. Agar dalam pengumpulan data tersebut lebih bisa terarah, maka menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu.

  Informan dipilih sesuai dengan bidang seni tayub, dengan harapan dapat menjelaskan secara mendalam tentang seni tayub.Selain dengan wawancara, sumber yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah sumber tertulis yang berupa buku, website dan koran. Sumber tertulis diperoleh melalui perpustakaan. Setelah pengumpulan data, kemudian dilakukan kritik sumber. Kritik sumber bertujuan umtuk mengetahui kredibilitas sumber. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik sumber adalah uji terhadap data penelitian. Kritik sumber dalam penelitian sejarah merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan suatu sumber. Salah satu cara untuk mendapatkan sumber adalah kritik interen dengan memperbandingkan sumber.

  Analisis Sumber: Analisis merupakan tahap yang penting dan menentukan dalam suatu penelitian. Hasil analisis akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penelitian. Analisis sumber dalam penulisan ini, lebih menekankan pada Tayub: Fungsi dan Tantangannya Pada masa Orde Baru Studi Kasus: Masyarakat Tlogoguwo Tahun 1960-1998.

  Penulisan Sejarah merupakan tahap akhir dari suatu penelitian. Penulisan sejarah dilakukan secara kronologis dari peristiwa yang terjadi. Kerangka sejarah tersebut dijabarkan dalam sistematika penulisan.

I.Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam lima bab.

  rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan.

  Bab II, dalam bab ini berisi tentang Tayub dan Masyarakat Pendukungnya, yang di jelaskan Sejarah Perkembangan Tayub pada zaman hindu budha sampai dengan tahun 1960. Karateristik pentas tayub di Desa Tlogoguwo. Fungsi Tayub: tayub sebagai ritual dan hiburan, tayub sebagai profesi, tayub sebagai pendidikan.

  Bab III, dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Keadaan Tayub pada tahun 1960-1965. Tayub pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965, Tayub pada tahun1966 sampai dengan tahun 1998,

  Bab IV, dalam bab ini akan di jelaskan mengenai Tayub dimata Masyarakat: Pandangan masyarakat agama, Pandangan masyarakat pendidikan, Pandangan pemerintah terhadap tayub, Pandangan tayub dari masyarakat desa dan masyarakat kota.

  Bab V, dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam bab pendahuluan.

BAB II TAYUB DAN MASYARAKAT PENDUKUNGNYA A. Sejarah Perkembangan Tayub dari Zaman Hindu Budha, Sampai Dengan Tahun 1960. Seni tari merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung menggunakan

  tubuh manusia sebagai media ekspresi, yang merupakan ungkapan nilai keindahan dan nilai keluhuran, lewat gerakan dan sikap tubuh, dengan penghayatan nilai-nilai seni.

  Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki hubungan timbal balik antara jasmani dan rohani, sehingga untuk memahami hakikat seni tari, perlu mempelajari bidang-bidang lainya, yang ada kaitannya dengan seni tari.

  Kesenian, menurut salah satu seorang informan, seni pertunjukan meupakan

  ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjuksn dirinya secara visual dalam berbagai ruang, baik ruang ekonomi sosial, maupun politik, yang kemudian dikemas dalam suatu bingkai yang digabungkan dalam

   Begitu pula yang terjadi didalam seni tayub dari sejak semula muncul sampai

  dengan sekarang. Keberadaan tari tayub sendiri mengalami pasang surut, hal ini terjadi berdasarkan pada masyarakat pendukungnya. Perkembangan tayub sendiri sudah ada sejak zaman Hindu dan Budha, ini tampak dari relief-relief yang terdapat dalam candi- candi yang berada di Jawa Tengah. Keberadaan seni tayub juga tampak pada abad ke 19 yang di ceritakan dalam surat Centhini. Surat centhini adalah sebuah karya sastra baru yang diubah pada abad ke 19 dengan sangat jelas menggambarkan bagaimana tayub sebagai hiburan, ini benar-benar merupakan hiburan kaum pria. Kutipan di bawah ini menjadi bukti yang dapat menunjukkan bahwa betapa merangsangnya tari tayub ini :

  ( …pinondhong taledhek iro, sinurak wong kasenjatanan, keploke abenbendronga, taledhek aneng pondhongan … cethik lambung cinakepan, tan kendhat pangibingiro, anutuk deniro suka, mudun ngepat kleteran, … kipetinggi tombakiro, patang wang ginegem tangan sinuwel jeron kembennya…)

