PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI POLA IRIS MATA
MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION
Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Ilmu Komputer

Dewi Wening Dwiandari
043124029

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008

OSTEOPOROSIS PREDICTION THROUGH IRIS PATTERN
USING BACKPROPAGATION ALGORITHM
A THESIS


Presented as Partial Fulfillment of The Requirements
To Obtain The Sarjana Sains Degree
In Computer Science Study Program

Dewi Wening Dwiandari
Student ID : 043124029

COMPUTER SCIENCE STUDY PROGRAM
MATHEMATICS DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008

HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulisan Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
A. Ibunda tersayang
Terima kasih telah melahirkan, merawat, menjaga dan senantiasa
mendoakan ku.

B. Ayahanda terasayang
Terimakasih telah merawat, mejagaku, memberi inpirasi dan
senantiasa berdoa untuk ku.
C. Kakak dan adik - adik tersayang
Terimakasih telah memberikan dukungan baik secara materiil
maupun formil.
D. Nenek dan Kakek tersayang
Terimakasih telah membesarkan dan mengajariku banyak hal.
E. Zahrul Hadi
Terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi, inspirasi dan
selalu memberikan semangat.
F. Mia Yunita M, Trivonia C, Marta Gita S.P
Terimakasih telah memberikan dukungan, semangat, dan berjuang
bersama-sama sampai finish.
G. Teman – teman Ilmu Komputer angkatan 2004 yang selama ini
selalu berjuang bersama – sama dengan ku.

v

ABSTRAK

PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI POLA IRIS MATA
MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

Salah satu cara untuk mengetahui gangguan gejala osteoporosis dalam
tubuh manusia adalah dengan menggunakan iridiologi, yaitu suatu ilmu yang
menggunakan pola iris mata untuk mengetahui gangguan yang terjadi dalam
tubuh manusia. Biasanya analisa iridiologi dilakukan secara manual oleh pakar
iridiologi.
Tugas akhir ini bertujuan untuk membuat sebuah perangkat lunak yang
digunakan untuk memprediksi gangguan osteoporosis pada tubuh manusia,
dengan menggunakan prinsip dalam iridiologi. Dalam usaha untuk mengenali dan
meprediksi ada atau tidaknya gangguan osteoporosis dalam tubuh seseorang
dibutuhkan sebuah proses pengenalan pola
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses pengenalan pola yaitu,
citra input, preprocessing, ekstraksi ciri, dan kesimpulan. Untuk dapat melihat
ciri-ciri (feature) dari inputan pola iris mata, maka diperlukan sebuah proses
analisis tekstur. Dengan proses analisis tekstur maka akan didapatkan nilai-nilai
entropi, energi, kontras dan homogenitas. Setiap citra iris mata akan mempunyai 4
ciri yang akan digunakan dalam proses pengklasifikasian. Untuk
mengklasifikasikan suatu pola, diperlukan suatu proses jaringan saraf tiruan

backpropagation. Dengan proses backpropagation setiap ciri akan dicari nilai
bobot dan biasnya. Nilai-nilai tersebut yang nantinya akan digunakan untuk
mengenali dan memprediksi suatu citra input masuk kedalam kelompok tertentu
(normal, gejala osteoporosis, osteoporosis subakut, dan osteoporosis akut).

Kata kunci: jaringan saraf tiruan, pengenalan pola

vi

ABSTRACT
OSTEOPOROSIS PREDICTION THROUGH IRIS PATTERN
USING BACKPROPAGATION ALGORITM
One of ways to know indication of osteoporosis in human body is using
iridology that is one of knowledge using iris pattern to know the indication of
osteoporosis. Iridology analysis is done manually by iridologist.
This paper is aimed to make software which can be used to predict indication
of osteoporosis in human body by using iridology principal. It needs a pattern
recognition process to know the indication.
Some steps that is used in pattern recognition process is image input,
preprocessing, feature extraction, and conclusion. In order to know the feature of iris

pattern input, it needs a texture analysis process. By using this process, we can get
values that are entropy, energy, contrast and homogeneity. Each image iris will have
four feature that will be used in classification process. To classify the pattern, it
needs a backpropagation neural network imitation. Through this backpropagation
process, each feature will be seek the value and bias. Those values will be involved in
a certain classification (normal, osteoporosis indication, acute sub osteoporosis, and
acute osteoporosis).

Keyword: neural network, pattern recognition

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama

: Dewi Wening Dwiandari


Nomor Mahasiswa

: 043124029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya Ilmiah saya yang berjudul :
Prediksi Osteoporosis melalui Pola Iris Mata menggunakan Algoritma
Bacpropagation beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian
saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk
manyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
Internat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 10 Oktober 2008

Yang menyatakan


Dewi Wening Dwiandari

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI
POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION
kiranya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai sarana
penelitian bagi siapa saja.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada
Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Matematika , Fakultas MIPA Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi, penulis menyadari banyak pihak yang telah
memberikan sumbangan baik pikiran, waktu, tenaga, bimbingan dan dorongan pada
penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :

1. Bapak Y. Joko Nugroho, S.Si. selaku dosen pembimbing, terima kasih atas
segala bimbingan, kritik, saran, dan kesabarannya dalam mengarahkan dan
membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak St. Eko Hari Parmadi, S.Si, M dan Ibu Sri Hartati Wijono, S.Si,
M.Kom selaku dosen penguji.

x

3. Ibu P. H. Prima Rosa, S.Si, M.Sc. terima kasih telah memberiku nasihat dan
semangat baru setiap hari.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas MIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Mbak Linda, Mas Tukijo, & Mas Susilo selaku staf sekretariat &
Laboratorium FST, terima kasih atas perhatian, bantuan dan kerjasamanya.
6. Ibu Kristin, dkk selaku staf UPT Perpustakaan Kampus III Paingan, yang
telah membantu menyediakan materi yang dibutuhkan penulis.
7. Ayah dan Bunda yang tidak lelah selalu memberi semangat dan menemani,
serta doa yang tulus. Kalian adalah spirit utama dalam suka dan duka.
8. Kakek & Neneku tercinta yang telah memberikan doa dan restu selama
menjalani studi.

