PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KONSENTRASI FUNGISIDA DITHANE TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) - Repository utu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Kakao
2.2.1. Klasifikasi Tanaman
Menurut Cahyono, (2007) klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Familia : Sterculiaceae Genus : Theobroma Spesies :
2.2. Morfologi Tanaman Kakao a.
Menurut Hall (1932 dalam Marzuki, 2004), tinggi tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanamanur 3 tahun mencapai 1,8 – 3 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 – 7 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia (Cahyono, 2007).
Marzuki (2004), juga menyatakan bahwa tanamanrsifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan) (Cahyono, 2007)
Tanamansal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 – 1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman coklat (Rukmana, 2004).
b. Sama dengan sifat percabangannya, daun coklat juga bersifat dimorfisme.
Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Hall (1932)
dalam Marzuki, 2004). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus,
bergantung pada tipenya (Hall (1932) dalam Cahyono, 2007).Cahyono (2007), juga menjelaskan bahwa salah satu sifat khusus daitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daunyang membuat daun mapu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari.Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus).Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun.Tepi daun rata,dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap (Cahyono, 2007).
c.
bersifat kauliflori, Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut denganbantalan bunga (cushioll). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G (5) artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu (Anonymus, 2013).
Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan.ng kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan bisanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih (Rukmana, 2004).
d. Buah dan Biji
Warna buahangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye) (Anonymus, 2013).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang- seling.Pada tipe criollo dan trinitario alur kelihatan jelas. Kulittebal tetapi lunak dan permukaannya kasar.Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata), kulitnya tipis, tetapi dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah (Cahyono, 2007).
2.3. Lama Penyimpanan Benih
Benih kakao termasuk kategori benih rekalsitran (Recalcitrant seed), sehingga akan cepat mengalami kemunduran setelah dikeluarkan dari buahnya.
Puncak dari vigor benih ini dicapai sewaktu benihnya masak dan setelah masak kehidupannya akan semakin berkurang sampai akhirnya mati. Selama penyimpanan benih akan mengalami kemunduran yang kecepatannya dipengaruhi oleh faktor genetik, mutu awal, kadar air benih dan suhu ruang penyimpanan (Sukarman dan Hasanah, 2003).
Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani. Oleh karenanya benih bermutu tinggi perlu selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi, dipasarkan sampai diterima oleh petani untuk ditanam. Salah satu cara untuk menjaga agar kualitas benih tidak cepat menurun khususnya benih rekalsitrant adalah dengan cara penyimpanan dengan metode tertentu.
Pengetahuan dalam usaha memperpanjang daya hidup benih rekalsitran masih sangat terbatas. Ashari (1995) mengemukakan bahwa, masalah utama dalam penyimpanan benih dengan kondisi kelembaban simpan yang tinggi adalah menunda perkecambahan benih dan untuk mengatasi gangguan serangan jamur adalah dengan aplikasi fungisida sehingga benih rekalsitran tersebut dapat dipertahankan viabilitasnya pada kondisi yang aman.
Hasanah (2002) menyatakan bahwa daya simpan benih rekalsitran dapat dipertahankan dengan mengemas benih pada kantong plastik yang berlubang.
Namun, hal ini memerlukan protektan dari invasi dan infeksi mikroorganisme, sekaligus tidak berbahaya bagi benih.
Hasil yang telah diperoleh King dan Roberts dan Chin, (1989), menunjukkan bahwa setelah satu bulan penyimpanan benih-benih kakao dengan menggunakan teknik penyimpanan imbibisi tersebut masih diperoleh tingkat perkecambahan lebih dari 60%. Sisi negatif dari teknik ini adalah serangan mikroorganisme terutama jamur. Oleh sebab itu, perlakuan benih dengan bahan kimia sebelum disimpan sangat dibutuhkan untuk menghindari serangan jamur atau cendawan dan mikroorganisme lainnya yang mengontaminasi benih selama dalam penyimpanan. Hasil penelitian benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati benih yang berkecambah sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997).
2.4. Fungisida Dithane
Kesulitan yang sering juga dihadapi dalam mempertahankan daya tumbuh benih kakao diluar buahnya adalah berkecambahnya benih sewaktu disimpan atau dalam pengiriman ke daerah lain (Anonim, 2004). Biji kakao yang dikeluarkan dari buahnya akan berkecambah hanya dalam waktu kurang dari 3-4 hari, hal ini diduga karena masih tingginya kadar air yang dikandung oleh benih tersebut. Selain untuk mempertahankan mutu benih, penurunan kadar air juga perlu diperhatikan untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama dan cendawan gudang.
Hama dan cendawan akan aktif dalam benih yang berkadar air relatif tinggi. Benih yang berkadar air yang tinggi juga akan cepat mengalami akibat serangan hama dan penyakit maka kadar air benih kakao harus diturunkan serendah mungkin, tetapi diusahakan tidak melewati kadar air kritis. Apabila kadar air benih terlalu rendah atau sampai pada kadar air kritis maka benih akan kehilangan daya kecambah. Bahan pengawet yang digunakan berfungsi untuk mencegah atau memperlambat kerusakan biji yang disebabkan oleh antimicrobial agents. Perlakuan terbaik untuk menjaga viabilitas biji Agathis
loranthifolia Salisb selama masa penyimpanan adalah dengan merendam biji
- 1
kedalam larutan asam benzoat berkonsentrasi 0,5 gr/l atau 1 gr l air dengan periode simpan 1 hingga 12 minggu (Alrasyid dan Harun, 2002).