  Artinya ( … Dibopong taledheknya, disorak oleh para kerabat, tepuk tangan mereka berderai, taledhek berada di gendongan , … pinggul dan lambung disekap erat, tak henti-hentinya ia menari, dengan puasnya ia bersulam ria, ledhek turun cepat menyusup ruang… ki petinggi membayarnya, empat uang digenggam tangan, dimasukkan ke dalam kain pembungkus dadanya.. Perkembangan tayub juga disampaikan oleh Raffles, bahwa keadaan tayub yang menari dengan sehelai selendang yang tersampir pada salah satu bahu dan salah satu tangan memegang kipas. Mereka mengiringi tarian dengan la Setiap mengadakan pementasan tayub, suatu kelompok tayub mencari tempat-tempat umum. Tetapi ada juga tayub yang hanya pentas di suatu acara-acara ritual seperti pada acara wiwitan panen dan pernikahan.

  Pandangan masyarakat terhadap seni tayub masih mengarah pada suatu tarian yang memiliki konsep untuk mengekspresikan unsur kesuburan. Selain itu, dalam perkembangannya, masyarakat memandang seni tayub juga tidak dapat dilepaskan dari pandangan sebagai tari pergaula Namun tidaklah berarti bahwa kedua pandangan tersebut akan dipisah sebagai unsur yang berdiri sendiri. Sebab di dalam kenyataannya kedua pandangan tersebut berbaur menjadi satu. Memang tidak mustahil, bahwa salah 9 Serat Centhini seperti yang dikutip oleh Edi Sedyawati. 1984. “Gambyong Menuru

  

Serat Calang dan Serat centhini”. Dalam bukunya tari, tinjauan dari berbagai segi. Jakarta: Pustaka

Jaya. hal. 146. 10 Thomas Stamford Raffles. 1978. Histrory of Java. Kualalumpur. Oxford Unifersity Prees. hal. 342.

  satu fungsi itu lebih menonjol dari fungsi yang lainnya, akan tetapi kesemuanya itu sangat tergantung pada keadaan daerah, kurun waktu dan pandangan masyarakat dari zaman ke zaman.

  Adanya perubahan bentuk dan pola tayub di atas, akan lebih memperlihatkan suatu upaya yang nyata dari para seniman dalam mengembangkan seni tayub, dari yang bersifat sederhana sampai pembaharuan-pembaharuan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zamannya. Pembaharuan dari zaman ke zaman ini menandakan, bahwa masyarakat selalu menginginkan adanya suatu perubahan dan perkembangan, sehingga seni tayub akan dapat hidup terus dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada seni tayub tentu saja berasal dari adanya suatu pemikiran dari para seniman dan masyarakat pendukungnya dengan mengikuti perkembangan zaman. Selain dari seniman dan masyarakat keadaan suatu wilayah juga mempengaruhi perubahan yang terjadi pada suatu seni, khususnya tayub.

  Di daerah-daerah kerajaan seperti Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono Ke VIII Taledhek ditempatkan di sebuah kampung khusus dan diketahui oleh seoarang lurah, serta mendapatkan upah. Disini para taledhek memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan tayub barangan, sebab mereka memiliki pergaulan dengan lingkungan keraton dan memiliki pendidikan yang cukup tinggi.

  Kelompok tayub yang memiliki hubungan dengan keraton ini hanya pentas di waktu- waktu tertentu misalnya untuk menyambut kedatangan tamu kraton dan pentas pada waktu grebeg.

  Selain di kraton Yogyakarta seni tayub juga berkembang di kraton Surakata. Perkembangan tayub justru lebih pesat di Surakarta, karena raja-raja di Surakarta benar-benar memperhatikan kehidupan para taledhek. Pada masa Susuhunan Paku

  Pada zaman Pakubuwono X

  (1893-1939) tayub juga sering di tampilkan di pasanggrahan-pasanggrahan, misalnya di

  Tayub pada zaman Mataram (abad XVI) digunakan oleh Sekar Pembayun putri raja Mataram pertama, Panembahan Senopati. Sekar Pembayun menyamar sebagai penari tayub mengamen berkeliling dalam rangka menaklukkan Ki Ageng Mangir. Sekar Pembanyun dengan daya pikat kewanitaannya menggoda dan menarik Ki Ageng Mangir melalui tarian tayub. Akhirnya Ki Ageng Mangir terpikat oleh Sekar Pembayun dan mempersuntingnya sebagai istri. Setelah menjadi istri Ki Ageng Mangir, Sekar Pembayun mengakui jati dirinya sebagai putri Panembahan Senopati, karena itu ia mengajak untuk bersujud di hadapan Panembahan Senopati. Saat Ki Ageng Mangir bersujud di hadapan Panembahan Senopati, Ki Ageng Mangir dibunuh oleh Panembahan Senopati.