9. Kakak & Kedua adikku tercinta, saudaraku dan sepupuku yang telah
memberikan dukungan moril dan materiil selama penulis menjalani studi di
bangku kuliah.
10. Gita, Trivo, Mia, Wenggo, Tommy, Yanto terima kasih buat dukungan,
bantuan, dan semangat yang diberikan untukku.
11. Zahrul Hadi terima kasih atas motivasi, inspirasi, perhatian dan selalu setia
menemaniku selama mengerjakan tugas akhir.
12. Mbak Niken, Mas Gurit, Kornel, Damianus Beni, Leonardus Beni terima
kasih telah mengajariku pemrograman dengan sabar.
13. Rani, Jati, Ino terima kasih buat dukungannya selama mengerjakan skripsi.

xi

14. Anak-anak Ilmu Komputer angkatan 2004 terima kasih telah berjuang
bersama aku selama 4 tahun.
15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga terselesaikannya
penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan

penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan kita semua.

Yogyakarta, 10 Oktober 2008
Penulis

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL (bahasa Inggris)............................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii
HALAMAN KEASLIAN KARYA ................................................................. viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah.................................................................................. 3
1.4. Tujuan. ................................................................................................ 3
1.5.Mafaat .................................................................................................. 3
1.6. Metodologi ......................................................................................... 3
1.7. Sistematika Penulisan ......................................................................... 4
BAB II DASAR TEORI
2.1. Jaringan Saraf Biologi......................................................................... 6
2.2. Jaringan Saraf Tiruan .......................................................................... 6
2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan................................................ 8
2.2.1.1. Jaringan Lapis Tunggal (Single-Layer Net) ................... 9
2.2.1.2. Jaringan Lapis Banyak (Multi-Layer Net) ..................... 9

xiii

2.2.1.3. Jaringan Berulang (Recurrent Network) ........................ 11
2.2.2. Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan .............................................. 12
2.2.3. Fungsi Aktivasi .......................................................................... 12
2.2.3.1. Fungsi Aktivasi Undak Biner (Hard Limit) ................... 12
2.2.3.2. Fungsi Aktivasi Bipolar (Symetric Hard Limit) ............ 13
2.2.3.3. Fungsi Aktivasi Linear (Identitas) ................................. 14
2.2.3.4. Fungsi Aktivasi Saturating Linear ................................. 14
2.2.3.5. Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear .................. 15
2.2.3.6. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner...................................... 16
2.2.3.7. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar................................... 17
2.3. Backpropagation ................................................................................. 17
2.3.1. Arsitektur Backpropagation....................................................... 18
2.3.2. Fungsi Aktivasi Backpropagation.............................................. 19
2.3.3. Pelatihan Standar Backpropagation........................................... 19
2.3.4. Algoritma Pelatihan Backpropagation....................................... 20
2.3.5. Pelatihan Bobot dan Bias ........................................................... 22
2.3.6. Jumlah Unit Tersembunyi .......................................................... 23
2.3.7. Jumlah Pola Pelatihan ................................................................ 23
2.3.8. Jumlah Iterasi ............................................................................. 24
2.4. Pengenalan Pola .................................................................................. 24
2.4.1. Elemen Kerja Pengembangan dan Operasi Sistem
Pengenalan Pola .......................................................................... 26
2.4.2 .Model Sistem Pengenalan Pola.................................................. 28
2.5. Preprocessing (Pengolahan Awal)...................................................... 31
2.6. Analisis Tekstur .................................................................................. 32
2.6.1. Metoda Statistik dalam Analisis Tekstur ................................... 33
2.7. Iridiologi.............................................................................................. 35
2.8. Karateristik Mata................................................................................. 37
BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN
3.1. Perancangan Model Jaringan Saraf Tiruan ......................................... 39

xiv

3.2. Perancangan Proses Pengenalan Pola ................................................. 41
3.2.1. Algoritma Perangkat Lunak ....................................................... 42
3.2.2. Proses Pengolahan Awal (Preproccessing) ............................... 44
3.2.3. Proses Jaringan Saraf Tiruan...................................................... 45
3.2.4. Proses Testing ............................................................................ 47
3.3. Perancangan User Interface ................................................................ 48
3.4. Analisa Kebutuhan Hardware dan Software....................................... 53
BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM
4.1. Alur Kerja Sistem Secara Umum ....................................................... 54
4.2. Implementasi Antar Muka yang digunakan dalam Sistem ................. 55
4.3. Algoritma yang digunakan dalam Sistem ........................................... 60
4.4. Hasil Analisa Program ........................................................................ 64
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 68
5.2. Saran ................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
LAMPIRAN..................................................................................................... 71

xv

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Analogi pendekatan Sintatik dan Statik ............................... 30
Tabel 3.1. Tabel Target .................................................................................... 40
Tabel 4.1. Tabel Data Mata Sebagai Referensi ............................................... 57
Tabel 4.2. Tabel Training dan Nilai Matrix Intensitas Co-Occurence ............ 66
Tabel 4.3. Tabel Hasil Pengujian ..................................................................... 67
Tabel 4.4. Tabel Pengujian Template............................................................... 67
Tabel 4.5. Tabel Hasil Pengujian Data............................................................. 70