Perendaman biji dalam fungisida mampu menekan serangan jamur simpan selama 4 minggu dan persentase daya berkecambah biji lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa fungisida) Nurahmi dan Erida (2010). Hal itu dibuktikan dengan peneitian yang penggunaan fungisida Benlate dengan konsentrasi 0,45% mampu menekan serangan jamur secara optimal setelah biji kakao disimpan selama 20 hari dibandingkan dengan konsentrasi fungisida 0,35% (Rizmi, 2004).
Hasil yang telah diperoleh Chin, (1989), menunjukkan bahwa setelah satu bulan penyimpanan benih-benih kakao dengan menggunakan teknik penyimpanan imbibisi tersebut masih diperoleh tingkat perke-cambahan lebih dari 60%. Sisi negatif dari teknik ini adalah serangan mikroorganisme terutama jamur. Oleh sebab itu, perlakuan benih dengan bahan kimia sebelum disimpan sangat dibutuhkan untuk menghindari serangan jamur atau cendawan dan mikroorganisme lainnya yang mengontaminasi benih selama dalam penyimpanan. Fungisida yang biasa digunakan adalah KOC, Dithane M- 45, Benlate, Thiram, Ceresan, Arasan, Captan dan lain-lain (Sutopo, 2002).
Hasil penelitian Rizmi (2004) menunjukkan bahwa metode penyimpanan kelembaban tinggi dan konsentrasi Fungisida Benlate 0,45% dapat mempertahankan daya kecambah benih kakao sampai 64,57% setelah penyimpanan selama 20 hari, tetapi dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan mengenai bahan pengemasnya.
2.5. Viabilitas Benih
Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan benih atau gejala metabolisme (Sadjad, 1994). Pengujian viabilitas benih bertujuan untuk mengetahui kemampuan hidup benih yang mencakup pengujian daya berkecambah dan vigor. Pengujian daya berkecambah memberikan informasi tentang kemungkinan tanaman dapat tumbuh normal berproduksi normal pada kondisi yang optimum. Viabilitas benih diartikan sebagai daya hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala metabolisme dan fenomena pertumbuhan (Sadjad, 1972 dalam IPB, 2010).
Pengujian viabilitas benih merangkum metode langsung dan tidak langsung. Uji langsung dilakukan melalui potensi tumbuh benih maksimum, daya kecambah benih, kekuatan tumbuh benih dan kecepatan tumbuh benih. Uji secara tidak langsung berkaitan dengan mutu benih hidup yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih, yaitu pernapasan, aktivitas enzim dan permeabilitas kulit (Sadjad, 1980 dalam IPB, 2010). Sedangkan vigor bertujuan menduga tanaman dapat tumbuh normal dan berproduksi normal menunjukkan vigor suatu benih. Benih dengan vigor tinggi lebih cepat tumbuh dibandingkan benih dengan vigor rendah (Sadjad, 1994). Kecepatan tumbuh benih mencerminkan vigor individu benih dikaitkan dengan waktu (Widajati et al., 2013).
Viabilitas benih menunjuk pada persentase benih yang akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir dari kecambah-kecambah yang baru berkecambah. Viabilitas partai benih dapat ditentukan dengan prosedur pengujian yang telah dibakukan. Rupanya yang paling nyata dari pengukuran viabilitas adalah persentase perkecambahan, yaitu angka persentase dari benih uji suatu spesies yangmenghasilkan kecambah normal pada kondisi perkecambahan normal (Harjadi 1991).
2.6. Vigor Benih
Vigor benih merupakan kemampuan benih dapat tumbuh pada kondisi suboptimum yang berproduksi normal pada kondisi lapangan atau lingkungan yang optimum maupun suboptimum. Kriteria kecambah normal ditentukan dari perkembangan akar, hipokotil, dan kotiledonnya. Kecambah normal umumnya memiliki system perakaran yang baik terutama akar primer, perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna dengan daun hijau dantumbuh baik, dan memiliki satu kotiledon untuk berkecambah dari monokotil dan dikotil (Tamin, 2007).
Kecambah tidak normal (abnormal) ditandai dengan kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar primer yang pendek, kecambah yang bentuknyacacat, perkembangannya lemah atau kurang seimbang dari bagian- bagian lain yang penting, kecambah yang tidak membentuk klorofil dan kecambah yang lunak (Tamin 2007).
Vigor benih pada umumnya dapat didefenisikan sebagai suatu ukuran kemampuan potensial benih untuk berkecambah normal dengan variasi keadaan yang tidak menguntungkan. Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolute merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih tumbuh kuat di lapangan dalam kondisi yang tidak ideal (Byrd, 1983).
Benih bervigor tinggi dicirikan oleh berbagai karakteristik, yaitu berkecambah cepat dan merata, bebas dari penyakit, tahan simpan, kuat dalam keadaan lapangan yang kurang menguntungkan dan efesien dalam memanfaatkan cadangan makanan, laju tumbuh atau pertumbuhan berat kering tinggi tidak menunjukkan perbedaan di lapangan dan dilaboratorium (Heydecker, 1977).