  Cerita penaklukan Panembahan Senopati terhadap Ki Ageng Mangir melalui tari tayub oleh Sekar Pembayun tersebar secara lisan di masyarakat. Bahkan oleh para taledhek Sekar Pembayun dianggap sebagai leluhur para taledhek. Oleh karena itu, jika mereka ingin jadi penari tayub yang bagus biasanya mereka berziarah ke makam Sekar

  Perkembangan tayub tidak hanya berkembang di Jawa Tengah saja, tetapi juga di daerah Jawa Barat tayub. Istilah yang digunakan untuk menyebut tari tayub di Jawa Barat adalah Ronggeng, Perkembangan tayub atau ronggeng di daerah Jawa Barat Pada masa ini 12 Sri Rochana Widyatutieningrum. 2004. Sejarah Tari Gambyong: SEni Rakyat Menuju Istana. Surakarta. Citera Etnika Surakarta. hal. 29. 13 14 Ibid. hal. 31.

  

Wawancara dengan Sri Khosmini penari tayub asal Gunung Kidul. agama Islam tidak mengakui peran perempuan sebagai pemimpin, sehingga nasib perempuan tertindas. Agama Islam beranggapan bahwa kodrat seorang perempuan itu lebih rendah derajatnya dari pada laki-laki. Walaupun tayub di Sunda mengalami tantangan, namun masih ada kelompok-kelompok yang mempertahankan keberadaannya. Kelompok-kelompok itu adalah masyarakat yang masih menganut agama Hindu-Budha, mereka masih menggunakan tayub atau ronggeng dalam acara-

  Tayub mulai mengalami perkembangan ketika bangsa Barat datang ke Indonesia dan mengembangkan perkebunan-perkebunan dan merekrut tenaga kuli-kuli kontrak serta perempuan buruh pribumi. Khususnya ketika perkebunan kopi diterapkan Adanya perkebunan mendorong terjadinya perekrutan tenaga ahli dari Eropa, kedatangan mereka yang pada umumnya masih perjaka, mengakibatkan berkembang adanya pergundikan, pelacuran serta pertunjukan hiburan yang menyajikan penari tayub. Perkembangan tayub pada masa tanam paksa sangat pesat, di setiap ada pembukaan lahan perkebunan baru yang melibatkan tenaga kuli lokal dan perempuan pribumi pasti disitu tayub berkembang. Perkembangan tayub disetiap perkebunan memiliki alasan yang cukup kuat karena tayub pada saat itu merupakan salah satu seni hiburan yang sangat murah.

  Tayub juga mengalami tantangan pada masa tanam paksa, ketika tayub berkembang sampai ke pelosok-pelosok daerah perkebunan. Setiap ada pementasan seni tayub sering muncul keributan hanya untuk memperebutkan taledhek. Hal ini membuat para penguasa Jawa maupun VOC mengeluarkan peraturan untuk mencegah 16 17 Ibid. Perempuan dan Ronggeng: Di Tatar Sunda Telahan Sejarah. hal. 27.

  Sartono Kartodirjo dan Djiko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan Di Indonesia: keonaran. Mereka yang membuat keonaran dikenakan denda yang disebut Nawala Walaupun larangan sudah diterapkan tetapi keonaran masih sering muncul setiap diadakan pementasan tayub, sehingga membuat keresahan masyarakat. Akibat dari itu muncul larangan di adakan pementasan tayub di daerah perkebunan- perkebunan. Larangan akan pementasan tayub membuat ketakutan para pemilik perkebunan. Apabila para pekerja tidak mendapat hiburan secara periodik akan meninggalkan pekerjaan.

  Keuntungan para taledhek sering didapat apabila mereka dapat menari dengan baik, keuntungan yang didapat adalah taledhek dapat di persunting oleh kepala rendah perkebunan. Keberuntungan para taledhek terjadi pada tanggal 30 April 1890. Para taledhek atau ronggeng di wilayah Cirebon mereka dibuatkan suatu sekolah yang di khususkan hanya untuk para penari ronggeng atau penari tayub.

  Selain di Jawa Barat di kawasan Jawa Timur. Daerah-daerah seperti Bojonegoro, Ponorogo, Pacitan menjadi pusat pertumbuhan tayub. Munculnya tayub di masyarakat memang tidak dapat diketahui secara jelas. Setiap orang yang mempunyai perhatian terhadap tayub mempunyai pandangan yang berbeda-beda, biasanya di dasarkan pada masa orang tersebut memulai melihat seni tayub secara langsung.Menurut Soedarsono perkembangan tayub mengalami kemajuan sejak tahuan 1960. Hal itu didasarkan pada perhatian masyarakat yang semula tertuju pada kesenian kraton mulai bergeser ke seni pertunjukan pinggiran atau pedesaan, yang salah satu

  Tarian ini mengambil nuansa warna dan gerak yang sangat khas bagi masyarakat jawa. Tarian ini mulai di kembangkan oleh masyarakat pendukungnya. 18 19 Ibid. Sejarah Perkebunan Di Indonesia. hal. 28.