xvi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Susunan Saraf Manusia .............................................................. 6
Gambar 2.2. Jaringan Saraf Tiruan Layar Tunggal.......................................... 9
Gambar 2.3. Jaringan Saraf Tiruan Layar Banyak........................................... 10
Gambar 2.4. Jaringan Saraf Tiruan Berulang................................................... 11
Gambar 2.5. Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan ............................................... 12
Gambar 2.6. Fungsi Aktivasi Hard Limit......................................................... 13
Gambar 2.7. Fungsi Aktivasi Bipolar .............................................................. 13
Gambar 2.8. Fungsi Aktivasi LInear................................................................ 14
Gambar 2.9. Fungsi Aktivasi Saturating Linear.............................................. 15
Gambar 2.10. Fungsi Aktivasi Saturating Symetric Linear.............................. 15
Gambar 2.11. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ................................................. 16
Gambar 2.12. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ................................................. 17
Gambar 2.13. Arsitektur Jaringan Backpropagation ...................................... 18
Gambar 2.14.Elemen Kerja Pengembangan Sistem Pengenalan Pola............. 27
Gambar 2.15. Proses Pengenalan Syntactic Approach..................................... 29
Gambar 2.16. Pendekatan Geometri atau Statistik........................................... 30
Gambar 2.17. Ignatz Von Peczely.................................................................... 36
Gambar 2.18. Diagram Iridiologi beserta gambaran Fisiologi ........................ 37
Gambar 2.19. Skema Mata............................................................................... 38
Gambar 2.20. Iridology Chart.......................................................................... 38
Gambar 3.1. Model Jaringan ........................................................................... 40
Gambar 3.2. Proses Pengenalan Pola............................................................... 42
Gambar 3.3. Diagram Alir Perangkat Lunak .................................................. 43
Gambar 3.4. Diagram Alir Proses Pengolahan Citra ....................................... 45
Gambar 3.5. Perancangan Menu untuk Form Testing dan Form Training ..... 48
Gambar 3.6. Perancangan Menu Utama untuk Form Help ............................. 49
Gambar 3.7. Perancangan From Pembuka ...................................................... 49
Gambar 3.8. Perancangan Form Training ....................................................... 50

xvii

Gambar 3.9. Perancangan Form Testing ......................................................... 51
Gambar 3.10. Perancangan Form Help............................................................ 52
Gambar 4.1. Current Directory ....................................................................... 54
Gambar 4.2. Tampilan Form Awal ................................................................. 55
Gambar 4.3. Tampilan Form Training ............................................................ 56
Gambar 4.4. Tampilan Form Testing .............................................................. 58
Gambar 4.5. Tampilan Form Help .................................................................. 59
Gambar 4.6. Tampilan Form Hasil Training .................................................. 68
Gambar 4.7. Tampilan Form Hasil Testing ..................................................... 69
Gambar 4.8. Tampilan untuk Membuka File Citra ......................................... 70
Gambar 4.9. Tampilan Informasi Hasil Pengujian ......................................... 70

xviii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini kesehatan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Banyaknya polusi, pola makan yang buruk dan gaya hidup manusia saat ini,
manyebabkan seseorang mudah terkena gangguan dalam tubuh. Salah satu
penyakit yang banyak diderita adalah osteoporosis.
Osteoporosis secara harafiah dapat diartikan tulang porous (berongga), yaitu
keadaan di mana masa tulang berkurang dan menjadi rapuh. Dalam kondisi
tersebut komposisi tulang tidak berubah, tetapi berat tulang berkurang per unit
volume menjadi berkurang. Pada stadium lanjut penderita osteopoosis akan
mudah mengalami patah tulang jika terbentur atau jatuh, terutama pada bagian
tangan, pinggang, dan tulang belakang.
Berdasarkan hasil analisa data resiko osteoporosis pada tahun 2005 yang
telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan
Makanan Depkes yang bekerja sama dengan salah satu perusahaan nutrisi di 16
wilayah Indonesia, prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) di Indonesia sebesar
41,7 persen. Data ini berarti bahwa dua dari lima penduduk Indonesia memiliki
resiko untuk terkena osteoporosis. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia,
yakni satu dari tiga orang beresiko osteoporosis (Republika Online, 5 Desember
2006)
Dari banyak anatomis tubuh, mata adalah indra yang paling banyak
berhubungan dengan otak manusia. Adanya gangguan organ dalam tubuh akan

1

2

direfleksikan pada iris mata manusia. Ilmu pengetahuan dan praktik yang dapat
mengungkapkan adanya peradangan, penimbunan toksin dalam jaringan,
bendungan kelenjar, di mana lokasinya (pada organ sebelah mana), dan seberapa
tingkat keparahan kondisinya adalah Iridiologi. Dengan mengamati iris mata,
kondisi tubuh seseorang dapat diketahui, misalnya tingkat kesehatan.
Kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran memungkinkan proses
iridiologi dapat dikomputerisasi. Pada tugas akhir ini akan mencoba membuat
sebuah

perangkat

lunak

sesuai

dengan

prinsip

iridiologi

yang

dapat

mengidentifikasi adanya gangguan osteoporosis dan jika program tersebut jadi,
diharapkan bisa membantu check-up iridiologi yang masih dilakukan secara
manual dan membutuhkan biaya mahal karena harus medatangkan seorang pakar
iridiologi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan yang
harus dipecahkan yaitu:
- Bagaimana mengembangkan jaringan saraf tiruan sebagai alat bantu untuk
mengenali pola iris mata.
- Bagaimana mengembangkan sistem pengenalan pola iris mata untuk
mendeteksi penyakit osteoporosis.

3

1.3 Batasan Masalah
Dalam tugas akhir ini batasan masalah yang akan diambil dalam
pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Input sistem berupa file gambar (*.jpg) secara offline.
2. Citra iris mata yang akan diproses dalam hal ini adalah citra diam.
3. Iris mata yang akan diproses dianggap memiliki luas yang sama.
4. Identifikasi perkiraan osteoporosis menggunakan pola iris mata yang
digunakan dalam iridiologi.
5. Gangguan tubuh yang dideteksi hanya osteoporosis saja.

1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan tugas akhir ini adalah:
- Membuat prediksi gangguan osteoporosis menggunakan pola iris mata
secara otomatis atau terkomputerisasi.
- Mengembangkan perangkat lunak sebagai alat bantu untuk mendeteksi ada
dan tidaknya gangguan osteoporosis.

1.5 Manfaat
Hasil tugas akhir ini diharapkan bisa digunakan untuk membantu
memprediksi gangguan osteoporosis dalam dunia kedokteran.

1.6 Metodologi
Dalam pengerjaan tugas akhir ini metodologi yang akan menggunakan
paradigma 4-GT (Pressman) yaitu sebagai berikut:

4

1. Mempelajari karateristik mata yang nantinya akan diproses dalam
perangkat lunak.
2. Mempelajari pengolahan citra (image processing), iridiologi yang
merupakan dasar sistem yang akan digunakan dalam proses pengenalan
pola.
3. Perancanaan perangkat lunak
4. Realisasi dan hasil implementasi dari hasil rancangan.
5. Pengujian perangkat lunak.

1.7 Sistematika Penulisan
Dalam Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bagian diantaranya
sebagai berikut :
BAB I

Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
manfaat, batasan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.

BAB II

Dasar Teori
Bab ini berisi tentang teori – teori yang bersangkutan dengan
pembuatan skripsi ini, dimana teori – teori ini sebagai landasan atau
dasar dalam penulisan.

BAB III

Analisis Dan Perancangan Sistem
Bab ini berisi tentang analisa atas permasalahan yang dihadapi dan
desain yang akan digunakan dalam membangun sistem.

5

BAB IV

Implementasi
Dalam bab ini menuangkan hasil analisa dan perancangan ke dalam
program.

BAB V

Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dan implementasi
yang telah dilakukan serta saran - saran pengembangan sistem.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Jaringan Saraf Biologi
Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki
kemampuan yang luar biasa. Otak manusia berisi sel-sel saraf yang bertugas untuk
memproses informasi. Tiap-tiap sel bekerja seperti sebuah processor sederhana.
Masing-masing sel tersebut saling berinteraksi sehingga mendukung kemampuan
kerja otak manusia. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut
sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls atau sinyal yang diberikan kepada
neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain.

Gambar2.1. Susunan saraf manusia

2.2 Jaringan Saraf Tiruan
Seiring dengan semakin kompleknya masalah yang dihadapi manusia dan
keinginan untuk mempermudah pekerjaan, maka manusia mencoba untuk
membuat suatu system yang menyerupai otak manusia. Walaupun tidak mungkin

6

7

untuk mereplika otak manusia secara persis ke dalam teknologi, namun usaha ini
merupakan pedekatan maksimum yang melalui penelitian selama bertahun-tahun.
Tulisan ilmiah tentang teori Jaringan Saraf Tiruan pertama kali dibuat oleh
Warren S.McCulloh, seorang ahli neurophysiologist, dan Waler Pitts, seorang ahli
matematika (1943), yang membuat suatu model matematika dari Jaringan Saraf
Tiruan. Tulisan ilmiah inilah yang memberi dasar teoritis bagi pengembangan
Jaringan Saraf Tiruan selanjutnya. Hal ini kemudian diusulkan oleh Hebb (1949),
Rosenblat (1957) dan Widrow–Hoff (1960). Pada tahun 1951, Marvin Minsky
membangun sebuah konsep saraf dan membuatnya mampu memecahkan suatu
pembelajaran dengan cara yang rumit. Hal inilah yang menandai bidang Artificial
Intelegence (Kecerdasan Buatan) dan Dr. Minsky dianggap sebagai ‘Bapak
Sistem Pakar’.
Pada perkembangan selanjutnya, di tahun 1986 Rumelhart menciptakan
algoritma

belajar

yang

dikenal

sebagai

BackPropagation,

yang

dapat

memungkinkan penggunaan Jaringan Saraf Tiruan untuk dapat diterapkan dalam
berbagai bidang ilmiah, bisnis maupun bidang industri.
Pada Jaringan Saraf Tiruan, istilah simpul (node) sering digunakan untuk
menggantikan neuron. Setiap simpul pada jaringan menerima/mengirim sinyal
dari/ke simpul-simpul lainnya. Pengiriman sinyal disampaikan melalui sinapsis.
Kekuatan hubungan yang terjadi antara setiap simpul yang saling terhubung
dikenal sebagai bobot. Perubahan bobot koneksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara tergantung pada jenis pelatihan yang digunakan. Dengan mengatur besarnya

8

nilai bobot ini maka dapat meningkatkan kinerja jaringan dalam mempelajari
berbagai macam pola jaringan yang dinyatakan oleh setiap pasangan input-output.
Jaringan Saraf Tiruan ditentukan oleh 3 hal :
Sebuah neuron adalah unit pemrosesan informasi yang merupakan
komponen penting dalam operasi Jaringan Saraf Tiruan. Ada tiga elemen dasar
model neuron, yaitu :
1. Pola penghubung antar neuron (Jaringan)
Suatu himpunan sinapsis atau sambungan, yang masing-masing
menunjukkan kekuatan atau bobot sambungan itu sendiri.
2. Metode

untuk

menjumlahkan

bobot

penghubung

(metode

trining/learning/algoritma ).
Suatu penjumlahan untuk penjumlahan sinyal-sinyal masukan, diberi
bobot oleh sinapsis neuran, operasi yang terjadi digambarkan sebagai
penjumlahan linear.
3. Fungsi aktivasi.

Suatu fungsi aktivasi untuk membatasi simpangan jangkauan keluar
dari neuron dalam suatu jaringan tertentu dengan nilai batas tertentu.