  Soedarsono, R. M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Jakarta Buah pikirannya ini, kemudian marak diperbincangkan oleh masyarakat umum, karena berhasil merekonstruksi ulang seni pertunjukan yang sudah lama punah, akibat perubahan masa yang cenderung melupakan seni tradisi akibat dari globalisasi yang semakin berkembang hingga saat ini.

  Saat-saat tayub mengalami perkembangan di masyarakat, tantangan mulai muncul. Tantangan yang ada pada tahun 1960 muncul saat keadaan politik di Indonesia sangat kacau. Seni yang berbau kerakyatan pada tahun 1950 menjadi rebutan partai- partai yang ada pada saat itu misalnya PNI dan PKI. Kedua partai tersebut memperebutkan seni yang mampu meraih masa terbanyak. Tayub adalah salah satu seni yang digunakan oleh PKI (Partai Komunis Indonesi) sebagai alat propaganda untuk mencari massa. Tayub yang dapat meraih massa terbanyak selalu diarahkan untuk menampilkan kedekatan kepada rakyat dan menentang feodalisme.

  Saat PKI mengalami kehancuran seni yang dibawahi oleh PKI juga mengalami kehancuran. Pada tahun 1966 keadaan seni tayub benar-benar mengalami kehancuran, karena dengan kemunculan orde baru semua seni yang berbau kerakyatan apalagi seni yang dahulunya digunakan oleh PKI tidak boleh dipentaskan lagi. Alasan yang digunakan oleh orde baru untuk melarang tayub pentas adalah dapat menumbuhkan semangat komunis yang dapat menghancurkan Negara Indonesia.

  Terlepas dari pandangan positif dan negatif yang dibuat oleh masyarakat dalam menilai kesenian tayub tetapi seni tayubt tidak akan tergoyahkan. Bahkan ada peningkatan terhadap minat seni tradisional ini. Kemajuan seni tayub terjadi pada tahun 1980 sampai dengan sekarang, karena semenjak tahun 1980 tayub boleh lagi pentas.

  Bahkan tayub dijadikan aset pariwisata daerah-daerah yang memiliki kesenian tayub.

B. Seni Tayub di Desa Tlogoguwo

  Munculnya seni tayub didesa Tlogoguwo apabila diteliti berdasarkan kapan tayub muncul tidak dapat diketahui. Seni tayub yang ada didesa Tlogoguwo sudah mendarah daging di kalangan masyarakat dan hanya dipentaskan dalam acara-acara yang oleh masyarakt diangap sakral. Pelaksanaan pentas tayub hanya diselenggarakan dalam acara bersih desa, pernikahan, upacara wiwitan. Upacara-uapacara tersebut biasanya dilaksanakan mengunakan penanggalan jawa, misalnya bulan sapar, mulud, suro.

  Apa bila ditelusur menurut asalnya seni tayub berasal dari India atau merupakan pengaruh agama Hindu yang masih tersisa sampai sekarang ini. Biasanya pementasan tayub yang dilakukan oleh masyarakat desa Tlogoguwo dilaksanakan pada masa sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para Dewa yang telah memberikan rejeki.

  Untuk menjadi penari tayub seorang calon taledhek harus melalui beberapa persyaratan. Ritus yang harus dijalani seorang calon tayub adalah melaksanakan laku

  

miMidang yang harus dilakukan seorang calon penari tayub adalah dengan cara

  mendatangi rumah-rumah penduduk, beserta rombongan untuk mendapatkan tanggapan dengan imbalan suka rela atau bahkan tidak mendapat imbalan sama sekali. Midang sebenarnya memiliki tujuan sebagai ujian mental bagi calon penari tayub. Setelah seorang calon penari tayub melaksanakan midang tujuh kali, maka dia akan disahkan sebagai penari tayub. Pengesahan menjadi penari tayub biasanya dilakukan dengan wisuda dan dilakukan dengan mengadakan selamatan dan pementasan pertunjukan tayub. Maka sebutan para panari tayub berubah menjadi Taledhek. Pada zaman dahulu upacara yang paling dianggap sakral adalah buka klambu. Mereka yang berhak melakukan buka klambu adalah pemenang sayembara, tetapi upaca buka kelambu pada zaman sekarang sudah tidak dilakukan.