2.2.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan
Pengaturan saraf kedalam lapisan–lapisandan pola hubungan di dalam dan
antar lapisan disebut arsitektur jaringan / net architecture. Pemilihan arsitektur
Jaringan Saraf Tiruan merupakan hal yang penting dalam membangun Jaringan
Saraf Tiruan. Pemilihan arsitektur jaringsn ini dimaksudkan untuk menata neuron

9

dan pola hubungan diantara neuron layer serta hubungan–hubungannyadi dalam
layar. Pada dasarnya arsitektur jaringan dibedakan menjadi beberapa macam
bentuk, yaitu :
2.2.1.1 Jaringan Lapis Tunggal (Single-Layer Net)
Jaringan neuron berlapis (layered neural network) adalah jaringan yang
neuron-neuronnya dibuat dalam bentu lapisan-lapisan. Dalam arsitektur lapisan
tunggal (single-layer) ini, terdapat dua lapis kumpulan neuron, yaitu lapisan
masukan dan lapisan keluaran, sedangkan lapisan masukan hanya berfungsi
sebagi lapisan sumber. Jaringan yang mempunyai arsitektur lapisan tunggal ini
dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Jaringan Saraf Tiruan Layar Tunggal (A Single-Layer neuran net)

2.2.1.2 Jaringan Lapis Banyak (Multilayer net).
Pada arsitektur jaringan lapis banyak ini, lapisan neuron tidak hanya
lapisan masukan dan lapisan keluaran tetapi terdapat lapisan tambahan lainnya
yang terletak di antara lapisan masukan dan lapisan keluaran yang disebut sebagai
lapisan tersembunyi (hidden layer). Lapisan tersembunyi jumlahnya bisa lebih

10

dari satu, disesuaikan dengan permasalahn yang dihadapi dan berbagai
pertimbangan efektifitasnya. Semakin banyak layar tersembunyi yang digunakan,
maka jaringan semakin mampu menangani jangkauan statistik yang lebih luas dan
lebih tinggi. Komputasi, selain dilakukan pada lapisan keluaran, juga dilakukan
pada layar tersembunyi. Namun sama seperti halnya pada arsitektur lapisan
tunggal, pada lapisan masukan tidak terjadi proses komputasi. Lapisan masukan
hanya berfungsi sebagai sumber masukan. Jaringan yang mempunyai arsitektur
lapisan banyak, dapat terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3. Jaringan Saraf Tiruan Layar Banyak (A Multi-layer neuran net)

11

2.2.1.3 Jaringan Berulang (Recurrent Network)
Jaringan berulang berbeda dengan dua jaringan sebelumnya, yang
koputasinya hanya dilakukan secara merambat maju. Pada jaringan ini, selain
melakukan komputasi dengan merambat maju, juga dilakukan proses komputasi
komparasi yang menghasilkan umpan balik ke bagian input jaringan. Jaringan
dengan arsitektur semacam ini dapat terdiri hanya satu lapis neuron, tanpa lapisan
tersembunyi, atau

juga dapat digunakan beberapa lapisan tersembunyi yang

diletakkan setelah lapisan masukan. Komputasi dilakukan pada lapisan-lapisan
sesudah lapisan masukan (jika terdapat lapisan tersembunyi), hasil dari komputasi
akan diumpanbalikkan langsung ke lapisan masukan. Biasanya pada jaringan ini,
digunakan unit tambahan yang berupa suatu fungsi tunda yang berfungsi sebagai
fungsi penunjang proses umpan balik. Jaringan berulang dapat dilihat pada
Gambar 2.4 :

Gambar 2.4. Jaringan Saraf Tiruan Berulang (A Recurrent net)

12

2.2.2 Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan

Gambar 2.5 Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan
Y menerima input dari neuron x 1 , x 2 , dan x 3 dengan bobot hubungan
masing-masing adalah w 1 , w 2 dan w 3 .
net = x 1 w 1 + x 2 w 2 + x 3 w 3

(2.1)

keluaran y = f(net)
Fungsi aktivasi ( f(net) ) nantinya akan digunakan oleh neuron untuk mengambil
suatu keputusan dalam pengklasifikasian dan pengenalan pola.

2.2.3 Fungsi Aktivasi
Fungsi aktivasi merupakan sebuah gambaran matematis dari hubungan
antara input dan output pada linear time-invariant system.
2.2.3.1 Fungsi Aktivasi Undak Biner (Hard Limit)
Fungsi aktivasi dengan jaringan lapis tunggal untuk mengkonversi input
dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi
aktivasi hard limit dirumuskan :
y = 0 , jika x < 0

(2.2)

y = 1 , jika x ≥ 0

(2.3)

13

Persamaan (2.2) dan (2.1) diilustrasikan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Fungsi aktivasi Hard Limit

2.2.3.2 Fungsi Aktivasi Bipolar (Symetric Hard Limit)
Fungsi aktivasi bipolar hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya
saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1. Fungsi aktivasi bipolar
dirumuskan:
y = 1 , jika x ≥ 0

(2.4)

y = -1 , jika x < 0

(2.5)

Persamaan (2.4) dan (2.5) diilustrasikan pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Bipolar

14

2.2.3.3 Fungsi Aktivasi Linear (Identitas)
Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai input. Fungsi
aktivasi linear dirumuskan:
y=x

(2.6)

Persamaan (2.6) diilustrasikan pada gambar 2.8

Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Linear

2.2.3.4 Fungsi Aktivasi Saturating Linear
Fungsi aktivasi akan bernilai 0 jika input kurang dari -0,5, dan akan
bernilai 1 jika input lebih dari 0,5. Sedangkan jika nilai input terletak antara -0,5
dan 0,5 maka output akan bernilai sama dengan nilai input ditambah 0,5.
Fungsi aktivasi saturating linear dirumuskan:
y = 1 , jika x ≥ 0,5

(2.7)

y = x + 0,5 , jika -0,5 ≤ x ≤ 0,5

(2.8)

y = 0 , jika x ≤ 0,5

(2.9)

Persamaan (2.6), (2.7) dan (2.8) diilustrasikan pada gambar 2.9

15

Gambar 2.9 Fungsi Aktivasi Saturating Linear

2.2.3.5 Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear
Fungsi aktivasi ini akan bernilai -1 jika input kurang dari -1, dan akan
bernilai 1 jika input lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak antara -1 dan
1, maka output akan bernilai sama dengan nilai input.
Fungsi aktivasi symetric saturating linear dirumuskan:
y = 1 , jika x ≥ 1

(2.9)

y = x , jika -1 ≤ x ≤ 1

(2.10)

y = -1 , jika x ≤ -1

(2.11)

Persamaan (2.9), (2.10) dan (2.11) diilustrasikan pada gambar 2.10

Gambar 2.10 Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear

16

2.2.3.6 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf tiruan yang dilatih dengan
menggunakan metode backpropagation. Funsi sigmoid biner memiliki nilai range
0 sampai 1. Nilai ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan
nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi ini bisa digunakan oleh
jaringan saraf yang nilai output 0 atau 1.
Fungsi sigmaoid biner dirumuskan:

f (x ) =

1
1 + e−x

(2.12)

dan fungsi turunannya adalah :
f ′( x ) = f (x )(1 − f ( x ))
Persamaan (2.12), dan (2.13) diilustrasikan pada gambar 2.11

Gambar 2.11. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner

(2.13)

17

2.2.3.7 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya
saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1.
Fungsi aktivasi sigmoid biner dirumuskan:

f (x ) =

2
−1
1 + e −x

(2.14)

dan fungsi turunannya adalah :

f ′( x ) =

(1 + f (x ))(1 − f (x ))
2

(2.15)

Persamaan (2.14) dan (2.15) diilustrasikan pada gambar 2.12

Gambar 2.12. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

2.3 Backpropagation
Backpropagation merupakan salah satu metode pembelajaran yang
terawasi (supervised training). Backpropagation melatih jaringan, sehingga
jaringan mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk
mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk
memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola
yang dipakai pada saat pelatihan. Algoritma Backpropagation yang menggunakan
error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur

18

(backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward
propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju,
neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi.

2.3.1 Arsitektur Backpropagation

Gambar 2.13. Arsitektur jaringan Backpropagation
Gambar

2.13

di

atas

merupakan

gambar

arsitektur

jaringan

Backpropagation dengan sebuah layar input dan n unit masukan ditambah dengan
sebuah bias. Dalam gambar tersebut juga terdapat sebuah layar tersembunyi
dengan p unit ditambah dengan sebuah bias, serta layar output dengan m unit
keluaran.
Bias merupakan parameter neuron yang dijumlahkan dengan bobot input
neuron dan diteruskan ke fungsi transfer neuron untuk meng-generate output
neuron. Biasanya bias bernilai 1.

19

Layar tersembunyi merupakan layar dari jaringan dimana layar ini tidak
menerima input dari luar jaringan dan tidak mengirimkan output ke luar jaringan.
Disebut hidden layer karena layar ini hanya menerima input internal (output ke
unit processing lain).

2.3.2 Fungsi Aktivasi Backpropagation
Dalam Backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi
beberapa syarat yaitu : kontinu, terdeferensial dengan mudah dan merupakan
fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi aktivasi
sigmoid biner (persamaan 2.12 dan 2.13) dan fungsi aktivasi sigmoid bipolar
(persamaan 2.14 dan 2.15).

2.3.3 Pelatihan standar Backpropagation
Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju
(Forward Chaining) dimana pola masukan dihitung maju mulai dari layar
masukan hingga layar keluaran dengan menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur (Backward Chaining). Dalam fase ini
selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalah
yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang
berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah
modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi.

20

2.3.4 Algoritma Pelatihan Backpropagation
Metode belajar yang digunakan adalah metode belajar terbimbing
(supervised learning) yang terdiri dari tiga fase yaitu: propagasi maju, propagasi
mundur, dan perubahan bobot.
Algoritma backpropagation adalah sebagai berikut:
1. Inisialisasi semua bobot-bobot dengan bilangan acak kecil.
2. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah berikut :
Fase I : Propagasi maju
Tiap unit masukan (xi) menerima sinyal dan meneruskannya ke
unit tersembunyi (zj) diatasnya hingga diperoleh keluaran jaringan
(yk).
i. Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j=1,2,3,...,p)
n

z _ net j = v j 0 + ∑ xi v ji

(2.16)

i =1

z j = f (z _ net j ) =

1
1+ e

− z _ net j

(2.17)

ii. Hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k=1,2,...,m)
p

y _ net k = wk 0 + ∑ z j wkj

(2.18)

y k = f ( y _ net k ) =

(2.19)

j =1

1
1+ e

− y _ netk

Fase II : Propagasi mundur
iii. Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di
setiap unit keluaran yk (k=1,2,...,m)

21

δk = (t k – y k) f ’(y_netk) = (t k – y k) yk (1 – yk )

(2.20)

δ k merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam
perubahan bobot layar dibawahnya (langkah v)
Hitung suku perubahan bobot wkj (yang akan dipakai nanti
untuk merubah bobot wkj ) dengan laju percepatan α

∆wkj = α δk zj (k = 1, ..., m ; j = 0, ..., p)

(2.21)

iv. Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan
disetiap unit tersembunyi zj (j=1,2,...,p)
m

δ _ net j = ∑ δ k wkj

(2.22)

k =1

Faktor δ unit tersembunyi :

δ j = δ _ net j f ′(z _ net j ) = δ _ net j z j (1 − z j )

(2.23)

Hitung suku perubahan bobot vij (yang akan dipakai nanti
untuk merubah bobot vij )

∆vij = αδ j xi

; j = 1,2,..., p; i = 0,1,..., n

(2.24)

Fase III : Perubahan bobot
v. Hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran1
wkj (baru ) = wkj (lama ) + ∆wkj

(2.25)

dengan (k=1, 2, ...,m ;j=0, 1, ..., p)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi :
vij (baru ) = vij (lama ) + ∆v ji

(2.26)

22

dengan (j=1, 2, ..., p ; i=0, 1, ...,n)
Setelah proses pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk
mengenali pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju saja yang digunakan untuk
pengujian (testing) yang bertujuan untuk menentukan keluaran jaringan. Selain itu
proses pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui keakuratan jaringan syaraf
tiruan yang sebelumnya dilatih.

2.3.5 Pelatihan Bobot dan Bias
Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum
lokal atau global terhadap nilai error, dan cepat tidaknya proses pelatihan menuju
kekonvergenan. Apabila nilai bobot awal terlalu besar, maka input ke setiap
lapisan tersembunyi atau lapisan output akan jatuh pada daerah dimana turunan
sigmoidnya sangat kecil. Dan jka bobot awal terlalu kecil, maka proses pelatihan
akan menjadi lambat. Oleh karena itu dalam standar backpropagation, bobot dan
bias diisi dengan bilangan acak kecil.
Prosedur umum untuk menginisialisasi bobot dan bias adalah nilai acak
antara -0.5 dan 0.5. Cara ini untuk membuat inisialisasi bobot dan bias awal ke
unit tersembunyi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Nguyen-Widrow.
Algoritma inisialisasi Nguyen-Widrow adalah sebagai berikut :
Misal :

n = jumlah unit masukan
P = jumlah unit tersembunyi

β = faktor skala=0.7 n p

23

a. Inisialisasi semua bobot (vji (lama)) dengan bilangan acak dalam
interval [-0.5, 0.5]
b. Hitung v j = v 2j1 + v 2j 2 + ... + v 2jn
c. Bobot yang dipakai sebagai inisialisasi = v ji =

βv ji (lama )
vj

d. Bias yang dipakai sebagai inisialisasi = v j 0 = bilangan acak antara - β
dan β

2.3.6 Jumlah Unit Tersembunyi
Pada dasarnya tidak ada aturan khusus untuk menetapkan jumlah layar
tersembunyi yang akan digunakan. Jaringan dengan sebuah layar tersembunyi
sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang perkawanan atara
masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Akan tetapi
penambahan jumlah layar tersembunyi dapat membuat pelatihan menjadi lebih
mudah.

2.3.7 Jumlah Pola Pelatihan
Dalam hal ini juga tidak ada kepastian tentang banyak pola yang
diperlukan agar jaringan dapat dilatih dengan sempurna. Jumlah pola yang
dibutuhkan dipengaruhi oleh banyaknya bobot dalam jaringan serta tingkat
akurasi yang diharapkan.

24

2.3.8 Jumlah Iterasi
Jumlah iterasi digunakan sebagai kondisi penghentian dari pelatihan
Backpropagation. Jumlah iterasi ditentukan oleh user sendiri, karena tidak ada
aturan untuk menentukan jumlah iterasi. Dalam pelatihan backpropagation, iterasi
akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah
maksimal iterasi yang sudah ditetapkan, atau kesalahan yang terjadi sudah lebih
kecil dari batas toleransi yang diijinkan.

2.4 Pengenalan Pola
Pola adalah suatu entitas yang dapat didefinisikan (secara samar) dan
dapat diberikan suatu identifikasi atau nama. Contoh : tandatangan, sidik jari, raut
wajah, dll.
Untuk membedakan suatu pola dengan pola lain digunakan Object
descriptor / features / ciri yang merupakan suatu ukuran yang sifatnya kuantitatif,
merupakan deskriptor suatu obyek tertentu pada citra, dan juga merupakan
kumpulan deskriptor (feature / ciri) suatu obyek pada citra.
Suatu ciri pola yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang
tinggi, sehingga pada saat dilakukan pengelompokan pola berdasarkan ciri yang
dimiliki akan mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi.
Cara memperoleh ciri pada suatu pola dapat dilakukan dengan pengukuran
terhadap objek uji. Khususnya pada pola citra, ciri – ciri yang diperoleh berasal
dari informasi :
a. Spesialisasi (intensitas pixel, histogram)

25

b. Tepi (arah, kekuatan)
c. Kontur (garis, elips, lingkaran)
d. Wilayah / bentuk (keliling, luas, pusat massa)
e. Hasil tranformasi Fourier (frekuensi)
Kategori objek (kelas pola) adalah sekumpulan pola yang mempunyai ciri
/ sifat / propertis yang sama. Contoh : pola – pola pada kelas hutan, pola – pola
pada kelas air dan sebagainya.
Pengenalan pola adalah proses pengenalan suatu objek dengan
menggunakan berbagai metode sehingga proses pengenalan pola tersebut
mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, dengan pengertian suatu objek yang
secara manual (oleh manusia) tidak dapat dikenali dengan baik, tetapi bila
menggunakan salah suatu metoda pengenalan pola yang sudah diaplikasikan pada
komputer masih dapat dikenali.
Teknik pengenalan pola secara umum bertujuan untuk mengklasifikasikan
dan mendeskripsikan pola atau objek yang komplek melalui pengukuran sifat –
sifat atau ciri – ciri yang dimiliki oleh objek tersebut. Dengan kata lain,
pengenalan pola dapat membedakan suatu objek dengan objek yang lain.
Suatu sistem pengenalan pola melakukan akuisi data melalui alat
pengindera atau sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan
proses analisa dan proses klasifikasi data. Data bisa berupa gambar, data juga
dapat berupa sinyal satu dimanesi menurut perubahan waktu.
Tahapan dan tujuan dari Proses Penganalan Pola dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :

26

i.

Clustering atau klasifikasi yang tidak terawasi
Proses memasukkan pola kedalam suatu kelas pola yang belum
dikenal.

ii.

Klasifikasi terawasi
Proses mengidentifikasi pola sebagai anggotaa dari kelas yang
sudah dikenal.

Beberapa contoh Sistem Pengenalan Pola :

• Prosedur berbasis komputer yang secara otomatis mengolongkan objek
dan keputusan pembuatan.

• Sistem pengenalan pola yang digunakan untuk mengenali: sel darah merah,
sidik jari, pengenalan kata dan suara

• Industrial machine vision system: identifikasi untuk penyortiran sebuah
objek perakitan dan pemeriksaan.

2.4.1 Elemen Kerja Pengembangan dan Operasi Sistem Pengenalan Pola
Elemen kerja pengembangan dan operasi sistem pengenalan pola adalah
sebagai berikut :
1. Definisi masalah
2. Analisa kebutuhan data
3. Akuisisi data
4. Pembentukan ciri
5. Pembentukan sistem pengenalan pola

27

Alur elemen kerja pengembangan dan operasi sistem penggenalan pola
dapat dilihat pada gambar 2.14

Gambar 2.14. Elemen kerja Pengembangan sistem pengenalan pola
Operasi Sistem Pengenalan Pola terdiri dari 3 tahap, yaitu :
a. Tahap Latihan
Pada tahap latihan terdiri dari rancangan ekstraksi ciri, rancangan
aturan keputusan, evaluasi hasil penganalan pola, dan pembentukan
data pengetahuan.
b. Tahap Pengenalan (Opersional)
Pada tahap pengenalan terdiri dari penentuan pola yang akan diamati,
pengukuran ciri, proses pengenalan dengan memberlakukan aturan
keputusan serta penggunaan data pengatahuan.

28

c. Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi akan diketahui apakah hasil pengenalan (dengan
real-world pattern) sudah optimal, ataukah masih perlu untuk
memperbaiki dengan mencari ciri yang lebih efektif dan aturan
keputusan yang lebih akurat.

2.4.2 Model Sistem Pengenalan Pola
Dalam Sistem Pengenalan Pola terdapat beberapa model yang sering
digunakan untuk mengenali pola, yaitu :

2.4.2.1 Structural / Syntactic Approach (Pendekatan Struktural / Sintatik )
Pendekatan struktural / sintatik menggunakan teori bahasa formal. Ciri –
ciri yang ada pada suatu pola ditentukan oleh primitif dan hubungan struktural
antara primitif kemudian disusun tata bahasa pada pola tersebut. Dari aturan pada
tata bahasa tersebut, pola dapat dikelompokan. Pengenalan pola menggunakan
pendekatan ini lebih menyerupai strategi pengenalan pola yang dilakukan oleh
manusia akan tetapi secara praktek penerapannya relatif sulit dibanding
penganalan pola secara statistik. Proses pengelompokan polanya dilakukan
melalui proses inferensi dan deskripsi, serta menggunakan strategi pengenalan
pola yang dilakukan oleh manusia. Gambaran secara umum pendekatan struktural
/ sintatik diilustrasikan pada gambar 2.15.

29

Gambar 2.15. Proses pengenalan Syntactic Approach

2.4.2.2 Geometric / Statistical Approach (Pendekatan Geometrik atau Statistik)
Pendekatan geometri atau statistik menggunakan teori – teori pada ilmu
peluang statistik. Ciri – ciri yang dimiliki oleh suatu pola ditentukan oleh
distribusi statistik pola tersebut. Setiap pola yang berbeda akan memiliki distribusi
yang berbeda. Dengan menggunakan teori kaputusan di dalam statistik, dapat
menggunakan distribusi ciri untuk mengklasifikasikan pola tersebut. Pembedaan
antara objek yang dilakukan berdasarkan ciri objek dan fungsi kerapatan pola.
Proses pengelompokan pola – pola tersebut dilakukan melalui proses eliminasi
dan klasifikasi dan menggunakan dasar – dasar yang lebih mapan, yaitu teori
berdasarkan statistik. Gambaran secara umum pendekatan geometrik atau statistik
diilustrasikan pada gambar 2.16.

30

Gambar 2.16. Pendekatan Geometrik atau Statistik

Tabel 1.1 Analogi pendekatan Sintatik dan Statistik
Pendekatan Sintatik
Ciri / feature (warna, tekstur)

Pendekatan Statistik
Primitif (garis lurus, orientasi)

Density Function (probabilitas) Grammar (natural language)
Estimation (mean, variance)
Classification (kategori obyek)

Inference (aplikasi primitif
pada grammar)
Description (kategori obyek)

Dalam sistem pengenalan pola terdiri dari dua fase yaitu:
i.

Fase Latihan
Pada fase latihan pengestraksi ciri menentukan ruang ciri yang sesuai
untuk merepresentasikan pola dan pembuat aturan klasifikasi
mempartisi ruang ini sedemikian rupa sehingga jumlah tumpang tindih
antara kategori menjadi sekecil mungkin.

31

ii.

Fase Pengenalan
Pada fase pengenalan pengklasifikasi menentukan suatu pola masukan
sebagai salah satu kategori obyek yang telah dispesifikasikan menurut
ciri – ciri pengukuran obyek.
Bila dalam pelaksanaan fase latih masih belum atau kurang memadai,
maka proses klasifikasi pada fase pengembangan dapat dikategorikan
sebagai proses klasifikasi terawasi. Sebaliknya, bila fase latih sudah
mapan maka proses klasifikasi pada fase pengembangan dapat
dikategorikan sebagai fase validasi pada pengembangan sistem
pengenalan pola.

2.5 Preproccessing (Pengolahan Awal)
Citra adalah sebuah gambar pada bidang dua dimensi. Dilihat dari sudut
pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas
cahaya pada bidang dua dimensi. (Munir, 2004).
Preproccesing merupakan proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki
kualitas citra dengan meggunakan teknik-teknik pengolahan citra. Pengolahan
citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh
manusia atau mesin komputer.
Ada beberapa macam-macam operasi pengolahan citra, diantaranya :
a. Pengubahan ukuran gambar (resize)
Pengubahan ukuran gambar berarti mengubah citra dari ukuran semula
ke ukuran yang diinginkan.

32

b. Pemotongan gambar (cropping)
Cropping atau pemotongan gambar merupakan salah satu operasi dari
pengolahan citra dimana operasi-operasi ini bertujuan untuk mengubah
gambar menjadi ukuran yang lebih spesifik.
c. Konversi citra warna menjadi citra biner (binerisasi)
Citra biner merupakan citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat
keabuan yaitu hitam dan putih. Pixel-pixel obje